Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Gaya Kepemimpinan, Kohesivitas Kelompok, dan Komitmen pada Partai Politik Yos Budiharto; Koentjoro Koentjoro
Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi Vol. 9 No. 17 (2004)
Publisher : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/psikologika.vol9.iss17.art5

Abstract

Organizational commitment has been conceptualised and measured in various ways. The current study was conducted to test aspects of three component model of organizational commitment which integrates the various concepts.  The three component of organizational commitment in this study are affective, continuance and normative commitment. The proposed independent variables were transformational leadership, transactional leadership and group cohesiveness which were assumed to have significant relationship with organizational commitment. The data of this study were collected through questionnaires carried out to 120 cadres who were active in one political party, considered as nationalist– secular party, in Yogyakarta. The study revealed that the three independent variables are empirically undifferentiated to the three components model of organizational commitment. Specifically, this study found that transformational leadership, transactional leadership, group cohesiveness, age and length of cadre membership are positively and significantly related to continuance commitment. When tested individually, it shows that age did not have positive relationship with the three component model of commitment.     Key Words: Leadership Styles,  Group Cohesiveness,  Commitment
Rethinking Peran Psikologi di Abad – Abad Mendatang Koentjoro Koentjoro
Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi Vol. 7 No. 14 (2002)
Publisher : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/psikologika.vol7.iss14.art1

Abstract

Tulisan ini akan dimulai dari pengungkapan atas kesalahan – kesalahan yang sering dilakukan baik oleh orang yang belum mengenal psikologi maupun orang yang mengenal psikologi tentang definisi dan cakupan kerja psikologi. Pemahaman kesalahan pandang ini perlu karena terkait dengan peran yang diberikan masyarakat kepada psikologi. Kesadaran akan fenomena peran psikologi yang belum optimal semakin memuncak, ketika membaca sebuah artikel yang menyatakan bahwa Daniel Kahneman menerima hadiah nobel dalam bidang Ekonomi tahun 2002 adalah doktor mewakili psikologi yang  banyak menulis perihal Psikologi Kognitif. Kahneman mewakili psikolog yang menerjuni bidang lain namun masih dalam kawasan mempelajari perilaku manusia.Tulisan ini juga melihat bahwa berangkat dari definisi psikologi, seharusnya peran psikologi menjadi luas, apalagi kalau dilihat dari sejarah psikologi yang amat menarik yakni sejak Wilhelm Wundt, Kurt Lewin, Sigmund Freud hingga era Kahneman. Bahaya terhadap penyempitan makna psikologi di era pasar bebas juga perlu diwaspadai. Tulisan ini mempunyai maksud menggugah hati Psikolog untuk memaksimalkan perannya. Salah satu bidang yang masih terasa langka namun belum banyak Psikolog yang berminat terhadap bidang tersebut adalah Psikologi Pebangunan.Kata Kunci : Peran Psikolog, Penyempitan Makna, Era Pasar Bebas, Psikologi Pembangunan
PELACUR, WANITA TUNA SUSILA, PEKERJA SEKS, DAN "APA LAGI" : STIGMATISASI ISTILAH Koentjoro Koentjoro; Sugihastuti Sugihastuti
Humaniora Vol 11, No 2 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (357.613 KB) | DOI: 10.22146/jh.660

Abstract

Dalam sebuah pengantar rapat penyusunan protap (prosedur tetap) penanganan HIV/AIDS di Daerah Istimewa Yogyakarta, seorang kepala kantor wilayah departemen tertentu berulang kali menyebut istilah pekerja seks dan pekerja seks komersial (PSK) untuk menggantikan istilah pelacur. Ketika itu, kami tanyakan apakah istilah pekerja seks dan pekerja seks komersial itu merupakan istilah resmi pemenntah untuk menggantikan istilah pelacur? Jawabnya adalah tidak . Dikatakannya bahwa istilah pekerja seks dan pekerja seks komersial sekarang sudah lazim dikatakan dan ditulis oleh banyak orang. Dua kata IN merupakan terjemahan dan sex worker yang dijumpai pada beberapa buku bacaannya . Istilah pelacur penting didiskusikan dalam parafrasenya dengan istilah lain . Mengapa penting? Jawabnya adalah bahwa istilah ini, menyangkut masalah stigma . Masalah stigma berkaitan erat dengan istilah pemahaman, pemaknaan, dan penerimaan sebuah istilah, perilaku, atau gejala perilaku tertentu. Oleh karena itu, mendiskusikan istilah pelacur dan istilah lain yang gayut dengannya menjadi sangat penting dan diperlukan. Pemberian arti dan makna sebuah istilah menjadi sangat penting manakala kita kemudian melihat dampak penlaku yang ditimbulkan oleh proses pemaknaan, pemahaman, dan penerimaannya . Untuk hal itu, tulisan ini menguraikan dan membahas berbagai istilah yang gayut dengan istilah pelacur, misalnya, wanita tuna sustla, pe- 30 PELACUR, WANITA TUNA SUSILA, PEKERJA SEKS, DAN "APA LAGI" : STIGMATISASI ISTILAH kerja seks, pekerja seks komersial, dan yang lainnya .
PELACUR DAN RESOSIALISASI ANTARA PATOLOGI DAN REHABILITASI SOSIAL Koentjoro Koentjoro
Indigenous Vol. 4, No. 1, Mei 2000
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/indigenous.v0i0.4600

Abstract

Pelatihan Berpikir Optimis untuk Meningkatkan Harga Diri Pelacur yang Tinggal di Panti dan Luar Panti Sosial Rini Lestari; Koentjoro Koentjoro
Indigenous Vol. 6, No. 2, November 2002
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/indigenous.v0i0.4629

Abstract

Pemahaman dan Penerapan Ajaran Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram Tentang Raos Persatuan Dalam Kehidupan Sehari-hari Sunarno Sunarno; Koentjoro Koentjoro
Jurnal Ilmu Perilaku Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Ilmu Perilaku
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (840.549 KB) | DOI: 10.25077/jip.2.1.25-40.2018

Abstract

Keberagaman budaya merupakan salah satu topik yang paling penting di dunia saat ini. Keanekaragaman budaya selain telah menciptakan lingkungan yang indah, juga memiliki potensi kesalahpahaman yang dapat menyebabkan kebingungan, kemarahan dan meningkatkan eskalasi permusuhan. Adalah warga Dusun Bangun Rasa, Kabupaten Bantul, para warganya menerapkan raos persatuan dari ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami rasa persatuan di Dusun Bangun Rasa sehingga dapat dijadikan sebagai model sebuah masyarakat yang berkesatuan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode penelitian studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada para subyek dan informan sebagai sumber data dan observasi partisipan maupun non partisipan secara live in. Sumber data lain adalah written documents dan unwritten documents. Hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, rasa persatuan bagi warga Bangun Rasa dipahami sebagai “Rasa Sama”, guyub rukun dan kegotongroyongan. Kedua, penerapan dari rasa persatuan di dalam kehidupan sehari-hari oleh warga dusun Bangun Rasa tercermin dalam dua penerapan, yaitu (1) penerapan di keluarga berupa musyawarah dan tidak memaksakan kehendak, dan (2) penerapan di masyarakat, berupa perilaku gotong royong. Ketiga, manfaat dari rasa persatuan yaitu urip dadi sugih (hidup menjadi “kaya”), urip dadi entheng (hidup menjadi “ringan”), hubungan antarindividu menjadi tidak kaku, menanamkan rasa “kita tidak bisa hidup tanpa orang lain”, menanamkan rasa empati, dan beban pemerintah menjadikan ringan. Dan keempat, kondisi psikologis para warga dari diterapkannya roas persatuan adalah melahirkan rasa nyaman, sumeleh, dan tenteram.
Pelatihan Berpikir Positif untuk Menurunkan Kecemasan Menghadapi Masa Bebas pada Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kutoarjo Lainatussyifa Zulni; Koentjoro Koentjoro
Gadjah Mada Journal of Professional Psychology (GamaJPP) Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Psychology, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/gamajpp.42776

Abstract

Anxiety against liberation is a feeling of fear and concern, felt by someone who underwent a period of custody and will undergo a period of free. This anxiety will make a person feeling ostracized, denied his presence, even humiliated or insulted. One of the factors that considered influential in the reduction of anxiety against liberation is positive thinking. The purpose of this study was to develops positive thinking training as an alternative to solving anxiety problems facing the anxiety against liberation in children at prison special for children. This experiment conducted with untreated control group design with pretest and posttest design. Quantitative data analysis is done through a mixed ANOVA statistical test to determine the effects of positive thinking training to the experimental group between before and after training. The results of this study are positive thinking training can reduce anxiety against liberation on children in prison.