Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Analisis gangguan pendengaran pada penderita Diabetes Melitus Tipe-2 berdasarkan pemeriksaan Audiometri Nada Murni dan Audiometri Tutur Limardjo, Arief; Kadir, Abdul; Djamin, Riskiana; Perkasa, Fajar
Jurnal Kedokteran YARSI Vol 17, No 3 (2009): SEPTEMBER - DESEMBER 2009
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/jky.v17i3.214

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gangguan pendengaran yang merupakan salah satu komplikasi kronis penyakit diabetes melitus tipe-2 berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni dan audiometri tutur. Jenis penelitian ini adalah cross sectional. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 135 orang penderita diabetes melitus tipe-2 yang terdiri dari 45 orang yang mengalami gangguan pendengaran dan 90 orang yang tidak mengalami gangguan pendengaran. Hasil penelitian menunjukkan gangguan pendengaran yang dialami penderita diabetes melitus tipe-2 berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni umumnya ringan, sedangkan pada pemeriksaan audiometri tutur umumnya normal. Berdasarkan hasil uji statistik ditemukan hubungan yang bermakna antara usia penderita, lama menderita, hipertensi, hasil pemeriksaan audiometri nada murni dan audiometri tutur terhadap gangguan pendengaran. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara penderita diabetes melitus tipe-2 terkontrol atau tidak terkontrol terhadap gangguan pendengaran.
Perbandingan efektivitas beberapa pelarut terhadap kelarutan Cerumen Obturans secara In Vitro Syahrijuita, Syahrijuita; Pratiwi Rahardjo, Sutji; I. Djufri, Nani; Djamin, Riskiana
Jurnal Kedokteran YARSI Vol 17, No 3 (2009): SEPTEMBER - DESEMBER 2009
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.447 KB) | DOI: 10.33476/jky.v17i3.216

Abstract

Cerumen obturans merupakan suatu keadaan patologis yang tidak membahayakan jiwa tetapi dapat mengakibatkan perasaan tidak nyaman seperti rasa penuh di telinga, nyeri, gangguan pendengaran dan ketulian serta penurunan kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas enam pelarut yaitu aquadest, larutan garam NaCl 0,9%, minyak kelapa, minyak zaitun, karbogliserin 10% dan sodium dokusat 0,5% terhadap cerumen obturans secara in vitro serta untuk mengetahui lama waktu kontak yang paling efektif suatu pelarut terhadap kelarutan serumen. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium dengan menggunakan 30 spesimen cerumen obturans yang telah dipadatkan dengan berat masingmasing 40 mg. Tingkat kelarutan serumen diukur dengan menggunakan spektrofotometer Spectronic 21. Perbandingan efektifitas pelarut diuji dengan menggunakan uji One Way Anova dengan alfa < 0,05. Didapatkan hasil bahwa efektivitas pelarut yang berbeda bermakna didapatkan pada menit ke 20, 25 dan 30 hanya antara aquadest dan NaCl 0,9% terhadap minyak kelapa dan minyak zaitun menggunakan spektrofotometer.Waktu kontak yang efektif secara in vitro adalah ? 20 menit dan cenderung meningkat sampai batas 30 menit. Pada menit ke 20 dan 25, NaCl 0,9% merupakan pelarut yang paling efektif sedang pada menit ke 30 yang paling efektif adalah aquadest. Minyak zaitun dan minyak kelapa merupakan pelarut yang efektivitasnya paling rendah. Pelarut berbasis air lebih efektif dibanding pelarut berbasis lemak.
KEJADIAN KOLONI JAMUR PADA PENDERITA OTORE DENGAN BERBAGAI PENYEBAB DI POLIKLINIK THT RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNHAS R, Sedjawidada; Savitri, Eka; Kadir, Abdul; Djamin, Riskiana
Medicina Vol 40 No 1 (2009): Januari 2009
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.336 KB)

Abstract

Telah dilakukan penelitian survey dengan pendekatan deskriptif tentang Kejadian Koloni Jamur pada Penderita Otore dengan Berbagai Penyebab di Poliklinik THT Rumah Sakit Pendidikan Unhas. Sampel yang diteliti adalah eksudat yang diambil dari liang telinga luar setiap telinga yang menderita Otitis eksterna superfisialis basah, Otitis media supuratif akut perforasi, Otitis media supuratif kronik benigna aktif. Dari total sampel sejumlah 103 yang dipilih secara consecutive sampling didapatkan adanya koloni jamur pada otitis eksterna superfisialis basah sebesar 57,8% dengan jenis jamur Aspergillus niger 17,9%, Candida albicans 13,3% dan Aspergillus fumigatus 8,9%. Koloni jamur pada OMSA perforasi sebesar 44,4% dengan jenis jamur Aspergillus fumigatus 11,1%, Candida albicans 11,1% dan Aspergillus niger 5,6%. Koloni jamur pada OMSK benigna aktif sebesar 25% dengan jenis jamur Apergillus fumigatus 17,5%, Aspergillus niger 2,5% dan Candida albicans 2,5%.[MEDICINA 2009;40:21-6].
HUBUNGAN PAJANAN DEBU TERIGU TERHADAP KUALITAS HIDUP PENDERITA RINITIS AKIBAT KERJA Carolina Manuputty, Anita; Pratiwi Rahardjo, Sutji; Djamin, Riskiana; Perkasa, Fadjar
Jurnal Kedokteran YARSI Vol 18, No 1 (2010): JANUARI - APRIL 2010
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (398.116 KB) | DOI: 10.33476/jky.v18i1.179

Abstract

Rinitis akibat kerja dapat mempengaruhi kualitas hidup pekerja, menghilangkan banyak waktu kerja yang dapat menurunkan produktivitas namun masih sedikit informasi yang dimiliki mengenai epidemiologi pada industri terigu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara lama pajanan debu terigu dan kejadian rinitis akibat kerja (RAK) terhadap kualitas hidup penderita rinitis akibat kerja pada pekerja pabrik terigu X diMakassar. Penelitian ini menggunakan kajian potong lintang (cross sectional study). Penelitian dilakukan di pabrik terigu X, yakni di bagian produksi dan pengepakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama pajanan debu terigu dan kejadian rinitis akibat kerja (RAK) dengan nilai p 0.05). Akan tetapi tidak terdapat hubungan bermakna antara lama pajanan debu terigu dan penurunan kualitas hiduppenderita RAK. Hubungan antara merokok dan kejadian RAK belum dapat dibuktikan, namun didapatkan bahwa merokok tanpa RAK lebih dominan dibandingkan RAK tanpa merokok dalam menyebabkan pemanjangan waktu transpor mukosiliar. Hubungan penggunaan masker dengan kualitas hidup pada kejadian RAK belum dapat dibuktikan, namun didapati bahwa pada pekerja yang tidak secara rutin menggunakan masker terkenaRAK dengan risiko yang lebih tinggi dan dapat menurunkan kualitas hidupnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama pajanan debu terigu dan kejadian rinitis akibat kerja (RAK) dengan nilai p 0.05). Akan tetapi tidak terdapat hubungan bermakna antara lama pajanan debu terigu dan penurunan kualitas hiduppenderita RAK. 
Perbandingan Efektivitas Beberapa Pelarut Terhadap Kelarutan Cerumen Obturans Secara In Vitro Syahrijuita, Syahrijuita; Pratiwi Rahardjo, Sutji; I. Djufri, Nani; Djamin, Riskiana
Majalah Kesehatan Pharmamedika Vol 3, No 1 (2011): JANUARI - JUNI 2011
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/mkp.v3i1.438

Abstract

Cerumen obturans is a pahtological condition with no harmfull to the patients but can caused ear tumbness sensation, earache, hearing impairment, deafness and decreasing the quality of life.The objections of the study are to compare the effectivity of six solvents, that are aquadest, NaCl 0,9%, coconut oil, olive oil, carboglycerin 10% and sodium docusate 0,5% againts cerumen obturans by means of in vitro study and to know the most effective duration contact of a solvent to cerumen osmolarity. The study is a laboratory experimental by using 30 specimen of solid cerumen with weight of 40 mg for each. The cerumen osmolarity is established by Spectronic 21 spectrophotometer. The effectivity comparison of solvents are tested with One Way Anova with alfa 0,05.The effectivity of solvents have a significant differentiation especially in  20th , 25th and 30th minutes. The spectrophotometer that used to established the osmolarity of cerumen have revelead a significant results only in aquadest and NaCl 0,9% againts coconut oil dan olive oil,  The effective duration of contact by in vitro study is ≥ 20 minutes and tends to increased to 30 minutes. In 20th and 25th minutes, NaCl 0,9 % is the most effective solvent, while aquadest is most effective in 30th minutes. Olive oil and coconut oil are less effective solvents. Water-based solvents are more effective than lipid-based solvents.
Microbial Pattern and Sensitivity Analysis of Otitis Externa Patients in Makassar, Indonesia Joy Tobing; Riskiana Djamin; Sutji Pratiwi Rahardjo
Nusantara Medical Science Journal Volume 7 Issue 1, January - June 2022
Publisher : Faculty of Medicine, Hasanuddin University.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/nmsj.v7i1.18910

Abstract

Introduction: Globally, the cases of otitis externa were increased, followed by the incidence of antimicrobial resistance. Several factors, such as untrained medical health personnel and unprescribed antibiotics, are thought to play a major role in this phenomenon. This study aims to determine the bacterial patterns and antimicrobial sensitivity in otitis externa patients in Makassar, South Sulawesi, Indonesia. Methods: This cross-sectional study was conducted from November 2020 to February 2021 at Dr. Wahidin Sudirohusodo and Health Laboratory Center, Makassar, South Sulawesi, Indonesia. There were in total 33 subjects with otitis externa participating in this study. The secretion from the outer ear canal was taken and cultured using Mac Conkey agar for bacteriological examination and Vitek 2 for antimicrobial sensitivity. This study assessed age, sex, and type of otitis externa. All data analyses used SPSS version 26.00 (IBM Corp., Armonk, New York). Bacteria patterns and otitis externa were analyzed using the Fisher test. Results: Fourteen cases (42.4%) were caused by Pseudomonas Aeruginosa. Most Gram-negative bacteria were sensitive to ciprofloxacin, gentamicin, amikacin, and meropenem. Staphylococcus haemolyticus, Staphylococcus capitis, and Staphylococcus epidermidis were the most resistant Gram-positive bacteria. Aerobic bacteria in otitis externa were sensitive to antimicrobials (p<0.023). Conclusion: Gram-negative aerobic bacteria were common causes of otitis externa, with Pseudomonas aeruginosa being the most common isolated bacteria. Ciprofloxacin, gentamicin, amikacin, and meropenem were sensitive antimicrobials for otitis externa.
Evaluasi proses menelan disfagia orofaring dengan Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing (FEES) Muhammad Iqbal; Amsyar Akil; Riskiana Djamin
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 44, No 2 (2014): Volume 44, No. 2 July - December 2014
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.915 KB) | DOI: 10.32637/orli.v44i2.95

Abstract

Latar Belakang: Disfagia adalah kesulitan dalam memulai atau menyelesaikan proses menelan. Disfagia dapat dibedakan menjadi disfagia orofaring dan disfagia esofagus. Sebagian besar pasien dengan keluhan disfagia mengeluhkan atau mengalami kesulitan menelan terutama pada fase orofaring. Disfagia orofaring dapat disebabkan oleh kelainan neurologis dan kelainan struktur yang terlibat dalam proses menelan. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk  mengetahui perbedaan kejadian temuan FEES pada disfagia neurogenik dan mekanik. Metode: Penelitian observasional pada 10 kasus disfagia neurogenik dan 40 kasus disfagia mekanik kemudian dilakukan pemeriksaan FEES untuk melihat regurgitasi,leakage, residu, penetrasi, dan aspirasi setelah  diberikan 6 jenis bolus makanan yang berbeda mulai dari air, susu, bubur saring, bubur tepung, bubur biasa 5 ml, dan  seperempat biskuit. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara disfagia neurogenik dengan disfagia mekanik dalam hal kejadian residu air (p=0,001; RP=16,000; IK 95%: 2,830-90,465), penetrasi (p=0,006; RP=9,333; IK 95%: 1,721-50,614). Penetrasi air (p=0,020; RP=6,000; IK 95%: 1,365–26,451), aspirasi (p=0,018; RP=7,000; IK 95%:1,480-33,109), aspirasi air (p=0,018; RP=7,000; IK 95%: 1,480-33,109). Tidak didapat perbedaan yang bermakna dalam hal  regurgitasi; leakage; residu susu, bubur saring, bubur tepung, dan biskuit; penetrasi susu, bubur biasa, bubur tepung, dan biskuit; serta aspirasi  susu, bubur biasa, bubur tepung, dan biskuit. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara disfagia neurogenik dengan mekanik dalam hal kejadian residu air, penetrasi air, aspirasi, dan aspirasi air. Tidak didapat perbedaan yang bermakna dalam hal  regurgitasi, leakage, residu, penetrasi, dan aspirasi pada konsistensi yang lain.  Kata kunci: Disfagia neurogenik, disfagia mekanik, fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing.   ABSTRACTBackground: Dysphagia is difficulty in swallowing or completing ingestion. Dysphagia can be divided as oropharyngeal dysphagia and esophageal dysphagia. The majority of dysphagia cases are in oropharyngeal phase. Oropharyngeal dysphagia in adults can be due to neurological disorders oranatomical abnormalities. Objective: This research aimed to observe the differences of FEES findings in neurogenic dysphagia and mechanical dysphagia. Methods: The study was conducted using the observational method and the cross-sectional approach to 10 neurogenic dysphagia and 40 mechanical dysphagia. FEES examination was conducted to observe regurgitation, leakage, residu, penetration, and aspiration after the administration of 5 ml bolus of food with 6 types of different consistencies: water, milk, liquified sifted rice porridge, flour porridge, rice porridge, and a quarter of biscuit. Results: The research findings revealed that there was a significant difference between the neurogenic with mechanical dysphagia in residual of water (p=0.001; RP=16,000; 95% CI=2.830 to 90.465), penetration (p=0.006; RP=9.333; 95% CI=1.721 to 50.614). Penetration of water (p=0.020; RP=6.000; 95% CI=1.365 to 26.451), aspiration (p=0.018; RP=7.000; 95% CI=1.480 to 33.109), aspiration of water (p=0.018;RP=7.000; 95% CI=1.480 to 33.109. Conclusion: There was a significant difference between the neurogenic with mechanical dysphagia in water residual, penetration, penetration of water, aspiration, and aspiration of water. There were no significant differences for regurgitation, leakage and residual of milk, sifted rice porridge, flour porridge and biscuit; also in penetration of milk, flour porridge and rice porridge; and aspiration of milk, flour porridge, rice porridge and biscuit. Keywords: Neurogenic dysphagia, mechanical dysphagia, fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing(FEES).
Perbandingan efektivitas beberapa pelarut terhadap serumen obturans secara in vitro di Makassar Syahrijuita s; Sutji Pratiwi Rahardjo; Nani Iriani Djufri; Riskiana Djamin
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 42, No 1 (2012): Volume 42, No. 1 January - June 2012
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.475 KB) | DOI: 10.32637/orli.v42i1.35

Abstract

Background: Cerumen obturans is a pahtological condition which is not harmful to the patients but could cause ear numbness sensation, earache, hearing impairment, deafness and decreasing the quality of life. Purpose: The objective of the study was to compare the effectiveness of six solvents, which were aquadest, NaCl 0,9%, coconut oil, olive oil, carboglycerin 10% and sodium docusate 0,5% againts cerumen obturans by means of in vitro study and to know the most effective contact duration of a solvent to liquefy cerumen. Method: The study is a laboratory experimental by using 30 specimens of solid cerumen, each weight 40 mg. The cerumen liquefaction was measured by Spectronic 21 spectrophotometer. The effectiveness of the solvents were tested with One Way Anova with alfa <0,05. Result: The spectrophotometer showed significant differentiations of effectiveness of the solvents in the 20th , 25th and 30th minutes,   only in aquadest and NaCl 0,9% againts coconut oil dan olive oil. The  effective duration of contact by in vitro study was = 20 minutes and tend to increase up till 30 minutes. In  the 20th and 25 minutes, NaCl 0,9 % was the most effective solvent, while aquadest was most effective in the 30ththPerbandingan efektivitas beberapa pelarut minutes. Olive oil and coconut oil are less effective solvents. Conclusion: Water-based solvents were found more effective than lipid-based solvents. Key words: cerumen solvents, cerumen obturans, in vitro Abstrak :  Latar belakang: Serumen obturans merupakan suatu keadaan patologis yang tidak membahayakan jiwa tetapi dapat mengakibatkan rasa penuh di telinga, nyeri, gangguan pendengaran dan ketulian serta penurunan kualitas hidup. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas enam pelarut yaitu aquadest, NaCl 0,9%, minyak kelapa, minyak zaitun, karbogliserin 10% dan sodium dokusat 0,5% terhadap serumen obturans secara in vitro serta untuk mengetahui lama waktu kontak yang paling efektif suatu pelarut terhadap kelarutan serumen. Metode: Penelitian ini merupakan eksperimental laboratorium dengan menggunakan 30 spesimen serumen obturans yang telah dipadatkan dengan berat masing-masing 40mg. Kelarutan serumen diukur menggunakan spektofotometer Spectronic 21. Perbandingan efektifitas pelarut diuji dengan menggunakan uji One Way Anova dengan alfa <0,05. Hasil: Didapatkan hasil bahwa efektivitas pelarut yang berbeda bermakna didapatkan pada   menit ke-20, ke-25 dan ke-30 hanya antara aquadest dan NaCl 0,9 % terhadap minyak kelapa dan minyak zaitun menggunakan spektofotometer. Waktu kontak yang efektif secara in vitro adalah = 20 menit dan cenderung meningkat sampai batas 30 menit. Pada menit ke-20 dan ke-25, NaCl 0,9% merupakan pelarut paling efektif sedang pada menit ke-30 paling efektif adalah aquadest. Minyak zaitun dan minyak kelapa merupakan pelarut yang efektivitasnya paling rendah. Kesimpulan: Pelarut berbasis air lebih efektif dibanding pelarut berbasis lemak. Kata kunci: Pelarut serumen, serumen obturans, in vitro
Risiko terjadinya rinitis akibat kerja pada pekerja yang terpajan debu terigu Emanuel Quadarusman; Sutji Pratiwi Rahardjo; Abdul Qadar Punagi; Riskiana Djamin
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 41, No 1 (2011): Volume 41, No. 1 January - June 2011
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.327 KB) | DOI: 10.32637/orli.v41i1.54

Abstract

Background: Occupational rhinitis (OR) may decrease quality of life and productivity, but there is still little information about occupational rhinitis in flour industries. Purpose: To know the influence of atopic history, working duration, work placement and face-mask use in the incidence of occupational rhinitis in wheat flour workers of PT. X in Makassar. Methods: A cross-sectional study on workers in production and packing sections of flour factory X had been conducted. Result: Prevalence of occupational rhinitis in that factory was about 50.7%, and there was a significant relationship between atopic history and work placement with OR incidence (p<0.05). Conclusion: There was a significant relationship between atopic  history and work placement with OR incidence, but relationship between OR with working duration and face-mask use could not be established. It was shown that in atopic workers, longer working duration and un-routine use of face-mask increased the risk of OR incidence twice higher. Keywords: occupational rhinitis, flour dust, face mask   Abstrak :  Latar belakang: Rinitis akibat kerja (RAK) dapat mempengaruhi kualitas hidup pekerja, menghilangkan banyak waktu kerja dan dapat menurunkan produktivitas, namun masih sedikit informasi yang dimiliki mengenai epidemiologi pada industri terigu. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh riwayat atopi, lama bekerja, bagian kerja dan penggunaan masker terhadap kejadian rinitis akibat kerja pada pekerja pabrik terigu X di Makassar. Metode: Suatu studi potong lintang pada pekerja bagian produksi dan pengepakan di pabrik terigu X. Hasil: Didapatkan angka kejadian RAK pada pekerja pabrik adalah 50,7%, dan terdapat hubungan yang bermakna antara atopi dan tempat kerja dengan kejadian RAK (p<0,05). Kesimpulan: Faktor atopi dan tempat kerja dapat mempengaruhi angka kejadian RAK, sedangkan hubungan antara RAK dengan lama kerja dan penggunaan masker belum dapat dibuktikan. Didapati bahwa pada pekerja dengan riwayat penyakit atopi semakin lama masa kerja dan dengan penggunaan masker tidak rutin dapat meningkatkan risiko dua kali lebih tinggi untuk terkena RAK. Kata kunci: rinitis akibat kerja, debu terigu, masker
ACTIVITY OF SUPEROXIDE DISMUTASE ENZYME IN EARLY AND ADVANCED STAGES OF NASOPHARYNGEAL CARCINOMA Gunterus Evans; Abdul Kadir; Riskiana Djamin; Abdul Qadar Punagi; Sutji P. Rahardjo; Mochammad Hatta
INTERNATIONAL JOURNAL OF NASOPHARYNGEAL CARCINOMA Vol. 1 No. 03 (2019): International Journal of Nasopharyngeal Carcinoma
Publisher : TALENTA PUBLISHER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/ijnpc.v1i03.2055

Abstract

Introduction:Nasopharyngeal cancer (NPC) ranks - fourth among all cancers in Indonesia. Objective:This study aimed to determine the levels of SOD in patients with NPC. Material and methods : This was a cross sectional study of analytic observational, using consecutive sampling, with 45 patients with NPC and 15 controls. Results: Average of SOD enzyme levels were higher in the NPC patient group (± 1877.87224 1137.119495) compared with the control group (± 441.42120 320.355669) (p <0.05). SOD enzyme levels were higher in advanced stage ± 2060.67363 1179.147923 compared with early stage ± 1338.86685 680.958439 (p <0.05). Conclusion: The level of SOD enzyme in patients with nasopharyngeal cancer is higher than in the control group, and the level is higher in the advanced stage group than in the early stage group.