Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok pada Masa Pemerintahan Xi Jinping Syaiful Anam; Ristiyani Ristiyani
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol. 14 No. 2 (2018): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (887.181 KB) | DOI: 10.26593/jihi.v14i2.2842.217-236

Abstract

Belt and Road Initiative (BRI) merupakan salah satu kebijakan ambisius yang dikeluarkan Tiongkok pada masa pemerintahan Xi Jinping. BRI mencakup dua aspek yaitu the Silk Road Economic Belt dan the 21st Century Maritime Silk Road. BRI merupakan proyek raksasa yang dikeluarkan Tiongkok pada masa pemerintahan Xi Jinping karena  mencakup 2/3 populasi global dan 3/4 sumber energi. Tulisan ini berusaha menjawab pertanyaan tentang mengapa Tiongkok mengeluarkan kebijakan BRI dengan menggunakan perspektif neorealisme yang terdiri dari konsep kepentingan nasional, balance of power, dan hegemonic stability. Hasil temuan dalam tulisan ini terbagi ke dalam 3 alasan, yaitu (1) kepentingan Tiongkok untuk mengamankan jalur pasokan energi ke Timur Tengah dan Asia Tengah lewat kerjasama dengan negara-negara di Asia Selatan, (2) ambisi Tiongkok mengambil alih peran kepemimpinan di kawasan Asia lewat perebutan pembiayaan proyek kereta cepat dengan Jepang, (3) Tiongkok berusaha menantang hegemoni AS baik itu di bidang keamanan maupun ekonomi. Tulisan ini selanjutnya diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan komparatif bagi penelitian sejenis dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang berkepentingan.                                                                                                                                            Kata Kunci: Belt and Road Initiative (BRI); Tiongkok; Kepentingan Nasional; Kepemimpinan; Hegemoni
The Universality of the Universal Declaration of Human Rights: Does it merely express Western Values? Syaiful Anam
Nation State: Journal of International Studies Vol. 1 No. 1 (2018): Juni
Publisher : Faculty of Economics and Social Science, Department of International Relations, Universitas AMIKOM Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24076/NSJIS.2018v1i1.85

Abstract

The debate over the universality of Universal Declaration of Human Rights remains taking place. Apart from the fact that the document remains popular and has been encouraged by many countries around the world. The debate revolves around values and cultural differences among countries claiming that Western values have been predominating the content of the declaration itself. This essay argues that the dispute towards the universality of UDHR would likely form a robust standard and values of internationally recognized human rights as long as a cross-cultural and cross-philosophical talk could be encouraged.
DOMINASI MILITER DALAM POLITIK DAN PEMERINTAHAN DI MESIR: KEGAGALAN DEMOKRATISASI DI MESIR PADA KUDETA 2013 Afini Nurdina Utami; Syaiful Anam
Review of International Relations Vol 4 No 2 (2022): Review of International Relations (Jurnal Kajian Ilmu Hubungan Internasional)
Publisher : UIN ALAUDDIN MAKASSAR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/rir.v4i2.29249

Abstract

This paper discusses how the democratization process that took place for the first time in Egypt, which was marked by the election of President Mohammad Morsi and the victory of Islamic groups' votes in parliament through this general election, did not run smoothly. The military, which has long been in an important position in Egypt, is not standing still. The democratic process in Egypt was marred by the coup carried out by the military group against the Morsi government on July 3, 2013. Through an analysis based on pretorian theory and the concept of military intervention in politics, this paper shows the dominance of the military as a very dominant actor in Egypt. Pretorian theory, in particular, emphasizes the dominant role of the military in all important political institutions, including political leaders. The military, which was previously allied with the Muslim Brotherhood and supported the Egyptian revolution that resulted in the ouster of President Mubarak, turned into opponents when IM won a majority in the Egyptian parliamentary elections. The military saw that the voice of Islamic groups was no longer in line with its interests, so the 2013 coup against Muhammad Morsi took place.
Pengaruh Pertentangan Ideologi Sunni-Syi’ah Terhadap Hubungan Bilateral Arab Saudi-Iran di Timur Tengah Afini Nurdina Utami; Syaiful Anam; Ahmad Mubarak Munir
Indonesian Journal of Peace and Security Studies (IJPSS) Vol. 4 No. 1 (2022): Indonesian Journal of Peace and Security Studies
Publisher : Department of International Relations, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ijpss.v4i1.111

Abstract

Putusnya hubungan bilateral Arab Saudi dan Iran pada tahun 2016 menjadikan pertanda kembalinya ketegangan antara hubungan Arab Saudi dan Iran. Hubungan konfliktual selalu mewarnai hubungan antara Arab Saudi dan Iran, terutama pasca 1979. Revolusi Islam Iran 1979 adalah sebuah peristiwa yang menjadi titik mula dimana hubungan kedua negara menjadi tegang. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa akar penyebab dari ketegangan antara Arab Saudi dan Iran di Timur Tengah ini disebabkan karena faktor-faktor non-material. Dalam penelitian ini, penulis menjabarkan mengenai sejarah terbentuknya Sunni-Syi’ah, penerapannya dalam Negara Arab Saudi dan Iran, serta hubungan Arab Saudi dan Iran pasca Revolusi Iran. Selanjutnya, penulis menganalisisnya dengan pendekatan konstruktivisme untuk dapat memahami lebih baik hubungan konfliktual antar kedua negara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka. Pasca revolusi, Iran menjadikan ideologi Syi’ah sebagai dasar negaranya. Berubahnya identitas Iran menjadi negara teokratis Syi’ah ini mengubah cara pandang Arab Saudi dan Iran terhadap satu sama lain. Hal ini disebabkan karena pertentangan ideologi yang dianut oleh kedua negara, Arab Saudi dengan Sunni, dan Iran dengan Syi’ah. Pertentangan ini kemudian mempengaruhi hubungan bilateral Arab Saudi dan Iran dan juga hubungan kedua negara di kawasan Timur Tengah.