Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Perbandingan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran Pangan Berbahaya Antara Indonesia Dengan Tiongkok Heni Widiyani; Kartina Pakpahan; Derinie Lim; Juliani Chandrago
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 9, No 2: August 2021 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ius.v9i2.771

Abstract

Mayarakat harus dilindungi dari pangan berbahaya Tujuan Penelitian untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum, penanggulangan tindak pidana pangan berbahaya saat ini. Penelitian ini bermanfaat secara teoritis dan Praktis. Jenis penelitian Yuridis Normatif, Analisis bahan hukum secara kualitatif diuraikan secara deskriptif analitis dan preskriptif. Bentuk perlindungan hukum terhadap tindak pidana peredaran pangan berbahaya di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara umum dan Undang-Undang Pangan secara khusus. Di Tiongkok diatur dalam peraturan perundang-undangan Keamanan Pangan Republik Rakyat Tiongkok. Administrasi Makanan dan Obat-Obatan Negara China SFDA bertanggung jawab mengawasi dan mengoordinasikan lembaga kesehatan, makanan, dan obat-obatan. Tiap negara perlu memperhatikan sistem perlindungan hukum yang diterapkan dan memberi hukuman yang berat kepada pelaku sehingga memberikan efek jera. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Peredaran Pangan Berbahaya di Indonesia dilakukan dengan Upaya Pre-Entif, Preventif dan Represif. Ditiongkok menerapkan hukuman pidana penjara dan denda, dan adanya pengawasan oleh SFDA. Diperlukan upaya memberi pemahaman bagaimana pangan yang berbahaya kepada masyarakat agar dapat mengurangi resiko pangan berbahaya.
Perbandingan Perlindungan Hukum Pasien Korban Malpraktek Bedah Plastik Di Indonesia Dan Korea Selatan Kartina Pakpahan; Heni Widiyani; Veronica Veronica; Sewin Kartika
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 9, No 1: April 2021 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ius.v9i1.826

Abstract

Perkembangan dunia kecantikan saat ini berkembang sangat pesat di berbagai kalangan. Dunia kecantikan memiliki fungsi dalam bidang kesehatan contohnya rekonstruksi seperti kasus-kasur luka bakar, trauma wajah pada kasus kecelakaan, cacat bawaan lahir (congetinal) dan lain-lain. Oleh karena itu banyak orang yang berbondong-bondong melakukan bedah pelastik karena tergiur dengan banyaknya iklan-iklan yang begitu menjanjikan. semakin tinggi tingkat bedah plastik maka tak bisa di pungkiri akan terjadinya kasus malpraktek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum, penanggulangan tindak pidana malpraktek bedah plastik yang saat ini berlaku. Penelitian ini bermanfaat secara teoritis dan Praktis berkaitan dengan perlindungan konsumen dalam bidang malpraktek bedah plastik. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Yuridis Normatif. Analisis bahan hukum yang dipergunakan menggunakan analisis secara kualitatif dengan menguraikan secara deskriptif analitis dan preskriptif. Berdasarkan penelitian Bentuk perlindungan hukum terhadap tindak pidana malpraktek bedah plastik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara umum dan Undang-Undang kesehatan dan kedokteran secara khusus. Di Korea diatur dalam Konstitusi Korea Selatan yang isinya mengenai keamanan dalam hal malpraktek. Setiap negara mengalami kasus malpraktek yang berbeda, begitu juga dengan cara penanggulanganya berbeda. Tiap negara hanya perlu memperhatikan sistem perlindungan hukum yang diterapkan sehingga memberikan efek jera kepada pelaku malpraktek bedah plastik yang tidak sesuai dengan standar nasionalnya dan juga memberikan arahan dan bimbingan yang cukup kepada masyarakatnya agar dapat memahami bagaimana agar mengurangi resiko malpraktek berbahaya yang terjadi.
Prinsip Notaris Dalam Pengenalan Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Kartina Pakpahan; Maggie Maggie; Christian Agung Prawito; Wico Dwi Pratama
Ilmu Hukum Prima (IHP) Vol. 3 No. 1 (2020): JURNAL ILMU HUKUM PRIMA
Publisher : jurnal.unprimdn.ac.id

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34012/jihap.v3i1.929

Abstract

Prinsip Notaris Dalam Pengenalan Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Kartina Pakpahan, Maggie, Christian Agung Prawito, Wico Dwi Pratama Abstract Fakultas Hukum Universitas Prima Indonesia Jalan Sekip Simpang Sikambing, Medan, Sumatera Utara maggielie52@gmail.com Written statutory regulation has given a role to the Notary regarding to eradication of the criminal offence of money laundering. Basically the duties and obligations of a Notary are to make a deed in accordance with the statement made by the parties before the Notary based on what is seen and heard by the Notary. The Notary's capability in implementing its duty related to the truth statements of the parties and testimony of the truth of what is seen and heard by the Notary, it is only confined to the formal truth and not the material truth. Based on its capability, it is difficult for the Notary to seek for the material truths that can prove the existence of a criminal offense of money laundering. The Notary’s role in identifying the perpetrator of money laundry by the Notary as regulated in statutory regulation is still ineffective or not in line with expectations because the regulation has not gone well and cannot yet become an accurate indicator in identifying a crime at the early stage of the perpetrators of money laundering by the Notary. In the future, the Notary in carrying out its duties require an accurate indicator to be able to identify the perpetrators of money laundering crime optimally based on statutory regulations. Intisari Peraturan perundang-undangan secara tertulis telah memberikan peranan terhadap Notaris dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Pada dasarnya tugas dan kewajiban Notaris adalah membuat akta sesuai dengan pernyataaan para penghadap dihadapan Notaris atau membuat akta sesuai dengan yang dilihat dan didengar oleh Notaris. Kemampuan Notaris dalam menjalankan tugasnya atas kebenaran pernyataan para penghadap dan kebenaran apa yang dilihat serta didengar oleh Notaris tersebut hanya sampai kebenaran formil tidak sampai kebenaran materiil. Berdasarkan kemampuannya, sulit bagi Notaris untuk mencari kebenaran materiil yang membuktikan adanya tindak pidana pencucian uang. Peran notaris dalam mengenali pelaku pencucian uang oleh Notaris yang diatur dalam peraturan perundang-undangan masih belum efektif atau tidak sesuai dengan harapan karena peraturan tersebut belum berjalan dengan baik dan belum dapat menjadi indikator yang akurat dalam mengenali pelaku kejahatan pencucian uang oleh Notaris. Kedepannya, Notaris dalam menjalankan tugasnya membutuhkan suatu indikator yang akurat untuk dapat mengenali pelaku kejahatan pencucian uang secara optimal berdasarkan peraturan perundang-undangan..
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PEREDARAN OBAT DAN MAKANAN TIDAK BERIZIN YANG DIPROMOSIKAN MELALUI MEDIA SOSIAL Charisman Jaya Zai; Parulian Ganda Rumapea; Kartina Pakpahan; Fauzi Iansyah
UNES Law Review Vol 3 No 4 (2021): UNES LAW REVIEW (Juni 2021)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v3i4.194

Abstract

The state has an obligation to protect, supervise every product that is circulated for consumption by the public. This study aims to identify and analyze the form of legal protection for consumers so that illegal drug and food circulation which is circulated through social media does not occur, analyze the criteria for drugs and food without a distribution permit, and forms of accountability for business actors who commit acts normative juridical research methodology using literature study. The data analysis of this research used a qualitative approach. Law Number 80 of 2017 concerning Drug and Food Control was established to protect the public against any drug product whose registration is not registered based on applicable regulations. Accountability for the distribution of illegal drugs can be subject to criminal sanctions based on Article 196 jo 197 of Law Number 30 of 2009 concerning health if it meets the elements of error and unlawful acts.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENJUALAN DUGONG SATWA YANG DILINDUNGI (STUDI KASUS KAMPUNG KELAM PAGI) Heni Widiyani; Ayu Efritadewi; Kartina Pakpahan; Khairunnisa Khairunnisa
Bina Hukum Lingkungan Vol 6, No 2 (2022): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v6i2.198

Abstract

ABSTRAKDugong merupakan hewan dilindungi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jika terjadi penangkapan dan pembunuhan dugong dengan sengaja maka akan mengacu pada sanksi pidana pada Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 21 ayat (2). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Mengkaji bahan hukum primer dan sekunder dan melakukan wawancara. Dengan pendekatan masalah peraturan Hukum dan Sosial Masyarakat. Kampung Kelam Pagi bukan merupakan habitat dari dugong sehingga tidak dijadikan daerah konservasi dugong. Dengan rumusan masalah Penegakan hukum Terhadap Masyarakat Kampung Kelam Pagi sudah tepat, karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang banyak terhadap dugong dan sanksi apa yang akan mereka terima jika melakukan tindakan penjualan dugong. Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) sudah melakukan langkah tepat dengan melaporkan tindakan penjualan dugong yang dilakukan kepada polisi sehingga memberikan efek jera bagi masyarakat. Penanggulangan terjadinya pembunuhan satwa yang dilindungi di masa yang akan datang perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum dan pembuatan peraturan daerah tentang satwa yang dilindungi tentang jenis hewan yang dilindungi kepada masyarakat pesisir Kepulaun Riau sehingga tidak terjadi lagi tindak pidana penjualan hewan yang dilindungi. Kata kunci: dugong; penegakan hukum; tindak pidana.ABSTRACTThe dugong is a protected animal listed in government regulation Number 7 of 1999 concerning the Preservation of Plant and Animal Species. If there are an arrest and murder of a dugong on purpose, it will refer to the criminal sanction in Law Number 5 of 1990 concerning Biological Natural Resources and their ecosystem Article 21 paragraph 2. This research uses empirical juridical research methods. Review primary and secondary legal materials and conduct interviews. With the approach of legal and social regulatory issues. Kampung Kelam Pagi is not a habitat for dugongs so it is not used as a dugong conservation area. The people of Kelam Pagi Village do not have much knowledge about dugongs and what sanctions they will receive if they carry out the act of selling dugongs. The Coastal and Marine Resources Management Agency (BPSPL) and the Natural Resources Conservation Agency (BKSDA) have taken the right steps by reporting the sale of dugongs to the police, thereby providing a deterrent effect on the community. In the future, it is necessary to conduct socialization and legal counseling regarding protected animal species to the coastal communities of the Riau Islands so that there is no longer a criminal act of selling protected animals.Keywords: criminal; dugong; law enforcement.
PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI BAGI PERUSAHAAN PERKEBUNAN YANG MELAKUKAN PELANGGARAN HUKUM DI BIDANG PERKEBUNAN Hendra Pratikno Manurung; Kartina Pakpahan; Valentin Tania; Reno Aditya Suhendro; Mei Fernando Marpaung
Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan Vol 4, No 2 (2020): Oktober
Publisher : Prodi Ilmu Hukum, Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/jic.v4i2.2579

Abstract

The purpose of this research is to regulate the administration of administrative sanctions in the plantation sector, the application of administrative sanctions for plantation companies and the supervision efforts undertaken by the government as an effort to prevent administrative violations in the plantation sector. Using normative juridical research, namely library research. The source of legal materials used is secondary data. Law Number 18 of 2004 concerning plantations states that realizing the prosperity of the community and welfare in a fair manner, one form of processing natural resources is needed in a responsible, planned, integrated and professional manner.
Tindak Pidana Pengolahan, dan Peredaran dan atau Pemasaran Hasil Perkebunan yang Membahayakan Kesehatan dan Keselamatan Manusia Yovi Wicaksana Putra; Kartina Pakpahan; Lusi Feny Panjaitan; Arta Hot Manullang
Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 3, No 2 (2020): Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) December
Publisher : Mahesa Research Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (642.028 KB) | DOI: 10.34007/jehss.v3i2.323

Abstract

The Indonesian country is rich in farmed communities, especially agricultural livelihoods. It is not rare that farm yields fail to meet its quality standards, satisfy the health and safety of masvardized research purposes, which are assessed the form of legal protection to consumers, plantation criteria, punishments that are given to criminal processing, distribution and or or marketing of health and safety estates. Using normatif juridical research methods by studying the major issues based on data obtained. The study USES analytical descriptive properties to give swift response to the objects being examined. The conclusion that the processing, distribution and marketing of plantation products has been established in article 77 Jo 110 of the 2014 section no. 39 on plantation and section no. 8 of 1999 on consumer protection. Food and drug administration regulation no. 28 stages 2019 of food-care agents. The use of additives or helper that is used does not fit security requirements and quality or use that exceeds have adverse effects on human health and safety. At the risk of public health and safety, non-performing consumers will be punished by the da's criminal penalties
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENJUALAN DUGONG SATWA YANG DILINDUNGI (STUDI KASUS KAMPUNG KELAM PAGI) Heni Widiyani; Ayu Efritadewi; Kartina Pakpahan; Khairunnisa Khairunnisa
Bina Hukum Lingkungan Vol 6, No 2 (2022): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.347 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v6i2.198

Abstract

ABSTRAKDugong merupakan hewan dilindungi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jika terjadi penangkapan dan pembunuhan dugong dengan sengaja maka akan mengacu pada sanksi pidana pada Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 21 ayat (2). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Mengkaji bahan hukum primer dan sekunder dan melakukan wawancara. Dengan pendekatan masalah peraturan Hukum dan Sosial Masyarakat. Kampung Kelam Pagi bukan merupakan habitat dari dugong sehingga tidak dijadikan daerah konservasi dugong. Dengan rumusan masalah Penegakan hukum Terhadap Masyarakat Kampung Kelam Pagi sudah tepat, karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang banyak terhadap dugong dan sanksi apa yang akan mereka terima jika melakukan tindakan penjualan dugong. Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) sudah melakukan langkah tepat dengan melaporkan tindakan penjualan dugong yang dilakukan kepada polisi sehingga memberikan efek jera bagi masyarakat. Penanggulangan terjadinya pembunuhan satwa yang dilindungi di masa yang akan datang perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum dan pembuatan peraturan daerah tentang satwa yang dilindungi tentang jenis hewan yang dilindungi kepada masyarakat pesisir Kepulaun Riau sehingga tidak terjadi lagi tindak pidana penjualan hewan yang dilindungi. Kata kunci: dugong; penegakan hukum; tindak pidana.ABSTRACTThe dugong is a protected animal listed in government regulation Number 7 of 1999 concerning the Preservation of Plant and Animal Species. If there are an arrest and murder of a dugong on purpose, it will refer to the criminal sanction in Law Number 5 of 1990 concerning Biological Natural Resources and their ecosystem Article 21 paragraph 2. This research uses empirical juridical research methods. Review primary and secondary legal materials and conduct interviews. With the approach of legal and social regulatory issues. Kampung Kelam Pagi is not a habitat for dugongs so it is not used as a dugong conservation area. The people of Kelam Pagi Village do not have much knowledge about dugongs and what sanctions they will receive if they carry out the act of selling dugongs. The Coastal and Marine Resources Management Agency (BPSPL) and the Natural Resources Conservation Agency (BKSDA) have taken the right steps by reporting the sale of dugongs to the police, thereby providing a deterrent effect on the community. In the future, it is necessary to conduct socialization and legal counseling regarding protected animal species to the coastal communities of the Riau Islands so that there is no longer a criminal act of selling protected animals.Keywords: criminal; dugong; law enforcement.
UPAYA BANK SUMUT DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS KEJAHATAN PENCUCIAN UANG MENURUT UU NOMOR 8/2010 DAN POJK NOMOR 23/POJK.01/2019 Merry Roseline Pasaribu; Kartina Pakpahan; Dewi Ervina Suryani
Jurnal Darma Agung Vol 30 No 1 (2022): APRIL
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/ojsuda.v30i1.1736

Abstract

Pergeseran teknologi ke era digital berimbas semakin bervariasinya upaya pencucian uang yang memunculkan bahaya reputasi, likuiditas bagi sektor jasa keuangan. Oleh sebab itu perlu adanya tindakan untuk mencegah dan memberantas maraknya transaksi lalu lintas keuangan yang teridentifikasi sebagai kejahatan pencucian uang. Dalam kegiatan operasionalnya Bank Sumut sudah melaksanakan Customer Due Diligence, Enchanced Due Diligence (EDD), dan memantau transaksi keuangan nasabah. Hal ini berpedoman pada Peraturan DireksiaBank Sumut Nomor : 002/Dir/UKK APU-PPT/PBS/2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penerapan Program APUadanaPPT di Lingkungan BankaSumut.
COMPARISON OF THE DEATH PENALTY FOR PERPETRATORS OF CORRUPTION IN INDONESIA, MALAYSIA AND SINGAPORE Kartina Pakpahan; Gita Arihta; Uli Teresia Br Tarigan; Mian Fransiska Sianturi
Awang Long Law Review Vol 5 No 1 (2022): Awang Long Law Review
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.628 KB) | DOI: 10.56301/awl.v5i1.555

Abstract

Corruption is a serious, organized crime that has caused serious problems and threats. The purpose of this study to analyze the regulation of corruption in Indonesia, Malaysia and Singapore, find out and analyze the comparison of the death penalty for corruption in Indonesia, Malaysia and Singapore and compare the efforts to prevent corruption in Indonesia, Malaysia and Singapore. The normative juridical research method is an approach based on the main legal material examining theories, concepts, legal principles, and regulations related to this research. This research included normative juridical research. In normative juridical research, law is conceptualized as a norm, method, principle, dogma. This type research uses a statute approach, which is analyze all laws and regulations relating legal issues that are discussed the research. In Indonesia, corruption more common in the central government from 2004 to 2021 there are many as 402 cases which are data by region, Malaysia scored 48 points out of 100 in the Corruption Perceptions Index 2021 reported by Transparency International, while Singapore the CPIB in 2018 managed to handle 80% of the cases are the majority from the private sector that 112 people were indicted the Court for criminal acts of corruption.