Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Analisis Berbasis HAM dalam Kebijakan Keringanan Uang Kuliat Tunggal Akibat Covid-19 oleh Kemendikbud Jonathan, Raymond
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang Vol. 6 No. 1 (2020): Dinamika Hukum dan HAM di Era Pandemi Covid: Simposium Nasional Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/snhunnes.v6i1.543

Abstract

Pandemi COVID-19 telah menjangkit seluruh penjuru dunia sejak awal tahun 2020 dan mengakibatkan lesunya perekonomian global di tahun 2020. Ibarat snowball effect, perekonomian yang lesu tersebut akhirnya mempengaruhi kesejahteraan masyarakat global. Namun di tengah kondisi perekonomian yang lesu, institusi pendidikan tinggi tidak mengeluarkan kebijakan peringanan beban uang kuliah tunggal (UKT) yang dapat mendukung mahasiswa untuk melanjutkan pendidikan di masa pandemi. Sebagai respon atas protes dari masyarakat, Kemendikbud akhirnya mengeluarkan kebijakan keringanan UKT bagi mahasiswa terdampak COVID-19. Namun kebijakan Kemendikbud tidak cukup mengikat bagi perguruan tinggi sehingga masih banyak mahasiswa yang terbebani dengan biaya UKT yang tinggi di masa pandemi. Artikel ini bertujuan untuk mengulas sejauh mana efisiensi kebijakan Kemendikbud dalam mendukung hak konstitusional masyarakat untuk mendapat akses pendidikan. Artikel ini menggunakan pendekatan normatif berbasis hak asasi manusia yang mengacu pada instrumen hukum nasional dan internasional. Kebijakan Kemendikbud dalam rangka memberikan keringanan beban UKT melanggar hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia karena masih memberi celah terhadap sulitnya akses pendidikan. Selain itu, kebijakan Kemendikbud juga menyalahi amanat Pasal 12 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia karena membuka peluang sulitnya akses untuk memperoleh pendidikan.
Implikasi Undang-Undang Cipta Kerja dalam Industri Kelapa Sawit dalam Kerangka Pembangunan Berkelanjutan Raymond Jonathan; Lailatul Komaria; Muhammad Falah Dawanis; Wilda Prihatiningtyas
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 7 No 2 (2021): April
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v7i2.326

Abstract

Industri sawit merupakan komoditas utama perekonomian Indonesia, bahkan di tengah pandemi COVID-19. Pengesahan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) salah satunya bertujuan untuk mendorong perekonomian Indonesia melalui penciptaan lapangan kerja, termasuk di industri sawit. Sebelum UU Cipta Kerja disahkan, industri sawit sudah dianggap sebagai komoditas utama perekonomian Indonesia dan cenderung mengakibatkan kerusakan hutan. Di sisi lain, Indonesia perlu mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang diwujudkan dengan kelestarian hutan di samping keperluan meningkatkan pertumbuhan ekonomi industri sawit. Perubahan ketentuan hukum di sektor kehutanan setelah adanya UU Cipta Kerja membawa pengaruh terhadap pencapaian TPB khususnya TPB angka 15 “Ekosistem Daratan” di Indonesia. Tulisan ini menganalisis secara normatif beberapa perubahan ketentuan di sektor kehutanan untuk mengetahui prospek pencapaian TPB angka 15 dalam industri sawit setelah adanya UU Cipta Kerja.
Perspektif Regulasi Kesehatan Internasional dalam Kebijakan Mitigasi Covid-19: Studi Komparatif Antara Indonesia dengan Korea Selatan Raymond Jonathan; Desak Ayu Gangga Sitha Dewi
Jurnal Hukum Lex Generalis Vol 2 No 10 (2021): Tema Hukum Kesehatan
Publisher : CV Rewang Rencang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

COVID-19 has caused a multidimensional crisis in a global society. Many mitigation policies were made to handle the crisis, especially in South Korea and Indonesia. South Korea’s policies were judged to be effective as the success increased public opinion and participation. As a result, the COVID-19 case’s curve flattened rapidly because of responsive policies and based on international law. Meanwhile, Indonesia continues to show an increase in the case curve because of inconsistent policies and weak law instruments towards emergency health response. As a result, the crisis has more long-term effects and gets worse. It can be concluded that South Korea has more responsive policies and follows more of the International Health Regulation of 2005 compared to Indonesia.