Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Pola Persaingan Antara Hukum dengan Politik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Anggraeni, Ricca
Pandecta: Research Law Journal Vol 11, No 2 (2016): Research Law Journal
Publisher : Semarang State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v11i2.7833

Abstract

Hirarki peraturan perundang-undangan Indonesia, secara normatif diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan mulai tahun 1966 sampai dengan tahun 2011. Hal ini mengukuhkan bangunan hukum positif di Indonesia. Pancasila sebagai Grundnorm ditempatkan sebagai norma yang memiliki realitas ideal yang diidentikkan dengan keadilan. Berbeda dengan Staatsfundamentalnorm, yang menempatkan Pancasila sebagai ideologi untuk melegitimasi atau membatalkan suatu produk hukum. Oleh karena itu, pembentuk undang-undang ketika bersinggungan dengan persoalan politik, maka harus menempatkan Pancasila sebagai ideologi untuk membuat hukum yang dianggap adil. Paper ini akan menganalisis apakah Pancasila sebagai Grundnorm atau Staatsfundamentalnorm membawa persaingan antara politik dan hukum, sehingga menjadi bias keadilan; bagaimana pola persaingan antara hukum dengan politik dalam pembentukan undang-undang; dan apakah pola persaingan itu menempatkan Pancasila dalam realitas ideal sekaligus ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal, karena bukan hanya berorientasi pada norma, melainkan juga pada prinsip dan doktrin untuk menganalisis pola persaingan antara politik dan hukum dalam pembentukan undang-undang.The hierarchy of Indonesian laws, normatively regulated in a legislation from 1966 to 2011. This confirms the building of positive law in Indonesia. Pancasila as a Grundnorm is placed as a norm that has an ideal reality that is identified with justice. In contrast to Staatsfundamentalnorm, which places Pancasila as an ideology to legitimize or cancel a legal product. Therefore, the legislator when it comes to political issues, then must place Pancasila as an ideology to make law that is considered fair. This paper will analyze whether Pancasila as a Grundnorm or a Staatsfundamentalnorm brings competition between politics and law, so that it becomes a bias of justice; How the pattern of competition between law and politics in the formation of laws; And whether the pattern of competition puts Pancasila in both ideal and ideological reality. The research method used is doctrinal legal research, because not only oriented to the norm, but also on principles and doctrines to analyze the pattern of competition between politics and law in the formation of laws.
Pola Persaingan Antara Hukum dengan Politik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Anggraeni, Ricca
Pandecta Research Law Journal Vol 11, No 2 (2016): December
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v11i2.7833

Abstract

Hirarki peraturan perundang-undangan Indonesia, secara normatif diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan mulai tahun 1966 sampai dengan tahun 2011. Hal ini mengukuhkan bangunan hukum positif di Indonesia. Pancasila sebagai Grundnorm ditempatkan sebagai norma yang memiliki realitas ideal yang diidentikkan dengan keadilan. Berbeda dengan Staatsfundamentalnorm, yang menempatkan Pancasila sebagai ideologi untuk melegitimasi atau membatalkan suatu produk hukum. Oleh karena itu, pembentuk undang-undang ketika bersinggungan dengan persoalan politik, maka harus menempatkan Pancasila sebagai ideologi untuk membuat hukum yang dianggap adil. Paper ini akan menganalisis apakah Pancasila sebagai Grundnorm atau Staatsfundamentalnorm membawa persaingan antara politik dan hukum, sehingga menjadi bias keadilan; bagaimana pola persaingan antara hukum dengan politik dalam pembentukan undang-undang; dan apakah pola persaingan itu menempatkan Pancasila dalam realitas ideal sekaligus ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal, karena bukan hanya berorientasi pada norma, melainkan juga pada prinsip dan doktrin untuk menganalisis pola persaingan antara politik dan hukum dalam pembentukan undang-undang.The hierarchy of Indonesian laws, normatively regulated in a legislation from 1966 to 2011. This confirms the building of positive law in Indonesia. Pancasila as a Grundnorm is placed as a norm that has an ideal reality that is identified with justice. In contrast to Staatsfundamentalnorm, which places Pancasila as an ideology to legitimize or cancel a legal product. Therefore, the legislator when it comes to political issues, then must place Pancasila as an ideology to make law that is considered fair. This paper will analyze whether Pancasila as a Grundnorm or a Staatsfundamentalnorm brings competition between politics and law, so that it becomes a bias of justice; How the pattern of competition between law and politics in the formation of laws; And whether the pattern of competition puts Pancasila in both ideal and ideological reality. The research method used is doctrinal legal research, because not only oriented to the norm, but also on principles and doctrines to analyze the pattern of competition between politics and law in the formation of laws.
PERAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS DALAM PEMBENTUKAN HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI KAWASAN ASIA TENGGARA Wijaya, Endra; Anggraeni, Ricca; Albar, Andi Ardillah
Mimbar Keadilan Vol 13 No 2 (2020): Agustus 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i2.3498

Abstract

AbstractThis article focuses on how Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) plays its role in forming the international trade law in South-East Asia, and the readiness of Indonesia in response to such developing ASEAN’s role. This article uses doctrinal legal research method, also with legal and conceptual approach. ASEAN has significant role in international trade law development, especially in this era of ASEAN Economic Community (AEC). AEC has been running effectively since 2015, and it focuses in regulating several main issues, namely, establishment of free flow of goods, services, investment, capital, and movement of professionals or skilled labors within South-East Asia region. The conclusion is ASEAN, as an international organization, gains its legal personality in the time ASEAN Charter was established and come into force effectively. Having legal personality makes ASEAN able to create certain international legal form, including in the form of treaty or international agreement. In relation to that, ASEAN has been issuing several international agreements regarding economic activity or international trade activity within South-East Asia region, but the impact is such agreements also contain liberal values and it strongly indicated has been penetrating Indonesia as a sovereign state. In response to such condition, Pancasila, as Indonesian state philosophy, should be referred to. Keywords: international treaty; legal personality; Pancasila as idea of lawAbstrakArtikel ini berfokus pada persoalan peran ASEAN dalam pembentukan hukum perdagangan internasional di kawasan Asia Tenggara, dan juga bagaimana kesiapan Indonesia dalam merespons peran ASEAN tersebut. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian hukum doktrinal, dan dengan menggunakan pendekatan legal dan konseptual. ASEAN memainkan peran yang signifikan dalam dinamika hukum perdagangan internasional, terlebih lagi saat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah berlaku secara efektif. Pemberlakuan MEA yang dimulai pada tahun 2015, secara garis besar, berfokus pada pengaturan beberapa hal pokok, yaitu perihal menciptakan “aliran bebas” lalu lintas barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Untuk menjamin terlaksananya lalu lintas tanpa hambatan itu, ASEAN membentuk beberapa perjanjian internasional yang secara substansi mengatur tentang lalu lintas barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil di kawasan Asia Tenggara. Kajian ini menyimpulkan bahwa personalitas hukum ASEAN baru diperoleh saat Piagam ASEAN mulai berlaku secara efektif, dan sejak saat itu, ASEAN sebagai organisasi internasional mulai banyak memproduksi pengaturan mengenai perdagangan internasional, terutama dalam bentuk perjanjian internasional. Perjanjian-perjanjian internasional tersebut mengandung semangat bagaimana menciptakan kawasan Asia Tenggara menjadi jalur lalu lintas yang bebas bagi aktivitas perekonomian atau perdagangan internasional. Namun, keberadaan perjanjian-perjanjian internasional itu juga justru mengindikasikan bahwa liberalisasi sedang melakukan penetrasinya ke dalam Negara Indonesia yang berdaulat. Untuk merespons keadaan tersebut, maka yang diperlukan oleh Indonesia ialah kembali kepada cita hukum Pancasila sebagai pedoman. Kata kunci: cita hukum Pancasila; perjanjian internasional; personalitas hukum
PERAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS DALAM PEMBENTUKAN HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI KAWASAN ASIA TENGGARA Albar, Andi Ardillah; Wijaya, Endra; Anggraeni, Ricca
Mimbar Keadilan Vol 13, No 2 (2020): Agustus 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i2.3498

Abstract

AbstractThis article focuses on how Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) plays its role in forming the international trade law in South-East Asia, and the readiness of Indonesia in response to such developing ASEAN’s role. This article uses doctrinal legal research method, also with legal and conceptual approach. ASEAN has significant role in international trade law development, especially in this era of ASEAN Economic Community (AEC). AEC has been running effectively since 2015, and it focuses in regulating several main issues, namely, establishment of free flow of goods, services, investment, capital, and movement of professionals or skilled labors within South-East Asia region. The conclusion is ASEAN, as an international organization, gains its legal personality in the time ASEAN Charter was established and come into force effectively. Having legal personality makes ASEAN able to create certain international legal form, including in the form of treaty or international agreement. In relation to that, ASEAN has been issuing several international agreements regarding economic activity or international trade activity within South-East Asia region, but the impact is such agreements also contain liberal values and it strongly indicated has been penetrating Indonesia as a sovereign state. In response to such condition, Pancasila, as Indonesian state philosophy, should be referred to. Keywords: international treaty; legal personality; Pancasila as idea of lawAbstrakArtikel ini berfokus pada persoalan peran ASEAN dalam pembentukan hukum perdagangan internasional di kawasan Asia Tenggara, dan juga bagaimana kesiapan Indonesia dalam merespons peran ASEAN tersebut. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian hukum doktrinal, dan dengan menggunakan pendekatan legal dan konseptual. ASEAN memainkan peran yang signifikan dalam dinamika hukum perdagangan internasional, terlebih lagi saat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah berlaku secara efektif. Pemberlakuan MEA yang dimulai pada tahun 2015, secara garis besar, berfokus pada pengaturan beberapa hal pokok, yaitu perihal menciptakan “aliran bebas” lalu lintas barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Untuk menjamin terlaksananya lalu lintas tanpa hambatan itu, ASEAN membentuk beberapa perjanjian internasional yang secara substansi mengatur tentang lalu lintas barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil di kawasan Asia Tenggara. Kajian ini menyimpulkan bahwa personalitas hukum ASEAN baru diperoleh saat Piagam ASEAN mulai berlaku secara efektif, dan sejak saat itu, ASEAN sebagai organisasi internasional mulai banyak memproduksi pengaturan mengenai perdagangan internasional, terutama dalam bentuk perjanjian internasional. Perjanjian-perjanjian internasional tersebut mengandung semangat bagaimana menciptakan kawasan Asia Tenggara menjadi jalur lalu lintas yang bebas bagi aktivitas perekonomian atau perdagangan internasional. Namun, keberadaan perjanjian-perjanjian internasional itu juga justru mengindikasikan bahwa liberalisasi sedang melakukan penetrasinya ke dalam Negara Indonesia yang berdaulat. Untuk merespons keadaan tersebut, maka yang diperlukan oleh Indonesia ialah kembali kepada cita hukum Pancasila sebagai pedoman. Kata kunci: cita hukum Pancasila; perjanjian internasional; personalitas hukum
POLICY IN THE ERA OF PANDEMIC: IS GOVERNMENT’S LEGAL CULTURE AFFECTING? Anggraeni, Ricca; Sari, Indah Mutiara
Jurnal Dinamika Hukum Vol 21, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2021.21.1.2864

Abstract

During the era of pandemic, the government was required to formulate policies that could protect its citizens from the spread of the pandemic, and also all the effects that were present because of it. Unfortunately the Government is too late to take steps to anticipate the spread of Covid-19 Pandemic in Indonesia. And as the consequence, various policies are implemented, ranging from general policies to policies in the implementation technical level. As a result, several policies have been ignored by the community, ranging from the provisions of the Large-Scale Social Restrictions regulated through Government Regulations, to the technical provisions concerning restrictions on the travel of people in the context of acceleration of handling Covid-19. Social reality shows that the policies taken by the Government have not been successfully obeyed by the Indonesian people. Through Foucault's theory of power relations, it can be stated that the Government has lost its power during the Covid-19 Pandemic, because regulation as a reflection of the Government's power has not been demanded by the public. An interesting problem is, it turns out that the legal culture that lives in the community is not the cause of these neglection, but the legal culture of the Government itself in determining various policies during the pandemic is the main cause.Keywords: Covid-19 Pandemic; Legal Culture; Policy
PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG HIBAH, WASIAT DAN HIBAH WASIAT KAJIAN PUTUSAN NOMOR 0214/PDT.G/2017/PA.PBR Alfia Raudhatul Jannah; Zaitun Abdullah; Ricca Anggraeni
Jurnal Legal Reasoning Vol 1 No 2 (2019): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v1i2.2179

Abstract

Abstrak Ketika seseorang meninggal dunia, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum harta peninggalan dibagikan antara lain adalah hibah, wasiat dan hibah wasiat. Namun ketiganya tidak harus selalu ada ketika pewaris meninggal dunia. Hibah sudah mulai berlaku saat pemberi hibah masih hidup sementara wasiat dan hibah wasiat baru akan berlaku setelah pewasiat atau pemberi hibah sudah meninggal dunia. Namun dalam beberapa kasus, pemberlakuan wasiat dan hibah wasiat terkadang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Seperti dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 0214/Pdt.G/2017/PA.Pbr. Dalam kasus ini, pewasiat menuliskan surat wasiat yang berisikan hibah dengan memberikan seluruh hartanya kepada salah seorang anaknya saja, padahal pewasiat belum meninggal dunia. Dengan demikian, peristiwa ini tidak dapat digolongkan sebagai wasiat atau hibah wasiat. Dapat disimpulkan, bahwa seharusnya surat wasiat tersebut dibatalkan karena tidak sejalan dengan ketentuan yang telah diatur dalam hukum Islam dan surat wasiat tersebut tidak termasuk kedalam golongan hibah, wasiat maupun hibah wasiat karena tidak memenuhi unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikategorikan sebagai hibah karena surat tersebut bertuliskan surat wasiat dan tidak juga dapat dikategorikan sebagai wasiat maupun hibah wasiat karena surat wasiat tersebut sudah dilaksanakan langsung setelah surat wasiat tersebut dibuat sementara pewasiat masih hidup.
Pengantar mengenai Hegemoni dan Hukum: Menyoal Kembali Bekerjanya Hukum di Masyarakat Ricca Anggraeni; Endra Wijaya
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 4 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.831 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i04.p05

Abstract

Gramsci’s concept of hegemony tries to explain how modern capitalist society has been organized. Although he did not explain about law particularly, but his study on hegemony is relevant and usefull to the study of law untill now. This paper focuses on how to understand the concept of hegemony and use it in field of the study of law. To examine the focus of this study, conceptual approach is used, and some points of argumentations in this study are based on several scholars’ opinions related to concept of hegemony. This study concludes that hegemony could be understood as the way to how certain social group obtains its authority persuasively, and then leads others to give its consensus to hegemonic social group. This point could help to understand about the working and binding force of authority and law in the society. Besides that, the concept of hegemony could also become a kind of tool in understanding the dynamic of law, such as how could law becomes a tool of social engineering, or how, at the end, law is obeyed by the society. Konsep hegemoni dari Gramsci berupaya menjelaskan bagaimana masyarakat pada tahap kapitalis modern diorganisasikan. Gramsci memang tidak secara khusus membahas persoalan hukum, namun kajian hegemoninya ternyata relevan juga bagi kajian di bidang hukum. Tujuan kajian atau pembahasan dalam artikel ini diarahkan kepada persoalan memahami konsep hegemoni, dan kemudian, bagaimanakah hegemoni ini, sebagai sebuah konsep atau teori, dapat berguna di dalam kajian bidang hukum. Pembahasan kedua hal tersebut menggunakan metode pendekatan konseptual, dengan bersandar pada beberapa pendapat sarjana. Kajian ini menyimpulkan bahwa hegemoni dapat dipahami sebagai cara bagaimana suatu kelompok sosial memperoleh pengaruh (kekuasaan) melalui cara-cara yang lebih persuasif, dengan menggiring kelompok sosial lain (yang dikuasai) untuk memberikan persetujuannya (konsensus) kepada kelompok sosial yang menguasai. Poin ini bisa membantu untuk memahami otoritas dan hukum yang bekerja serta mengikat masyarakat. Selain itu, hegemoni dapat pula digunakan sebagai alat bantu dalam memahami fenomena yang terjadi dalam bidang hukum, seperti bagaimana hukum itu dapat berperan sebagai sarana untuk mengubah masyarakat, atau bagaimana hukum itu pada akhirnya dipatuhi oleh masyarakat.
MENGUNGKAP MATERI MUATAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR Ricca Anggraeni; Indah Mutiara Sari
Masalah-Masalah Hukum Vol 49, No 2 (2020): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (631.621 KB) | DOI: 10.14710/mmh.49.2.2020.125-135

Abstract

Sejak tahun 2015, pemerintah Indonesia terlihat gencar melakukan pembangunan infrastruktur, dan diperlukan biaya ribuan triliun memenuhi target pembangunan infrastruktur. Namun, Pemerintah hanya dapat berkontribusi sebesar 41 persen untuk pembiayaan, sehingga pemerintah akhirnya membuka peluang investasi melalui jalur Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). KPBU saat ini dilegalisasi melalui Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU Dalam Penyediaan Infrastruktur. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, jenis-jenis infrastruktur yang di KPBU kan ialah fasilitas publik yang menguasai hajat hidup orang banyak. KPBU berpotensi menimbulkan masalah karena aspek yang komprehensif, dan menuntut proyek infrastruktur mampu mencipta keuntungan. Melalui penelitian hukum doktriner, didapatkan bahwa terdapat kemungkinan bahwa KPBU yang diatur melalui Perpres Nomor 38 Tahun 2015 akan “mengalahkan” ketentuan dari Undang-Undang sektoral, padahal secara normatif, “yang lebih tinggi justru mengalahkan yang lebih rendah.”
MEMAKNAKAN FUNGSI UNDANG-UNDANG DASAR SECARA IDEAL DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG Ricca Anggraeni
Masalah-Masalah Hukum Vol 48, No 3 (2019): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.434 KB) | DOI: 10.14710/mmh.48.3.2019.283-293

Abstract

Sebagai aturan dasar atau pokok penyelenggaraan negara, tentu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat norma hukum yang menjadi dasar bagi pembentukan landasan operasional agar tujuan dan cita hukum negara Indonesia dapat tercapai. Dengan kata lain, norma hukum yang terkandung dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar menjadi tiang pancang bagi sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Peran Undang-Undang Dasar yang krusial, sangat tidak memungkinkan bagi pembentuk Undang-Undang atau peraturan perundang-undangan untuk mengandalkan ratio legis yang terputus dari pemahaman makna knstruksi norma hukum Undang-Undang Dasar itu sendiri. Hanya saja, dalam praktiknya kompromi politik cenderung menjadi tumpuan utama untuk menuangkan norma hukum dalam Undang-Undang Dasar di Undang-Undang. Inilah yang diyakini sebagai pembuka pintu masalah bagi miskonsepsinya sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.
DESA DIGITAL: PELUANG UNTUK MENGOPTIMALKAN PENYEBARLUASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Endra Wijaya; Ricca Anggraeni; Rifkiyati Bachri
Jurnal Dinamika Hukum Vol 13, No 1 (2013)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2013.13.1.158

Abstract

Law can be one medium to achieve social welfare. As soon as the law is formed, including the one in the form of legislation, it must be disseminated. The dissemination according to Regulations Number 12 Year 2011 about the Formation of Legislation is performed by the Government in the state gazette of the Republic of Indonesia or the News of the Republic of Indonesia through the electronic or printed media so that the community will find out and understand the content and intent of the legislation. Ideally, the dissemination of legislation is performed evenly to all of the society, starting from the central level to the regions and even to the rural area. Digital village program, connected with the internet access, is a good opportunity which can be empowered to optimize the dissemination of legislation up to the rural area. Key words : promulgation of law, use of internet, digital village