Irma Maulida
Dosen Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunnug Jati Cirebon

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

IMPLEMENTASI PEMBUATAN SERTIFIKAT TANAH WAKAF BERDASARKAN PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN TANAH WAKAF Sri Novianti; Irma Maulida
Hukum Responsif Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i1.5023

Abstract

Wakaf sebagai suatu institusi keagamaan, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran agama Islam. Oleh karenanya, wakaf adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara Hablun min Allah dan Hablun min an-nas, hubungan vertikal kepada Allah dan hubungan horizontal kepada sesama manusia.Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diungkapkan yaitu :bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran dan pensertifikatan tanah wakaf Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 2 Tahun 2017 dan hambatan-hambatan yang dihadapi terhadap pelaksanaan pendaftaran dan pensertifikatan tanahwakaf. Jenis penelitian ini tergolong kualitatif dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan lapangan. Adapun sumber data penelitian ini adalah sumber data dari Kantor BPN Kab. Majalengka dan PPAIW Kab.Majalengka. Selanjutnya metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan penelusuran referensi. Lalu teknik pengelolaan data dan analisis data dilakukan melalui penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pertama, Pelaksanaan Pendaftaran Dan Pensertifikatan Tanah Wakaf sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 2 Tahun 2017. Proses Perwakafan tanah yang ada di Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka diberlakukan ketentuan tanah yang hendak diwakafkan harus terlebih dahulu bersertifikat hak milik, dengan kata lain tanah yang belum bersertifikat hak milik belum bisa diwakafkan. Masih adanya tanah-tanah wakaf yang belum memiliki kelengkapan surat-surat bukti kepemilikan, Jarak antar wilayah tanah yang diukur, kurangnya sumber daya manusia dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai prosedur dan kelengkapan berkas dalam pengurusan sertifikat tanah.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK TANAH YANG TERTUTUP DALAM MEMPEROLEH AKSES JALAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK AGRARIA Dessy Normawati; Irma Maulida
Hukum Responsif Vol 10, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v10i2.5060

Abstract

Hak milik atas tanah merupakan hak istimewa terkuat dan terpenuh yang ada dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA. Inilah keistimewaan yang ada pada hak milik atas tanah di bandingkan hak atas tanah lainnya, akan tetapi keistimewaannya tetap melekat sebuah ikatan hukum yang bersifat umum dengan segala kepentingannya yang seimbang yaitu fungsi sosial atas tanah. Selaras dengan ketentuan pasal 6 UUPA bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial, hal tersebut bermakna bahwa hak atas tanah jika dihadapkan dengan kepentingan umum maka kepentingan tersebut harus diutamakan diatas kepentingan pribadinya. Identifikasi masalah dari penelitian ini yaitu Bagaimana perlindungan hukum bagi pemilik tanah yang tertutup dalam memperoleh akses jalan ditinjau dari Undang-Undang Pokok Agraria dan Bagaimana akibat hukum terhadap orang / badan hukum yang tidak memberikan akses jalan. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif, yaitu membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum, perundang-undangan yaitu penelitian yang mengutamakan bahan hukum yang berupa perundang-undangan sebagai acuan dasar dalam melakukan penelitian. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi pemilik tanah yang tertutup dalam memperoleh akses jalan telah diakomodir dan diatur pada Pasal 667 dan Pasal 668 KUHPerdata. Orang / badan hukum seharusnya memberikan akses jalan bagi tanah yang tertutup dalam meperoleh akses jalan keluar sesuai dengan ketentuan dari Pasal 668 KUHPerdata. Jika orang / badan hukum tersebut tetap tidak menghiraukan ketentuan Pasal 667 dan 668 KUHPerdata dan juga mengabaikan asas fungsi sosial Pasal 6 UUPA, maka orang / badan hukum dapat dituntut dengan tuduhan melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karenanya, pemerintah harus mengadakan sosialisasi kepada masyarakat mengenai ketentuan Pasal 6 UUPA tentang fungsi sosial dan masyarakat diharapkan untuk dapat memahami aturan dalam UUPA tersebut sehingga dalam prakteknya masyarakat dapat menerapkan apa yang tertuang dalam Pasal 6 UUPA tentang fungsi sosial.
KEKUATAN AKTA JUAL BELI (AJB) ATAS TANAH DALAM PROSES MENJADI SERTIPIKAT HAK MILIK (SHM) Yeni Puspita Dewi; Tina Marlina; Irma Maulida
Hukum Responsif Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i2.5014

Abstract

Tanah.merupakan.salah.satu.sumber.penghidupan bagi masyarakat dan menjadi kebutuhan manusia yang mendasar, tanah dan manusia tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup dan berkembang serta melakukan aktivitas di atas tanah. Pasal 9 Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menjelaskan bahwa adanya kepastian hukum yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Pemerintah harus menyelenggarakan pendaftaran atas tanah guna membuktikan tanda kepemilikan, hal ini dimaksudkan supaya terciptanya ketertiban atas pemanfaatan tanah. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka identifikasi masalah ini adalah Bagaimana kekuatan akta jual beli (AJB) dalam pensertipikatan tanah dan Bagaimana proses akta jual beli (AJB) menjadi sertipikat hak milik (SHM). Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang memiliki maksud dan tujuan untuk menemukan fakta, yang kemudian munuju pada identifikasi dan pada akhirnya menuju penyelesaian masalah. Hasil penelitian dan merupakan sebagai tujuan akhir dari pembuatan akta tanah yaitu untuk mendapatkan sertipikat sebagai. Penjaminan hak atas tanah tersebut yaitu dikarenakan adanya sertipikat atas tanah karena yang telah dilengkapi dengan surat ukur mengenai batas-batas tanah secara pasti sehingga dapat menjamin kepastian objeknya.
Strategi Dinas Tenaga Kerja dalam Perlindungan Pekerja Perempuan (Studi di Kota Cirebon) irma maulida
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 10, No 2 (2020): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v10i2.2490

Abstract

Work relationship is a relationship between workers and employers that occur after an employment agreement. Although it has created a working relationship between the two parties, in its implementation it is not in accordance with matters that have been agreed or regulated in the legislation in the form of a work agreement. This is interesting to be seen and examined, because if we talk about female workers, actually female workers have privileges or privileges that are not owned by male workers. Although in reality, these rights are not granted or cannot be exercised.The problem in this research is, what are the forms of rights possessed by women workers, and what are the strategies carried out by the Cirebon City Manpower Office in providing protection to female workers.The research method in this writing is descriptive research, with data collection techniques through direct interviews in the Cirebon City Labor Office and Documentation Studies.The results of the study showed that women workers rarely report. This happens because if there is a problem, it can be resolved at the company level. The strategy undertaken by the Manpower Office to provide protection to female workers is to conduct socialization both in class rooms and door to door.Keywords : Work relations; Women Worker; Manpower Office. 
Sosialisasi Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tina Marlina; Montisa Mariana; Irma Maulida
Abdimas Awang Long Vol 5 No 2 (2022): Juni, Abdimas Awang Long
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/awal.v5i1.442

Abstract

Dalam rangka membangun sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas perlu adanya upaya bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga dalam menanggulangi permasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Sehubungan dengan hal tersebut dalam rangka usaha mencegah dan menanggulangi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga yaitu, Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat dengan tema Penyuluhan Hukum dan Sosialisasi UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah untuk mendukung program Perguruan Tinggi sebagai pusat studi Advokasi salah satunya terkait tentang kekerasan dalam Rumah Tangga. Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat pada para pengurus/Ibu-ibu PKK Desa Sampiran Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon adalah dengan menggunakan metode penyuluhan hukum, pendampingan dan pemberian konsultasi terhadap pemecahan masalah yang terkait dengan penyadaran hukum terhadap penghapusan KDRT yakni mengenai pencegahan dan perlindungan korban KDRT dan penegakan hukum terhadap pelaku KDRT.
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (Analisis mengenai Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Perempuan di Kabupaten Brebes) Irma Maulida
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 1 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i1.4897

Abstract

Kajian ini mengangkat hal-hal yang berkaitan dengan pekerja perempuan seperti perjanjian kerja, upah pekerja, hak khusus pekerja perempuan, jaminan sosial pekerja, dan serikat pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Perlindungan Tenaga Kerja Wanita di Brebes dan menganalisis faktor-faktor yang menghambat perlindungan tenaga kerja wanita di Brebes. Penelitian dilakukan di beberapa perusahaan di Brebes, penentuan sampel untuk masing-masing perusahaan menggunakan teknik purposive sampling, sedangkan pengambilan sampel dilakukan pada pekerja snowball sampling. Hasil analisis ketiga perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini menemukan lima variabel yang menjadi objek penerapan perlindungan pekerja perempuan, yaitu perjanjian kerja, upah pekerja, hak khusus pekerja perempuan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan serikat pekerja. Berdasarkan analisis ditemukan beberapa faktor penghambat yang muncul dari pihak ketiga seperti pemerintah daerah yang belum mengadopsi kebijakan khusus tentang pekerja perempuan, pengusaha masih mementingkan perlindungan kepentingan pribadi sehingga perusahaan dapat sekaligus menggunakan peraturan, yaitu perempuan pekerja. masih takut minta haknya, dalam pelaksanaan perlindungan hak keselamatan dan kesehatan kerja baru sedikit perusahaan yang mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan sosial karyawan, pembentukan serikat pekerja, tidak semua perusahaan membentuk serikat, tetapi ada perusahaan yang sudah membentuk serikat pekerja meskipun pekerja tidak aktif lagi. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa implementasi perlindungan tenaga kerja perempuan di Brebes belum maksimal dapat berjalan dengan baik pada semua variabel penelitian.
IMPLEMENTATION OF UNLIMITED DENTAL SUPERVISION Teti Sutriani; Montisa Mariana; Irma Maulida
Journal Indonesia Law and Policy Review Vol 3 No 2 (2022): Journal Indonesia Law and Policy Review (JILPR), February 2022
Publisher : International Peneliti Ekonomi, Sosial dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.23 KB) | DOI: 10.56371/jirpl.v3i2.95

Abstract

Since the beginning of January 2013, the number of registered dental professionals is ± 75,000. There are still many dental artisan practices indicating that our society is interested in dental services. The legal basis for dental work has been regulated by the government, in this case the Ministry of Health issued Permenkes No. 53/DPK/1/K/1969 and Permenkes No. 339/MENKES/PER /V/1989 on dental work. The regulation regulates the authority, prohibition and licensing of dental artisans.In Indonesia, dental technicians who carry out dental work are required to register with the district/city government or the local district/city health office to obtain a dental technician's license. The dental technician's license is valid for two years and can be extended as long as it meets the requirements.Research with approach methodnormative juridical, namely the method of collecting data by conducting a literature review associated with problems as mentioned above. Based on the results of the research, dentists who carry out dental work without having a dental technician's license and work outside their authority can be subject to sanctions based on the Medical Practice Act article 73 paragraph (2). the person concerned is subject to sanctions. If the patient feels aggrieved by the services provided by the dental artisan, the patient can claim compensation. The Cirebon City Health Office has not carried out periodic supervision of dental artisans in the city of Cirebon. This is because there are obstacles in the workforce (HR) to carry out such supervision.
Tinjauan Yuridis Status Hukum Kepemilikan Bangunan Diatas Tanah Pemakaman (Studi di Pemakaman Kemlaten Cirebon) irma maulida; ari nurhaqi
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 13, No 1 (2023): Mei
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v13i1.6472

Abstract

Tanah atau lahan disini dapat dialih fungsikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ada, misalnya di daerah perkotaan dimana Pertumbuhan aktivitas kota mengakibatkanintensitas penggunaan lahan di pusat kota menjadi sangat tinggi. Seiring dengan perkembangan aktifitas penduduk tersebut menyebabkan lahan yang tersedia lebihdifokuskan kepada penyediaan lahan untuk pemukiman penduduk sampai dengan kegiatan yang berkaitan dengan perekonomian.Keterbatasan lahan sangat dirasakan oleh warga Kota Cirebon yangkeseluruhan luas wilayahnya sekitar 37,36 km 2 (14.42 sq mi) ini pun mendapatkan peringkat ke 83 dari 99 Kota di Indonesia dan total jumlah kependudukan di KotaCirebon sekitar 316.277 jiwa, dan kepadatan kependudukannya mencapai8,465.66/km 2 (21,926.0/sq mi). Hal demikian menjadi permasalahan keterbatasanlahan di Kota Cirebon, baik untuk pemukiman serta tujuan kesejahteraan masyarakat untuk menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesiamaupun lokasi pemakaman yang memang selayaknya untuk makam dan tidak bercampur bahkan tumpang tindih dengan tempat tinggal.Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai permasalahan dalam penelitian ini. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu merupakan suatu pendekatan yang dilakukan terlebih dahulu memusatkan pemikiranTujuan dari penelitian ini diharapkan masyarakat di Kota Cirebon khususnya di wilayah kemlaten Cirebon agar dapat memperhatikan   aturan letak pemukiman yang layak untuk di huni terpisah dengan pemakaman serta di harapkan   dinas-dinas terkait   dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan hal tersebut.
Therapeutic Transactions for Medical Services through Online Clinics on A Legal Perspective Sri Primawati Indraswari; Endang Sutrisno; Irma Maulida; Karmenita Karmenita
Devotion : Journal of Research and Community Service Vol. 4 No. 9 (2023): Devotion: Journal of Research and Community Service
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/devotion.v4i9.560

Abstract

The development of digitalization of almost all aspects of modern life, including healthcare, has been influenced by the use of technology. Health is very important for everyone, no matter age, socioeconomic status, or other factors. The current digital age in the provision of medical services through virtual clinics has grown rapidly. However, the existence of online clinics creates unclear legal regulations for therapeutic transactions, which can have potentially adverse legal repercussions for patients. Patients can file lawsuits against online clinics and healthcare professionals involved if there is an error in diagnosis or treatment. Therapeutic transactions consist of medication, diagnosis and medical treatment. But in online clinics, there is debate about the legality and ethics of these therapeutic transactions. Some of the problems that arise in therapeutic transactions through online clinics include the inability to perform physical examinations, medical data security issues, and the inability to track patient histories. The method used to assess is doctrinal (normative juridical), considering the concept of law as written law, which is made by local government regulations. The results showed that Health Law Number 36 of 2009 concerning Health and Article 1320 of the Civil Code, which regulates the legal terms of an agreement, can be used to assess the validity of therapeutic transactions carried out in online clinics. The research findings also show that fulfillment of the requirements of Health Law Number 36 of 2009 must include the responsibility of patients who receive medical care through online clinics. To optimize their services on online clinic platforms such as the Cirebon City Health Office, health service providers and health practitioners such as doctors, medical personnel, and other health workers use this platform. These organizers must consider Health Law Number 36 of 2009, which covers medical practice standards, telemedicine patient privacy, and a doctor's license or License to Practice. In addition, special policies must be made by the central government and the Cirebon City Health Office to provide clear legal protection for patients who receive medical services through online clinics when conducting medical transactions.