Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Ultra Petita dalam Pengujian Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi Abadi, Suwarno
Jurnal Konstitusi Vol 12, No 3 (2015)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.1 KB) | DOI: 10.31078/jk1238

Abstract

Ultra petita decision practiced under the MK’s jurisdiction to review the constitutionality of legislation needs to be assessed carefully. This practice should not be condemned as illegitimate because there is no explicit constitutional rule that guarantee it. The author therefore argues that this practice can be justified under two reasons. First, judicial activism. Second, the very nature of constitutional adjudication in order to defend the supremacy of the constitution over legislation. According to these reasons, the MK’s ultra petita decision should be upheld because this practice is the most reasonable means to protect the constitution.
Ultra Petita dalam Pengujian Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi Abadi, Suwarno
Jurnal Konstitusi Vol 12, No 3 (2015)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.1 KB) | DOI: 10.31078/jk1238

Abstract

Ultra petita decision practiced under the MK’s jurisdiction to review the constitutionality of legislation needs to be assessed carefully. This practice should not be condemned as illegitimate because there is no explicit constitutional rule that guarantee it. The author therefore argues that this practice can be justified under two reasons. First, judicial activism. Second, the very nature of constitutional adjudication in order to defend the supremacy of the constitution over legislation. According to these reasons, the MK’s ultra petita decision should be upheld because this practice is the most reasonable means to protect the constitution.
Ultra Petita dalam Pengujian Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi Suwarno Abadi
Jurnal Konstitusi Vol 12, No 3 (2015)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.1 KB) | DOI: 10.31078/jk1238

Abstract

Ultra petita decision practiced under the MK’s jurisdiction to review the constitutionality of legislation needs to be assessed carefully. This practice should not be condemned as illegitimate because there is no explicit constitutional rule that guarantee it. The author therefore argues that this practice can be justified under two reasons. First, judicial activism. Second, the very nature of constitutional adjudication in order to defend the supremacy of the constitution over legislation. According to these reasons, the MK’s ultra petita decision should be upheld because this practice is the most reasonable means to protect the constitution.
FINALITY OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL COURT DECISION IN REGARD TO JUDICIAL REVIEW Suwarno Abadi
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 28, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.151 KB) | DOI: 10.22146/jmh.15862

Abstract

This article examines the constitutional status of Constitutional Court’s decisions constitutionally guaranteed as final. This status very critical because it could lead Constitutional Court to the judicial supremacy position. This article argues against this possibility. The status of Constitutional Court’s decisions should be critized on the basis that its finality is prima facie, not absolute. As a solution, this article takes a position called departmentalism which means that court and legislature are not supreme in their authority to interpret the constitution. Artikel ini membahas tentang status konstitusional putusan Mahkamah Konstitusi yang dijamin konstitusi bersifat final. Status tersebut sangat kritikal karena dapat mengarahkan Mahkamah Konstitusi ke posisi supremasi yudisial. Artikel ini berargumen tidak setuju atas kemungkinan tersebut. Oleh karena itu, status putusan Mahkamah Konstitusi perlu dikritisi dengan dasar bahwa finalitasnya tersebut bersifat “prima facie”, tidak absolut. Sebagai solusinya, artikel ini mengambil posisi departementalisme yang memiliki pengertian bahwa pengadilan dan legislator tidak memiliki supremasi atas kewenangan untuk melakukan interpretasi konstitusi.
Optimalisasi Pemanfaatan Hutan Kota Di Desa Siderojo Kecamatan Pakal Surabaya suwarno abadi; Farina Gandryani
Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR) Vol 2 (2019): Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha dalam Mempersiapkan Masyarakat Menghadapi Era I
Publisher : Asosiasi Sinergi Pengabdi dan Pemberdaya Indonesia (ASPPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (62.984 KB) | DOI: 10.37695/pkmcsr.v2i0.369

Abstract

Hutan Kota yang terletak di desa Sidorejo Kelurahan/Kecamatan Pakal adalah salah satu dari sekian banyak hutan kota yang terdapat di kota Surabaya. Hutan kota di desa Sidorejo ini pada dasarnya dapat menjadi alternative tempat berlibur dan sekaligus dapat menjadi tempat untuk menambah income bagi masyarakat sekitar. Adanya beberapa keterbatasan di Hutan kota ini yang mengakibatkan hutan ini jarang dikunjungi oleh warga sekitar terlebih oleh warga di luar Kecamatan pakal. Disinilah pentingnya pendampingan terhadap masyarakat khususnya yang berada di desa Sidorejo dalam rangka untuk mengoptimalisasi pemanfaatan hutan kota dimaksud. Pendampingan ini dilaksanakan dengan tujuan agar masyarakat memahami bahwa keberadaan hutan kota selain untuk tempat berlibur yang murah meriah dapat juga dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar yang ada di desa Sidorejo. Kegiatan pendampingan dilakukan dengan mengidentifikasi beberapa keterbatasan dan peluang-peluang yang dapat dilaksanakan untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Hasil dari kegiatan pendampingan ini adalah adanya akses masuk ke hutan kota yang lebih memadai, adanya lahan parkir bagi pengunjung dan tersedianya tempat tempat berjualan bagi masyarakat sekitar yang memiliki usaha makanan dan minuman.
Pendampingan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Kelompok Rentan Suwarno Abadi; Rihantoro Bayu Aji
Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR) Vol 4 (2021): Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha dalam Mewujudkan Pemulihan dan Resiliensi Masya
Publisher : Asosiasi Sinergi Pengabdi dan Pemberdaya Indonesia (ASPPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (682.903 KB) | DOI: 10.37695/pkmcsr.v4i0.1285

Abstract

Asas praduga tak bersalah adalah salah satu asas yang terdapat dalam hukum acara pidana dimana dalam asas ini setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Namun asas ini tidak mudah untuk diterapkan, terutama dalam kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh kelompok rentan. Dalam tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok rentan seringkali mengabaikan hak hak hukum yang mereka miliki yang disebabkan oleh para pelaku tidak merasa bersalah, tidak adanya biaya untuk menyewa pengacara dan minimnya akses pengetahuan untuk mendapatkan bantuan hukum secara gratis. Berdasarkan hal tersebut, kami melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk pendampingan hukum kepada pelaku tidak pidana pencurian dengan kekerasan dimaksud di Pengadilan Negeri Lumajang, Jawa Timur. Tujuan dari program pendampingan ini yang pertama adalah memberikan bantuan hukum kepada kelompok rentan yang sedang menghadapi kasus hukum, kedua untuk menganalisis secara mendalam permasalahan praktek penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana kelompok rentan. Metode yang digunakan adalah memberikan bantuan hukum dan melakukan pendampingan hukum. Hasil yang dicapai dalam pendampingan ini adalah sanksi pidana yang diterima oleh pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah lebih ringan 1 (satu) tahun penjara dari tuntutan jaksa penuntut umum. Kata Kunci: Pendampingan Hukum, Kelompok Rentan, Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan, Bantuan Hukum Gratis
URGENSI PENERAPAN OMBUDSPRUDENSI DALAM PENYELESAIAN MALADMINISTRASI PADA KASUS SEJENIS YANG TERJADI KEMUDIAN Nuryanto A. Daim; Suwarno Abadi; Taufiqurrahman Taufiqurrahman
Wijaya Putra Law Review Vol 1 No 1 (2022): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/wplr.v1i1.67

Abstract

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagaiu lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman memandang betapa urgentnya ombudsprudensi untuk diterapkan dalam penyelesaian maladministrasi pelayanan publik, karena ombudsprudensi yang merupakan nilai-nilai yang diambil dari sebuah rekomendasi yang telah diputuskan oleh Ombudsman mengandung norma hukum dan juga norma kepatutan. Tidak semua norma hukum sudah dianggap benar secara mutlak, untuk dapat dianggap sebagai norma yang mempunyai kekuatan mengikat, norma hukum tidak boleh bertentangan dengan norma kepatutan. Norma kepatutan yang sifatnya hidup dan berkembang di masyarakat, yang tentunya perkembangannya juga mengiringi dinamika kehidupan masyarakat, maka sangat sulit untuk mempertimbangkan tolok ukur yang tepat, karena sifatnya yang sangat abstrak. Melalui penerapan ombudsprudensi norma kepatutan tersebut dapat diterapkan pada kasus-kasus yang sifatnya konkrit. Namun untuk menerapkan ombudsprudensi tersebut dalam praktik penyelesaian maladministrasi pleyanan publik di Indonesia, belum ada ketentuan norma hukum yang dapat diajdikan dasar, sehingga dalam hal ini terjadi kekosongan hukum (vacuum of norm), sehingga diperlukan konstruksi hukum atas nilai-nilai yang hidup di masyarakat untuk dapat dijadikan norma hukum. Dalam penelitian ini digunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konsep dan kasus. Sehingga dapat ditemukan kesimpulan bahwa: Ombudsprudensi mempunyai kekuatan mengikat yang harus diikuti oleh Ombudsman dalam penyelesaian maladministrasi pelayanan publikkarena secara yuridis, tidak ada satu norma hukum pun di Indonesia yang mengatur tentang ombudsprudensi, baik pembentukan maupun penerapannya. Untuk penerapannya dianalogikan dengan penerapan yurisprudensi yang secara teoritis sudah dianggap sebagai salah satu sumber hukum. Penerapan ombudsprudensi didasarkan pada asas-asas bekerjanya Ombudsman, yaitu: a. Kepatutan, b. Keadilan, c. Non-diskriminasi.