Abstract A General Meeting of Shareholders(GMS) can be held via teleconference, video conference and other electronic media, based on article 77 paragraph (1) Law on Limited Company. The result of this meeting should then be made ​​in Indonesian language notarial deed in accordance with Article 21 paragraph (4) of the Law on Limited Company. Some of the participants could not attend the meeting physically at the meeting venue, thus it will require an electronic signature (e-signature). A deed which is signed electronically is equivalent with electronic data which position is recognized as valid as evidence based on Law of the ITE and the Law on Combating Corruption. However, this procedure of such deed is contrary to Article 16 paragraph (1) letter m Law number 2 of Year 2014 that the notarial deed shall be read by Notary before the parties and witnesses. This research purposes are: (1) To analyse the status of GSM deed executed through electronic media as an authentic document (2) To analyse whether the deed minutes of the GSM conducted via electronic media can be applied as legal evidence before court. Research method used in this research is normative research with statute approach, using systematic interpretation and principle of lex specialis derogate legi generali in processing step. It can be concluded that the status of GMS deed held by means of electronic media is authentic and can be used as legal evidence before court, based on principle of lex specialis derogate legi generali and extensive interpretation. Key words: deed, general meeting of shareholder, teleconference Abstrak  Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat dilaksanakan melalui teleconference, video conference dan sarana media elektronik lainnya berdasarkan pasal 77 ayat (1) Undang-undang tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Hasil dari RUPS ini kemudian harus dibuatkan akta notaris berbahasa Indonesia sesuai pasal 21 ayat (4) UU PT. Dalam hal ini beberapa peserta rapat tidak hadir secara langsung berhadapan dengan peserta lain dan Notaris maka diperlukan adanya tanda tangan elektronik (e-signature) bagi para peserta rapat yang tidak hadir secara fisik di tempat penyelenggaraan rapat. Akta yang dibubuhi tanda tangan elektronik dapat dipersamakan dengan data elektronik atau informasi elektronik yang kedudukannya diakui sebagai alat bukti yang sah berdasarkan UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE dan UU Pemberantasan Tipikor. Prosedur pelaksanaan pembuatan akta semacam ini bertentangan dengan pasal 16 ayat (1) huruf m UU tentang Jabatan Notaris bahwa notaris wajib membacakan akta di hadapan para penghadap dan saksi. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk menganalisa kedudukan hukum akta risalah RUPS yang dilaksanakan melalui media elektronik sebagai akta otentik, (2) Untuk menganalisa apakah akta risalah RUPS yang dilaksanakan melalui media elektronik dapat dibuat sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan gunakan asas lex specialis derogate legi generali, dengan teknik analisis interpretasi sistematis. Kedudukan hukum akta risalah RUPS yang dilaksanakan melalui media elektronik adalah sebagai akta otentik dan dapat dijadikan alat bukti yang sah di pengadilan karena dengan menggunakan asas lex specialis derogate lex generali dan interpretasi ekstensif.  Kata kunci: akta risalah, RUPS, teleconference