Claim Missing Document
Check
Articles

Besaran Kerugian Nelayan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan : Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Lubis, Ernani; Pane, Anwar Bey; Muninggar, Retno; Hamzah, Asep
Maspari Journal : Marine Science Research Vol 4, No 2 (2012): Edisi Juli
Publisher : UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.857 KB) | DOI: 10.36706/maspari.v4i2.1382

Abstract

ABSTRACTThe Fisherman livelihoods at sea are filled with uncertainty and the catch marketing system is not optimum so that fisherman has difficulty in the capital. In this condition, the fisherman to seek capital through the process quickly and with no collateral even if in the end did’n realize that fisherman has actually entangled and lost money. The financiers in general is often called middlemen/pengijon that certain conditions have created a monopoly system because they operate from the provision of capital, the factors of production to determine the marketing of fish. The research objective was to determine how far the dependence of fishermen in obtaining capital and how much is the actual loss occurred. This study uses the case of the dependence of fisherman on middlemen in PPN  Palabuhanratu by quantitative descriptive analysis. The research has gotten the results that the majority (90%) of fisherman PPN Palabuhanratu use middlemen to obtain fishing capital. This is because the lending process easier, without collateral, but most of the catch must be sold to the middleman without passing auction. Based on formulated results, the fishermen lose between  2000.00 to 5000.00 IDR/kg if their catch is sold to middlemen. Losses are also caused by the price of diesel at the middleman or the retailer is different IDR 1000.00/liter compared with it price in the pump. This loss is especially for fishing line and gillnet fisherman. The role of fishing ports would need to be optimized in efforts  the fishing supplies provision and the implementation of the fish auction system as a whole in order to the small fisherman has the bargaining power in auction system and get the cash money from the catch sale.Key words: loss, the fisherman, fishing ports, PPN PalabuhanratuABSTRAKMata pencaharian nelayan di laut yang sarat dengan ketidakpastian dan sistem pemasaran hasil tangkapannya yang tidak optimal membuat nelayan kesulitan dalam permodalan melaut. Pada kondisi ini nelayan mencari modal melalui proses yang cepat dan tanpa agunan walaupun pada akhirnya tidak disadari bahwa nelayan sebenarnya telah terjerat dan merugi. Pemberi modal tersebut pada umumnya sering disebut tengkulak/pengijon yang pada kondisi tertentu telah menciptakan sistem monopoli karena mereka juga menyediakan modal, faktor-faktor produksi sampai menentukan pemasaran ikan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa jauh ketergantungan nelayan dalam memperoleh permodalan melaut dan berapa besarkah kerugian yang sebenarnya terjadi. Penelitian ini menggunakan metode kasus ketergantungan nelayan pada tengkulak di PPN Palabuhanratu melalui analisis deskkriptif kuantitaif.  Penelitian ini telah mendapatkan hasil bahwa sebagian besar (90 %) nelayan PPN Palabuhanratu memanfaatkan tengkulak khususnya untuk memperoleh permodalan melaut. Hal ini dikarenakan proses peminjamannya lebih mudah, tanpa agunan namun sebagian besar hasil tangkapan harus dijual pada tengkulak tanpa melalui pelelangan. Berdasarkan hasil perhitungan, nelayan merugi antara Rp 2000,00 sampai Rp 5000,00/kg apabila hasil tangkapannya dijual kepada tengkulak. Selain itu kerugian juga karena pembelian solar di tengkulak atau pengecer berbeda Rp 1000,00/liter dengan harga SPBU khususnya nelayan pancing dan gillnet.  Peran pelabuhan perikanan kiranya perlu dioptimalkan dalam mengupayakan penyediaan perbekalan melaut dan terlaksananya sistem pelelangan ikan secara menyeluruh agar nelayan kecil memiliki posisi tawar dalam tata niaga perikanan dan mendapatkan hasil penjualan secara cash.Kata kunci : kerugian, nelayan, pelabuhan perikanan, PPN Palabuhanratu
MODEL PENGEMBANGAN PERIKANAN DI PERAIRAN SELATAN JAWA Tri Wiji Nurani; John Haluan; Sudirman Saad; Ernani Lubis
Buletin PSP Vol. 16 No. 2 (2007): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Development of fishery activity shall be conducted base on the characteristic of potency owned by a territotial water region. South Java water region has a characteristic condition of fisheries resources which need a specific management. Based on a fishery resources potency, South Java water region has a very big potency, but fishery activity just develop in a certain places only, namely Palabuhan Ratu, Cilacap and Prigi. The research has aim to build a model of fisheries development which is adopted by a regional characteristic. Method of the system approach used to analyse the problem and develop the model. System engineering compiled in a model with three submodels are 1) fishery effort (submodel USAHA), 2) requirement of PP/PPI, functionality and accessability (submodel PELABUHAN) and 3) policy and institution (submodel LEMBAGA). Firstly model determined commodity’s priority, strategy of model implementation using interpretative structural modellig (ISM) technique. The study resulted two models are 1) tuna fisheries development model and 2) coastal fisheries development model. At tuna fisheies development model, its expressed that tuna fishery business represent a high risk business, the government policy which do not support the business like increasing the fuel price giving big impact for continuing the business. Fishing port which capable to support tuna fishery’s business are PPS Cilacap and PPN Pelabuhan Ratu. Developments are require to be done by the intregrated institution which can accommodate the stakeholder needs. At the model of fisheries coastal development, the commodity’s priority are bonito, skipjack, white pomfret, hair tail, lobster, shrimp and anchovy. Fishery business covering gillnet multifilament, gillnet monofilament, purse seiner, trolling,’payang’, trammel net and ‘pancing rawai’. The effort can be done in middle scale or small scale. Existing PP/PPI mostly can be able to support fisheries acivity in each region. Role of KUD, HNSI and group of fisherman require to be improved for fisherman empowerment. Strategy of implementation model require to pay attention to the system which is a key element for succeeded the system.
KETERLIBATAN TENGKULAK PADA AKTIVITAS TERKAIT HASIL TANGKAPAN DI PELABUHAN PERIKANAN (The Involvement of Tengkulak in the Related Activities of the Catch in Fishing Port) Anwar Bey Pane; Ernani Lubis; Retno Muninggar
Buletin PSP Vol. 20 No. 3 (2012): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hubungan keterlibatan tengkulak pada aktivitas terkait hasil tangkapan di pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan (PP/PPI) telah lama berlangsung dan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Aktivitas terkait hasil tangkapan di PP/PPI, memiliki salah satu pelaku utama langsung, yaitu nelayan. Di satu sisi, nelayan yang terikat dengan tengkulak hampir mustahil melepaskan diri dari ikatan tersebut, di sisi lain untuk banyak hal yang berhubungan dengan uang, nelayan juga membutuhkan tengkulak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak pada aktivitas-aktivitas terkaithasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPNP), dan, 2) penyebabpenyebab keterlibatan tengkulak pada aktivitas-aktivitas tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kasus, yang meneliti secara khusus aspek hubungan tengkulak dan aktivitas terkaithasil tangkapan di pelabuhan perikanan. Penelitian melibatkan responden yang berhubungan dengan aktivitas terkait hasil tangkapan tersebut, yaitu: tengkulak, nelayan pemilik,  dan pedagang ikan. Penentuan jumlah responden dilakukan secara purposive. Hasil penelitianmenyatakan bahwa saat ini, keterlibatan tengkulak pada aktivitas terkait hasil tangkapan, selain terhadap nelayan juga terhadap pedagang ikan di pelabuhan perikanan. Terdapat 3 bentuk keterlibatan tengkulak di pelabuhan perikanan: 1) sebagai pemberi pinjaman uang; 2) sebagai pemilik unit penangkapan; 3) sebagai pedagang ikan. Penyebab mendasar keterlibatan tersebut adalah terkait dengan ketersediaan uang pada tengkulak untuk aktivitas nelayan dan pedagang ikan yang dapat dipakai kapan saja, dan adanya kebutuhan nelayan dan pedagangikan. Terdapat penyebab-penyebab tambahan lainnya yang mendukung keterlibatan tengkulak terhadap aktivitas terkait hasil tangkapan di di PPNP. Kata kunci: nelayan, Palabuhanratu, pedagang ikan, pelabuhan perikanan, tengkulak
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN UNGGULAN DI PERAIRAN SELAT ALAS NUSA TENGGARA BARAT Karnan Karnan; Mulyono S. Baskoro; Budhi H. Iskandar; Ernani Lubis; Mustaruddin Mustaruddin
Buletin PSP Vol. 20 No. 4 (2012): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perikanan tangkap di Selat Alas, Nusa Tegggara Barat menyumbang peranan penting tidak hanya untuk nelayan, tetapi juga untuk masyarakat setempat. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sumber daya ikan di daerah ini membutuhkan pengelolaan yang tepatdengan segera. Namun, informasi ilmiah sebagai pilihan pengelolaan komoditas di daerah ini sangat miskin. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prioritas yang dipilih dari sumber daya ikan, menilai saham dan mendefinisikan status eksploitasi prioritas yang dipilihdari sumber daya ikan yang ditangkap di Selat Alas. Metode scoring diterapkan untuk memilih sumber daya ikan, sementara surplus model produksi yang digunakan untuk menilai ukuran saham. Ada lima spesies ikan yang diidentifikasi sebagai prioritas pilihan yaitu cumi, sarden,ikan kakap merah, ikan teri, dan ikan haring. Dari lima ikan yang dipilih, hasil tertinggi maksimum lestari (MSY) masing-masing adalah ikan teri (7,915.76 ton/tahun) diikuti oleh kakap merah (2,00.01 ton/tahun), sarden (1,282.21 ton/tahun), herring (867,49 ton/tahun), dancumi-cumi (638,40 ton/tahun). Status eksploitasi komoditas terpilih tersebut diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu lebih MSY (cumi), lebih dari total tangkapan yang diperbolehkan (TAC), tetapi lebih rendah dari MSY (sarden dan herring) dan lebih rendah dari TAC (ikan teridan ikan kakap merah).  Berdasarkan status eksploitasi mereka, cumi, sarden, dan ikan haring adalah tiga dari lima prioritas ikan yang dipilih di Selat Alas yang benar-benar segera membutuhkan manajemen yang serius dan tepat. Kata kunci: kelautan, MSY, perikanan tangkap, Selat Alas, TAC
PRODUKSI HASIL TANGKAPAN SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN: KASUS PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI Ernani Lubis; Thomas Nugroho; Septanty Diah Bayu Witry
Buletin PSP Vol. 21 No. 1 (2013): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagian besar hasil tangkapan di  Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar dijadikan bahan baku olahan baik di Muncar maupun di luar Muncar. Perkembangan sektor industri olahan tersebut menghendaki adanya ketersediaan bahan baku secara kontinyu dan kualitasnya terjamin. Penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang produksi hasil tangkapan yang didaratkan dan besaran proyeksi tahun 2011-2020 serta pendistribusiannya sebagai kebutuhan bahan baku utama industri pengolahan ikan.  Penelitian menggunakan metode kasus terhadap aspek produksi hasil tangkapan di PPP Muncar sebagai bahan baku industri.  Volume dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar cenderung meningkat masing-masing sebesar 43,86% dan 33,62% pada periode 1999-2008, namun indeks relatif nilai produksinya < 1 atau kualitas pemasarannya kurang baik. Jenis ikan yang paling banyak dibutuhkan oleh industri pengolahan ikan di Muncar adalah lemuru, layang, dan tongkol. Bahan baku industri pengolahan di wilayah Muncar 89% berasal dari PPP Muncar. Pendistribusian hasil tangkapan langsung ditujukan ke industri pengolahan ikan dan ke konsumen wilayah Muncar serta ke daerah lain di Pulau Jawa dan Bali. Hasil proyeksi volume produksi ikan lemuru dan layang menunjukkan peningkatan pada periode 2011-2020, sedangkan ikan tongkol menunjukkan penurunan sehingga perlu didatangkan dari luar daerah seperti Bali dan Jawa Timur untuk mencukupi kebutuhan industri.Kata kunci: bahan baku, hasil tangkapan, industri pengolahan, PPP Muncar
PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DAN KEBIJAKAN PUMP DI PPN PALABUHANRATU Retno Muninggar; Ernani Lubis; Anwar Bey Pane
Buletin PSP Vol. 21 No. 1 (2013): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permasalahan pemasaran ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPNP) terjadi pada saluran pemasaran yang melibatkan pemilik modal yang berperan sebagai bakul atau pedagang besar. Nelayan berharap dominasi bakul/tengkulak bisa dikurangi salah satunya melalui kebijakan pemberian modal nelayan agar ketergantungan pada bakul bisa terputus dan tidak ada lagi kecurangan dalam sistem lelang di PPNP. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji permasalahan pemasaran yang ada di PPNP dan menganalisis efektifitas dari kebijakan Pemberdayaan Usaha Mina Perdesaan (PUMP). Hasil penelitian menunjukkan margin pemasaran yang dinikmati bakul sangat besar yaitu Rp  9000/kg untuk Tuna dan Rp 7000/kg untuk Cakalang. Fisherman share pemasaran ikan Tuna adalah 51,5% sedangkan Ikan Cakalang hanya 40%. Pelaksanaan kebijakan PUMP di PPNP menunjukkan bahwa masih banyak tengkulak yang mengkoordinir nelayan untuk menjadi kelompok usaha agar mendapat bantuan dimana tengkulak menjadi ketuanya. Hasil analisis kebijakan menunjukkan bahwa Program PUMP akan bisa berjalan dengan baik jika memperhatikan beberapa faktor: pertama, dilakukan melalui pendekatan kultural untuk menciptakan community relationship dan kesejahteraan nelayan, kedua: Bantuan Langsung Masyarakat harus rutin diaudit agar tidak ada penyalahgunaan dana dan modal benar-benar bisa sampai ke nelayan. ketiga : evaluasi dan keberlanjutan program harus dilakukan meski ada perubahan kepemimpinan, keempat : harus diikuti oleh mekanisme pengawasan dan penegakan hukum.Kata kunci: Pemasaran Ikan, Palabuhanratu, Kebijakan, Pemberdayaan Usaha Mina Perdesaan
MODEL PEMILIHAN PELABUHAN PERIKANAN SEBAGAI TEMPAT PENDARATAN IKAN DI WILAYAH PESISIR SUKABUMI Ernani Lubis; Retno Muninggar; Haidir Ilyas
Buletin PSP Vol. 21 No. 2 (2013): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.165 KB)

Abstract

Wilayah Pesisir Sukabumi memiliki tujuh pelabuhan perikanan (PP), enam diantaranya adalah pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan satu pelabuhan perikanan nusantara (PPN). Nelayan wilayah tersebut memiliki banyak alternatif untuk mendaratkan hasil tangkapannya ke salah satu PP. Penelitian bertujuan untuk mengetahui peubah-peubah dalam menentukan pilihan tempat pendaratan ikan, mengetahui kelaikan formulasi model yang dibuat di setiap PP serta menentukan perbandingan nilai proporsi pemilihan tempat pendaratan ikan di PP wilayah Pesisir Sukabumi dengan metode survei dan analisis model kualitatif logistik. Peubah-peubah yang digunakan dalam model ini adalah jarak pemukiman (JP), tingkat kesejahteraan nelayan (TKN), dan kenyamanan aktivitas pelabuhan (KAP). Ketiga peubah ini dianalisis menggunakan perangkat lunak MINITAB ver. 14. Hasil menunjukkan bahwa peubah jarak pemukiman (JP) berpengaruh terhadap pemilihan tempat pendaratan ikan di PPN Palabuhanratu, PPI Cisolok, dan PPI Cibangban. Peubah ukuran kapal tidak berpengaruh  terhadap model logistik pendaratan ikan di seluruh PP yang ada. Peubah KAP berpengaruh di PPN Palabuhanratu, PPI Ujunggenteng, dan PPI Ciwaru. Model yang terbentuk sudah memenuhi kelaikan model dengan nilai P-value kurang dari 0,05 (P<0,05) pada setiap PP. Proporsi pilihan terbesar sebagai tempat pendaratan ikan adalah di PPN Palabuhanratu (34%), diikuti PPI Cisolok (22%), PPI Ujunggenteng (14%), PPI Ciwaru (11%), PPI Cibangban (9%), PPI Loji (7%) dan PPI Minajaya (3%).
KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA TUAL Yuliana Anastasia Ngamel; Ernani Lubis; Anwar Bey Pane; Iin Solikhin
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol 4 No 2 (2013): NOVEMBER 2013
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (567.648 KB) | DOI: 10.24319/jtpk.4.155-172

Abstract

Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual (PPN Tual) terletak dekat dengan Laut Banda (WPP-NRI 714) dan Laut Arafura (WPP-NRI 718) yang juga merupakan daerah penangkapannya. Dengan potensi daerah penangkapannya, seharusnya kinerja operasional di PPN Tual dapat berjalan dengan baik dan berkembang. Kenyataannya PPN Tual belum beroperasi secara optimal berdasarkan standar pelabuhan perikanan tipe B. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan Nilai Kinerja operasional PPN Tual. Penelitian dilaksanakan menggunakan metode studi kasus terhadap kinerja operasional PPN Tual yang dianalisis dengan menggunakan scoring method. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai Kinerja operasional PPN Tual adalah 21,61% dan dikatakan buruk.
KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN Ummi Maksum Marwati; Budy Wiryawan; Ernani Lubis
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol 4 No 2 (2013): NOVEMBER 2013
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (352.381 KB) | DOI: 10.24319/jtpk.4.197-209

Abstract

Industri perikanan tangkap merupakan salah satu industri yang berpotensi untuk dikembangkan. Potensi perikanan tangkap Indonesia tergolong besar dan dapat dijadikan peluang dalam membangun industri pengolahan ikan. Kota Palopo memiliki kebijakan struktur ruang yang mewujudkan pusat kegiatan yang memperkuat kegiatan agroindustri, perdagangan dan jasa serta pariwisata dan kegiatan kota lainnya secara optimal. Subsektor perikanan merupakan subsektor unggulan di Kota Palopo. Kajian tentang pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo dilakukan, bertujuan untuk menentukan strategi yang sesuai untuk kondisi Kota Palopo. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan SWOT. Hasil analisis menggunakan SWOT menyimpulkan bahwa strategi yang dapat diterapkan dalam rangka mendorong pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo diantaranya: (1) penguatan dan pengembangan kelompok pengolah ikan terpadu masyarakat pesisir; (2) memanfaatkan dan memelihara fasilitas penanganan hasil tangkapan yang tersedia yaitu chilling room, pabrik es, dan gedung pengolahan ikan; (3) mengembangkan jangkauan pasar terutama produk olahan hasil perikanan; (4) mempermudah akses administrasi pendirian industri pengolahan ikan di daerah; dan (5) meningkatkan daya saing volume produksi hasil tangkapan ikan nelayan lokal Kota Palopo di PPI Pontap.
PERANAN FASILITAS PPI TERHADAP KELANCARAN AKTIVITAS PENDARATAN IKAN DI CITUIS TANGERANG Ernani Lubis; Nurul Mardiana
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol 2 No 1 (2011): MEI 2011
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.094 KB) | DOI: 10.24319/jtpk.2.1-10

Abstract

Fasilitas berperan menunjang kelancaran aktivitas pelabuhan perikanan. Ketidakcukupan kapasitas atau ketidaktersediaan salah satu fasilitas yang diperlukan akan dapat menghambat kelancaran aktivitas pelabuhan tersebut. Permasalahan ini sering ditemukan pada banyak pelabuhan perikanan. PPI Cituis merupakan salah satu dari 7 PPI di Kabupaten Tangerang yang dapat memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah tertinggi. Tujuan penelitian ini mengetahui kondisi dan kapasitas fasilitas tersedia terkait dengan kelancaran aktivitas di PPI Cituis. Metode penelitian adalah kasus terhadap aktivitas dan fasilitas PPI Cituis. Analisis dilakukan secara deskriptif setelah dilakukan identifikasi terhadap fasilitas dan aktivitas yang ada dan penghitungan kembali kapasitas tempat pelelangan ikan, dermaga dan kolam pelabuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan tiga belas jenis aktivitas kepelabuhanan perikanan yang tercantum dalam UU RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, maka PPI Cituis telah melaksanakannya 9. Permasalahan kurangnya kapasitas dermaga (154,18 m) dan kedalaman kolam pelabuhan (70 cm) mengakibatkan terhambatnya aktivitas di PPI Cituis khususnya pendaratan kapal dan pembongkaran hasil tangkapan.