Gilang Rizki Aji Putra
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Published : 19 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Mizan: Journal of Islamic Law

Al-ilhaad Watatsiiruhu alaa Zuhuri al-Eilmania (الإلحاد وتأثيره على ظهور العلمانية) Ahmad Mukri Aji; Nur Rohim Yunus; Gilang Rizki Aji Putra
Mizan: Journal of Islamic Law Vol 5, No 2 (2021): MIZAN: Journal of Islamic Law
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32507/mizan.v5i2.1035

Abstract

Filsafat abad ke-19 dan ke-20 melahirkan ateisme. Ateis Orang-orang modern termasuk Ludwig Feuerbach, Karl Marx, Friedrich Nietzsche, Sigmund Freud, dan Jean-Paul Sartre. Penyangkalan keberadaan Tuhan dikemukakan oleh tokoh-tokoh di setiap abadAbad ke-19 dan ke-20 memiliki argumen dan latar belakang masing-masing. Maka untukMendapatkan manfaat dalam konteks saat ini membutuhkan penelitian mendalam. Lord Ludwig Itu adalah ciptaan impian manusia. Karl Marx, agama adalah candu rakyat. Lord Nietzsche Dead Sigmund Freud percaya bahwa agama adalah ilusi berdasarkan sifat psikologisnya. Sigmund Freud, jika ada dewa manusia, lupakan saja. Tolak keberadaan Tuhan membuktikan melalui citra ilmuwan modern yang tidak mereka percayai Tidak ada Tuhan sama sekali, karena mereka tidak pernah meminta Tuhan ada atau tidak ada. Pala Ilmuwan menyangkal keberadaan Tuhan karena kebangkitan Manusia adalah agama tempat mereka hidup dan menyaksikan kemajuan peradaban.Kata Kunci: Ateisme, Agama, Tuhan, Manusia, Filsafat.
Pendidikan Syari pada Akhlak Anak Perspektif Muhammad Athiyah al-Abrasyi Nurlaelah Sadillah; Gilang Rizki Aji Putra
Mizan: Journal of Islamic Law Vol 6, No 1 (2022): MIZAN: Journal of Islamic Law
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32507/mizan.v6i1.1248

Abstract

This paper describes problems related to Muhammad Athiyah al-Abrasyi's view of moral education and how to apply moral education according to Muhammad Athiyah al-Abrasyi in this country. In this study, the author uses a qualitative method in the type of library research with a philosophical approach. So the research was conducted through a study of books and other sources related to the research. Muhammad Athiyah al-Abrasyi views morality as the spirit of education. The process of moral education in children must run comprehensively by moving all educational devices that exist in the child and soul which includes physical education, intellectual education, moral education, social/community education, aesthetic education with the aim that the three areas of human life are well maintained, namely: physical health, intellectual intelligence, and goodness of soul/morals as the core. The perpetrators of moral education are the family (emphasizing the mother) as (madrasa al-ula) and all teachers in each subject area have responsibilities, with two other factors that must be conducive, namely the place to play (الملعب) and the community (البيئة الإجتماعية). In general, moral education uses the practical method (العملية), exemplary (القدوة), and the story method (المحاكة). Al-Abrasyi's view of the moral education curriculum places great importance on ta'lim al-Qur'an and tahfidz al-Qur'an as a priority in the growth phase of children in the first and second periods, while still paying attention to skills according to their talents and potential.Keywords: Muhammad Athiyah al-Abrasyi; Moral education AbstrakTulisan ini mengurai permasalahan terkait bagaimana pandangan Muhammad Athiyah al-Abrasyi tentang pendidikan akhlak dan bagaimana penerapan pendidikan akhlak menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi di negara ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang berjenis penelitian pustaka (Library research) dengan pendekatan filosofis. Sehingga penelitian dilakukan melalui telaah buku-buku dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Muhammad Athiyah al-Abrasyi memandang bahwa akhlak adalah ruh pendidikan. Proses pendidikan akhlak pada anak harus berjalan secara komprehensif dengan menggerakkan semua perangkat pendidikan yang ada dalam diri dan jiwa anak yang meliputi pendidikan jasmani, pendidikan intelektual, pendidikan akhlak, pendidikan sosial/kemasyarakatan, pendidikan estetika dengan tujuan agar tiga wilayah kehidupan manusia terjaga dengan baik yaitu kesehatan jasmani, kecerdasan akal, dan kebaikan jiwa/akhlak sebagai intinya. Adapun pelaku pendidikan akhlak adalah keluarga (menekankan ibu) sebagai madrasah al-ula) dan semua guru tiap bidang pelajaran memiliki tanggung jawab, dengan dua faktor lain yang harus kondusif yaitu tempat bermain (الملعب) dan masyarakat (البيئة الإجتماعية). Secara umum, pendidikan akhlak   menggunakan metode praktek (العملية), keteladanan (القدوة), dan metode cerita (المحاكة). Pandangan al-Abrasyi tentang kurikulum pendidikan akhlak sangat mementingkan ta’lim al-Qur’an dan tahfidz al-Qur’an sebagai prioritas difase pertumbuhan anak periode pertama dan kedua, dengan tetap memperhatikan skill sesuai bakat dan potensinya.Kata Kunci: Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Pendidikan akhlak
Implementasi Harmonisasi Akad Perbankan Syariah dengan Hukum Positif di Indonesia Ahmad Mukri Aji; Syarifah Gustiawati Mukri; Gilang Rizki Aji Putra
Mizan: Journal of Islamic Law Vol 6, No 2 (2022): Mizan: Journal of Islamic Law
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32507/mizan.v6i2.1639

Abstract

Artikel ini mengeksplorasi tentang penerapan Akad Syariah pada Produk Perbankan Syariah yang diharmonisasi dengan hukum positif. Penelitian ini akan membahas segala problematika dan permasalahan penerapan fikih muamalah/ fatwa dalam konteks hukum positif di Indonesia. Selama kurun waktu sejak adanya bank syariah di Indonesia, semua transaksi pembiayaan yang terjadi di lingkungan perbankan syariah saat ini, khususnya dalam pembuatan akad atau perjanjian lebih banyak dipengaruhi oleh hukum positif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif empiris, dengan sumber data primer dan sekunder bersifat normatif dan empiris. Pembiayaan syariah hakikatnya tidak mengatur adanya kewajiban jaminan dalam proses transaksinya, karena jaminan dalam Islam disebut dengan rahn atau kafalah yang mana jaminan tersebut harus tetap dikuasai oleh rahin. Sementara dalam hukum positif jaminan itu adalah sebagai bentuk agunan dalam peristiwa perikatan atau perjanjian sebagai jaminan jika terjadi wanprestasi dari pihak debitur. Adapun dalam konteks hukum nasional, jaminan merupakan hak kebendaan yang bersifat pelunasan utang yang melekat pada bank yang memberikan wewenang kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan. Dalam rangka meyakinkan kemitraan nasabah dan bank, maka perlu diikat dengan jaminan yang memiliki nilai ekonomis,  maka harus dituangkan dalam perjanjian yang jelas. Dalam hal perjanjian pembiayaan produk syariah ini lebih banyak dipengaruhi oleh hukum positif, maka dalam pembuatan akad atau perjanjian harus memperhatikan regulasi terkait.