Claim Missing Document
Check
Articles

Simpanan Karbon pada Ekosistem Lamun di Perairan Alang – Alang dan Perairan Pancuran Karimunjawa, Jawa Tengah Ningrum, Kiki Pebli; Endrawati, Hadi; Riniatsih, Ita
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.369 KB) | DOI: 10.14710/jmr.v9i3.27558

Abstract

ABSTRAK : Emisi gas CO2 berkontribusi tinggi terhadap pemanasan global. Karbon merupakan unsur yang berasal dari pengikatan CO2 oleh tumbuhan melalui fotosintesis. Hutan mengalami penurunan sehingga sektor laut perlu di berdayakan. Kemampuan lamun mengikat karbon dikenal sebagai blue carbon. Tujuan penelitian adalah mengetahui estimasi karbon ekosistem lamun di Perairan Alang – Alang dan Perairan Pancuran Pulau Karimunjawa, sehingga dapat mengurangi pemanasan global. Metode penelitian di lapangan yaitu metode SeagrassWatch dan di laboratorium yaitu Metode Loss of Ignition (LOI). Hasil spesies lamun di lokasi penelitian yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule ovalis, dan Halodule uninervis. Kerapatan lamun pada Lokasi 1 berkisar 84,00 tgk/m2 – 202,91 tgk/m2 dan pada Lokasi 2 berkisar 105,09 tgk/m2 – 285,09 tgk/m2. Biomassa lamun terbesar pada Lokasi 1 yaitu Enhalus acoroides dengan nilai 1811,38 gbk/m2 dan biomassa lamun terkecil Cymodocea rotundata dengan nilai 25,72 gbk/m2. Biomassa lamun terbesar pada Lokasi 2 yaitu Enhalus acoroides dengan nilai 733,20 gbk/m2 dan biomassa lamun terkecil Halodule uninervis dengan nilai 0,47 gbk/m2. Karbon lamun terbesar pada Lokasi 1 yaitu Enhalus acoroides dengan nilai 35.538,12 gC/m2, dan terkecil Cymodocea rotundata dengan nilai 473,24 gC/m2. Karbon lamun terbesar pada Lokasi 2 yaitu Thalassia hemprichii dengan nilai 14.309,39 gC/m2 dan terkecil Halodule uninervis dengan nilai 5,80 gC/m2. Karbon sedimen pada Lokasi 1 berkisar 1,581 gC/m2 – 1,871 gC/m2 dan Lokasi 2 berkisar 0,841 gC/m2– 1,45 gC/m2. Kandungan terbesar karbon terdapat pada bagian bawah substrat, karena bagian atas substrat karbon mudah hilang oleh faktor lingkungan (gelombang, arus, dan ulah manusia), sedangkan pada bawah substrat karbon terakumulasi baik. ABSTRACT: CO2 contribute high to global warming. Carbon is an element derived from binding of CO2 by plants through photosynthesis. Forests have declined so the marine sector (blue carbon) needs to be priority. The purpose this study was to determine the carbon seagrass ecosystem estimation in Alang - Alang and Pancuran Waters Karimunjawa Island, so can to reduce global warming. The research method in the field is SeagrassWatch method and in the laboratory is Loss of Ignition Method. The results species at location were Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule ovalis, and Halodule uninervis. The density  seagrass  Location  1 is  84.00-202.91 tgk/m2  and Location  2 is 105.09-285.09 tgk/m2. The largest seagrass biomass at Location 1 is Enhalus acoroides with a value 1811.38 gbk/m2 and the smallest  seagrass biomass  Cymodocea rotundata  with a value 25.72 gbk/m2. The largest seagrass biomass at Location 2 is Enhalus acoroides with a value 733.20 gbk/m2 and the smallest seagrass biomass Halodule uninervis with a value 0.47 gbk/m2. The biggest seagrass carbon at Location 1 is Enhalus acoroides with a value 35,538.12 gC/m2, and the smallest Cymodocea rotundata with a value 473.24 gC/m2. The biggest seagrass carbon at Location 2 is Thalassia hemprichii with a value 14,309.39 gC/m2 and the smallest Halodule uninervis with a value 5.80 gC/m2. Sediment carbon at Location 1 1.581-1.871 gC/m2 and Location 2 0.841-1.45 gC/m2. The largest carbon content in bellow substrate, because on above substrate easily lost by environmental factors, while in the bellow substrate carbon accumulates well.
Bioekologi Lamun di Perairan Teluk Awur, Jepara, Jawa Tengah Monita, Dinda; Endrawati, Hadi; Riniatsih, Ita
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v10i2.29223

Abstract

Padang lamun merupakan ekosistem pesisir dan laut yang memiliki peran, fungsi, dan manfaat besar bagi kelangsungan hidup berbagai organisme laut. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terbaru dari kondisi kesehatan serta kondisi ekologi ekosistem lamun yang terdapat di lokasi penelitian. Penelitian dilakukan di Perairan Teluk Awur, Jepara, Jawa Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menemukan 4 jenis lamun yang tersebar cukup merata pada 3 stasiun penelitian, yaitu: Enhalus acoroides, Thalasia hemprichii, Cymodocea serulata, dan Cymodocea rotundata. Kisaran persentase penutupan rata-rata antara 12,50% – 14,96%. Kerapatan lamun berkisar antara 164,40 – 196,52 ind/m2 dengan komposisi dan kerapatan jenis tertinggi adalah Thalasia hemprichii dan terendah adalah Cymodocea rotundata. Jenis substrat yang ditemukan di ketiga stasiun penelitian adalah substrat pasir dan pasir berlumpur. Nilai indeks ekologi lamun meliputi indeks dominansi masuk kategori rendah, keanekaragaman masuk kategori sedang, dan indeks keseragaman masuk kategori stabil. Hasil ini menunjukan bahwa secara ekologi tidak terdapat spesies yang sangat mendominasi dalam komunitas lamun di Perairan Teluk Awur, Jepara. Kondisi perairan meliputi suhu, salinitas, DO, pH, kecerahan, arus, kadar nitrat, kadar fosfat dan kadar bahan organik masih dikategorikan baik dan cocok bagi pertumbuhan lamun. Berdasarkan kriteria status kondisi padang lamun (Kepmen LH No 200 Tahun 2004), status ekosistem lamun di Perairan Teluk Awur, Jepara adalah kurang kaya/kurang sehat. Secara keseluruhan kondisi ekosistem lamun berserta kondisi ekologinya masih dapat mendukung pertumbuhan lamun. Segrass beds are coastal and marine ecosystems that have a major roles, functions, and benefits for the survival of various marine organism.The purpose of this study was to determine the latest health and ecological conditions of the seagrass ecosystem in the research location. This research was conducted in the waters of Teluk Awur, Jepara, Central Java. The research method used is descriptive analysis. The results of the study found 4 types of seagrass that were spread fairly evenly at 3 research stations, namely: Enhalus acoroides,  Thalasia hemprichii, Cymodocea serulata, and Cymodocea rotundata. The range of the average coverage percentage is between 12,50% – 14,96%. Seagrass density ranges from 164,40 – 196,52 ind/m2 with the highest composition, and species density was Thalasia hemprichii and the lowest was  Cymodocea rotundata. The types of substrates found in three research stations were sand and muddy sand. The ecological index value of seagrass includes the dominance index which is categorized as a low, the diversity is in the medium category, and the uniformity index is in the stable category. These results indicate that ecologically there are no species that dominate the seagrass community in the waters of Teluk Awur, Jepara. Water conditions, including temperature, salinity, DO, pH, water brightness, current, nitrate content, phosphate content, and organic matter levels are still categories as good and suitable for seagrass growth. Based on the criteria for the status of seagrass beds (Kepmen LH No 200 of 2004), the status of the seagrass ecosystem in the waters of Teluk Awur, Jepara is less rich / less healthy. Overall, the condition of the seagrass ecosystem along with its ecological conditions still supports the growth of seagrass. 
Analisis Kesesuaian Ekosistem Lamun sebagai Pendukung Ekowisata Bahari Pulau Panjang Kabupaten Jepara Pradhana, Handhikka Daffa Wira; Endrawati, Hadi; Susanto, AB
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v10i2.30118

Abstract

Ekowisata bahari adalah kegiatan wisata berkelanjutan yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut. Sumberdaya tersebut dapat dibagi menjadi sumberdaya alam dan manusia yang keduanya bersinergi dan berintegrasi untuk pemanfaatan ekowisata tersebut. Ekowisata lamun merupakan salah satu ekowisata berpotensi dimana potensi ekosistem lamun yang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir dengan peran penting untuk melindungi wilayah pesisir tersebut. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekosistem lamun untuk dijadikan pendukung ekowisata bahari dengan melihat presentase tutupan, parameter lingkungan, dan kelimpahan biota yang berasosiasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi langsung. Metode observasi langsung adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati dan mengukur langsung objek yang diamati. Metode pengambilan data menggunakan metode transek garis LIPI dengan transek kuadran 50 x 50 cm. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa setidaknya terdapat lima spesies lamun yang dapat ditemukan di Perairan Pulau Panjang, yaitu: Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, dan Halophila ovalis. Kerapatan jenis lamun tertinggi adalah spesies Thallasia hemprichii di stasiun 1 dan kerapatan terendah adalah spesies Halophila ovalis di stasiun 1. Perairan Pulau Panjang juga memiliki potensi biota yang berasosiasi dalam ekosistem lamun, dimana terdapat berbagai jenis ikan karang, Mollusca, Cnidaria, dan Echinodermata yang meningkatkan daya dukung ekowisata lamun yang juga didukung dengan hasil persepsi masyarakat yang mendukung dan ingin berpartisipasi dalam kegiatan ekowisata pada ekosistem lamun.  Marine ecotourism is a sustainable tourism activity that utilized coastal and marine resources. These resources can be devided into natural resources and human resources that both of which can be sinergized and integrated for ecotourism use. Seagrass ecotourism is one of the potential ecotourism that seagrass ecosystem is one of the ecosystems in coastal areas with an important role in protecting the coastal area.  The purpose of this research is to determine the potential of seagrass ecosystem to support marine ecotourism in Panjang Island by also looking at the coverage percentage, environmental parameters, and the abundance of associated biotas. The research method used is direct observation method. Direct observation method is a method of collecting data by directly observing and measuring the object that being observed. The data collection method uses method by LIPI that uses quadrant transects of 50 x 50 cm. The results indicate that there’s at least five species of seagrass can be found in Panjang Island Waters, which is: Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, and Halophila ovalis. The highest coverage density of seagrass is Thallasia hemprichii in station 1, and the lowest coverage density is Halophila ovalis in station 1. Panjang Island Waters also have the potential of associated biotas in the seagrass ecosystem, where there are various types of reef fishes, Molluscas, Cnidarias, and Echinodermatas that can increase the potential of seagrass ecotourism which are also supported by the results of the community’s perception that support and want to participate in ecotourism activities in the seagrass ecosystem of Panjang Island.
Kajian Struktur Komunitas Krustasea Pada Kondisi Lingkungan Mangrove Di Desa Tireman Kabupaten Rembang Ardyatma, Via Jeanieta Berliana; Sunaryo, Sunaryo; Endrawati, Hadi
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v9i4.27961

Abstract

ABSTRACT: Mangrove ecosystems are ecosystems located in coastal areas that are affected by tides so that the bases are always flooded. Mangroves have ecological functions that can support the growth of organisms in them. The ecological functions include nursery ground, feeding ground, and spawing ground for organisms living in it, one of which is crustaceans. The Rembang coastal area is used by the surrounding community to change the function of mangrove vegetation land into a pond area so that it can affect the existence of crustaceans. This study aims to determine the structure of the crustacean community including composition, abundance, diversity, uniformity, dominance, and distribution patterns of mangrove vegetation in Tireman Village, Rembang District, Rembang Regency. The study was conducted in April - May 2019. The method of determining the location using purposive sampling. Sampling uses a qualitative method with a 5x5 meter sampling plot with three repetitions. The material used is crustacean community structure data and environmental parameters. The results obtained were found 10 types from 4 families originating from 2 infra-orders (Brachyura and Anomura). The highest abundance is found in Station B of 1.59 individuals / m2. Diversity individuex is low to moderate (H '= 0.98 - 1.28) and uniformity individuex is low (e = 0.21 - 0.27), and there is no dominance at each research station (C = 0.34 - 0.47). The type of distribution pattern that is found is clustered (clumped). ABSTRAK: Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang terdapat pada daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga dasarnya selalu tergenang air. Mangrove mempunyai fungsi ekologi yang dapat menunjang pertumbuhan organisme yang ada di dalamnya. Fungsi ekologi tersebut meliputi nursery ground, feeding ground, dan spawing ground bagi organisme yang tinggal di dalamnya salah satunya krustasea. Wilayah pesisir Rembang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk alih fungsi lahan vegetasi mangrove menjadi areal tambak sehingga dapat mempengaruhi keberadaan krustasea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas krustasea meliputi komposisi, kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, dan pola sebaran pada vegetasi mangrove Desa Tireman Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Penelitian dilaksankan pada bulan April – Mei 2019. Metode penentuan lokasi menggunakan purposive sampling. Pengambilan sampel menggunakan metode kualitatif dengan plot sampling 5x5 meter dengan tiga kali pengulangan. Materi yang digunakan adalah data struktur komunitas krustasea dan parameter lingkungan. Hasil penelitian yang diperoleh ditemukan 10 jenis dari 4 famili yang berasal dari 2 infra ordo (Brachyura dan Anomura). Kelimpahan tertinggi terdapat pada Stasiun B sebesar 1,59 individu/m2. Indeks keanekaragaman termasuk kategori rendah hingga sedang (H' = 0,98 – 1,28) dan indeks keseragaman kategori rendah (e = 0,21 – 0,27), dan tidak ada dominansi di setiap stasiun penelitian (C = 0,34 – 0,47). Pola sebaran jenis yang dijumpai yaitu mengelompok (clumped).
Komposisi Larva Ikan pada Ekosistem Lamun di Perairan Jepara Jawa Tengah Wiraputra, Muhamad Ravian; Suryono, Suryono; Endrawati, Hadi
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v9i2.27130

Abstract

Larva merupakan fase pertumbuhan awal pada ikan, pada fase tersebut ikan-ikan membutuhkan tempat untuk berlindung dan mencari makanan. Ekosistem lamun sangat mendukung keberlangsungan hidup ikan, fungsi ekologis lamun sebagai daerah memijah, daerah asuhan serta tempat mencari makan bagi ikan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kehadiran, serta mengetahui hubungan antara kelimpahan larva ikan dan lamun di Perairan Prawean dan Blebak, Kabupaten Jepara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan penentuan lokasi sampling menggunakan purposive sampling methode. Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi yang berbeda dengan masing-masing lokasi memiliki 2 stasiun, pada setiap stasiun memiliki 3 stasiun. Pengambilan sampel larva ikan dilakukan dengan menggunakan larva net (P = 0,9 m; L : 0,6 m) dengan ukuran mata jaring 800 µm. Sampel yang didapat kemudian disortir dan diidentifikasi menggunakan literatur. Hasil penelitian ini ditemukan Nemipteridae, Lutjanidae, Ambassidae, Sphyraenidae, Bothidae, Clupeidae, Chanidae, Monacanthidae. Famili larva ikan yang dominan adalah Nemipteridae. Nilai indeks keanekaragaman dari empat stasiun termasuk dalam kategori rendah-sedang (0,92 - 1,50). Nilai indeks keanekaragaman dari empat stasiun termasuk dalam kategori sedang-tinggi (0,61 - 1,00). Kisaran nilai indeks dominasi larva ikan dari empat stasiun menunjukan tidak adanya famili yang mendominasi (0,23 - 0,54). Larvae are an early growth phase in fish, in that phase fish need a place to take shelter and find food. Seagrass ecosystem strongly supports the survival of fish, the ecological functions of seagrass as a clusters area, an area of care and a place to eat for fish. The purpose of this research is to know the presence, and know the relationship between the abundance of fish larvae and seagrass in Prawean waters and Blebak, Jepara regency. The method used in this research is the descriptive method and determination of location sampling using purposive sampling Methode. The research was conducted on two different locations with each location having 2 stations, at each station having 3 substations. Sampling of fish larvae is done using the net larva (P = 0.9 m; L: 0, 6m) with mesh eye size 800 μm. The obtained samples were then sorted and identified using literature. The results of this study were found in the larvae of 8 families Nemipteridae, Lutjanidae, Ambassidae, Sphyraenidae, Bothidae, Clupeidae, Chanidae, Monacanthidae. The family of fish larvae most commonly found are Nemipteridae. The value of the diversity index of the four stations is included in the low-medium category (0.92 - 1.50). The value of the diversity index of four stations is included in the medium-high category (0.61 - 1.00). The value of the index of the dominance of the fish from the four stations indicates that there is no dominant family (0.23 - 0.54). 
Perbandingan Perifiton pada Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata di Perairan Teluk Awur, Jepara Sihaloho, Chandra Nicolas; Taufiq, Nur; Endrawati, Hadi
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v10i2.30123

Abstract

Keanekaragaman jenis lamun dan struktur morfologi yang cukup besar pada Thalassia hemprchii dan Cymodocea rotundata memungkinkan ditumbuhi perifiton yang dapat meningkatkan produktivitas primer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan perifiton pada T. hemprichii dan C. rotundata di Perairan Teluk Awur, Jepara. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli 2020 menggunakan metode survei dan penentuan lokasi dipilih dengan menggunakan metode purposive random sampling, sedangkan metode pengambilan data lamun dengan metode line transect quadrant yang mengacu pada metode LIPI. Pengambilan daun lamun untuk pengamatan perifiton menggunakan metode sapuan daun yang selanjutnya diamati dengan menggunakan metode sensus yaitu pengamatan total dengan alat sedgwick rafter di bawah mikroskop. Nilai kelimpahan perifiton pada daun lamun T. hemprichii sebesar 27.635 ind/cm2. Sedangkan kelimpahan perifiton pada daun lamun C. rotundata sebesar 23.015 ind/cm2. Kelimpahan tertinggi perifiton terdapat pada jenis lamun Thalassia hemprichii, hal ini diduga karena Thalassia hemprichii mempunyai penampang daun yang lebih lebar. Perifiton yang mendominasi di Perairan Teluk Awur berasal dari Kelas Bacillariophyceae, diduga karena kelas ini memiliki kemampuan melekat pada substrat yang baik. Berdasarkan perhitungan Indeks Morisita maka diketahui bahwa sebaran perifiton di Perairan Teluk Awur didominasi pola sebaran mengelompok. Kelimpahan perifiton dengan kerapatan lamun di Perairan Teluk Awur memiliki hubungan cukup erat.The considerable diversity of seagrass species and morphological structures in Thalassia hemprchii and Cymodocea rotundata allows the growth of periphyton which can increase primary productivity. This study aims to determine the abundance of periphyton and its distribution patterns in the waters of Teluk Awur, Jepara. The study, which was conducted in July 2020, used a survey method and the location was selected using the purposive sampling method, while the seagrass data collection method used the line transect quadrant method which refers to the LIPI method. Seagrass leaves were collected for periphyton observations using the leaf sweep method, which was observed using the census method, namely total observation using the sedgwick rafter under a microscope. The abundance value of periphyton in Thalassia hemprichii seagrass leaves was 27,635 ind/cm2. While the abundance of periphyton in seagrass leaves of Cymodocea rotundata was 23,015 ind/cm2. The highest abundance of periphyton is found in the type of seagrass T. hemprichii, this is presumably because T. hemprichii has a wider leaf cross section. The dominant periphyton in Teluk Awur waters comes from the Bacillariophyceae class, presumably because this class has good adherence to the substrate. Based on the calculation of the Morisita Index, it is known that the distribution of periphyton in the waters of Teluk Awur, Jepara is dominated by a clustered distribution pattern. The abundance of periphyton and seagrass density on Parang Island is closely related.
Analisis P/b Rasio Foraminifera di Perairan Delta Wulan, Demak, Jawa Tengah Manuhuwa, Bifa Aulia; Hartati, Retno; Endrawati, Hadi
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v10i1.27883

Abstract

Foraminifera merupakan organisme uniseluler yang dapat berperan sebagai indikator lingkungan serta dapat menentukan lingkungan pengendapan. Cara hidup foraminifera dibagi menjadi dua yaitu foraminifera planktonik (melayang) dan foraminifera bentonik (menambat). Peran foraminifera sebagai organisme indikator ideal karena memiliki siklus hidup relatif singkat sehingga memfasilitasi peristiwa rekaman episodik (Haunold et al., 1997). Saat ini foraminifera banyak hidup di perairan laut dangkal dan laut dalam seperti di Delta Wulan, Demak. Litologi penyusun Delta Wulan ini masih berupa endapan sedimen yang dapat diketahui bahwa delta ini berumur Kuarter. Sehingga, persentase P/b Rasio dapat digunakan untuk menganalisis lingkungan pengendapan (Grimsdale dan Morkhoven, 1955). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi foraminifera dan P/b rasio sebagai indikator lingkungan pengendapan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari dan Maret 2019 di perairan Delta Wulan, Demak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei eksploratif. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan menetapkan 12 titik penelitian. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 24 genus foraminifera yang dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu Globothalamea, Fusulinata, Tubothalamea dan Nodosariata. Nilai kelimpahan untuk foraminifera planktonik berkisar 57-8000 ind/m2sedangkan foraminifera bentonik berkisar 29-314 ind/m2. Nilai P/b Rasio berkisar antara 86 – 93% dengan kategori batimertri batial atas.Foraminifera is an unicellular organism that can act as an environmental indicator and can determine the depositional environment. The way of life of foraminifera is divided into two namely planktonic foraminifera (floating) and bentonic foraminifera (tethering). The role of foraminifera as an ideal indicator organism because it has a relatively short life cycle thus facilitating episodic recording events (Haunold et al., 1997). At present many foraminifera live in shallow and deep sea waters such as the Wulan Delta, Demak. This Wulan Delta lithology is still in the form of sediment deposits which can be seen that this delta is Quaternary age. Thus, the percentage P/b ratio can be used to analyze the depositional environment (Grimsdale and Morkhoven, 1955). The purpose of this research is to determine the composition of foraminifera and P/b ratio as indicators of depositional environment. This research was conducted in January and March 2019 in the waters of Delta Wulan, Demak. The method used in this research is explorative survey method. Sample was collected by using purposive sampling and deciding 12 research sites. Based on the results of the study found 24 genus foraminifera which are grouped into 4 classes, namely Globothalamea, Fusulinata, Tubothalamea and Nodosariata. The abundance value for planktonic foraminifera ranges from 57-8000 ind/m2 while the bentonic foraminifera ranges from 29-314 ind/m2. The value of P/b Ratio range from 86 - 93% with the upper batial bathymetry category.
Potensi Ekosistem Terumbu Karang Untuk Pengembangan Ekowisata di Perairan Pulau Sintok Taman Nasional Karimunjawa Widhiatmoko, Maulana Cahya; Endrawati, Hadi; Taufiq-SPJ, Nur
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v9i4.27801

Abstract

ABSTRAK: Ekosistem terumbu karang merupakan habitat berbagai biota laut bernilai ekonomis tinggi. Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke wilayah alami maupun buatan dengan tujuan konservasi untuk menjamin kelestarian alam dan sosial- budaya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi biofisik terumbu karang untuk pengembangan ekowisata serta mengetahui analisis strategi pengembangan ekowisata terumbu karang di Pulau Sintok Karimunjawa. Pengamatan biofisik ekosistem terumbu karang dilakukan menggunakan metode LIT atau Line Transect. Data yang didapat dianalisis menggunakan indeks kesesuaian ekowisata selam dan analisis SWOT. Hasil menunjukkan bahwa tutupan karang hidup di Pulau Sintok pada keempat titik pengambilan berkisar antara 30-82%. Berdasarkan analisis kesesuaian ekowisata, kawasan perairan Pulau Sintok memiliki nilai IKW (Indeks Kesesuaian Wisata) >50 – 83% dimana nilai 50% - < 80% termasuk kedalam kelas (S2) atau suitable dan nilai IKW 83% termasuk ke dalam kategori (S1) atau sangat sesuai untuk dijadikan sebagai ekowisata terumbu karang kategori selam. Analisis strategi pengelolaan kawasan pengembangan ekowisata di perairan Pulau Sintok adalah dengan :  pengelolaan kawasan terumbu karang sebagai ekowisata secara optimal, perlunya upaya pencegahan kerusakan ekosistem terumbu karang untuk dijadikan kawasan ekowisata, pengembangan sistem informasi serta meningkatkan sarana prasarana pengelolaan ekowisata, dan Penegakkan hukum dan peraturan perundang-undangan demi penerapan pengelolaan terumbu karang secara lestari. ABSTRACT: The coral reef ecosystems are habitats for various marine biota, which have a high economic value. Coral reef ecosystems provide merits to support the marine tourism industry for foreign exchange earnings. They also provide significant employment and business opportunities. Coral reef ecosystems which have a good condition can be developed into coral reef ecotourism. Ecotourism is a tour to natural and artificial areas with the purpose of conservation to ensure the natural and socio-cultural sustainability. The purpose of this research is to find out the biophysical potential of the coral reefs for the development of ecotourism, and to perceive the analysis of the development strategy of coral reef ecotourism in Sintok Island, Karimunjawa. The biophysical observation of coral reef ecosystems is conducted with LIT or Line Transect method. The data obtained is analyzed using ecotourism suitability index and SWOT analysis. The result of this research shows that living coral cover on Sintok Island at the four taking points ranged from 30-82%. According to the analysis of ecotourism suitability, Sintok Island waters area has IKW value (Tourism Suitability Index) >50-83%. The value of 50%-<80% belongs to the class (S2) or suitable, and the IKW value of 83% belongs to the category (S1) or very suitable to be used as coral reef ecotourism category. The analysis of the management strategy of ecotourism development area in Sintok Island waters are as follows: (1) The optimal management of coral reef area as ecotourism, (2) The prevention of coral reef ecosystems from damage, (3) The development of information system, as well as the enhancement of ecotourism management infrastructure, and (4) The enforcement of laws and regulations for the sake of coral reefs’ sustainable management.
DISTRIBUSI SPASIAL FLUKS KARBON DIOKSIDA DI PERAIRAN KARIMUNJAWA, INDONESIA Nurul Latifah; Hadi Endrawati; Sigit Febrianto
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 11 No. 2 (2019): Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Publisher : Department of Marine Science and Technology, Faculty of Fisheries and Marine Science, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.508 KB) | DOI: 10.29244/jitkt.v11i2.23692

Abstract

Global warming phenomena occures as result of the increase of the amount of greenhouse gases in the atmosphere which is dominated by anthropogenic CO2 (carbon dioxide). These conditions cause climate change on the earth. Therefore, the absorption of carbon dioxide gas in the atmosphere is needed, one of which is through an ocean processes called blue carbon. The purpose of this study was to determine the potential of blue carbon absorption (fluxes CO2) in Karimunjawa waters. This research was conducted in the waters around Karimunjawa Island in May 2018. The research method used a survey method with a quantitative approach. Samples were taken at 15 observation stations of Karimunjawa Island using purposive sampling method. Analysis of carbonate system data by titrimetric method. The results showed that most of Karimunjawa waters (13 stations) functioned as source of CO2 with a range of CO2 flux values between 1.79 to 21.64 mmolCO2/m2/day where the flow of CO2 moved from the ocean to the atmosphere. While the other 2 stations function as sink of CO2 where the flow of CO2 moved from the atmosphere to the ocean with a range of CO2 fluxes of -3.69 to -4.41 mmolCO2/m2/day. The pattern of CO2 fluxes followed a pattern of ∆pCO2, DIC, total alkalinity, salinity, pH. The CO2 flux pattern follows the pattern of changes in ∆pCO2, DIC, total alkalinity, salinity and pH. The spatial distribution of potential blue carbon uptake (fluxes CO2) in Karimunajwa waters as a release of CO2 from the oceans into the atmosphere with a positive flux CO2 value.
Struktur Komunitas Copepoda di Perairan Jepara Hadi Endrawati; Muhammad Zainuri; Endang Kusdiyantini; Hermin P Kusumaningrum
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 12, No 4 (2007): Jurnal Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (747.132 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.12.4.193-198

Abstract

Copepoda merupakan komponen terbesar dari zooplankton di laut dan berperan sebagai produser sekunder serta konsumer. Berdasarkan perannya dalam jaring-jaring makanan, maka komunitas copepoda pada suatu perairan dapat digunakan untuk menilai produktivitas perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas copepoda di perairan Jepara. Penelitian ini dilaksanakan dari April hingga Desember 2005 di perairan Jepara dan identifikasi dilakukan di Laboratorium Biologi Oseanografi UNDIP. Enam stasiun untuk pengambilan sampel yang dilakukan sebulan sekali. Pengambilan sampel copepoda dilakukan dengan planktonnet 100 mm, dengan menyaring air sebanyak 1 m3 secara vertikal dari dasar perairan. Sampel yang diperoleh diawetkan dengan formalin 4% untuk diidentifikasi di laboratorium. Keanekaragam, keseragaman dan dominansi dianalisa untuk mengetahui struktur komunitas copepoda. Pengukuran parameter kualitas air yang meliputi suhu, salinitas pH, arus dan kecerahan dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan sampel. HasiI penelitian di perairan Jepara terdapat3 ordodan 18 genus copepoda, yaitu Ordo Calanoida (13 genus), Cyclopoida (2 genus) dan Harpacticoida (3 genus). Kelimpahan copepoda di perairan Jepara sebesar 5 - 546 ind/l, dengan rata-rata 316 ± 85, keanekaragaman 2,3259-2,3594, keseragaman 0,80 - 0,81 dan terdapat dominansi Acartia sp dan Calanus sp. Kata kuncl: Copepoda, Struktur Populasi, Jepara The dominantion ofcopepod in the zooplankton community, play an important role as secondary producer and primary consumer in the sea food web. Due to this function, the copepod population can be use as the sea water productivity. The aim of the research is to know and copepod community structure at Jepara Waters. The research was conducted from April to December 2005 at the Jepara Wafers and the samples were identified at Laboratory of Biological Oceanography, UNDIP. There were six stations established as the research site area. Monthly sampling was done. Copepod were collected using the 100 mm plankton net, by filtering a total of 1 m3 sea water taken vertically. The samples were preserved by the addition of formaldehyde 4% and identified in the laboratory. The diversity, evenness and dominance index were calculated to describe the copepod community structure. The water quality such as temperature, salinity, pH, current and transparency, were observed in the same time. There were 18 genus of copepods determined at the Jepara waters, belong to 3 ordo i.e Calanoid (13 genus), Cydopoid (2 genus) and Harpacticoid (3 genus). Copepod density at Jepara water was 5-546 ind./l, (average 316 ± 85), diversity 2,3259-2,3594, eveness 0,8047-0,8163 and dominancy 0,1837-0,1953. Acartia sp and Calanus sp. were dominant in Jepara waters identified. Key words : Copepods, Population Structure, Jepara
Co-Authors AB Susanto Abdino Putra Utama Adi Santoso Agus Subagio Altysia Putriany Ambariyanto Ambariyanto Anantya Setya Perdana Andreas Nur Hidayat Anindya Wirasatriya Annisa Fadillah Antik Erlina Antonius Budi Susanto Ardhatama Zafron Dzakwan Ardita Elok Mahendra Putri Ardyatma, Via Jeanieta Berliana Argina Dewi S Azhari Nourma Dewi Baidhowie, Lutfil Hakim Bifa Aulia Manuhuwa Budhy Wiyarsih Cantik Sitta Devayani Cantika Elistyowati Andanar Chandra Nicolas Sihaloho Christian Jimmy Christin Manulang Cristiana Manullang Cristiana Manullang Delianis Pringgenies Desy Lasri Ana Dewi Nugrayani Dinda Monita Dwi Saniscara Wati Dyahruri Sanjayasari Dyahruri Sanjayasari Endang Kusdiyantini Endang Supriyantini Evi Lutfiyani Fadhel Muhammad Juharna Febrianto, Sigit Febriyantoro Febriyantoro Frijona Fabiola Lokollo Gunawan Widi Santosa Handhikka Daffa Wira Pradhana Hermin P Kusumaningrum Hermin Pancasakti Kusumaningrum Hilal M Hilyati Fajrina Ibnu Pratikto Ida Noventalia Ida Noventalia Imam Misbach Indras Marhaendrajaya Ira Kolaya, Ira Irwani Irwani Ita Riniatsih Ita Widowati Ivan Riza Maulana Julia Fransiska Ken Suwartimah Kiki Pebli Ningrum Lutfil Hakim Baidhowie M. Amanun Tharieq Manuhuwa, Bifa Aulia Maulana Cahya Widhiatmoko Monita, Dinda Muhamad Ravian Wiraputra Muhammad Iskandar Zulkarnain Muhammad Zainuri Muhammad Zainuri Muhammad Zainuri Muhammad Zainuri Ningrum, Kiki Pebli Nirwani Soenardjo Nugrayani, Dewi Nur Taufiq Nur Taufiq Nur Taufiq SPJ Nur Taufiq-Spj Nurul Latifah Octo Zainul Ahmad Perdana, Anantya Setya Pradhana, Handhikka Daffa Wira Primaswatantri Permata Putri Sakinah Mayani, Putri Sakinah Putri, Ardita Elok Mahendra Raden Ario Raka Pramulo Sophianto Rana Hadi Shafani Ranny Ramadhani Yuneni Retno Hartati Ria Azizah Ria Azizah Ria Azizah Ria Azizah Tri Nuraini Robertus Triaji Mahendrajaya Robertus Triaji Mahendrajaya Rodhiyah Patmawati Rose Dewi Rose Dewi Rose Dewi Rudhi Pribadi Sihaloho, Chandra Nicolas Sophianto, Raka Pramulo Sri Amini Sri Redjeki Sri Redjeki Sri Sedjati Sri Sedjati Sunaryo Sunaryo Sunaryo Sunaryo Suryanti - Suryono Suryono Susilo Dwi Cahyanti, Susilo Dwi Sutrisno Anggoro Taufiq-Spj, Nur Theresia Claudia Lasmarito Tiara Finishia, Tiara Titik Mariyati Tjahjo Winanto Utama, Abdino Putra Valentina R Iriani Via Jeanieta Berliana Ardyatma W.L. Saputra Widhiatmoko, Maulana Cahya Widianingsih Widianingsih Widianingsih Widianingsih Widya Paramudhita Wiraputra, Muhamad Ravian Yopie Anggara Putra, Yopie Anggara Yuniar Andri Sulistiyanto Yuniar Andri Sulistiyanto Yuvita Muliastuti