Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PEMETAAN SOSIAL UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT Wahyu Gunawan; Budi Sutrisno
Sawala : Jurnal pengabdian Masyarakat Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat Vol 2, No 2 (2021): Sawala : Jurnal pengabdian Masyarakat Pembangunan Sosial, Desa dan Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sawala.v2i2.32761

Abstract

Pemetaan sosial merupakan hal penting sebelum melakukan pemberdayaan masyarakat. Melalui kegiatan PPM ini dapat diidentifikasi berbagai potensi dan permasalahan yang ada di masyarakat. Tujuan dari kegiatan PPM adalah memetakan potensi dan permasalahan yang ada di lima wilayah yaitu Medan, Bogor, Bekasi, Sumedang dan Cimahi. PPM ini menggunakan teknik pemetaan sosial dengan 16 variabel terpilih yang bersumber dari teori / konsep dalam Sosiologi. Hasil PPM menunjukkan bahwa kondisi masyarakat di kelima wilayah tersebut berbeda-beda sesuai dengan karakteristik wilayahnya, baik perkotaan, pinggiran kota, maupun perdesaan. Kesimpulan dari PPM ini adalah pemetaan sosial dengan variabel yang bersumber dari teori / konsep sosiologis lebih akurat dalam mendeskripsikan ciri dan potensi serta permasalahan yang ada di masyarakat yang kemudian berguna untuk menyusun perencanaan pembangunan masyarakat.
MODEL PENGEMBANGAN DESA WISATA (STUDI KOMPARATIF DESA JAYAGIRI, KECAMATAN LEMBANG DAN DESA SARONGGE, KECAMATAN PACET) Budi Sutrisno
Sosioglobal Vol 1, No 1 (2016): SOSIOGLOBAL Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi
Publisher : Department of Sociology, Faculty of Social and Political Science, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3599.202 KB) | DOI: 10.24198/jsg.v1i1.11186

Abstract

Tourism development is an effort directed, planned and sustainable, and is influenced by various factors. Therefore, the development of tourism not only need a strategy but also a model that can be applied in accordance with the characteristics of the region. Based on the analysis of the various existing models, most of give attention to regional development and economic aspects (production, distribution and marketing) while giving attention to the macro-structural and cultural environment that affect tourism (social, economic, political, cultural). This model in addition to emphasize the authenticity of which is tourism that takes into account the locality and characteristic regions also emphasize the involvement/participation in tourism development. However, this model also has the disadvantage that does not have a clear stages and steps should be taken to develop an area/region which has the potential for tourism. This model also does not explain how the process of community involvement in self-help in developing tourism as well as components of social capital that can be used. Based on that later drafted a model of the development which is a refinement of the model developed by Nasikun. Models with a pyramid-shaped stages are sequential, starting from organizing society is the core in community empowerment and ending with marketing. The model is built in this paper based on the results of a comparative study that is in Kampung Sarongge which has become a tourist village and village Jayagiri which has the potential to be developed into a tourist village.Keywords: tourism development, tourism pyramid model, tourism village, community
Tenun Sasak in Indonesian Legal Discourse: From Cultural Heritage to Local Economic Booster Dwi Martini; Budi Sutrisno; Kurniawan Kurniawan
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 6, No 3 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Tenun Sasak, an Indonesian traditional woven fabric, requires proper legal protection to prevent and to solve various violations of laws. Currently, there is no single sui-generis law on the subject matter as it sporadically regulated in several laws. This article examines issues related to the perspective of Sasak community toward Tenun Sasak, existing regulation on economic and cultural aspects of Tenun Sasak in Indonesian legal discourse, and the expected legal protection form to preserve its economic and cultural values. To address these issues, the study applied socio-legal research methodology by combining primary legal material, literatures, and secondary legal material to gain clearer de jure and de facto perspective. For Sasak community, the traditional woven fabric is not only body cover. It contains more depth values such as inter-generation cultural inheritance, reflection of socio-cultural values, and source of livelihood. In Indonesian legal discourse, Tenun Sasak is regulated in certain laws and regulations ranging from Intellectual property (IP) and others. The expected forms of laws to protect the economic and cultural values consist of establishment of database, sui generis law, and local law on the subject matter. It can be concluded that to protect and preserve the economic and cultural dimension of the subject matter, a holistic legal arrangement is required both inside and outside the IP system. Tenun Sasak dalam Diskursus Hukum Indonesia: dari Warisan Budaya Hingga Pendorong Ekonomi Lokal AbstrakKain tenun tradisional merupakan aset nasional Indonesia yang tidak saja bernilai budaya tapi juga bernilai ekonomi tinggi. Eksistensi kain tenun, khususnya kain tenun Sasak, membutuhkan perlindungan hukum yang memadai untuk mencegah dan menindak berbagai bentuk pelanggaran terhadap pemanfaatan kain tenun Sasak yang merugikan kepentingan Negara. Pada saat ini perlindungan tersebut telah diatur dalam beberapa undang-undang secara parsial, karenanya masalah seputar pandangan masyarakat Sasak terhadap kain tenun Sasak, pengaturan aspek ekonomi dan budaya kain tenun Sasak dalam diskursus hukum Indonesia dan bentuk perlindungan yang memadai untuk melindungi aspek ekonomi dan budaya pada kain tenun Sasak dielaborasi dalam artikel ini. Untuk menjawab masalah diatas, digunakan metode penelitian hukum normatif-empiris yang memadukan bahan hukum primer berupa kepustakaan dengan bahan hukum sekunder berupa wawancara dengan para narasumber yang berkaitan dengan objek penelitian. Bagi masyarakat adat Sasak, kain tenun tidak saja sebatas kain penutup melainkan mempunyai beberapa nilai yang jauh lebih mendalam yaitu: sebagai warisan yang diturunkan antar generasi, refleksi nilai sosial dan budaya serta sumber mata pencaharian dalam diskursus hukum Indonesia kain tenun diatur dalam beberapa undang-undang yaitu Undang-Undang di bidang Kekayaan Intelektual dan Undang-Undang di luar bidang Kekayaan Intelektual. Bentuk ketentuan hukum yang diharapkan untuk melindungi aspek ekonomi dan budaya kain Tenun Sasak berupa: pembentukan database, Undang-Undang Sui Generis dan Pembentukan Peraturan Daerah tentang Kain tenun. Pembentukan peraturan di atas beserta sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat adat, pegiat IKM maupun pemerhati kain tenun diperlukan untuk meningkatkan kesadaran akan eksistensi dan muatan ekonomi maupun budaya yang terkandung di dalam kain Tenun Sasak.Kata kunci: Ekonomi, Hukum, TenunDOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v6n3.a8