Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

REKONTRUKSI HUKUM HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PILKADA (STUDI KASUS SENGKETA PILWALKOT CIREBON) Ibnu Artadi; Sanusi Sanusi
Hukum Responsif Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i2.4516

Abstract

Permohonan gugatan mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah dimungkinkan oleh pihak yang merasa tidak puas, terutama bagi mereka yang mempunyai selisih hasil perolehannya dapat mempengaruhi penetapan calon terpilih. Proses pengadilan di Mahkamah Konstitusi berjalan sampai dengan adanya putusan penetapan Walikota dan Wakil Walikota terpilih. Namun sebelum adanya putusan tersebut hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dapat mengeluarkan putusan sela seperti memerintahkan untuk pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Atas putusan sela tersebut apakah yang menjadi konstruksi hukum hakim dan bagaimanakah idealnya putusan hakim MK memutus.perkara sengketa perselisihan pilkada. Penelitian dengan pendekatan yuridis normatif atau doktrinal, dengan paradigma kontruktivisme. Bahan.hukum yang diteliti perundang-undangan khususnya UU Pilkada, UU tentang MK, serta peraturan lainnya yang berhubungan.dengan.objek.penelitian. Berdasarkan penelitian putusan Mahkamah Konstitusi hanya mengutamakan keadilan prosedural, keadilan substansial terabaikan. Walaupun PSU sebagai putusan yang dikategorikan sebagai keadilan yang substantif, namun putusan tersebut hanya mencari aman bagi MK dan tidak memperhitungkan efek dari adanya PSU. Proses penyelesaian sengketa perselisihan hasil pemilihan dalam hal konstruksi hukum hakim memutus suatu perkara di Mahkamah Konstitusi, seharusnya memperhitungkan keadilan yang substansial misalnya pembukaan kotak suara bukan keingginan dari petugas PPS dan hasil tidak mengalami perubahan atau kecurangan.
FUNGSI HUKUM DALAM PERUMUSAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA MELALUI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA Endang Sutrisno; Ibnu Artadi; Khafdilah Khafdilah; Hesti Widianti
Yustitia Vol. 6 No. 1 (2020): Yustitia
Publisher : Universitas Wiralodra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/yustitia.v6i1.96

Abstract

Village Consultative Agency (BPD - Badan Permusyawarat Desa) in implementing its function as a bridge connecting the village head with the village community must also carry out its main function as the representative. The problem arises is how does the legal order set issue of the Village Consultative Agency (BPD) on the perspective of the formulation of Village Revenues and Expenditures Budget (APBDes - Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) based on the legal basis of Government Regulation No. 72 of 2005 concerning the village. The next problem arises is what are the obstacles faced by the Village Consultative Agency (BPD) in carrying out its duties to prepare the Village Revenues and Expenditures Budget (APBDes). The process of formulating the Village Regulation has been carried out through the correct stages and in accordance with Law Number 6 of 2014 Jo Government Regulation Number 43 of 2014 concerning Jo Village Domestic Ministerial Regulation Number 111 of 2016 concerning Technical Guidelines for Regulations in the Village, namely through initiation, socio-political and juridical stages.
IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENYELESAIAN KECELAKAAN LALU-LINTAS DI TINGKAT PENYIDIKAN (Studi Di Wilayah POLRES Cirebon Kota) Adamsyah Nadeak; Ibnu Artadi; Waluyadi Waluyadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 1 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i1.2006

Abstract

Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan yang sangat luas untuk menjalankan tugas-tugasnya sesuai yang diatur dalam Undang-undang Kepolisian dan Kode Etik Kepolisian. Dalam menjalankan tugas tersebut Kepolisian memiliki kewenangan untuk memutuskan sesuatu tindakan tidak hanya berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan, Undang-undang atau hukum yang berlaku tetapi atas dasar kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan menurut penilaiannya sendiri. Kewenangan tersebut dikenal dengan diskresi Kepolisian.Adapun permasalahan dalam penulisan ini adalah apa yang menjadi dasar pertimbangan Polisi dalam menyelesaikan kasus kecelakaan lalu-lintas dengan menggunakan Diskresi? dan bagaimana pelaksanaan Diskresi yang seharusnya dilakukan oleh polisi dalam menyelesaikan kasus kecelakaan lalu-lintas?Pendekatan dalam penelitian adalah pendekatan yuridis. Tindakan Diskresi penyidik kepolisian di dalam penanganan kasus kecelakaan Lalu-Lintas belum cukup didukung oleh peraturan Perundang-Undangan yang ada, dimana landasan peraturan yang dijadikan landasan diskresi penyidik belum cukup komprehensif, karena dalam dasar hukum tersebut berlaku secara umum tanpa adanya pengaturan secara khusus serta detail dalam substansi peraturan perundangan-undangan tentang pelaksanaan diskresi kepolisian, dan selama ini kepolisian hanya mengacu kepada Peraturan Kapolri.
PEMBERDAYAAN HUKUM UNTUK PERLINDUNGAN TENAGA KESEHATAN PADA MASA PANDEMI COVID-19 Ursula Penny P; Ibnu Artadi; Endang Sutrisno; MC Inge Hartini
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i2.5802

Abstract

Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta mendapatkan kedudukan yang sama di mata hukum, kemudian di Pasal 57 UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan berhak mendapatkan perlindungan hukum sepanjang menjalankan tugas sesuai dengan standar profesinya dan standar operasionalnya. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana aturan hukum terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mampu mengakomodasi kepentingan perawat satgas dalam memberikan perlindungan hukum dan mendukung kesejahteraan perawat satgas di masa pandemi Covid-19. Metode penelitian menggunakan paradigma critical legal study, dengan perpektif sosiolegal. Data diperoleh dari wawancara dan observasi di rumah sakit lalu diolah secara kualitatf. Berdasarkan hasil penelitian, aturan hukum terkait K3 belum optimal dalam memberikan perlindungan hukum dan kesejahteraan untuk perawat satgas di masa pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan pengetahuan hukum terkait K3 di kalangan perawat satgas yang masih minimalis. Padahal, hukum yang ada terkait K3 sejalan dengan nilai yang dicita-citakan oleh perawat satgas. Pemerintah dan manajemen rumah sakit tidak secara efektif memberikan sosialisasi hukum terkait K3 sehingga budaya hukum K3 tidak terbentuk.
IMPLEMENTASI PENEGAKKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA BERLAKUNYA UU NO 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Sutrisno Sutrisno; Ibnu Artadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 2 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i2.2600

Abstract

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui dan medeskripsikan implikasi penegakan hukum tindak pidana korupsi pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Untuk dapat mengetahui dan medeskripsikan idealnya pengaturan ke depan agar masalah penyalahgunaan kewenangan karena jabatan tidak menjadi sengketa kewenangan mengadili antara Peradilan Tipikor dan Peradilan TUN. Metode penelitian dalam penulisan ini menggunakan metode pendekatan Normatif dimana meliputi pengaturan ke depan masalah penyalahgunaan kewenangan karena jabatan tidak menjadi sengketa kewenangan mengadili antara Peradilan Tipikor dan Peradilan TUN, jenis data Dilakukan dengan cara wawancara di Kejaksaan Negeri Indramayu dan Pengadilan Negeri Indramayu untuk data sekunder dan data primer adalah hasil wawancara dengan Kajari Indramayu dan dengan Erwin Eka saputra Hakim Pengadilan Negeri Indramayu. Tehnik pengumpulan data untuk data sekunder dilakukan dengan studi dokumen untuk data primer didapat dengan cara melakukan wawancara dengan sumber yang ada. Analisis data adalah data yang telah terkumpul akan disusun secara Normatif Kualitatif. Implikasi hukum Kebijakan legislasi yang memberikan kewenangan untuk memeriksa dan memutus penyalahgunaan kewenangan karena jabatan kepada Peradilan Tipikor dan Peradilan TUN, adalah: Potensi timbulnya sengketa kewenangan mengadili (kompetensi absolut) selain itu menimbulkan ketidakpastian hukum pada mekanisme penanganan Tipikor, karena adanya perbedaan perspektif dalam melihat keberlakuan UU Administrasi Pemerintahan terhadap kewenangan memeriksa dan memutus unsur “menyalahgunakan kewenangan” dalam Tipikor. Akibatnya proses peradilan Tipikor tidak lagi memenuhi asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya murah, sehingga menghambat upaya pemberantasan Tipikor.
KAJIAN HUKUM TERHADAP KETERLAMBATAN PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA Ibnu Artadi; Sudarminto Sudarminto; Wulansari Partinah
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 2 (2018): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v2i2.1562

Abstract

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 mengatur kewajiban pendaftaran jaminan fidusia. Khusus untuk Perusahaan Pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini paradigma positivisme dengan jenis penelitian kualitatif dan pendekatan yuridis normatif.Proses penegakan hukum apabila terjadi keterlambatan pendaftaran jaminan fidusia, Perusahaan Pembiayaan tidak dapat melaksanakan eksekusi jaminan fidusia secara titel eksekutorial, sehingga apabila debitur cidera janji eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri, penjualan di bawah tangan, atau diselesaikan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penegakan hukum apabila terjadi keterlambatan pendaftaran jaminan fidusia antara lain harus ada pengawasan dan sanksi yang tegas dari Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas Perusahaan Pembiayaan, sehingga kewajiban pendaftaran jaminan fidusia dapat berjalan dengan baik.
Pemidanaan Double Track Sistem Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Ervin Pratama Saputra; Raden Handiriono; Ibnu Artadi; Sanusi Sanusi
Hukum Responsif Vol 13, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v13i2.7363

Abstract

Sistem pemidanaan double track system berupa pidana pokok dan pidana tindakan dapat diajtuhkan. Hakim terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang termasuk dalam tindak pidana extra ordinary crime haruslah memiliki efek jera. Begitu pula dalam perkara Dinas PUPR kota Cirebon pada tahun anggaran 2017 terdapat pekerjaan peningkatan jalan Dr. Cipto Mangunkusumo dalam pekerajaan tersebut terdapat temuan kelebihan bayar menyangkut volume maupun kualitas yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam kontrak, yang mengakibatkan indikasi kuat karena adanya kerugian keuangan Negara/daerah sebesar Rp. 2.334.021.032,47. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dengan cara mengkaji dan mendeskripsikan dari bahan-bahan pustaka yang berupa literatur, perundang-undangan dan beberapa berita yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, dalam hal ini adalah berkaitan dengan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam putusan  NO. 55 PIDSUS-TPK/2020/PN.BDG dan No. 10 TIPIKOR/2020/PT.BDG. Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur pidana pokok dan pidana tindakan, dalam hal ini pidana uang pengganti dalam kerugian keuangan Negara yang telah dinikmati terpidana. Tetapi dalam pemidanaan Tindak Pidana Korupsi, ada beberapa putusan hakim yang belum menerapkan double track system. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana harus melihat fakta-fakta dalam persidangan dan harus memperhatikan hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Penyalahgunaan Narkotika dalam Perkara Pidana Nomor: 54/Pid.Sus/2021/Pn Cbn di Pengadilan Negeri Cirebon Anton Afrizona; Ibnu Artadi; Teddy Asmara
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.095 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i11.12063

Abstract

Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia saat ini ditujukan dengan sasaran potensial generasi muda dan sudah menjangkau berbagai penjuru daerah, serta penyalahgunanya pun merata di seluruh strata sosial masyarakat. Pada awalnya narkotika sangat diperlukan dan mempunyai manfaat di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan tetapi penggunaan narkotika menjadi sesuatu yang berbahaya jika terjadi penyalahgunaan. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan narkotika guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan di satu sisi, dan di sisi lain perlu upaya untuk mencegah peredaran gelap narkotika yang selalu menjurus pada terjadinya penyalahgunaan, sehingga diperlukan regulator sebagai alat pengaturan di bidang narkotika.
HAK RESTITUSI BAGI KORBAN HUMAN TRAFFICKING Meli Malikhatul Munawaroh; Ibnu Artadi; Sanusi Sanusi
Hukum Responsif Vol 14, No 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/.v14i2.8759

Abstract

Human trafficking merupakan satu isu yang melanda di dunia secara global yang semakin gencar terjadi akan tetapi sangat sulit untuk dideteksi dapat mengancam kehidupan dalam masyarakat dan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang sering terjadi kepada masyarakat yang lemah secara ekonomi. Pada permasalahan tersebut makan rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah modus operandi pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri terhadap proses terjadinya human trafficking (Putusan No 48/Pid.Sus/2021/PN.Cbn) dan bagaimanakah implementasi pemenuhan hak restitusi terhadap korban human trafficking (Putusan No 48/Pid.Sus/2021/PN.Cbn). Metode yang digunakan dari hasil penelitian ini yaitu penelitian yuridis normatif dilakukan dengan mengkaji dan mendeskripsikan dari peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum seperti buku atau artikel yang membahas mengenai human trafficking. Hasil dari penelitian ini yaitu adanya permasalahan mengenai modus operandi dalam melakukan perekrutan tenaga kerja Indonesia dan adanya ketidak efektifan dalam mengimplementasi hak restitusi bagi korban human trafficking dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.