Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Efek Astaxanthin dan Latihan Teratur terhadap Pola Stres Oksidatif Pria Setelah Aktivitas Berat Sylviana, Nova; Gunawan, Hanna; Lesmana, Ronny; Purba, Ambrosius; Akbar, Ieva B.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (783.938 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.1.46

Abstract

Aktivitas fisik berat meningkatkan senyawa oksigen reaktif dalam tubuh yang diketahui dengan mengukur kadar malondialdehid (MDA) dari hasil proses lipid peroksidase yaitu kerusakan oksidatif pada biomolekul lipid akibat reaktivitas senyawa oksigen reaktif (SOR), namun pola perubahan kadar MDA plasma seseorang setelah beraktivitas fisik berat masih belum dipahami. Antioksidan potensial seperti astaxanthin dan latihan teratur diduga dapat memengaruhi pola perubahan kadar MDA tersebut. Untuk itu dilakukan penelitian eksperimental dengan subjek 15 orang pria terlatih dan 15 orang pria tidak terlatih anggota sebuah pusat kebugaran di Bandung, usia 18–25 tahun yang terbagi menjadi kelompok yang mendapatkan suplemen astaxhantin atau plasebo selama satu minggu secara buta ganda. Setelah pemberian suplemen atau plasebo, setiap kelompok melakukan tes aktivitas anaerobik berat. Dilakukan pengukuran MDA rerata (mmol/mL) sebelum dilakukan tes, langsung setelah tes, 6 jam setelah tes, dan 24 jam setelah tes. Data yang dianalisis menggunakan uji ANOVA diikuti uji Duncan menunjukkan bahwa sebelum tes keempat kelompok mempunyai rerata yang hampir sama, sementara rerata MDA yang diperiksa pada setelah tes pada kelompok pria terlatih dengan suplementasi astaxanthin memiliki rerata MDA terendah, sementara yang tertinggi pada kelompok pria tak terlatih dengan plasebo (p<0,05). Perubahan rerata MDA pada setiap kelompok menunjukkan pola dinamis sama yaitu meningkat tajam langsung setelah tes latihan fisik, mulai mengalami penurunan pada jam ke–6 dan kembali ke rerata awal pada jam ke–24 (p<0,05), kecuali pada kelompok pria tak terlatih dengan plasebo meningkat 2 kali dari nilai awal. Hal ini menunjukkan astaxanthin dan latihan mempunyai efek positif terhadap peningkatan kadar MDA namun tidak memengaruhi pola perubahannya setelah aktivitas fisik berat.
Penurunan Kadar Glutamat pada Cedera Otak Traumatik Pascapemberian Agonis Adrenoseptor Alpha-2 Dexmedetomidin sebagai Indikator Proteksi Otak Prihatno, MM Rudi; Harahap, M. Sofyan; Akbar, Ieva B; Bisri, Tatang
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Departement of Anesthesiology and Intensive Care Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang dan Tujuan: Dexmedetomidin untuk kasus-kasus neurotrauma masih kontroversi, antara yang setuju dan menolak. Dexmedetomidin sebagai agonis adrenoseptor α2 memiliki beberapa keuntungan dalam kaitannya dengan kemampuannya sebagai neuroprotektan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efek neuroproteksi dari dexmedetomidin yang dilihat dari pengaruhnya terhadap penurunan kadar glutamat.Subjek dan Metode Penelitian single blind randomized controlled trial dilakukan pada 16 orang yang datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dengan cedera otak traumatik dengan GCS ≤8 pada Mei–Desember 2013. Subjek dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok dexmedetomidin dan NaCl 0,9%. Pembedahan dilakukan dalam rentang waktu 9 jam pascatrauma. Pemeriksaan kadar glutamat dengan menggunakan metode ELISA. Analisis data menggunakan uji-t dan uji Mann-Whitney.Hasil: Kelompok yang mendapatkan dexmedetomidin menunjukkan bahwa pemberian dexmedetomidin 0,4 μg/kgBB/jam secara kontinyu, menunjukkan penurunan kadar glutamat yang diukur mulai dari awal perlakuan hingga jam ke-24 sebanyak 27,9% (p=0,025), dari jam ke-24 hingga jam-72 sebanyak 9,6% (p=0,208), serta dari awal perlakuan hingga jam ke-72 sebanyak 57,1% (p=0,036). Kelompok yang tidak mendapatkan dexmedetomidin mengalami peningkatan kadar glutamat.Simpulan: Pemberian dexmedetomidin 0,4 μg/kgBB/jam dapat menurunkan kadar glutamat pada pasien cedera otak traumatik dengan GCS ≤ 8. Decreased Level of Glutamate after Administration of Dexmedetomidine (Alpha-2 Adrenoreceptor Agonist) as Neuroprotective Indicator in Traumatic Brain InjuryBackground and Objective: The usage of Dexmedetomidine in neurotrauma cases is still controversial, between the pros and cons. Dexmedetomidine as α2-adrenoceptor agonist has several benefits in concomitant with its properties as neuroprotector. This study aims to evaluate the neuroprotection effect of dexmedetomidine based on the decline in glutamate level.Subject and Method: This single blind randomized controlled trial was done in 16 TBI patients with GCS ≤ 8, recruited from May-December 2013. Subjects were equally divided into 2 groups: dexmedetomidine and 0.9% NaCl group. Surgery was performed within 9 hours post TBI. Glutamate level was examined using ELISA method. Data were analyzed using t-test and Mann-Whitney test.Result: This study showed that glutamate levels in patient who received continuous intravenous dexmedetomidine 0.4 mcg / kg / h were decreased, starting from baseline to 24 h (27.9%, p=0.025), 24 to 72 h (9.6%, p= 0.208) and baseline to 72 h (57.1%, p= 0.036). All patients in NaCl 0.9% group experienced an increase in glutamate level.Conclusion: Administration of dexmedetomidine 0.4 mcg/kg/h in TBI patient with GCS ≤ 8 could decrease glutamate level.
Calcium Serum Levels and Blood Pressure Response in trained subjects who consumed goat milk Yusni, Yusni; Akbar, Ieva Baniasih; Akbar, M. Rizki
Indonesian Journal of Cardiology Vol 38 No 3 (2017): July - September 2017
Publisher : The Indonesian Heart Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.036 KB)

Abstract

Background: Calcium plays a role in regulating blood pressure and one exogenous sources of calcium are goat milk. Indonesian society is generally believed that goat milk can lower blood pressure and useful as antihypertensive, but so far have not found scientific evidence of how the mechanism of goat milk for controlling blood pressure. This study aimed to analyze the effect of the consumption of goat milk for lowering blood pressure and its relation to calcium serum levels in people trained. Method: Subjects, 19 gymnasts (the treatment group) and 10 runners (the control group), male and female, aged 17-28 years. Treatment: goat’s milk 250 mg / day, ad­ministered after dinner (at 19:00 to 20:00 pm), for 90 days. Design research is quasy experimental pretest-posttest design. Analysis of data using normality test Kolmogorof Smirnof-Z (p&gt;0.05), Levene homogeneity test (p&gt;0.05), t test (p&lt;0.05) and Pearson correlation test (p &lt;0.05). Results: The results showed systolic blood pressure after consume goat milk decreased significantly in the treatment group compared to the control group (122 ± 7:33 and 10:54 ± 115 vs 119 ± 7.61 ± 4.83 mmHg and 118 mmHg; p &lt;0.05), whereas diastolic blood pressure in the treatment group and the control group (80.42 ± 5:53 and 7:08 ± 78.42 mmHg vs; 78.50 ± 3:37 and 3:16 ± 79 mmHg; p&gt; 0.05) did not show differ­ences after administration of goat’s milk. Serum calcium levels after administration of dairy goats in the treatment group increased significantly compared with the control group (9:47 ± 0:25 and 0:32 ± 9.87 mg / dl vs 9.74 ± 0:42 and 9:37 ± 0:38 mg / dl; p &lt;0.05). The results of Pearson correlation test (r) showed r=-0.45; p=0.05, mean­ing there were nonsignificant correlation between systolic blood pressure with serum calcium levels. Conclusion: Delivery of goat’s milk can decrease systolic blood pressure and stimulates the secretion of calcium, but a decrease in systolic blood pressure was not associated with increased serum calcium levels in people trained. &nbsp; &nbsp; Abstrak Latar Belakang: Kalsium berperan dalam mengatur tekanan darah dan salah satu sumber kalsium eksogen adalah susu kambing. Masyarakat Indonesia umumnya percaya bahwa susu kambing dapat menurunkan tekanan darah dan bermanfaat sebagai antihipertensi, namun sejauh ini belum ditemukan bukti ilmiah bagaimana kerja susu kambing dalam mengontrol tekanan darah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konsumsi susu kambing dalam menurunkan tekanan darah dan hubungannya dengan kadar kalsium serum pada orang terlatih. Metode: Subjek, 19 pesenam (kelompok perlakuan) dan 10 atlet lari (kelompok kontrol), laki-laki dan perempuan, usia 17-28 tahun. Perlakuan: pemberian susu kambing 250 mg/hari, diberikan setelah makan malam (pukul 19.00-20.00 wib), selama 90 hari. Design penelitian adalah quasy experimental pretest-posttest design. Analisis data menggunakan uji normalitas Kolmogorof Smirnof-Z (p&gt;0,05), uji homogenitas Levene (p&gt;0,05), uji t (p&lt;0,05) dan uji korelasi pearson (p&lt;0,05). Hasil: hasil penelitian menunjukkan tekanan darah sistolik setelah pemberian susu kambing pada kelompok perlakuan menurun signifikan dibandingkan kelompok kontrol (122±7.33 dan 115±10.54 vs 119±7.61 dan 118±4.83 mmHg mmHg; p&lt;0,05), sedangkan tekanan darah diastolic pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (80.42±5.53 dan 78.42±7.08 mmHg vs; 78.50±3.37 dan 79±3.16 mmHg; p&gt;0,05) tidak menunjukkan perbedaan setelah pemberian susu kambing. Kadar kalsium serum setelah pemberian susu kambing pada kelompok per­lakuan meningkat signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (9.47±0.25 dan 9.87±0.32 mg/dl vs 9.74±0.42 dan 9.37±0.38 mg/dl; p&lt;0,05). Hasil uji korelasi pearson (r) menunjukkan r=-0,45; p=0,05, artinya terdapat korelasi sedang yang tidak bermakna antara tekanan darah sistolik dengan kadar kalsium serum. Kesimpulan: Pemberian susu kambing dapat menurun tekanan darah sistolik dan merangsang sekresi kalsium namun penurunan tekanan darah sistolik tidak berhubungan dengan peningkatan kadar kalsium serum pada orang terlatih.
Perbandingan Efek Musik Klasik Mozart dan Musik Tradisional Gamelan Jawa terhadap Pengurangan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif pada Nulipara Oktavia, Nike Sari; Gandamiharja, Supriadi; Akbar, Ieva B.
Majalah Kedokteran Bandung Vol 45, No 4 (2013)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1210.65 KB)

Abstract

Rasa nyeri persalinan yang kadang luar biasa pada sebagian wanita muncul akibat refleks fisik dan respons psikis ibu. Musik terbukti dapat meningkatkan konsentrasi, mengurangi kecemasan, dan mengalihkan perhatian rasa nyeri yang dialami pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah musik klasik Mozart dan tradisional gamelan jawa dapat mengurangi nyeri persalinan, dan apakah musik klasik Mozart lebih baik daripada tradisional gamelan jawa terhadap pengurangan nyeri persalinan kala I fase aktif pada nulipara. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan total 30 orang nulipara yang berada dalam kala I fase aktif persalinan. Penelitian dilakukan di RSIA Arvita Bunda Kabupaten Sleman Yogyakarta selama Desember 2010–Maret 2011. Subjek penelitian berada dalam 3 kelompok: Mozart (n=10), gamelan jawa (n=10), dan kontrol (n=10). Penilaian nyeri dilakukan dua kali pada masing-masing kelompok dengan numerical rating scale (NRS), yaitu saat ibu berada di awal fase aktif dan di akhir kala I persalinan. Uji analisis statistik menggunakan Wilcoxon Signed Ranks (Z) dan Uji Mann Whitney. Hasil yang didapatkan antara lain, pada kelompok Mozart terdapat nilai median 7,5 (7–10) menjadi 6 (5–9), pada kelompok gamelan jawa median 7 (5–9) menjadi 7,5 (5–10), sementara pada kontrol median 7 (4–9) menjadi 9,5 (6–10). Terdapat perbedaan nyeri antara kelompok Mozart dan kontrol (p=0,001), terdapat perbedaan nyeri antara kelompok gamelan jawa dan kontrol (p=0,022), dan perbandingan antara musik klasik Mozart dan musik tradisional gamelan jawa (p=0,124). Kesimpulan penelitian ini, musik klasik Mozart dan tradisional gamelan jawa mengurangi nyeri persalinan kala I fase aktif pada nulipara, serta tidak ada perbedaan antara keduanya. [MKB. 2013;45(4):218–25]Kata kunci: Musik klasik Mozart, musik tradisional gamelan jawa, nyeri persalinanComparison of Classical Music Mozart Efect and Javanese Gamelan Music Efect to Relief Labor Pain in Stage I Active Phase for NulliparaLabor pain that may sometimes extreme in some pregnant women arises because of the physical reflection and psychological response of the mother. Music is proven to increase concentration, create comfort, and distract the feeling of pain in patients. The aim of this study was to explore wether Mozart classical music and Javanese gamelan music can decrease the level of pain in the process of labor and whether Mozart is better than gamelan in reducing pain in nulipara during stage 1 active phase of labor. This study was conducted by using quasy experiment method with a total of 30 nullipara patients in stage 1 active phase in RSIA Arvita Bunda, Sleman Yogyakarta during the period of December 2010 to March 2011. The subjects were divided into three groups: Mozart (n=10), Javanese gamelan (n=10), and control (n=10). Pain assesment were conducted twice for each group using the numerical rating scale (NRS), which was performed during the beginning of stage I active phase of labor and the end of stage 1 active phase of labor. The data were analyzed using Wilcoxon Signed Ranks (Z) and Mann Whitney statistical tests. The results of this study showed a change in the median value from 7.5 with a range of 7–10 to median 6 (5–9) in Mozar group, from the median value of 7 (5–9) to 7.5 (5–10) in gamelan group and from median 7 (4–9) to 9.5 (6–10) in control group. There was a significant difference between Mozart and control groups (p=0.001), and between Javanese gamelan group and control group (p=0.022), and the comparison between Mozart classical music and Javanese gamelan music (p=0.124). It is concluded that Mozart classical music and Javanese gamelan relief pain in stage 1 active phase of nullipara and no differences are found between the two. [MKB. 2013;45(4):218–25]Key words: Javanese gamelan music, labor pain, Mozart classical music DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v45n4.174
A nationwide survey of psychological distress among Indonesian residents during the COVID-19 pandemic Titik Respati; Siska Nia Irasanti; Dewi Sartika; Ieva Baniyah Akbar; Roy Rillera Marzo
International Journal of Public Health Science (IJPHS) Vol 10, No 1: March 2021
Publisher : Intelektual Pustaka Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11591/ijphs.v10i1.20609

Abstract

The Coronavirus disease (COVID-19) has become a public health emergency. The speed at which COVID-19 become pandemic and spread all over the world is alarming. A critical aspect of this type of pandemic is on the mental health of the community. This survey aimed to describe psychological distress in Indonesia's general population during the COVID-19 pandemic. Data collection began on 1st April 2020 to 30th April 2020. An online survey using Google Form with snowball sampling method used in this study. A modified version of the COVID-19 peri-traumatic distress index (CPDI) with 24 items used. The survey questionnaire included socio-economic and demographic variables. The study's total responses were 1,287, with 33 excluded from the analysis because of incomplete responses or not meeting inclusion criteria. Results showed that 63.5% of respondents reported having normal or no distress, 34% were having mild to moderate levels of distress, and 2.8% having severe distress. Age is the only variable that correlates with the level of distress. Healthcare workers and the general population showed no significant differences in the level of distress. During the early break of the COVID-19 pandemic, around 40% of respondents rated their psychological state having moderate to severe distress. These findings can be used to develop better psychological intervention measures and prevention of mental health during the pandemic.
PERBEDAAN KAPASITAS KERJA FISIK PEKERJA NON PRODUKSI, WEAVING, DAN SPINNING PABRIK TEKSTIL BANDUNG Putri Teesa Radhiyanti; Ieva Baniasih Akbar; Juliati Juliati; Reni Farenia; Ambrosius Purba
JURNAL ILMU FAAL OLAHRAGA INDONESIA Vol 1, No 2 (2018)
Publisher : PAIFORI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (440.918 KB) | DOI: 10.51671/jifo.v1i2.82

Abstract

Workers of PT. Grandtex is divided into three different divisions; nonproduction division, weaving division, and spinning division. These workers have different activities, job processes, and work environments, especially in the cotton dust exposure rate. Exposure to cotton dust can influence physical working capacity. This study aimed to find out physical working capacity differences between workers of nonproduction division, weaving division, and spinning division. A comparative analytic survey study is conducted on 112 subjects, which consists of 32 nonproduction division workers, 40 weaving division workers, and 40 spinning division workers. Subjects are picked by the stratified random sampling method. Physical working capacity measured by using an anaerobic capacity parameter (V̇O2 max)with the Astrand-Rhyming chair test. The homogeneity of the result is tested by the Levene test and the normality is tested by Kolmogorov-Smirnov. To find out the differences, those data are analyzed by one-way ANOVA test (p<0,05) and followed by Duncan test to measure how big the differences are. The result of data analyzed with ANOVA indicated that there is a significant difference in physical working capacity (V̇O2 max)(p=0,000) among workers of nonproduction, weaving, and spinning division. This result was also followed by Duncan’s test suggesting thatthe physical working capacity (V̇O2 max) of nonproduction workers are bigger than weaving production workers and also bigger than spinning workers (35,78 ± 7,27 vs 31,50 ± 7,59 vs 28,03 ± 5,92 ml/kg BW/minute). From this study, we can conclude that the physical working capacity (V̇O2 max) of nonproduction workers is better than weaving and spinning division workers.
Peran Vitamin D pada Penderita Obesitas Dewas: Kajian Pustaka Widia Rachmawati; Ieva Baniasih Akbar; Yuli Susanti
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v2i1.500

Abstract

Abstract. Obesity is one of the biggest global health challenges that is growing rapidly. According to WHO, obesity is abnormal or excess fat accumulation and has the potential to interfere with health. BMI in obesity 30 kg/m2. Meanwhile, according to the Asia Pacific standard for obesity is a BMI of 25 kg/m2. The causes of obesity are very complex, including genetic factors, environmental factors in terms of diet and decreased physical activity. Various efforts that can be done in tackling obesity are being healthier, physical activity such as exercise, pharmacological therapy, namely offering anti-obesity drugs and giving vitamin D supplements. Obese people generally have lower levels of vitamin D than those who are not obese. Giving vitamin D to obese patients is thought to be able to lose weight and return the body's vitamin D levels to normal. Therefore a literature review was conducted regarding the administration of vitamin D in adult obese patients. The type of data used is secondary data. The method of data collection is literature study. From this literature review study, it was found that the administration of vitamin D can lose weight in obese adults through a direct mechanism, directly through the role of Vitamin D Dependent Receptor (VDDR) and indirectly through the role of parathyroid hormone. Abstrak. Obesitas merupakan salah satu tantangan terbesar kesehatan global yang berkembang pesat saat ini. Obesitas adalah akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebih serta berpotensi menganggu kesehatan. IMT pada obesitas ≥30 kg/m2. Sedangkan menurut Asia Pasifik standard untuk obesitas adalah IMT ≥25 kg/m2. Penyebab obesitas sangat kompleks yaitu mencakup faktor genetik, faktor lingkungan dari segi pola makan dan penurunan aktivitas fisik. Berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi obesitas adalah modifikasi makanan menjadi lebih sehat, aktivitas fisik seperti olahraga, terapi farmakologi yaitu pemberian obat anti obesitas dan pemberian suplemen vitamin D. Penderita obesitas umumnya memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak obesitas. Pemberian vitamin D pada penderita obesitas diperkirakan dapat menurunkan berat badan dan mengembalikan kadar vitamin D tubuh menjadi normal. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan cara literature review mengenai pemberian vitamin D pada penderita obesitas dewasa. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Metode pengumpulan data adalah studi pustaka. Dari studi literature review ini, didapatkan kesimpulan bahwa pemberian vitamin D dapat menurunkan berat badan pada penderita obesitas dewasa melalui mekanisme secara langsung yaitu peran dari Vitamin D Dependent Receptor (VDDR) dan secara tidak langsung melalui peran hormon parathyroid.
Diabetik Retinopati dan Penurunan Fungsi Kognitif pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Nadya Meisya Putri; Ieva Baniasih Akbar; Yanuar Zulkifli Harun
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6568

Abstract

Abstract. Diabetes Mellitus is a metabolic disease cause various complications. According to International Diabetes Federation, 9.3% population aged 20-79 years suffer from diabetes. In the eyes causing diabetic retinopathy which occurs in 35% of diabetic patients, and in the brain which causes an increase in cognitive impairment. Both of them are characterized by some mechanisms related to chronic hyperglycemia and insulin resistance such as neuroinflammation, vascular degeneration, glial activation, and other pathological mechanisms such as activation of reactive oxidative stress (ROS) and accumulation of advanced glycation end products (AGEs). ). The purpose of this study was to analyze the relationship between diabetic retinopathy and cognitive impairment at Soreang Hospital Outpatient Eye Clinic. The number of samples using total sampling with 74 research subjects. This study used an observational analytic method with a cross-sectional approach. Data collection was obtained from medical records and interviews using Mini-Mental State Examination (MMSE). The statistical test used the chi-square test. The results of the univariate test showed that the majority of diabetic retinopathy patients had nonproliferative diabetic retinopathy (NDPR) stages, while the majority of cognitive impairment in diabetic retinopathy patients had definitive cognitive impairment. The results of the analysis relationship between diabetic retinopathy and cognitive impairment obtained a value of p=0.001 (p<0.05) with a correlation coefficient test of r=0.418 which shows moderate relationship. In conclusion, There is a relationship between diabetic retinopathy and cognitive impairment at Soreang Hospital Outpatient Eye Clinic Abstrak. Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Menurut International Diabetes Federation terdapat 9,3% penduduk usia 20-79 tahun menderita diabetes. Peningkatan durasi dari diabetes dan kontrol gula darah yang buruk akan mengakibatkan terjadinya komplikasi salah satunya pada mata menyebabkan diabetik retinopati yang terjadi pada 35% pasien diabetes dan pada otak yang menyebabkan peningkatan penurunan fungsi kognitif. Baik diabetik retinopati dan penurunan fungsi kognitif dikarakteristikan oleh sejumlah mekanisme yang berhubungan akibat hiperglikemia kronik dan resistensi insulin seperti adanya neuroinflamasi, degenerasi vaskular, aktivasi glial, dan mekanisme patologis lainnya seperti aktivasi reactive oxidative stress (ROS) dan akumulasi advanced glycation end-products (AGEs). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara diabetik retinopati dengan penurunan fungsi kognitif di Klinik Mata Poli Rawat Jalan RSUD Soreang. Teknik pemilihan sampel menggunakan total sampling, dengan subjek penelitian sebanyak 74 pasien. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data diperoleh dari medical record dan wawancara menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE). Uji statistik menggunakan uji chi square. Hasil uji univariat didapatkan karakteristik pasien diabetik retinopati mayoritas memiliki stadium nonproliferative diabetic retinopathy (NDPR), sedangkan stadium penurunan fungsi kognitif pada pasien diabetik retinopati mayoritas memiliki stadium definitive gangguan kognitif. Hasil analisis hubungan antara diabetik retinopati dengan penurunan fungsi kognitif didapatkan nilai p=0,001 (p<0,05) dengan uji koefisien korelasi r=0,418 yang menunjukan terdapat hubungan sedang. Terdapat hubungan antara diabetik retinopati dengan penurunan fungsi kognitif di Klinik Mata Poli Rawat Jalan RSUD Soreang.