Claim Missing Document
Check
Articles

REFORMASI POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERWATAK RESPONSIF Lintje Anna Marpaung
Jurnal Hukum dan Keadilan "MEDIASI" Vol 1, No 3 (2011)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37598/jm.v1i3.311

Abstract

Hukum tidak dapat selalu dilihat sebagai penjamin kepastian hukum, penegak hak-hak masyarakat, atau penjamin keadilan. Banyak sekali peraturan hukum yang tumpul, tidak emmpan memotong kesewenang-wenangan, tidak mampu menegakkan keadilan dan tidak dapat menampilkan dirinya sebagai pedoman yang harus diikuti dalam menyelesaikan berbagai kasus yang seharusnya bias dijawab oleh hukum. Bahkan banyak produk hukum yang lebih banyak diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politik pemegang kekuasaan dominan.Pancasila merupakan landasan awal dari politik hokum dan peraturan perundang-undangan, karena hal ini dimaksudkan agar kebijakan dan strategi (politik) hokum dan peraturan perundang-undangan sejalan sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat Indonesia dengan tetap membuka diri terhadap berbagai hal-hal yang baik yang merupakan hasil perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik di lingkungan pergaulan nasional maupun internasional dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan formal dan materiil konstitusional.Dari beberapa kebijakan yang menjadi landasan politik hukum dan politik peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah diuraikan diatas, menggambarkan betapa penting dan strategisnya fungsi perencanaan pembangunan dan politik peraturan perundang-undangan (hokum) sebagai salah satu wujud pembangunan substansi hokum (legal substance) untuk mencapai tujuan dan mewujudkan penyusunan peraturan perundang-undangan yang efektif, responsive, dan demokratif dalam rangka pembangunan sistem hokum nasional secara keseluruhan yang meliputi pembangunan berbagai subsistem hokum yang saling terkait yaitu pembangunan struktur hokum, substansi hokum, serta budaya atau kesadaran hokum masyarakat dan menempatkan supremasi hokum secara strategis sebagai landasan dan perekat pembangunan di bidang lainnya.Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, berkualitas, dan sejalan dengan sosio-kultur masyarakat hanya dapat diwujudkan bila dilakukan secara terencana, sistematis, dan terpadu.Setiap upaya dalam melahirkan produk-produk hokum yang berkarakter responsive harus dimulai dari upaya demokratisasi dalam kehidupan politik untuk mencapai tujuan dan mewujudkan penyusunan peraturan perundang-undangan yang efektif, responsive, dan demokratif dalam kerangka pembangunan sistem hukum nasional.Kata kunci: reformasi, politik hokum, berwatak responsive.
Pelaksanaan Kearifan Lokal di Kawasan Wisata Pulau Pahawang, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung Zainab Ompu Jainah; Lintje Anna Marpaung
KEADILAN PROGRESIF Vol 8, No 2 (2017): September
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (784.773 KB)

Abstract

 Pahawang Island is one area that has great tourism potential in Pesawaran District, Lampung Province which offers the beauty of a bay with a variety of marine biota and mangrove forests. The abundance of this potential is not supported by an adequate regulation of the development of tourist areas based on local wisdom that regulates local wisdom that exist in the community in relation to the conservation of natural resources in the framework of the development of tourist areas. The problem in this research is how the implementation of local wisdom in the community Tourism Area Pahawang Island, Pesawaran District, Lampung Province? Problem approach is done by normative and empirical juridical method by using primary data and secondary data and also qualitative data analysis. Based on the results of research can be concluded that the local wisdom that occurred on the island of Pahawang be one example of success in saving mangrove forest in Lampung. Pahawang Island Village has Village Regulation (Perdes) Mangrove Rescue which contains about the prohibition and sanction for villagers and migrants who cut down mangrove trees. The Perdes was made citizens not solely because of the success of the NGO's environmental campaign, but because of local wisdom that reappeared.
Analisis Yuridis Sumberdaya Alam dalam Rangka Pembangunan Kawasan Wisata Teluk Kiluan Berbasis Kearifan Lokal Lintje Anna Marpaung; . Ardiansyah; Rifandy Ritonga
KEADILAN PROGRESIF Vol 7, No 2 (2016): September
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1396.575 KB)

Abstract

Kiluan Bay is one of the areas that have great potential of tourism in Tanggamus, Lampung province that offers the beauty of a bay with a variety of marine life. The abundance of this potential to the absence of adequate arrangements bebasis tourism development on local wisdom that regulates the legal basis for the development of tourism and the legal basis Conservation of natural resources in the Gulf Kiluan travel.
Eksistensi Peraturan Daerah Dalam Rangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah Menuju Good Government Lintje Anna Marpaung
PRANATA HUKUM Vol 2 No 1 (2007): Januari
Publisher : Law Faculty of Universitas Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36448/pranatahukum.v2i1.36

Abstract

Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengurus semua urusan pemerintahan di daerah. Daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan daerah melalui atau berdasarkan Peraturan Daerah (Perda). Kepada Daerah dan DPRD mempunyai kewenangan membuat peraturan Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah propinsi / kabupaten / kota dan tugas pembantuan. Permasalahannya adalah siapa yang berwenang untuk  membantu Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Eksistensi Peraturan Daerah dalam salah satu Sistem Hukum Nasional sebagaimana kedudukannya dalam Hirarchi Perundang-Undangan Negara RI tidak dapat dipisahkan sebagai satu sistem, dan tidak dapat bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi di atasnya (UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan sekaligus tidak dapat bertentangan dengan kepentingan umum. Dalam rangka penegakan dan pengawasan serta penerapan Peraturan Daerah, yang berwenang membantu Kepala Daerah adalah Satuan Polisi Pamong Praja yang anggotanya dapat diangkat sebagai penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sesuai dengan Ketentuan Perundang-Undangan, selajutnya tugas dan kewenangan tersebut untuk menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Prospektif Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial Menurut Revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 Lintje Anna Marpaung
PRANATA HUKUM Vol 2 No 2 (2007): Juli
Publisher : Law Faculty of Universitas Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36448/pranatahukum.v2i2.41

Abstract

Sebagai salah satu ciri dari Negara Hukum (Recht Staat) adalah adanya suatu peradilan yang bebas dan tidak memihak. Dengan demikian jelas tidak memberikan kesempatan dalam peradilan untuk memperlakukan ketidakadilan bagi seluruh warga negara Indonesia tanpa kecuali. Dalam kenyataan (realita) sekarang, bukan hal yang tabu indikasi praktek mafia peradilan, yang menggeser salah satu ciri dari Negara Hukum. Setelah amandemen UUD 1945, srtuktur Ketatanegaraan Indonesia berubah, sehingga memperluas ruang lingkup lembaga yudikatif yaitu dengan kehadiran Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dan Komisi Yudisial (KY), yang diharapkan dapat memerangi praktek mafia peradilan. Maksud dibentuknya Komisi Yudisium dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia, sesuai dengan tugas dan wewenang , diatur dalam UUD 1945 (pasal 24B) dan UU Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman serta UU Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Pada dasarnya Komisi Yudisial diatur dalam ketentuan tersebut mempunyai wewenang dan tugas mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan martabat serta perilaku hakim. Sehubungan dengan wewenang tersebut, Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim serta mengajukan usul menjatuhkan sanksi terhadap hakim dan hakim agung kepada pimpinan Mahkamah Agung. Dengan demikian masyarakat dapat mangharapkan bahwa KY dapat memerangi praktek mafia peradilan.
Kebijakan Pengelolahan Sumbedaya Air dalam Hubungannya dengan Otonomi Daerah (Studi di propinsi Lampung) Lintje Anna Marpaung; Bambang Hartono; Tami Rusli; Erlina B.; Erina Pane
PRANATA HUKUM Vol 3 No 2 (2008): Juli
Publisher : Law Faculty of Universitas Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36448/pranatahukum.v3i2.52

Abstract

Pengaturan dan pengolahan sumberdaya alam khususnya air dirasakan semakin kompleks dalam era otonomi daerah dan berpotensi menimbulkan konflik antar-daerah otonom apabila tidak dipahami secara komprehensif atau menyeluruh. Secara ekonomi tidak ada satu daerah pun yang mampu mandiri tanpa kerjasama dan saling berinteraksi dengan daerah lainnya. Keterkaitan antar-wilayah baik secara ekonomis ataupun ekologis menunjukkan bahwa terjadi perbedaan karakteristik dan potensi sumberdaya yang dimiliki tiap daerah, oleh karena itu pengolahan sumberdaya alam lintas kabupaten/kota harus didasari sebagai konsekuensi alami dari disparitas sumberdaya alam. Pemahaman disparitas potensi sumberdaya dapat dijadikan dasar membangun kerjasama lintas kabupaten/kota yang saling menguntungkan antar-daerah.
Eksistensi UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tetang Pemerintahan Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Incumbent dan Calon Independent Lintje Anna Marpaung
PRANATA HUKUM Vol 3 No 2 (2008): Juli
Publisher : Law Faculty of Universitas Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36448/pranatahukum.v3i2.55

Abstract

Dalam rangka mewujudkan amanat UUD 1945 bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik yang dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota yakni gubernur, bupati dan wali kota yang dipilih secara demokratis. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode pendekatan yuridis normative yang menggunakan data sekunder yaitu data kepustakaan berupa buku-buku bacaan terutama ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat sekarang dan kemudian didata-data, diolah secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi UU No 12 Tahun 2008 tentang perubahan ketiga Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah telah dilaksanakan sesuai dengan proses yang telah diamanatkan dalam undang-undang tersebut, tetapi dalam pelaksanaannya mendapat pro dan kontra dari masyarakat khususnya masyarakat lampung karena berdampak pada hak asasi calon incumbent yang harus merelakan hak politiknya dipotong selama satu tahun, sehingga UU No 12 tahun2008 khususnya pelaksanaan incumbent diusulkan ke mahkamah konstitusi untuk ditijau ulang (Yuridical Review). Sedangkan calon independent dalam UU No 12 tahun 2008 ini telah berjalan sesuai dengan amanah UU ini dan dapat mewujudkan prinsip demokrasi.
Moralitas dalam Cita Menurut Konstitusi-konstitusi yang Pernah dan Sedang Berlaku di Indonesia Lintje Anna Marpaung
PRANATA HUKUM Vol 4 No 2 (2009): Juli
Publisher : Law Faculty of Universitas Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36448/pranatahukum.v4i2.66

Abstract

Moralitas dalam cita hukum sebagai ide negara hukum bertitik tolak dari dalam konsep Rechtsstaan dan The Rule of Law serta konsep Nomocracy bahwa yang digunakan sebagai faktor penentu dalam penelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum, karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kadaulatan hukum, atau prinsip-prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Materi muatan konstitusi-konstitusi yang sudah dan sedang berlaku sekarang ini dikemas berdasarkan konsep tersebut sesuai dengan perkembangan zaman (era) yang tetap berdasarkan negara hukum yang mendasari Pancasila dalam rangka Welfare State.
Pemekaran Daerah sebagai Model Demokrasi Lokal dalam Mewujudkan Desentralisasi pada Era Transisi Lintje Anna Marpaung
PRANATA HUKUM Vol 5 No 1 (2010): Januari
Publisher : Law Faculty of Universitas Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36448/pranatahukum.v5i1.70

Abstract

Pemekaran daerah telah menjadi kecenderungan hampir seluruh daerah di Indonesia. Sesuai dengan amanat UUD 1945, bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan togas pembantuan. Pemberian otonomi lugs kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi. pemerataan keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama ini, di dalam proses pemekaran daerah pada beberapa wilayah muncul beberapa isu yang menjadi dasar justifikasi bagi pembentukan daerah baru tersebut. Isu yang salah tentang pemekaran daerah, di antaranya; pertama, bahwa pemekaran tersebut akan memperpendek rentang kendali dan rantai birokrasi pelayanan. Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Hasil pembahasan penelitian ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah dapat dilihat dalam dua makna yaitu makna rentang kendali dan makna rantai birokrasi. Makna rentang kendali dan rantai birokrasi itu sebagai dua hal yang berbeda; pertama, rentang kendali dan rantai birokrasi sebagai lingkup struktur pada geografis tertentu; kedua, rentang kendali dan rantai birokrasi sebagai lingkup struktur organisasi yang membentuk sebuah jejaring sistemik. Jika makna pertama yang dimaksudkan maka benar jika pemekaran daerah akan lebih memperkecil lingkup geografis pelayanan publik. Namun jika makna kedua yang dimaksudkan maka pemekaran daerah justru akan menciptakan rentang kendali dan rantai birokrasi yang baru.
IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR DAN SITA PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG Sholin Erbin Mart Rajagukguk; Lintje Anna Marpaung; Herlina Ratna Sumbawa Ningrum
PRANATA HUKUM Vol 14 No 2 (2019): Juli
Publisher : Law Faculty of Universitas Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36448/pranatahukum.v14i2.82

Abstract

According to regulation of the Minister of Agrarian and the spatial/Head of national Land Agency No. 13 of 2017 concerning the block and Confiscation procedure, the registration is the administrative action of the head of the land office or the appointed official to establish State of the status quo (freezing) on land rights that are provisional to the Act and legal events of the land, while the recording of the seized is the administrative action of the head of the land office or the appointed officer to Record any seized from judicial institutions, investigators or other competent institutions. This writing problem is how the implementation of regulation of the Minister of Agrarian and Spatial/Head of national Land Agency No. 13 of 2017 about procedure block and Confiscation at the Land office of Bandar Lampung. The implementation of the regulation of the Minister of Agrarian and Spatial/Head of national Land Agency number 13 year 2017 about the procedure of block and Confiscation at the Land Office of Bandar Lampung is not currently implemented in the maximum Because it is still not in sync between regulation of the Minister of Agrarian and the spatial/Head of national Land Agency No. 13 of 2017 about procedures for blocking and Confiscation with the application for land services efforts.