Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Pasar Tradisional Padang Sappa Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu 2002-2017 Nilla Aripin; Muh. Rasyid Ridha; Patahuddin Patahuddin
PATTINGALLOANG Vol. 5, No. 3, Desember 2018
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.158 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i4.9009

Abstract

Penelitian ini bertujuan utuk mengetahui latar belakang berdirinya Pasar Padang Sappa, mengetahui perkembangan Pasar Padang Sappa serta dampak keberadaan Pasar Padang Sappa bagi masyarakat. Metode yang digunakan untuk mengkaji  permasalahan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yang meliputi beberapa tahapan yaitu, heuristik (mencari dan mengumpulkan sumber), kritik sumber (kritik ekstern dan intern, interpretasi atau penafsiran sumber, dan hisoriografi (penulisan sejarah). Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penelitian lapangan (wawancara) dan mengumpulkan sumber arsip. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang berdirinya Pasar Padang Sappa karena adanya konflik sosial yang terjadi tahun 2000, sehingga pasar tersebut dipindahkan sementara di Lapangan Sepak Bola Padang Sappa. Karena lokasi lapangan yang memang tidak memadai untuk berjualan, pemerintah akhirnya menemukan lokasi pasar baru di Padang Sappa samping Kantor Polres Ponrang dan memindahkan pasar tersebut pada tahun 2002. Dalam perkembangan Pasar Padang Sappa kondisi fisik pasar yang awalnya menggunakan tenda-tenda darurat, saat ini telah menggunakan tempat yang layak untuk melakukan transaksi jual-beli untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Keberadaan Pasar Padang Sappa ini dapat memberikan dampak ekonomi, sosial dan budaya yaitu sebagai sumber pendapatan daerah, sebagai penyedia lapangan pekerjaan dan sumber penghasilan bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Pasar Tradisional Padang Sappa resmi dipindahkan pada tahun 2002 dan mulai dijadikan tempat jual-beli. Pasar Tradisional Padang Sappa muncul sebagai pasar kecamatan yang menyediakan berbagai kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.  This research and writing aims to find out the background of the establishment of Padang Sappa Market, to know the development of Padang Sappa Market and the impact of the existence of Padang Sappa Market for the community. The method used to study the problems in this study is the historical method, which includes several stages, namely, heuristics (searching and collecting resources), source criticism (external and internal criticism, interpretation or interpretation of sources, and hisoriography (historical writing). done by conducting field research (interviews) and collecting archival sources. The results showed that the background of the establishment of Padang Sappa Market was due to the social conflict that occurred in 2000, so that the market was temporarily moved at the Padang Sappa Football Field. Due to the inadequate location of the field to sell, the government finally found a new market location in Padang Sappa next to the Ponrang Police Station and moved the market in 2002. In the development of Padang Sappa Market the physical condition of the market which initially used emergency tents has now use a decent place to make buying and selling transactions to meet the daily needs of the community. The existence of the Padang Sappa Market can provide economic, social and cultural impacts as a source of regional income, as a provider of employment and income sources for the community. Based on the results of the study, it can be concluded that the Padang Sappa Traditional Market was officially transferred in 2002 and began to be used as a place to buy and sell. Padang Sappa Traditional Market emerges as a sub-district market that provides various needs to meet the needs of the community
Bendungan Langkemme di Kabupaten Soppeng (1970-2008) Anriani Nurul Maghfirah; Patahuddin Patahuddin; Najamuddin Najamuddin
PATTINGALLOANG Vol. 5 No. 2, Agustus 2018
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.763 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i3.8535

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan latar belakang pembangunan Bendung Langkemme (1970-1995), perkembangan Bendung Langkemme(1995-2008) dan dampak keberadaan Bendung Langkemme di Kabupaten Soppeng (1995-2008). Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode historis. Melalui tahapan-tahapan heuristic (pengumpulan data), kritik (verifikasi), Interpretasi (penafsiran) dan historiografi (penulisan Sejarah). Hasil penelitian ini menunjukkan  bahwa pembangunan Bendung Langkemme di Kabupaten Soppeng dilatarbelakangi oleh perekonomian nasional, adanya perencanaan pengembangan di daerah Sulawesi Selatan, perekonomian daerah, pengembangan daerah, dan adanya kebutuhan irigasi di Kabupaten Soppeng. Perkembangan Bendung Langkemme dan dampak keberadaan Bendung Langkemme terhadap masyarakat di Kabupaten Soppeng dapat dilihat dari bertambahnya luas persawahan beririgasi, peningkatan hasil produksi pertanian yang berarti meningkatnya penghasilan masyarakat. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa dengan adanya Bendung Langkemme di Kabupaten Soppeng terjadi peningkatan hasil pertanian di 5 (lima) kecamatan yang menggunakan air dari Irigasi Langkemme yaitu Marioriwawo, Lalabata, Liliriaja, Ganra dan Lilirilau, sesuai dengan program pemerintah pada masa Orde Baru yaitu Pembangunan Lima Tahun (PELITA).Kata kunci : Bendung, Pertanian, Kabupaten Soppeng.
KERAJAAN BONE PADA MASA PEMERINTAHAN WE BENRIGAU DAENG MAROWA (1470-1509) Andi Yulanda Lestari; Jumadi Sahabuddin; Patahuddin Patahuddin
PATTINGALLOANG Vol. 2 No. 2 April - Juni 2015
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.905 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v2i2.8431

Abstract

Penelitian ini melalui kajian pustaka dengan menggunakan metode penelitian sejarah yaitu heuristik (pengumpulan data), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (penafsiran), dan historiografi (penulisan sejarah). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum pemerintahan We Benrigau Daeng Marowa, dimasa pemerintahan La Saliyu Kerrampelua (1398-1470) terjadi usaha perluasan wilayah kekuasaan. Perluasan wilayah kekuasaan dilakukan dengan jalan peperangan dan menjalin persahabatan dengan wanua-wanua lain. Sehingga 28 daerah bergabung dengan Kerajaan Bone. Kemudian pada masa pemerintahan We Benrigau Daeng Marowa, ia membeli bulu’ di Cina dengan menukarkannya 90 ekor kerbau yang kemudian dijadikan areal persawahan. Dibelinya juga sawah di sekitar kampung Laliddong dengan menukarkannya 30 ekor kerbau. Dengan demikian areal persawahan semakin luas. Sawah-sawah tersebut dijadikan sebagai sumber produksi beras dan penghasilan bagi rakyat di lingkungan kerajaan. Setelah ±40 tahun memerintah di Kerajaan Bone, ia digantikan oleh putranya yang bernama La Tenri Suki sebagai raja di Kerajaan Bone. Selanjutnya We Benrigau menetap di Cina, dan menurut cerita dalam Lontara’ We Benrigau tidak meninggal melainkan mallajang (menghilang). Kata Kunci : Kerajaan Bone, Pemerintahan We Benrigau Daeng Marowa. 
KABUPATEN SOPPENG PADA MASA PEMERINTAHAN A. SOETOMO (2005-2010) Ahmad Yani; Patahuddin Patahuddin; Muh. Saleh madjid
PATTINGALLOANG Vol. 2 No. 3 Juli - September 2015
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.905 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v2i3.8457

Abstract

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama lima tahun pemerintahan A. Soetomo (2005-2010) berhasil dilakukan peningkatan produktivitas pertanian di Tahun 2010 dibandingkan dengan Tahun 2005 khususnya pada tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, dan kehutanan; peningkatan di bidang pendidikan yang dapat dilihat dari meningkatnya APS (Angka Partisipasi Sekolah) masyarakat Kabupaten Soppeng, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan; serta pengadaan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang memudahkan akses oleh masyarakat Kabupaten Soppeng. Akhir penelitian menyimpulkan bahwa Kabupaten Soppeng pada masa pemerintahan A. Soetomo mengalami peningkatan dalam berbagai bidang, yakni bidang ekonomi dengan peningkatan ketahanan pangan, pengembangan agribisnis, dan pembangunan pada sumber daya tanaman pangan dan pertanian, di bidang pendidikan terjadi pemerataan dan perluasan kesempatan pendidikan bagi masyarakat, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, penataan sistem management pendidikan, dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, serta di bidang sosial budaya dengan adanya peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Kata Kunci: Kabupaten Soppeng, Masa Pemerintahan A. Soetomo
PETANI KELAPA SAWIT DI TOPOYO KABUPATEN MAMUJU TENGAH (2005-2013) Resky Arianty; Patahuddin Patahuddin; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 2 No. 2 April - Juni 2015
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.905 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v2i2.8424

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang petani Kelapa Sawit di Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah, dinamika petani kelapa sawit, dan keadaan social ekonomi petani kelapa sawit di Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah. Penelitian ini memuat metode sejarah dengan tahapan yaitu heuristik, dalam bentuk mengumpulkan sumber data sebanyak-banyaknya, kritik sumber yang bertujuan untuk menentukan atau menilai sumber, interpretasi yaitu menentukan kedudukan suatu fakta sejarah secara professional dan historiografi, atau penyajian yang merupakan pengungkapan kisah sejarah secara tertulis.  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Topoyo khususnya Desa Waeputeh menggantungkan hidupnya dengan bertani kelapa sawit karena lebih menguntungkan, pemeliharaannya juga yang lebih mudah dibandingkan dengan bertani ladang dan sawah serta semakin tingginya kebutuhan hidup dan berkurangnya pendapatan sebagai petani ladang dan sawah. Seperti kita ketahui, kelapa sawit merupakan komoditas pertanian yang berproduktifitas tinggi. Apalagi, di Kabupaten Mamuju Tengah telah berdiri perusahaan kelapa sawit Surya Raya Lestari 2 yang mengolah hasil sawit. Alasan petani lebih memilih berkebun kelapa sawit karena menghasilkan uang yang cepat, harga kebun sawit selalu naik, dapat diselingi dengan pekerjaan lain serta dengan berkebun kelapa sawit daerah tersebut mengalami peningkatan dan perkembangan yang cukup memuaskan. kesimpulannya bahwa keadaan social ekonomi masyarakat di Desa Waeputeh mengalami pertumbuhan dan perkembangan di berbagai bidang seperti pendidikan serta berdampak pada peningkatan kesejahteraan hidup.Kata Kunci : Petani Kelapa Sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah
Objek Wisata Ke’te Kesu’ (1975-2017) Lidya Arni Barumbun; Muh. Rasyid Ridha; Patahuddin Patahuddin
PATTINGALLOANG Vol. 5, No. 1, April 2018
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.653 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i2.8466

Abstract

Kajian ini menunjukkan bahwa latar belakang dijadikannya Perkampungan Adat Ke’te Kesu’ sebagai objek wisata tidak terlepas dari datangnya peneliti-peneliti yang merupakan peserta Konfrensi PATA (Pacifik Area Travel Association). Sehingga pada tahun 1975 pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Pariwisata, Susilo Sudarma mengusulkan untuk menjadikan kampung adat Ke’te Kesu menjadi objek wisata. Kemudian dalam perkembangan setiap tahunnya menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan dapat dilihat dari jumlah sarana dan prasarana yang memadai setiap tahunnya selain itu dapat dilihat dari jumlah wisatawan yang datang berkunjung ke objek wisata Ke’te Kesu’ setiap tahunnya semakin meningkat, terbukti dari data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara dari tahun 2008 (mulai terbentuknya Kabupaten Toraja Utara) jumlah pengunjung wisatawan yang datang berjumlah 27.203 orang, sampai tahun 2017 jumlah kunjungan wisatawan asing maupun domestik mencapai 105.221 orang. Keberadaan objek wisata Ke’te Kesu’ memberikan dampak bagi kehidupan perekonomian, baik bagi masyarakat sekitar pada khususnya dan Kabupaten Toraja Utara pada umumnya dan juga memberikan dampak pada aspek lainnya seperti sosial budaya, lingkungan dan pendidikan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik (mencari dan mengumpulkan sumber), kritik sumber (kritik intern dan ektern), interpretasi (penafsiran sumber) dan historiografi (penulisan sejarah). Kata Kunci : Perkampungan Adat Ke’te Kesu’, Perkembangan Objek Wisata, dan Kabupaten Toraja UtaraAbstractThe finding of this study indicates that the background of Ke'te’ Kesu as one of tourist attractions in Toraja has strong relation to the first arrival of some researchers in 1975who are participants of the PATA Conference (Pacifik Area Travel Association). The central government in this occasion represented by the Minister of Tourism, Susilo Sudarma used this opportunity to establish the traditional village of Ke'te Kesu which then become one of well-known tourist attractions in Indonesia. Since then, there has been shown a very significant development annually that was proven by the number of facilities and infrastructure that began to be adequate. The existence of Ke'te’ Kesu's tourism also has an impact on the economic life, both for the surrounding communities in particular, and for the government as well as the societies in Toraja Utara in general. It also impacts on other aspects such as social culture, environment and education. This research uses a historical research method consisting of four stages: heuristic (searching and collecting resources), source criticism (internal and external criticism), interpretation (source interpretation) and historiography (historical writing).                                                                     Keyword : Traditional Village of Ke’te’ Kesu’, Tourist Development, and Toraja Utara district 
Menjaga Tanah Leluhur: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara di Sulawesi Selatan 2003-2016 Kamaruddin Kamaruddin; Najamuddin Najamuddin; Patahuddin Patahuddin
PATTINGALLOANG Vol. 4, No. 3, Desember 2017
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.177 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i1.6726

Abstract

This study reveals that the background of the awakening of indigenous peoples in South Sulawesi, due to the marginalization of the state policy with agrarian resources pengulaaan that began in 1811 in the colonial period and the 1999 era of reform that led to agrarian conflicts. Indigenous peoples in South Sulawesi formed a strength by organizing their groups into AMAN formed in 2003. The organizational development has experienced three successive organizational leaders namely MahirTakaka at the beginning of the formation of 2003-2008 which was appointed Sirajuddin at the first muswil 2008-2013 and then SardiRasak on the second muskil 2013-2016. In making AMAN a struggle organization, the strategy of struggle by taking three paths of organizational education, political struggle and lane of litigation. This research is a historical research with historical methodology that has stages, heuristics (data collection), criticism (verification), interpertasi (interpretation) and historiography (historical writing). This research is a historical research with historical methodology that has stages, heuristics (data collection), criticism (verification), interpertasi (interpretation) and historiography (historical writing).
Jejak Aroma Kopi Arabika di Massenrempulu 1970-2016 Ismail Muslimin; Ahmadin Ahmadin; Patahuddin Patahuddin
PATTINGALLOANG Vol. 4, No. 3, Desember 2017
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.785 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i1.7075

Abstract

This study aims to determine the background of coffee farming, coffee agriculture development to agricultural impacts of Arabica Coffee in Benteng Village Alla Utara District Baroko. This type of research is qualitative research. This research is done through interview and literature study using historical method through several stages: heuristic (source collection), source critic, interpretation, and historiography. The results showed that the existence of Arabica Coffee farm in Benteng North Alla Village began in 1750 after the Dutch managed to colonize the North Alla Fort Village. The development of coffee plantations began to be re-enacted when the arrival of Ir. Sugiyo from Jember, East Java. Ir. Sugiyo is an agricultural employee from Java. Ir. Sugiyo introduced a kind of Arabica Coffee that has good quality. Based on the result of the research, it can be concluded that Arabica Coffee has an impact to the society economy in Benteng Alla Utara village which is providing employment such as season laborer and day laborer, ownership of property for Arabica coffee farmer, and giving impact to regional income.
Revitalization of South Sulawesi socio-cultural values relating to democracy in the era of regional autonomy Jumadi Jumadi; Rifai Nur; Patahuddin Patahuddin
Journal of Social Studies (JSS) Vol 12, No 2 (2016): Journal of Social Studies (JSS)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/jss.v12i2.11638

Abstract

This research aims to understand the principles of democracy enforcement in the implementation of regional autonomy, to promote and to revitalize the South Sulawesi socio-cultural values relating to the issue of democracy in the era of regional autonomy, the development of the region potency and the diversity of community to achieve regional and national progress. South Sulawesi since the empire era has posessed socio-cultural values that are closely related to the principles of democracy enforcement. The Socio-cultural values are potential for the regional development, especially in the era of regional autonomy. Social values, one of them are embedded in the democracy principles and foundations in South Sulawesi as the legal basis for organizing the kingdom in South Sulawesi: “rusa’ taro datu, ten rusa’ taro ade’, rusa’ taro ade’ ten rusa’ taro anang, rusa’ anang  ten rusa’ taro tomaegae”.means that the decision of datu / king can be canceled by ade ' (council) but the decision of  ade' can not be canceled by the king / datu, the decision of ade' can be canceled by public figures, but the willingness of public figures can not be canceled by public figures, the willingness of public figures can be canceled by the society, but the willingness of the society can not be canceled by public figures. This means the highest decision belongs to the society. Keywords: Socio-Cultural Values and Democracy in the era of regional Autonomy.
Perjuangan Hasan Al-Banna Mengembalikan Kejayaan Khilafah (1924-1949) Wahyu Wardana; Najamuddin Najamuddin; Amirullah Amirullah; Patahuddin Patahuddin
PATTINGALLOANG Vol. 9, No 2, Agustus 2022
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/jp.v9i2.25165

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang perjuangan Hasan Al-Banna, bentuk perjuangan Hasan Al-Bannna mengembalikan kejayaan khilafah hingga dampak dari perjuangan Hasan Al-Banna mengembalikan kejayaan Khilafah. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan metode penelitian sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penelitian pustaka melalui buku-buku atau literatur terkait dengan obyek yang diteliti atau dokumen pendukung seperti jurnal dan artikel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasan Al-Banna adalah tokoh Islam kontemporer yang mempunyai visi besar terhadap umat Islam khususnya di Mesir. Dimana, saat runtuhnya Khilafah Turki Usmani tanggal 3 Maret 1924 yang menyebabkan munculnya persoalan kaum  muslimin mulai dari kolonialisme, konflik di Negara Dunia Ketiga, persoalan ekonomi, politik dan sosial budaya. Dalam kondisi Mesir inilah Hasan Al-Banna memulai pembaharuannya, melalui dakwah-dakwah yang dilakukakannya bersama organisasi yang didirikannya yaitu Ikhwanul Muslimin, organisasi yang didirikan sebagai wadah perjuangan Hasan al-Banna bersama sahabat-sahabatnya dalam melancarkan risalah dakwah. Dampak dari adanya kegigihan dan perjuangannya yang kemudian membuat organisasi ini menjelma sebagai kekuatan politik yang dikagumi di Mesir dan dunia Arab. Akhir dari penelitian, disimpulan bahwa Hasan Al-Banna melalui organisasi dakwah yang didirikannya dengan segala kegigihannya telah berjuang untuk menegakkan agama Islam. Hasan Al-Banna menghabiskan hidupnya hanya untuk berdakwah untuk memperjuangkan syariat Islam agar dapat Jaya kembali.Kata Kunci : Perjuangan, Hasan Al-Banna, Ikhwanul MusliminAbtract This study aims to determine the background of Hasan Al-Banna's struggle, the form of Hasan Al-Bannna's struggle to restore the glory of the Caliphate to the impact of Hasan Al-Banna's struggle to restore the glory of the Caliphate. This research is descriptive analytic using historical research methods, namely heuristics, source criticism, interpretation and historiography. The method of data collection is done by conducting library research through books or literature related to the object under study or supporting documents such as journals and articles. The results show that Hasan Al-Banna is a contemporary Islamic figure who has a great vision for Muslims, especially in Egypt. Where, when the collapse of the Ottoman Caliphate on March 3, 1924 which led to the emergence of problems for Muslims ranging from colonialism, conflicts in Third World Countries, economic, political and socio-cultural issues. It was in this Egyptian condition that Hasan Al-Banna began his renewal, through the da'wah he carried out with the organization he founded, namely the Muslim Brotherhood, an organization founded as a forum for Hasan al-Banna's struggle with his friends in launching a message of da'wah. It was the impact of his persistence and struggle that later made this organization transformed into a political force admired in Egypt and the Arab world. At the end of the study, it was concluded that Hasan Al-Banna through the da'wah organization he founded with all his tenacity had struggled to uphold the religion of Islam. Hasan Al-Banna spent his life just preaching to fight for Islamic law in order to get Jaya back.Keywords: Struggle, Hasan Al-Banna, Ikhwanul Muslimim