Claim Missing Document
Check
Articles

RESPONS FISIOLOGIS DAN KINERJA PERTUMBUHAN IKAN NILA PADA MEDIA RENDAH AMONIA DAN DIBERI SUPLEMEN ASAM GLUTAMAT Titin Kurniasih; Dedi Jusadi; Muhammad Agus Suprayudi; Sri Nuryati; Muhammad Zairin Jr.; Eddy Supriyono
Jurnal Riset Akuakultur Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.117 KB) | DOI: 10.15578/jra.15.3.2020.175-183

Abstract

Ketika dipapar media tinggi amonia, ikan nila mengalami perubahan metabolisme asam amino yang cukup signifikan, dan suplementasi asam glutamat berguna untuk memperbaiki perubahan yang merugikan akibat paparan amonia. Akan tetapi informasi mengenai aspek metabolisme asam amino pada ikan nila yang dipapar amonia rendah masih sangat terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh suplementasi asam glutamat pada ikan nila merah yang dipelihara pada media budidaya rendah amonia terhadap respons fisiologis dan kinerja pertumbuhan. Ikan nila dengan bobot rata-rata 9,97 ± 0,38 g ditebar sebanyak 20 ekor pada setiap akuarium (padat tebar 1,0 g L-1). Empat jenis pakan isoprotein (kadar protein 28%) dan isoenergi (4245 ± 22,48 kkal kg-1) disuplementasi asam glutamat masing-masing sebanyak 0% (Glu 0), 0,75% (Glu 0,75), 1,5% (Glu 1,5) dan 2,25% (Glu 2,25). Setiap perlakuan diberi empat ulangan. Penelitian ini dilakukan selama 60 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan yang ditambah glutamat memberi efek pada respon fisiologis ikan. Aktivitas enzim aspartate aminotransferase (AST) pada Glu 2,25 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yang menjadi indikasi penurunan beban kerja hati. Ada kecenderungan peningkatan kadar aspartat, alanin, leusin, isoleusin dan valin pada jaringan hati seiring dengan meningkatnya kadar suplementasi asam glutamat. Di dalam penelitian ini, kinerja pertumbuhan ikan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Kesimpulannya adalah bahwa konsumsi pakan yang ditambah asam glutamat 2,25% mampu memperbaiki respons fisiologis ikan akibat menurunnya beban kerja hati yang dicirikan dengan penurunan nilai AST, serta meningkatnya kandungan beberapa asam amino hati, walau belum mampu memperbaiki kinerja pertumbuhan dan pemanfaatan pakan oleh ikan nila. Informasi ini berguna untuk pengembangan riset terkait aspek metabolisme asam amino pada ikan nila yang terpapar media tinggi amonia.When exposed to high ammonia aquatic environment, nile tilapia experienced a significant change in hepatic amino acid metabolism and glutamic acid supplementation can reduce the effects of the adverse change. However, there are no sufficient information on the amino acid metabolisme of tilapia exposed to low environmental ammonia. This research was performed to evaluate the effects of oral supplementation of glutamic acid on the aminotransferase enzymes activity and growth performance of red tilapia reared in low environmental ammonia (LEA) with NH4 concentration of 0.10 mg L-1. Fish with an average weight of 9.97 ± 0.38 g were stocked with an initial rearing density of 1.0 g L-1(20 fish in each aquarium). Four isonitrogenous (crude protein 28%) and isocaloric (4246 ± 22.48kcal kg-1) experimental diets were prepared with supplementation of different ratios of glutamic acid at 0% (Glu0), 0.75% (Glu0.75), 1.5%(Glu1.5) and 2.25 % (Glu2.25) to feed, respectively. All treatment groups were arranged quadruplicate. Fish were fed with the diets for 60 days. The results showed that the supplementation of glutamic acid in the diet affected the physiological response of the fish. The aspartate aminotransferase (AST) activity of Glu2.25 was significantly lower compared to that of the other treatments, which indicated a decrease in liver workload. There is a tendency of increased levels of hepatic free aspartate, alanine, leucine, isoleucine, and valine following the increase of glutamic acid supplementation level. The fish growth performance was insignificantly different between the treatments. It is concluded that a diet supplemented with 2.25% of glutamic acid could improve the physiological response of red tilapia, although no significant growth improvement should be expected. These research finding could serve as an important basic information for future research on amino acid and endogenous ammonia metabolism in nile tilapia exposed to high ammonia aquatic environment.
PERFORMANSI PERTUMBUHAN IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN PAKAN TEPUNG BIOFLOK YANG DISUPLEMENTASI ASAM AMINO ESENSIAL Usman Usman; Enang Harris; Dedi Jusadi; Eddy Supriyono; Munti Yuhana
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.513 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.2.2014.271-282

Abstract

Bioflok merupakan campuran heterogen dari mikroba, partikel, koloid, polimer organik, kation yang saling berintegrasi dan memiliki kandungan nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh ikan bagi pertumbuhannya. Namun beberapa kandungan asam amino esensial (AAE) tepung bioflok seperti histidine, lysine, dan methionine masih defisiensi untuk ikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan tepung bioflok yang disuplementasi beberapa asam amino esensial sebagai pakan ikan bandeng. Ikan uji yang digunakan adalah yuwana bandeng berukuran rata-rata 18,4 g yang dipelihara dalam bak serat kaca bervolume 250 L dengan kepadatan awal 15 ekor/bak, selama 60 hari. Perlakuan yang dicobakan adalah jenis pakan berupa: (A) tepung bioflok + asam amino esensial (histidine, lysine, dan methionine), (B) tepung bioflok, dan (C) pakan komersil, masing-masing 3 ulangan yang didisain dengan rancangan acak lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kecernaan dan konsumsi pakan harian kedua pakan uji bioflok lebih rendah daripada pakan komersil. Laju pertumbuhan ikan, efisiensi pakan, efisiensi protein, retensi protein, retensi lemak, dan retensi methionine berbeda nyata (P<0,05) di antara perlakuan dan tertinggi terjadi pada ikan yang diberi pakan komersil diikuti berturut-turut pakan tepung bioflok + AAE dan terendah pakan tepung bioflok. Laju eskresi total ammonia nitrogen pada ikan yang diberi pakan tepung bioflok + AAE cenderung memiliki nilai yang lebih rendah daripada ikan yang diberi pakan tepung bioflok saja dan pakan komersil. Penambahan asam amino esensial (histidine, lysine, dan methionine) dalam tepung bioflok mampu memperbaiki pemanfaatan protein bioflok untuk pertumbuhan ikan bandeng.
PENGARUH MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PEMANFAATAN BIOFLOK UNTUK PERTUMBUHAN IKAN BANDENG Usman Usman; Neltje Nobertine Palinggi; Enang Harris; Dedi Jusadi; Eddy Supriyono
Jurnal Riset Akuakultur Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.27 KB) | DOI: 10.15578/jra.6.3.2011.433-445

Abstract

Upaya konversi limbah budidaya ikan menjadi bioflok mulai banyak dilakukan oleh pembudidaya untuk memperbaiki kualitas air dan menekan biaya pakan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan bioflok sebagai makanan ikan bandeng melalui pengaturan dosis pemberian pakan. Perlakuan yang dicobakan adalah ikan uji dipelihara dengan: (A) bioflok tanpa diberi pemberian pakan buatan, (B) bioflok + pakan buatan sebanyak 2,5% per hari, (C) bioflok + pakan buatan sebanyak 5% perhari, (D) pemberian pakan buatan sebanyak 5%/hari tanpa bioflok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan bandeng ukuran awal rata-rata 1,6 g yang hanya diberi bioflok dapat tumbuh dengan laju pertumbuhan 1,82%/hari, namun laju pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan yang diberi pakan buatan 5%/hari yaitu 2,01%/hari. Tanpa memperhitungkan jumlah pemberian molase, ikan yang diberi pakan buatan sebanyak 2,5%/hari dalam media bioflok, dapat meningkatkan efisiensi pakan sebanyak 58,5% dan efisiensi pemanfaatan protein sebanyak 59,2%. Kandungan TAN, nitrit dan oksigen terlarut dalam media budidaya cukup baik bagi pertumbuhan ikan bandeng.
PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN Moina sp. SEBAGAI PAKAN AWAL PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN GABUS Channa striata DENGAN SISTEM AIR HIJAU Adang Saputra; Dedi Jusadi; Muhammad Agus Suprayudi; Eddy Supriyono; Mas Tri Djoko Sunarno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 13, No 3 (2018): (September 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (464.119 KB) | DOI: 10.15578/jra.13.3.2018.239-249

Abstract

Ikan gabus Channa striata merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Kendala dalam pengembangan budidaya ikan gabus adalah tingginya tingkat kematian pada stadia pemeliharaan larva. Tingginya kematian pada stadia larva karena kecukupan jumlah pakan dan nutrisi pakan awal yang tidak optimum. Tujuan percobaan adalah menentukan frekuensi pemberian Moina sp. yang tepat sebagai pakan awal pada pemeliharaan larva ikan gabus pada sistem air hijau (dengan menambahkan Chlorella sp.). Penelitian dirancang dengan rancangan acak lengkap. Perlakuan yang diberikan adalah frekuensi pemberian Moina sp. per hari sebagai pakan awal: A. enam kali tanpa pemberian Chlorella sp. (kontrol), B. enam kali + Chlorella sp., C. empat kali + Chlorella sp., dan D. dua kali + Chlorella sp. Hasil penelitian menunjukkan pemberian pakan awal dari jenis Moina sp. pada pemeliharan larva ikan gabus pada sistem air hijau dengan frekuensi pemberian dua, empat, dan enam kali dalam sehari memberikan performa sintasan (93,42%-94,29%) dan pertumbuhan tidak berbeda secara nyata (P>0,05). Frekuensi pemberian Moina sp. sebanyak dua kali sehari merupakan perlakuan yang efektif untuk sintasan dan pertumbuhan larva ikan gabus pada pemeliharaan dengan sistem air hijau.Snakehead fish Channa striata is one of the highly-valued freshwater fish commodity. However, its aquaculture development is hampered by a high mortality during larval stage rearing. This high mortality is suspected to be caused by insufficient quantity and quality of food. The purpose of this study was to determine the appropriate feeding frequency using Moina sp. as an initial food for snakehead fish larvae reared in a green water system (Chlorella sp.). A completely randomized design was arranged for this experiment where the treatments consisted of different feeding frequencies of Moina sp. given to the larvae as follows: A) six times a day without the addition of Chlorella sp. (control); B) six times a day with the addition of Chlorella sp.; C) four times a day with the addition of Chlorella sp.; and D) two times a day with the addition of Chlorella sp. The results of the experiment showed that the survival rate (93.42%- 94.29%) and growth of the larvae reared in the green water system with were not significantly different (P>0.05). However, this study suggested that feeding frequency of two times per day was sufficient to support an optimum growth and survival of snakehead larvae reared in a green water system.
ANALISIS TINGKAT KECERNAAN PAKAN DAN LIMBAH NITROGEN (N) BUDIDAYA IKAN BANDENG SERTA KEBUTUHAN PENAMBAHAN C-ORGANIK UNTUK PENUMBUHAN BAKTERI HETEROTROF (BIOFLOK) Usman Usman; Neltje Nobertine Palinggi; Enang Harris; Dedi Jusadi; Eddy Supriyono; Munti Yuhana
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (510.627 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.3.2010.481-490

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kecernaan pakan dan beban limbah nitrogen (N) dan karbon organik (C) pada pembesaran ikan bandeng untuk dijadikan acuan penumbuhan bakteri heterotrof (bioflok). Pakan uji yang digunakan adalah pakan komersial yang memiliki kadar protein berbeda yaitu 17%, 21%, dan 26%. Pakan tersebut digiling ulang, lalu ditambahkan kromium oksida (Cr2O3) sebagai indikator kecernaan. Untuk menentukan total limbah N termasuk ekskresi amonia, dilakukan juga pemeliharaan ikan bandeng selama 45 hari dan menghitung retensi N. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan ketiga pakan tersebut tidak berbeda nyata yaitu antara 77,2%-78,2% untuk bahan kering; 88,6%-90,0% untuk protein; dan 81,6%-83,1% untuk C-organik. Namun total limbah N per 100 g pakan yang masuk ke perairan meningkat secara nyata dengan meningkatnya kadar protein pakan yaitu 2,27 g N untuk pakan berprotein 17%; 2,76 g N untuk pakan berprotein 21%; dan 3,28 g N untuk pakan berprotein 26%. Untuk mengkonversi limbah N dari budidaya bandeng ini menjadi bakteri heterotrof (bioflok), diperlukan aplikasi C-organik sebanyak 22,7 g; 27,6; dan 33 g per 100 g pakan berturut-turut untuk pakan yang berprotein 17%, 21%, dan 26%.This experiment was conducted to analyze the feed digestibility and nitrogen (N) waste of milk fish grow-out and assessment of organic-C addition to promote heterotrophic bacteria (biofloc). The three commercial diets were used containing different protein levels i.e. (A) 17%, (B) 21%, and (C) 26%. Chromic oxide was used as the digestibility marker. To assess the total nitrogen waste, the milk fish with initial weight of 48 g/fish were reared for 45 days and the protein retention was calculated. The results showed that the apparent digestibility of the all three tested diets was not significantly different (>0.05) i.e. 77.2%-78.2% for dry matter, 88.6%-90% for protein, and 81.6%-83.1% for organic-C. However, the total nitrogen waste per 100 g of feed released to the waters tended to increase with the increase of protein content of the feed, i.e. 2.27g N for 17% of diet protein content; 2.76 g N for 21% of diet protein content, and 3.28 g N for 26% of diet protein content. Conversion of the total N waste of milk fish grow-out to promote heterotrophic bacteria needed additional organic-C of 22.7 g; 27.6 g; 33 g per 100 g of feed which have 17%, 21%, and 26% protein contents.
PENGARUH BERBAGAI RASIO ENERGI PROTEIN PADA PAKAN ISO PROTEIN 30% TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) Mas Bayu Syamsunarno; Ing Mokoginta; Dedi Jusadi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 6, No 1 (2011): (April 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (103.58 KB) | DOI: 10.15578/jra.6.1.2011.63-70

Abstract

Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan rasio energi protein optimum yang menghasilkan pertumbuhan maksimum benih ikan patin (Pangasius hypophthalmus). Percobaan menggunakan 5 (lima) pakan iso protein dengan rasio energi protein berbeda, yaitu: 8,5; 9,0; 9,5; 10,0; dan 10,5 kkal DE/g protein. Benih patin berukuran 1,84±0,02 g ditebar secara acak ke dalam 15 akuarium (50 cm x 40 cm x 35 cm) dengan kepadatan 20 ekor per akuarium. Benih ikan patin tersebut diberi pakan uji dua kali sehari sekenyangnya (satiation) selama 40 hari. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kandungan protein tubuh tertinggi dihasilkan oleh pakan dengan rasio energi protein 9,0 kkal DE/g protein, sedangkan lemak tubuh terendah dicapai oleh perlakuan 8,5 kkal DE/g protein. Namun, protein karkas adalah sama untuk perlakuan 8,5–9,5 kkal DE/g protein dan kandungan lemak karkas terendah dicapai oleh 8,5 kkal DE/g protein. Konsumsi pakan, retensi protein, dan pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh pakan dengan rasio energi protein 9,0 kkal DE/g protein (P<0,05) dan konversi pakan tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05). Oleh karena itu, kandungan optimum rasio energi protein 9,0 kkal DE/g protein memberikan pertumbuhan tertinggi pada benih ikan patin
EVALUASI KECERNAAN PAKAN, KANDUNGAN GOSSYPOL DAN ASAM SIKLOPROPENOAT DALAM ORGAN, DAN PERTUMBUHAN IKAN MAS YANG DIBERI FORMULASI PAKAN DENGAN KANDUNGAN TEPUNG BIJI KAPUK BERBEDA O.D. Subakti Hasan; Enang Harris; M. Agus Suprayudi; Dedi Jusadi; Eddy Supriyono
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (455.884 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.1.2013.97-107

Abstract

Biji kapuk memiliki potensi sebagai bahan baku lokal pakan ikan karena ketersediaannya dan mengandung protein dan asam lemak linoleat yang cukup tinggi, namun juga mengandung zat antinutrisi gossypol dan asam siklopropenoat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemanfaatan tepung biji kapuk ini dalam pakan terhadap kecernaan pakan, gambaran darah, dan kinerja pertumbuhan ikan mas. Hewan uji yang digunakan adalah ikan mas berukuran 5 g, yang dipelihara dalam akuarium kaca berukuran 80 cm x 50 cm x 40 cm dengan kepadatan 20 ekor/akuarium. Perlakuan yang dicobakan adalah pakan uji yang mengandung tepung biji kapuk berbeda yaitu 0%,10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% bahan kering. Ikan diberi pakan uji secara satiasi tiga kali sehari selama 60 hari. Hasil penelitian menunjukkan perbedaankadar tepung biji kapuk dalam pakan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan ikan dan pemanfaatan pakan. Laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, dan lemak menurun dengan meningkatnya kandungan tepung biji kapuk dalam pakan. Aktivitas enzim pencernaan dan koefisien kecernaan pakan juga menurun dengan meningkatnya kandungan tepung biji kapuk dalam pakan. Peningkatan tepung biji kapuk dalam pakan meningkatkan kandungan gossypol dalam darah, hati, dan ginjal ikan mas, dan selanjutnya menurunkan kecernaan dan pemanfaatan nutrien pakan bagi pertumbuhan ikan mas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan biji kapuk 7 10% memperlihatkan pertumbuhan terbaik.
PENUMBUHAN BIOFLOK DALAM MEDIA BUDIDAYA IKAN BANDENG Usman Usman; Enang Harris; Dedi Jusadi; Eddy Supriyono; Munti Yuhana
Jurnal Riset Akuakultur Vol 6, No 1 (2011): (April 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.224 KB) | DOI: 10.15578/jra.6.1.2011.41-50

Abstract

Bioflok merupakan agregat campuran heterogen mikroba yang diinisiasi oleh bakteri heterotrof dan memiliki nutrisi yang cukup baik yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan oleh beberapa jenis ikan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi metode menumbuhkan bioflok dalam media budidaya ikan bandeng intensif. Penumbuhan bakteri heterotrof dilakukan dengan mempertahankan keseimbangan rasio Karbon/Nitrogen (C/N) sebesar 10 dalam media budidaya. Sumber nitrogen berasal dari limbah 40 ekor ikan bandeng (bobot rata-rata 75 g/ekor) yang dipelihara dalam bak fibre glass berisi air bersalinitas 25 ppt sebanyak 625 L. Ikan uji diberi pakan komersial dengan kadar protein 26%. Molase digunakan sebagai sumber Corganik. Perlakuan yang dicobakan adalah: (A) tanpa inokulasi bakteri heterotrof (0 cfu/mL), (B) inokulasi bakteri heterotrof sebanyak 102 cfu/mL, (C) inokulasi bakteri heterotrof sebanyak 104 cfu/mL, dan (D) inokulasi bakteri heterotrof sebanyak 106 cfu/mL. Hasil percobaan selama masa 30 hari menunjukkan bahwa penambahan inokulasi bakteri heterotrof sebanyak 106 cfu/mL cenderung lebih meningkatkan laju konversi limbah N menjadi bioflok dibandingkan jumlah inokulasi bakteri yang lebih rendah dan kontrol. Indikator utamanya dapat dilihat dari pola penurunan konsentrasi TAN dan peningkatan VSS. Penambahan inokulasi bakteri heterotrof (Bacillus sp.) cenderung meningkatkan kandungan asam amino bioflok
Development of Siganid (Siganus guttatus) larvae during the transition period Darsiani Darsiani; Mia Setiawati; Dedi Jusadi; Muhammad Agus Suprayudi; Asda Laining
Depik Vol 11, No 1 (2022): April 2022
Publisher : Faculty of Marine and Fisheries, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.223 KB) | DOI: 10.13170/depik.11.1.22296

Abstract

Siganid is better known as rabbit fish. In hatcheries, constraint that is still faced is the low survival, which was assumed to occur because of the timing for initial feeding is not solidly known. This research aimed to examine the best initial feeding time for siganus, based on evaluation on eyes and yolk reserves during the transition. The research was conducted from 24-29 March 2021 in IPUW Barru, South Sulawesi. Larvae were obtained from the second progeny (G2) of domesticated Siganus guttatus. Larvae were reared for 5-6 days without feeding. Evaluated parameters include eyes diameter and yolk reserves. Samples were observed with microscope and will be explained descriptively. Water quality parameters were measured, namely DO, salinity, pH and temperature. Eyes diameter at 6 Hour After Hatching (HAH) ranges between 81.5-128.9 µm, 13 HAH= 125.5-167.7 µm, 24 HAH= 138.2-213.9 µm, two days after hatching 2 Day After Hatching (DAH) = 113.6-193.1 µm, 3 DAH= 163.1-219.2 µm, 4 DAH= 190.4-212.6 µm. Yolk reserves diameter ranged between 137-194µm (6 HAH), 13 HAH= 152-191µm, 24 HAH= 94.0-185µm, 2 DAH= 75.3-99.63µm, 3 DAH= 42.33-87.58µm, 4 DAH= 38.17-55.59µm. After age 5 DAH, there are no larvae found alive (dead). Eyes developed at age 6 HAH and experienced pigmentation at age 24 HAH. Conversely, yolk reserves diameters were getting smaller since age 24 HAH and completely disappear at age 4 DAH. It indicates that eyes effectively see feeds at age 2 DAH. Therefore, initial feeding should be started. The water quality parameters measured were still in normal conditions according to the life of S. guttatus larvae. From this research, it can be concluded that eyes have been well functioned at age 2 DAH and yolk reserves was finished at age 4 DAH. Therefore, the initial feeding should be done at the age of 2 DAH.Keywords:Development, Siganus guttatus larvae,Transition
Development of Siganid (Siganus guttatus) larvae during the transition period Darsiani Darsiani; Mia Setiawati; Dedi Jusadi; Muhammad Agus Suprayudi; Asda Laining
Depik Vol 11, No 1 (2022): April 2022
Publisher : Faculty of Marine and Fisheries, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.13170/depik.11.1.22296

Abstract

Siganid is better known as rabbit fish. In hatcheries, constraint that is still faced is the low survival, which was assumed to occur because of the timing for initial feeding is not solidly known. This research aimed to examine the best initial feeding time for siganus, based on evaluation on eyes and yolk reserves during the transition. The research was conducted from 24-29 March 2021 in IPUW Barru, South Sulawesi. Larvae were obtained from the second progeny (G2) of domesticated Siganus guttatus. Larvae were reared for 5-6 days without feeding. Evaluated parameters include eyes diameter and yolk reserves. Samples were observed with microscope and will be explained descriptively. Water quality parameters were measured, namely DO, salinity, pH and temperature. Eyes diameter at 6 Hour After Hatching (HAH) ranges between 81.5-128.9 µm, 13 HAH= 125.5-167.7 µm, 24 HAH= 138.2-213.9 µm, two days after hatching 2 Day After Hatching (DAH) = 113.6-193.1 µm, 3 DAH= 163.1-219.2 µm, 4 DAH= 190.4-212.6 µm. Yolk reserves diameter ranged between 137-194µm (6 HAH), 13 HAH= 152-191µm, 24 HAH= 94.0-185µm, 2 DAH= 75.3-99.63µm, 3 DAH= 42.33-87.58µm, 4 DAH= 38.17-55.59µm. After age 5 DAH, there are no larvae found alive (dead). Eyes developed at age 6 HAH and experienced pigmentation at age 24 HAH. Conversely, yolk reserves diameters were getting smaller since age 24 HAH and completely disappear at age 4 DAH. It indicates that eyes effectively see feeds at age 2 DAH. Therefore, initial feeding should be started. The water quality parameters measured were still in normal conditions according to the life of S. guttatus larvae. From this research, it can be concluded that eyes have been well functioned at age 2 DAH and yolk reserves was finished at age 4 DAH. Therefore, the initial feeding should be done at the age of 2 DAH.Keywords:Development, Siganus guttatus larvae,Transition
Co-Authors , Robin , Sarmin , Sofian . Alimuddin . Syafiuddin A. Shofy Mubarak A.I. Nirwana Abidin Nur Achmad Noerkhaerin Putra Adang Saputra Ade Sunarma Agustinus Ngaddi Ahmad Ghufron Mustofa Alimuddin Alimuddin Aliyah Sakinah Andi Tiara Eka Diana Puteri Anny Hary Ayu Apriana Vinasyiam, Apriana Asda Laining Ayi Rahmat Azis Kurniansyah B.A. Hasyim Dadang Syafruddin Darina Putri Darsiani Darsiani Deddy Yaniharto Deddy Yaniharto Dedy Yaniharto Dewi Sulasingkin Diamahesa, Wastu Ayu Didi Humaedi Yusuf Dinamella Wahjuningrum Dini Harianto Dodi Hermawan E. Gandara Eddy Supriyono Enang Harris Enang Harris Enang Harris Enang Harris Enang Harris Enang Harris Enang Harris Endang Purnama Sari Farida Fitriani Febrina Rolin Febrina Rolin Hani Wijianti Hasan Abidin I Kadek Sumiana I Made Artika I MADE ARTIKA I Nyoman Adi Asmara Giri I. Mokoginta Ichsan Achmad Fauzi Ika Wahyuni Putri Imron Imron Ing Mokoginta ING MOKOGINTA Ing Mokoginta Ing Mokoginta ING MOKOGINTA Ing Mokoginta Ing Mokoginta Irzal Effendi Ismail Rahmat Ismarica Ismarica Iwan Sumantri Jefry Jefry Juli Ekasari Julie Ekasari Jullie Ekasari Ketut Sugama Ketut Sugama Kukuh Nirmala M. Zairin Junior Mas Bayu Syamsunarno Mas Tri Djoko Sunarno Mas Tri Djoko Sunarno Mas Tri Djoko Sunarno Mia Setiawati Mia Setiawati Mohamad Amin MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI Muhammad Zairin Jr. Muhammad Zairin Jr. Muhammad Zairin Jr. MUHAMMAD ZAIRIN Jr. Mujizat Kawaroe Munti Yuhana Nadisa Theresia Putri Neltje Nobertine Palinggi Neltje Nobertine Palinggi nFN Safratilofa Nina Meilisza Nina Meilisza Nur Bambang Priyo Utomo Nur Bambang Priyo Utomo Nur Bambang Priyo Utomo Nur Bambang Priyo Utomo Nur Hikma Mahasu NurBambang Priyono Utomo Nurina Pratiwi O.D. Subakti Hasan Odang Carman Rakhmawati, Rakhmawati Rasidi Rasidi Rasidi Rasidi Ria Septy Anggraini Ricky Ramadhan RIDWAN AFFANDI Ridwan Affandi Rina Hirnawati Riska Diana Rizkan Fahmi Shella Marlinda Siti Komariyah Siti Murniasih Sri Nuryati Suardi Laheng Syarifah Ruchyani T.L. Pelawi Taufik Shidik Adi Nugroho Shidik Thoy Batun Citra Rahmadani Tira Silvianti Titin Kurniasih Toshiro Masumoto Totok Hestirianoto Triana Retno Palupi Tulas Aprilia Ucu Cahyadi Usman Usman Usman Usman Usman Usman Uttari Dewi Wahyu Pamungkas Wahyu Pamungkas Wasjan Wasjan Wasjan Widanarni Widanarni Widya Puspitasari Wiwik Hildayanti Yulfiperius, Yulfiperius Yulintine Yulintine YULISMAN Yuni Puji Hastuti Yutaka Haga Zuraida .