Rawa lebak merupakan sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Perubahan iklim membuat masyarakat menjadi sulit untuk memprediksi datangnya musim hujan. Masyarakatnya menjadi rentan terhadap kejadian gagal panen. Selain itu, adanya peraturan daerah yang mengatur mengenai pengelolaan rawa lebak pada musim banjir semakin menekan masyarakat. Masyarakat pun menjadi rentan terhadap kondisi rawan pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sistem pengelolaan rawa lebak dari dan kerentanan komunitas terhadap pengelolaan rawa lebak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data kualitatif didapatkan dengan tiga cara, yakni observasi, wawancara mendalam, serta dokumentasi yang dilakukan secara berkesinambungan. Hasil pelitian menunjukkan bahwa sistem pengelolaan rawa lebak di Desa Tapus mengalami perubahan dari masa pemerintahan marga yang dipimpin oleh kepala marga dengan sistem pemerintahan Kabupaten dan Kecamatan. Masyarakat yang memiliki hak akses untuk memnafaatkan rawa lebak pada masa pemerintahan Marga dan Kabupaten berada pada peserta atau masyarakat (pengemin) yang ditentukan oleh panitia saat proses pelelangan dengan nilai penawaran tertinggi. Namun, dalam akses pemanfaatan rawa lebak antara dua sistem pemerintahan terdapat pada pendekatan, yaitu akses penuh hanya hanya berlaku bagi masyarakat di wilayah Marga, sementara pada masa pemerintahan Kabupaten dan Kecamatan, semua masyarakat di Desa Tapus boleh memiliki akses untuk memanfaatkan rawa lebak, tetapi dengan syarat dan ketentuan yang diberlakukan. Tingkat kerentanan komunitas sangat tinggi terhadap sistem lelang lebak lebung (L3) oleh pemerintah. Komunitas petani yang sebelumnya menjadikan lahan pertanian di rawa lebak sebagai mata pencaharian utama, harus menanggung resiko ekonomi ketika musim hujan dan kebijakan pengelolaan rawa lebak yang membuat mereka harus mencari alternatif untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.