Atjeh Tram (AT/kereta api Aceh) sarana transportasi modern pertama di Aceh milik Pemerintah Belanda. Awal perintisan kereta api Aceh dibangun pasca penaklukkan Kesultanan Aceh Januari 1874. Secara historis dan politik, Pemerintah Belanda perlu membangun rute kereta api, yang bermanfaat untuk aksi militernya di Aceh, dibangun 12 November 1976. Awal perintisan rute kereta api/stasiun, memasuki babak baru dibidang transportasi darat. Rute ini dibuka sepanjang 5 Km dari Ulee Lheue-Kutaraja guna lalulintas militer/sarana perang, dibawah Departemen Peperangan (DVO). Fungsi Atjeh Tram sebagai alat bantu berkuasa/ sarana perang bagi Pemerintah Belanda. Kemudian, dirintis rute Kutaraja-Lam Baro sekitar 7 km, menerapkan “Konsentrasi Line” (1884-1893), untuk antisipasi gerilyawan yang sering menyerang angkutan logistik/serdadu Belanda di ibukota Kutaraja. Sistem ini suatu rangkaian 16 pos tersembunyi didalam lingkaran di Kutaraja; lintas Ulee Lheue-Kutaraja saling dihubungkan dengan 3 (tiga) rute kereta api Kutaraja-Lambaro, Kutaraja-Keutapang Dua, dan Kutaraja-Lamnyong. Blokade diluar lingkaran 1.000 meter, untuk melindungi tentaranya. Rute kereta api ini pula berpengaruh besar dalam pelaksanaan politik/strategi operasi militer Belanda guna mengkosolidasikannya. Kemudian tahun 1886 dibuka rute Lambaro-Indrapuri panjangnya 16 Km, untuk umum. Tahun 1889 dirintis ke Seulimeum sepanjang 18 Km. Untuk rute pintas Keutapang Dua 4 Km dan Lamnyong cabangnya Peukan Kreueng Cut 6 Km, sebagai rute operasi militer, menggunakan kereta api perang. Lingkarannya mengangkut serdadu luka dan orang sakit ke Rumah Sakit Pante Perak di Kutaraja, bersambung seluruh pos yang ada dengan lintas Ulee Lheue-Kutaraja. Rute ini ditempatkan 5.000.000 tentara guna menjaga pertahanannya dari kelompok sabil. Sewaktu, Loging Tobias ditentang Sistem Konsentrasi Line dan Mayor Jenderal E. Demmeni sampai 1888. Sewaktu Mayor Jendral H.K.F. van Teijin ditinggalkan dan tidak merintis rute kereta api ke beberapa kawasan di Aceh Besar, tahun 1896 dihapuskan dianggap kurang penting, juga atas saran Snouck Hurgronje ahli bidang politik, agama dan sosial. Fase ini berlangsung selama 20 tahun masih di Aceh Tiga Sagi. Penelitian ini menggunakan metoda analisis historis untuk mencari data atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, monomen atau peninggalan sejarah. Melalui studi kepustakaan atau dokumentasi akan dikaji/ditafsirkan dengan masalah penelitian. Hasil temuan penelitian bahwa Pemerintah Hindia Belanda merancang rute kereta untuk lalulintas militer/kepentingan perang, dan membuka babak baru "Politik Perebutan" (Peace of Atjeh), tranportasi yang modern di Aceh.