Atang Hidayat
Universitas Langlangbuana

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH AKIBAT KEGAGALAN AUTO DEBET DALAM TRANSAKSI PERBANKAN Atang Hidayat
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 2 (2015): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XIV:2:2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kegiatan perbankan dengan layanan auto debet selain menguntungkan perbankan dari sisi kemudahan transaksi, tentunya akan menimbulkan resiko juga bagi perbankan itu sendiri karena bisa saja terjadi kekeliruan atau kesalahan dalam sistem komputerisasinya sehingga dapat merugikan nasabah dan bahkan pihak bank itu sendiri, salah satunya adalah kerugian yang disebabkan oleh kegagalan transaksi dengan auto debet.meskipun demikian nasabah yang dirugikan berhak mendapatkan perlindungan hukum guna mendapatkan ganti kerugian. Adapun permasalahannya adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah atas kerugian yang timbul akibat kegagalan auto debet dikaitkan dengan Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, yang kedua bagaimana upaya yang dilakukan oleh perbankan dalam menciptakan perlindungan terhadap nasabah. Kesimpulan yang dihasilkan berasarkan skripsi ini adalah perlindungan hukum terhadap nasabah dari tindakan bank sebagai pihak penyelenggara auto debet wajib memberikan perlindungan hukum sebagai bentuk tanggung jawab atas segala tindakannya sehingga akan menumbuhkan kepercayaan nasabah untuk menggunakan jasa layanan bank tersebut. Ganti rugi yang dilakukan oleh perbankan terhadap nasabah yang dirugikan akibat rusaknya mesin auto debet, selain itu bank pun wajib memperbaiki mesin yang rusak apabila kesalahan tersebut karena kerusakan mesin, menyempurnakan system komputerisasi sehingga tidak terjadi system error yang menyebabkan pen-debet-an yang tidak dikehendaki oleh nasabah serta memperkuat system keamanan produk sehingga tidak terjadi duplikasi kartu yang dapat mengambil tabungan nasabah. Sedangkan upaya hukum , sedangkan upaya hukum secara teknis penggunaan auto debet adalah dengan memberikan ketentuan penggunaan PIN sebanyak 3 kali untuk mencegah terjadinya penggunaan auto debet oleh orang yang tidak dikehendaki
PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA Atang Hidayat
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 1 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:1:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hubungan antara para pihak pelaku usaha tidak selamanya harmonis sebagai contoh hubungan antara BUPIUNU dengan Penyalurnya tentang kegiatan penyaluran bahan bakar minyak solar. Dan hubungan antara Pelaku Usaha Industri Minyak Bumi dan Kontraktornya tentang proses pelaksanaan Bioremediasi. Yang mana salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya menurut perjanjian kerjasama yang telah dibuat dengan itikad baik dan disepakati kedua belah pihak. Pemasalahan yang pertama penerapan hukum terhadap penegakan hukum administratif dalam perjanjian kerjasama tentang kegiatan penyaluran bahan bakar minyak solar berdasarkan UU Migas, kedua kendala yang dihadapi dan upaya yang dapat dilakukan oleh BUPIUNU apabila penegakan hukum administratif tidak dilaksanakan dengan baik. Penerapan hukum terhadap penegakan hukum administratif dalam Perjanjian Kerjasama tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak belum dilaksanakan secara konsisten atau memadai berdasarkan peraturan perundang-undangan yaitu UU Migas dan Permen ESDM No.16 tahun 2011 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak. Kendala yang dihadapi dan upaya yang dapat dilakukan oleh BUPIUNU apabila penegakan hukum administratif tidak dilaksanakan dengan baik, kendalanya kurang pengawasan, kegiatan distribusi akan terhambat, upaya yang dapat dilakukan diantaranya melakukan klarifikasi rencana kegiatan sebelum dilaksanakan kegiatan penyaluran bahan bakar minyak terkait operasional penyelenggaraan penyaluran sehingga diharapkan adanya hasil evaluasi yang cermat dan tepat apabila adanya kekurangan atau ketidaklengkapan siklus penegakan hukum administratif.
Hak Tenaga Kerja pada Perusahaan yang Dinyatakan Pailit Atang Hidayat
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 1 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:1:2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ketika perusahaan dinyatakan pailit, maka perusahaan harus membayar utang kepada kreditur yang diantaranya adalah upah pekerja sebagai kreditur preferen yaitu kreditur yang memiliki hak istimewa yang harus di dahulukan. Pembagian harta pailit sering kali mengalami masalah ketika harta tersebut habis sebelum dibagikan kepada semua kreditur sehingga sering kali kepentingan hak pekerja sebagai kreditur preferen dikesampingkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan hak-hak tenaga kerja pada perusahaan yang dinyatakan pailit dan upaya yang dapat dilakukan agar hak tenaga kerja pada perusahaan yang dinyatakatan pailit dapat di penuhi. Hasil dari pembahasan menunjukan bahwa. Tagihan pembayaran upah buruh dikategorikan sebagai hak istimewa umum, sehingga buruh dan tenaga kerja dapat dikategorikan sebagai kreditor preferen pemegang hak istimewa umum. Akan tetapi harus pula di ingat bahwa pemberian hak untuk didahulukan seperti yang diatur dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak dapat diartikan sebagai hak yang lebih tinggi dari hak kreditor separatis.di dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, kreditor separatis mendapatkan posisi paling utama dalam proses kepailitan, sehubungan dengan hak atas kebendaan yang dijaminkan untuk piutangnya. Pemberian kewenangan ekslusif kepada kreditur separatis, merupakan suatu prinsip hukum yang telah lama berlaku di Indonesia dan pada prinsipnya dianut juga oleh hampir di seluruh dunia. Tagihan pembayaran upah buruh dikategorikan sebagai hak istimewa umum, sehingga buruh dan tenaga kerja dapat dikategorikan sebagai kreditor preferen pemegang hak istimewa umum.
Hak Restitusi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dedi Jaya Sihite; Atang Hidayat
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 2 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:2:2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v16i2.41

Abstract

Perdagangan orang merupakan masalah yang menjadi perhatian luas di Asia bahkan seluruh dunia. Merupakan bentuk perbudakan modern dan pelanggaran terhadapap hak asasi manusia. Permasalahan tersebut sudah sangat memprihatinkan dan menjadi permasalahan besar sehingga pemerintah Indonesia melahirkan suatu kebijakan yang lebih baik dalam upaya memberikan perlindungan terhadap korban Tindak Pidana Perdagangan Orang agar hak-haknya dilindungi. Bentuk perlindungan hukum bagi korban adalah restitusi atau ganti kerugian, pengaturan konsep hak restitusi terhadap korban Tindak Pidana Perdagangan Orang diatur dalam Pasal 48 sampai 50 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Restitusi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Ganti kerugian juga diatur dalam ketentuan lainnya namun yang dapat dituntut hanya ganti kerugian materiil saja yaitu pengaturan yang diatur dalam KUHAP Pasal 98 tentang penggabungan perkara pidana dan perdata. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa prosedur pengajuan pada perkara tindak pidana perdagangan orang diatur secara tersendiri didalam undang-undang tindak pidana perdagangan orang dan mengacu kepada KUHAP kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Kendala dalam penerapan restitusi pada perkara tindak pidana perdagangan orang dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu : 1. Faktor perundang-undangan; 2. Faktor sumber daya manusia; 3. Faktor korban. Upaya yang harus dilakukan agar restitusi dapat diterapkan pada perkara tindak pidana perdagangan orang yaitu : ketentuan mengenai restitusi perlu direvisi, dibuatkan peraturan pelaksana mengenai prosedur pengajuan restitusi oleh masing-masing lembaga penegak hukum, peningkatan kualitas sumber daya manusia para penegak hukum, koordinasi dan kerja sama antara instansi penegak hukum, sosialisasi kepada masyarakat terutama korban mengenai tindak pidana perdagangan orang dan masalah restitusi. Kemudian kendala dari kurangnya kesadaran penegak hukum dan sumber daya manusia yang terlatih dan terampil dalam memperjuangkan hak restitusi korban.
Pencegahan Tindak Pidana Penyalahgunaan Peredaran Obat Daftar Gevaarlijk yaitu Tramadol oleh Badan Narkotika Nasional Muchamad Aldi Nurrizal; Atang Hidayat
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 3 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:3:2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v16i3.49

Abstract

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita - cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan. Tramadol adalah Obat yang tergolong kedalam golongan obat daftar G (G=Gevaarlijk=Berbahaya) yaitu obat yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter ditandai dengan lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat jenis ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh pemerintah dan hanya boleh diserahkan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah. Adapun metode permasalahan adalah untuk mengetahui apakah faktor terjadi penyebaran tindak pidana penyalahgunaan peredaran obat daftar G (Gevaarlijk) Tramadol secara ilegal dan Upaya Badan Narkotika Nasional menanggulangi tindak pidana peredaran obat daftar G (Gevaarlijk) Tramadol. Hasil pengamatan diketahui bahwa penyalahgunaan peredaran obat daftar G (gevaarlijk) diperlukan adanya sosialisasi antar lembaga penegakan hukum terkait. Ada beberapa rekomendasi terhadap sub-sistem penegakan agar penyalahgunaan peredaran obat daftar G (gevaarlijk) dapat diminimalisir. Hal yang direkomendasikan dalam ketentuan ini adalah sosialisasi dan koordinasi antar lembaga penegakan hukum yang seharusnya lebih represif dan gencar terhadap pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan peredaran obat daftar G (gevaarlijk) tramadol, terlihat hanya pemerintahan pusat saja melakukan sosialiasi terhadap koordinasi badan - badan terkait dalam sistem penegakan hukum, dalam pemerintahan daerahpun harus dihimbau dan diampingi mengenai arahan pencegahan tersebut. Maka dari itu pihak badan narkotika nasional kota/provinsi dan badan pengawas obat makanan didaerah kota/kabupaten serta fasilitas pelayanan rehabilitasi yang baik harus segera dilaksanakan hingga daerah terpencil untuk menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan peredaran obat daftar G (gevaarlijk) tramadol.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH AKIBAT KEGAGALAN AUTO DEBET DALAM TRANSAKSI PERBANKAN Atang Hidayat
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 20 No 2 (2021): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XX:2:2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v20i2.114

Abstract

Kegiatan perbankan dengan layanan auto debet selain menguntungkan perbankan dari sisi kemudahan transaksi, tentunya akan menimbulkan resiko juga bagi perbankan itu sendiri karena bisa saja terjadi kekeliruan atau kesalahan dalam sistem komputerisasinya sehingga dapat merugikan nasabah dan bahkan pihak bank itu sendiri, salah satunya adalah kerugian yang disebabkan oleh kegagalan transaksi dengan auto debet.meskipun demikian nasabah yang dirugikan berhak mendapatkan perlindungan hukum guna mendapatkan ganti kerugian.Identifikasi masalah yang penulis lakukan yang pertama adalah perlindungan hukum terhadap nasabah atas kerugian yang timbul akibat kegagalan auto debet dikaitkan dengan Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, yang kedua bagaimana upaya yang dilakukan oleh perbankan dalam menciptakan perlindungan terhadap nasabah perlindungan hukum terhadap nasabah dari tindakan bank sebagai pihak penyelenggara auto debet wajib memberikan perlindungan hukum sebagai bentuk tanggung jawab atas segala tindakannya sehingga akan menumbuhkan kepercayaan nasabah untuk menggunakan jasa layanan bank tersebut. Ganti rugi yang dilakukan oleh perbankan terhadap nasabah yang dirugikan akibat rusaknya mesin auto debet, selain itu bank pun wajib memperbaiki mesin yang rusak apabila kesalahan tersebut karena kerusakan mesin, menyempurnakan system komputerisasi sehingga tidak terjadi system error yang menyebabkan pen-debet-an yang tidak dikehendaki oleh nasabah serta memperkuat system keamanan produk sehingga tidak terjadi duplikasi kartu yang dapat mengambil tabungan nasabah. Sedangkan upaya hukum , sedangkan upaya hukum secara teknis penggunaan auto debet adalah dengan memberikan ketentuan penggunaan PIN sebanyak 3 kali untuk mencegah terjadinya penggunaan auto debet oleh orang yang tidak dikehendaki
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM RUMAH SAKIT TERHADAP PASIEN DALAM KASUS MALPRAKTIK DIHUBUNGKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Atang Hidayat
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 20 No 3 (2021): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XX:3:2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v20i3.122

Abstract

Rumah sakit merupakan salah satu tempat pelayanan jasa kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, akan tetapi pihak rumah sakit melalui dokter dapat melakukan malpraktik dan pihak rumah sakit tidak memenuhi tanggung jawabnya yang menyebabkan pasien mengalami kerugian. Dengan memperhatikan hal tersebut maka perlindungan terhadap hak pasien perlu diperhatikan.Permasalahan yang diteliti ini adalah mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit terhadap malpraktik berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta kendala yang dihadapi pasien dalam menyelesaikan perkara malpraktik di rumah sakit. bahwa tanggung jawab hukum pihak rumah sakit terhadap pasien dalam upaya pelayanan medis dapat berupa tanggung jawab karena melakukan kesalahan (pasal 19 Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen) dan kelalaian (Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Kesehatan) dimana kedua hal tersebut merupakan kategori malpraktik dalam dunia medis, dan kendala yang dihadapi yaitu pihak rumah sakit masih belum memiliki kesadaran hukum atas tanggung jawabnya serta tidak adanya standar profesi medik dan kedokteran yang sebaiknya perlu ditanggulangi dan dibuat pengaturannya secara khusus, serta dari pihak lainnya seperti pihak pasien yang tidak memepunyai mental dalam menghadapi permasalahan malpraktik yang dialaminya dengan tidak berani mengajukan tuntutan, pihak penegak hukum yang masih belum menyederhanakan prosedur berperkara dimuka pengadilan sehingga banyak pasien yang lebih memilih tidak melakukan reaksi ketika mengalami kasus malpraktik.terakhir bagi pihak masyarakat sendiri yang masih sangat minim akan pengetahuan mengenai malpraktik