Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENINGKATAN PENGETAHUAN MENGENAI ASPEK KLINIS DAN SOSIAL PANDEMI COVID-19 BAGI TENAGA KESEHATAN Perdani, Roro Rukmi Windi; Purnama, Dara Marissa Widya; Amiruddin, Suwaib; Darwis, Iswandi
Anoa : Jurnal Pengabdian Masyarakat Sosial, Politik, Budaya, Hukum, Ekonomi Vol 1, No 3 (2020): Edisi Khusus Covid-19
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.601 KB) | DOI: 10.52423/anoa.v1i3.13639

Abstract

Covid-19 menjadi pandemic global dan menjadi bencana non alam nasional di Indonesia. Tenaga kesehatan dituntut untuk dapat menangani kasus Covid-19 dengan baik, mulai dari pencegahan hingga penatalaksanaan sesuai dengan panduan terbaru. Ilmu kedokteran merupakan ilmu yang terus berkembang. Setiap detiknya terdapat penelitian terbaru yang dihasilkan dari Covid-19 ini di Dunia. Hal tersebut mengharuskan tenaga kesehatan di Provinsi Lampung untuk berperan aktif dalam meningkatkan pengetahuan sehingga dapat terselesaikannya pandemic covid-19. Sasaran dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah seluruh tenaga kesehatan baik yang ada di Provinsi Lampung maupun yang berada di luar Lampung. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah bahwa di Provinsi Lampung masih terdapat tenaga kesehatan yang kurang mengerti mengenai covid-19 baik pencegahan hingga penatalaksanaan terbaru. Seperti yang bisa kita lihat saat ini bahwa di provinsi lampung angka kasus terkonfirmasi positif dan meninggal semakin bertambah. Bahkan saat ini pemerintah sudah menetapkan Bandar Lampung sebagai wilayah transmisi lokal per 28 April 2020. Salah satu strategi solusi yang ditawarkan adalah dilakukan kegiatan webinar aspek klinis dan sosial di masa pandemic covid-19 pada anak dan dewasa yang ditujukan untuk seluruh tenaga kesehatan. Target luaran dari program pengabdian ini adalah meningkatkan pengetahuan terhadap aspek klinis dan sosial di masa pandemic covid-19 pada anak dan dewasa. Metode yang dilakukan dalam pengabdian ini adalah ceramah dalam bentuk webinar mengenai aspek klinis dan sosial di masa pandemic covid-19 pada anak dan dewasa.
Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Daun Ceplukan (Physalis Angulata L) terhadap ICadar Enzim Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) Tikus Putih (Rattus Norwegicus) Jantan Galur Sprague Dawley yang Diinduksi Isoniazid Iswandi Darwis
JUKE Unila Vol 3, No 01 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5753.178 KB)

Abstract

~
Pengaruh Nilai Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) sebagai Prediktor Mortalitas pada Pasien Ulkus Diabetikum Iswandi Darwis
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 4, No 2 (2020): JK UNILA
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v4i2.2875

Abstract

Ulkus kaki diabetik adalah komplikasi kronik paling sering pada pasien DM. Kaki diabetik dapat menyebabkan kehilangan jaringan dan organ dikarenakan infeksi. Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) merupakan marker potensial untuk menilai peradangan pada DM. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain retrospective cohort untuk mengetahui pengaruh nilai NLR sebagai prediktor mortalitas pasien ulkus diabetikum. Data diperoleh dari catatan rekam medikpasien dengan ulkus diabetikum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada tahun 2017–2020. Untuk menentukan titik potong nilai NLR digunakan kurva receiver-operating characteristics (ROC). Subyek penelitian ini berjumlah 131 data rekam medis. Usia responden pada penelitian ini memiliki nilai median 53 (31-87) tahun. Responden laki-laki sebanyak 56 orang (42,8%) dan perempuan sebanyak 75 orang (57,2%). Responden menjalani perawatan di rumah sakit dengan median 10 (1-35)hari. Outcome responden adalah 113 (86,2%) hidup dan 18 meninggal (13,8%). Median pada hasil pemeriksaan hemoglobin adalah 9,3 (4,6-14,8) g/dl, leukosit adalah 17,7 (3,8-42,1) 10 /ml, dan NLR adalah9,44 (1-47,5). Nilai AUC yang diperoleh dari metode ROC sebesar 59,8% dengan nilai p=0,196. Kemudian didapatkan titik potong menunjukkan nilai NLR 11,92. Hasil uji chi-square menunjukkan p=0,118 dan nilai prediksi outcome meninggal adalah 2,017. Hasil ini dapat disimpulkani pasien dengan nilai NLR >11,92 memiliki kemungkinan meninggal akibat perburukan ulkus diabetikum sebesar 2,017 kali lebih besar dibandingkan pasien ulkus diabetikum dengan nilai NLR <11,92 namun secara statistiktidak bermakna.  Kata kunci: Mortalitas, Neutrophil Lymphocyte Ratio, Ulkus Diabetikum,
Hubungan Neutrophil Lymphocyte Ratio dengan Outcome Sepsis pada Geriatri Iswandi Darwis; Probosuseno Probosuseno
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 1 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i1.2219

Abstract

Geriatri merupakan kelompok usia yang rentan terjadi sepsis dan terkadang sulit sekali ditegakkan karena tanda-tanda inflamasi jarang muncul. Pemeriksaan sederhana meliputi neutrophil lymphocyte ratio (NLR) dapat mencerminkan kondisi inflamasi secara sederhana dengan pemeriksaan darah rutin saja.Neutrofilia dan limfopenia dapat mengambarkan kondisi derajat pemberatan sepsis pada geriatri dan mortalitasnya.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan neutrophil lymphocyte ratio dengan outcome sepsis pada pasien geriatri. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain cohort retrospective.Data diperoleh dari catatan medik pasien.Untuk menganalisis sensitivitas dan spesifisitas dari nilai NLR untuk menentukan kematian sepsis pada pasien geriatri digunakan analisa statistik kurva receiver-operating characteristics (ROC) dengan hasil bermakna apabila nilai kurva ROC lebih dari 50%.untuk mengetahui nilai NLR dengan outcome dilakukan uji Chi-square. Data diolah dengan SPSS versi 22.0. Hasil uji dikatakan bermakna bila nilai p < 0,05.Subyek penelitian ini berjumlah 52 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Nilai median usia subyek 66 (60-87) tahun dengan subyek laki-laki terbanyak 51,92%. Diagnosis sepsis berat 48,08% diikui sepsis 29,62% dan syok septik 25%. Subyek meninggal sebanyak 27 subyek (51,92%). Kadar hemoglobin 11,3 g/dl; leukosit 15,26.103/ml; trombosit 150.103/ml dan nilai NLR 13,98 (0,27-57,19). Kurva ROC NLR, menunjukkan bahwa NLR memiliki nilai prediktor yang baik (AUC 66,6%; nilai p 0,04) nilai NLR sebesar 13,05. Pasien sepsis pada geriatri dengan nilai NLR >13,05 meninggal sebanyak 18 (66,67%) pasien sedangkan pasien geriatri dengan nilai NLR <13,05 meninggal 9 (36%) pasien dengan nilai p 0,027 (RR 1,852 IK 95% 1,133-11,154). Peningkatan neutrophil lymphocyte ratio berhubungan dengan peningkatan kematian akibat sepsis pada pasien geriatri Kata Kunci: Geriatri, neutrophil lymphocyte ratio, sepsis
Angioedema Pada Penderita Systemic Lupus Erhytematosus (SLE) Iswandi Darwis
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 6, No 2 (2022): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jkunila6275-78

Abstract

Angioedema dapat terjadi pada pasien dengan penurunan kadar serum C1 inhibitor atau fungsi yang abnormal dari C1 inhibitor. Pada SLE didapatkan penurunan kadar dan/atau fungsi C1inhibitor. Hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas C1 untuk aktivasi C4 dan C2 yang kemudian akan meningkatkan produksi bradikinin yang memacu permeabilitas pembuluhdarah sehingga terjadi edema pada jaringan ikat. Pasien seorang wanita 33 tahun penderita SLE sejak November 2015, satu minggu mengeluhkan wajah bengkak secara tiba-tiba, kedua kelopak mata sulit dibuka dan bengkak, perut juga membesar, tangan dan kaki juga membengkak, tidak didapatkan riwayat penggunaan obat Captopril. Pada pemerisaan kadar C1inhibitor esterase didapatkan hasil C3 11 (menurun) dan kadar C4 1,29 (menurun). Kadar C1 inhibitor 30 (normal). Pasien mendapatkan terapi injeksi mp 32,5 mg/24 jam, Cavit D3 3x1, cellcept 2x 500mg dan diberikan asam traneksamat 1gram/8jam. Pada perawatan hari ke 14 kondisi membaik pasien diperbolehkan pulang. Angioedema dapatan merupakan salah satu komplikasi dari penyakit SLE yang terjadi karena terbentuk autoantibodi yang akan mengkatabolisme C1-INH.akibatnya terjadi aktivasi sistem komplemen yang menyebabkan angioedema. Managemen terapi yang adapat diberikan adalah dengan imunosupresan yangakan menurunkan aktivitas SLE dan asam traneksamat yang akan menurunkan aktivasi plasminogen menjadi plasmin sehingga kadar C1-INH akan meningkat. SLE dapat menyebabkan penurunan kadar C1-INH dan penurunan fungsi C1-INH. Pada kasus ini didapatkan angioedemakarena penurunan fungsi C1-INH. Kata Kunci. Angioedema, C1 Inhibitor, Systemic Lupus Erythematosus
Manajemen Pasien Infark Miokardium Akut Dengan Elevasi Segmen ST (IMA-EST) Anterior Onset Lebih dari 48 Jam Tanpa Tindakan Reperfusi di Bangsal Perawatan Jantung Iswandi Darwis; Anggoro Budi Hartopo; Muhammad Gahan Sarwiko
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 7, No 1 (2023): JURNAL KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jkunila7125-36

Abstract

Latar Belakang. Sindrom koroner akut merupakan penyakit utama penyebab kematian di dunia. Infark miokardium akut dengan elevasi segmen ST merupakan salah satu SKA yang banyak menimbulkan kematian. Tatalaksana reperfusidengan IKP primer sesuai dengan onset nyeri dada menjadi tatalaksana utama untuk menurunkan morbiditas danmortalitas. Kasus. Pasien laki-laki 62 tahun dengan diagnosis IMA-EST anterior onset lebih dari 48 jam berdasarkan keluhan nyeri dada khas angina dan sesak nafas. Pada pemeriksaan EKG didapatkan irama sinus, frekuensi 120 x/menit, dengan aksisnormal, terdapat elevasi segmen ST pada lead V1-V4 dan Q patologis pada lead V1-V3 serta terdapat peningkatan enzim hs-Troponin I. Pasien didapatkan kondisi infeksi paru dan terjadi perbaikan selama perawatan di bangsal. Pasien tidakdilakukan reperfusi karena menurut rekomendasi pada pasien IMA-EST onset lebih dari 48 jam rekomendasi III untuk dilakukan reperfusi. Pasien diterapi dengan pemberian vasodilator, penyekat beta, statin, heparinisasi dan kontrolkomorbid infeksi pada pasien merupakan tatalaksana lanjutan pada pasien di bangsal perawatan jantung. Pasien dirawat selama 7 hari di RS dan didapatkan perbaikan klinis. Pasien dilakukan 6MWT sebagai dasar penilaian untukaktivitas fisik pasien di rumah. Aktivitas fisik pasca SKA sangat diperlukan untuk memperbaiki luaran klinis, menurunkan angka mortalitas dan rehospitalisasi dan mencegah kejadian reinfark pada pasien di kemudian hari. Tes viabilitasjantung diperlukan untuk mengetahui apakah didapatkan perbaikan fungsi mikardium bila dilakukan reperfusi. Pada pasien direncanakan untuk tes viabilitas dengan menggunakan DSE.Kesimpulan.  Pasien dengan diagnosis IMA-EST onset lebih dari 48 jam tanpa ada keluhan nyeri dada, hemodinamik stabil dan tidak ada kelainan irama jantung yang mengancam jiwa tidak direkomendasikan untuk dilakukan reperfusi. Kata kunci: Infark miokardium akut dengan elevasi segmen ST, onset 48 jam, Repefusi
Tinjauan Penggunaan Metformin tehadap Defisiensi Vitamin B12 pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Natasya Hayatillah; Iswandi Darwis
MAJORITY Vol 9 No 2 (2020): MAJORITY
Publisher : Majority

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Metformin is the most widely used oral hypoglycemia drug in the world. This drug become the first choice for the treatment of type 2 diabetes melitus (DM). However, metformin is known to have the effect of creating a vitamin B12 deficiency in type 2 DM patients who consume it. The existing hypothesis states that metformin interferes with the absorption of vitamin B12 through the mechanism of intestinal bacterial overgrowth, the disruption of the vitamin B12 complex with calcium and cubulin receptors. The effect of metformin is known to increase with increasing doses and the length of time uses. The incidence of worsening peripheral neuropathy and megaloblastic anemia have been reported to be associated with the effects of vitamin B12 deficiency in type 2 DM patients taking metformin. To date, there are no clear guidelines that discuss how to diagnose, manage and prevent vitamin B12 deficiency due to metformin, but some research results can be taken into consideration. Vitamin B12 deficiency should be suspected in type 2 DM patients who have taken metformin ≥3 years, at a dose of >1500 mg, experiencing hematological abnormalities or worsening peripheral neuropathy. Prevention that can be done is to give vitamin B12 with dose of 1000 μg intramuscularly per year. As for treatment, an intramuscular injection of vitamin B12 can be given a dose of 1000 μg per day for seven days, followed by an injection once a week for four weeks.