Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

OH-3 One health, Tantangan dan Peluang dalam Pencegahan dan Pengendalian Rabies pada Konservasi Gajah Sumatera di Taman Nasional Way Kambas Lampung Dedi Candra; Indra Exploitasia Semiawan; Diah Esti Anggraini; . Subakir; Endang Burni; Lu’lu’ Agustina; Endah Ambarwati; Elisabeth Devi K; Ichwan Muslih; Eka Nurmala Sari; Pebi Purwo Suseno; Enny Saswiyanti; Joko Siswanto; Romadona Triada; Johanes Eko Kristiyadi; Rama Fauzi; Andri Jatikusumah; Ratmoko Eko Saputro; Ahmad Gozali
Hemera Zoa Proceedings of the 20th FAVA & the 15th KIVNAS PDHI 2018
Publisher : Hemera Zoa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (611.896 KB)

Abstract

PENDAHULUANTaman Nasional Way Kambas (TNWK) yang terletak di provinsi Lampung adalah habitat hutan yang sangat penting untuk konservasi mamalia besar di Indonesia. Daerah ini adalah habitat alami bagi spesies satwa langka dan terancam punah di dunia termasuk gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus). Berdasarkan IUCN (2013) gajah Sumatra adalah spesies yang terancam punah dan berisiko menjadi punah (CITES APPENDIX I) dan dilindungi.Pusat Latihan Gajah (PLG) dengan luas sekitar 2.000 ha di TNWK adalah salah satu fasilitas penting untuk konservasi gajah Sumatera yang meripakan bagian penting dari konservasi alam Indonesia. PLG didirikan pada tanggal 27 Agustus 1985 memelihara gajah konflik yang bersasal dari Sumatera Selatan dan Lampung. PLG juga sebagai pusat konservasi gajah sumatera dan tempat tujuan wisata unggulan yang mendukung perekonomian masyarakat sekitar. Deforestasi, kerusakan habitat dan perburuan liar telah mengakibatkan penurunan populasi gajah Sumatra secara signifikan. Faktor lain yang penting adalah penyakit termasuk penyakit infeksi baru dan zoonosis.Tantangan Pencegahan dan pengendalian zoonosis dengan pendekatan one health dengah keterbatasan sumber daya manusia khususnya tenaga medis dan petugas lapangan di Pusat Latihan Gajah (PLG) Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Kerjasama lintas sektor antara kesehatan manusia (Kementerian Kesehatan - Kemenkes), kesehatan hewan (Kementerian Pertanian - Kementan), kesehatan satwaliar (kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan - KLHK) dan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) sangat diperlukan.Jumlah penyakit menular yang baru muncul (emerging infectious diseases) khususnya yang bersumber dari satwa liar mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Jones et al,. 2008). Perubahan iklim, introduksi spesies invasif, urbanisasi, kegiatan pertanian dan hilangnya biodiversitas termasuk deforestasi yang berimplikasi terhadap peningkatan penyebaran patogen menular. Deforestasi dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh secara langsung terhadap kemunculan penyakit baru terutama yang bersumber dari satwa liar (Sehgal. 2010).Zoonosis yang ‘reservoir’nya satwa liar menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua benua yang mana penularan berbagai patogen nya dipengaruhi oleh banyak factor (Kruse et al,. 2004).Rabies penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus dari genus Lyssavirus(dari bahasa Yunani Lyssayang berarti mengamuk atau kemarahan), bersifat  akut serta menyerang susunan saraf pusat,  hewan  berdarah  panas dan  manusia.Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana sedapat mungkin memperkecil kesenjangan disiplin ilmu antara ahli penyakit menular, ahli satwa liar, ahli ekologi dan ahli sosial dalam meneliti dan memahami semua aspek yang terkait dengan penyakit baru muncul yang inang antaranya adalah satwa liar (Wilcox and Ellis B. 2006), hal ini juga terjadi pada petugas lapangan sektor kesehatan satwa liar. Upaya untuk mengatasi penyakit infeksi baru dan zoonosis pada satwa liar bergantung kepada jejaring lintas sektor dan lintas disiplin ilmu yang efisien di tingkat nasional, regional dan internasional, sehingga dapat dilakukan saling tukar menukar informasi untuk kewaspadaan dini serta respon tepat waktu dan efektif terhadap kemungkinan kemunculan wabah penyakit dapat dilakukan (Kruse et al,. 2004).”One Health” adalah suatu konsep satu kesehatan yang mencakup kesehatan manusia, hewan, dan lingkungannya yang saling berkaitan satu dengan lainnya (Katz et al,. 2010) yang merupakan peluang yang harus dimanfaatkan untuk pencegahan dan pengendalina Rabies untuk konservasi gajah.
ADAPTASI UMAT HINDU DI KOTA PEKANBARU Rama Fauzi; Achmad Hidir
Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol 4, No 2: WISUDA OKTOBER 2017
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research was conducted in the Agung Jagatnatha Temple of Pekanbaru. The purpose of this research was to analyze how the presence of Hindu’s and lived in Pekanbaru with describe the social practices of the theory of habitus, capital, and arena based on Bourdieu's theory, as well as adaptation to the existence in developing religious social activities to live a life that is lived in urban areas such as in the city of Pekanbaru. The subject in this study consist of seven people. The subject of this research is where Hindu’s who actively come and influential religious social activities in following in Agung Jagatnatha Temple with long settled in Pekanbaru. Sampling is done by accidental sampling techniques. Instrument data are observation, interview, and documentation. The author uses descriptive qualitative methods with data analysis refers to the concept of Milles & Huberman consists of data collection, data presentation, reduction of data and withdrawal of the conclusion. The results showed that capital used by Hindu’s in Pekanbaru in the presence of social capital in the form of solidarity, confidence, attitude of tolerance, social interaction and network proximity between interesting people, as well as the forms of participation that done Hindu’s, while more cultural capital to social religious activities, the implementation of religious ceremonies, the application of capital of culture on children and between Hindu’s, as well as the expectations of Hindu’s in developing implementation. Capital economics, the Dharma Karya cooperation, Suka Duke gathering, fundraising, as well as more symbolic capital to social roles owned by Hindu’s against Temple surroundings. As for the strategy of Hindu’s in developing social activities of religious existence in Pekanbaru shows that there is a biological strategy, investment strategy, successive strategy educational and economic strategy. Adaptation of Hindu’s society in Pekanbaru was included in the minority with capital obtained comes from the Hindu community of its own, such as the PHDI (Parisadha Hindu Dharma Indonesia) as well as the WHDI (Wanita Hindu Dharma Indonesia) by having a religious ceremony hereditary that should be conserved.Keywords : Adaptation, Hindu’s, Capital, Strategy