Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Akibat Hukum Pemisahan Hak Beragama dengan Hak Berkepercayaan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Muwaffiq Jufri; Mukhlish Mukhlish
Jurnal Konstitusi Vol 16, No 2 (2019)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.798 KB) | DOI: 10.31078/jk1624

Abstract

Pemisahan agama dan kepercayaan dalam konstitusi adalah suatu kebijakan yang menimbulkan beragam permasalahan. Seringkali para penghayat kepercayaan mengalami intimidasi ataupun hal-hal lain yang mengganggu pelaksanaan hak sipilnya untuk menganut dan mengamalkan ajaran kepercayaan yang dianutnya. Dengan dalih kepercayaan bukan agama, para pelaku anarkisme seringkali melakukan pelarangan dan kekerasan terhadap para penganut kepercayaan. Kajian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Sedangkan hasil penelitiannya ialah bahwa 1) Alasan hukum pemisahan pengaturan antara agama dengan aliran kepercayaan disebabkan oleh politik pembedaan pendefinisian keduanya dimana kepercayaan diamsusikan sebagai tradisi dan ajaran luhur masyarakat yang bersumber dari budaya yang keberadaannya di luar agama. 2) Pemisahan agama dan kepercayaan berakibat hukum tidak diakuinya aliran kepercayaan sebagai agama resmi negara, padahal status aliran kepercayaan merupakan agama lokal yang diyakini sebagai agama oleh para penganutnya. Pemisahan ini juga mengakibatkan hadirnya beragam sikap diskriminatif yang berpotensi mengganggu dan merampas hak setiap warga negara dalam meyakini suatu agama, dalam hal ini hak beragama yang diganggu dan dirampas ialah hak untuk meyakini agama lokal sebagai agama warisan leluhur bangsa Indonesia. The separation of religion and indigenous religion in the constitution is a policy that causes various problems. Often the beliefs of the indigenous religion are intimidating or other things that interfere with the exercise of civil rights to embrace and put into practice the beliefs embraced. Under the pretext of non-religious convictions, the perpetrators of anarchism often make prohibitions and violence against believers. This research uses normative legal methods. The results of the research are: The first, the legal reason for the separation of rules between religion and indigeneous religion is caused by the politics of defining both of them in which beliefs are interpreted as traditions and noble teachings of society originating from cultures which are outside of religion; The second, that the separation of religion and indigenous religion that is caused in the law does not recognize the indigenous religion as the official religion of the state, while the status of the indigenous religion is a local religion that is considered as a religion by his believers. This separation also makes several of discriminatory attitudes come up to have potency in disrupting and robbing every citizen’s right to believe in a religion. In this case, the right which is bullied is the right to believe in local religion as the religion of the Indonesian ancestral heritage.
Pencegahan Paham Radikalisme Agama Di Tingkat Desa Melalui Penguatan Kader Muslimat Nahdlatul Ulama' Ranting Jarin Dewi Pusparini; Sri Wahyuni; Muwaffiq Jufri
Society : Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Vol. 1 No. 1 (2020): Vol.1 No.1, October 2020
Publisher : Universitas Dinamika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37802/society.v1i1.92

Abstract

Sebagaimana amanat Pasal 30 ayat (1) UUD NRI 1945, kegiatan ini dimaksudkan untuk mensinergikan peran strategis Muslimat NU di tingkat Ranting dalam upaya mencegah radikalisme agama. Kegiatan ini melatih kemampuan Muslimat NU sebagai kader penggerak pencegahan penyebaran paham radikalisme agama agar: a) mampu mengajarkan dan menyebarkan paham Islam moderat dan humanis di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Pemahaman yang mumpuni tentang moderasi Islam akan mampu menjadi filter dalam mencegah penyebaran paham Islam radikal. b) mampu memahami jenis-jenis kelompok Islam berpaham radikal, kemampuan mengenali ini akan memudahkan Muslimat NU dalam mendeteksi kehadiran organisasi radikal di sekitarnya. c) mampu memahami metode pencegahan penyebaran paham Islam radikal. Kemampuan ini sangat berguna untuk membebaskan warga Jarin dari paham-paham radikal berbasis agama. Kemampuan Muslimat NU dalam mencegah penyebaran paham radikalisme agama ini akan dioptimalkan pada tingkat keluarga, mengingat perannya sebagai madrasah pertama akan mampu mencegah penyebaran paham radikal di lingkungan keluarga. Di samping itu, optimalisasi selanjutnya akan diarahkan kepada masyarakat sekitar sehingga keberadaan organiasi Islam radikal di desa Jarin tidak mengalami perkembangan.
Akibat Hukum Pemisahan Hak Beragama dengan Hak Berkepercayaan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Muwaffiq Jufri; Mukhlish Mukhlish
Jurnal Konstitusi Vol 16, No 2 (2019)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.798 KB) | DOI: 10.31078/jk1624

Abstract

Pemisahan agama dan kepercayaan dalam konstitusi adalah suatu kebijakan yang menimbulkan beragam permasalahan. Seringkali para penghayat kepercayaan mengalami intimidasi ataupun hal-hal lain yang mengganggu pelaksanaan hak sipilnya untuk menganut dan mengamalkan ajaran kepercayaan yang dianutnya. Dengan dalih kepercayaan bukan agama, para pelaku anarkisme seringkali melakukan pelarangan dan kekerasan terhadap para penganut kepercayaan. Kajian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Sedangkan hasil penelitiannya ialah bahwa 1) Alasan hukum pemisahan pengaturan antara agama dengan aliran kepercayaan disebabkan oleh politik pembedaan pendefinisian keduanya dimana kepercayaan diamsusikan sebagai tradisi dan ajaran luhur masyarakat yang bersumber dari budaya yang keberadaannya di luar agama. 2) Pemisahan agama dan kepercayaan berakibat hukum tidak diakuinya aliran kepercayaan sebagai agama resmi negara, padahal status aliran kepercayaan merupakan agama lokal yang diyakini sebagai agama oleh para penganutnya. Pemisahan ini juga mengakibatkan hadirnya beragam sikap diskriminatif yang berpotensi mengganggu dan merampas hak setiap warga negara dalam meyakini suatu agama, dalam hal ini hak beragama yang diganggu dan dirampas ialah hak untuk meyakini agama lokal sebagai agama warisan leluhur bangsa Indonesia. The separation of religion and indigenous religion in the constitution is a policy that causes various problems. Often the beliefs of the indigenous religion are intimidating or other things that interfere with the exercise of civil rights to embrace and put into practice the beliefs embraced. Under the pretext of non-religious convictions, the perpetrators of anarchism often make prohibitions and violence against believers. This research uses normative legal methods. The results of the research are: The first, the legal reason for the separation of rules between religion and indigeneous religion is caused by the politics of defining both of them in which beliefs are interpreted as traditions and noble teachings of society originating from cultures which are outside of religion; The second, that the separation of religion and indigenous religion that is caused in the law does not recognize the indigenous religion as the official religion of the state, while the status of the indigenous religion is a local religion that is considered as a religion by his believers. This separation also makes several of discriminatory attitudes come up to have potency in disrupting and robbing every citizen’s right to believe in a religion. In this case, the right which is bullied is the right to believe in local religion as the religion of the Indonesian ancestral heritage.