Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

Laju Pertumbuhan Karang Porites lutea Insafitri Insafitri; Wahyu Andy Nugraha
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 11, No 1 (2006): Jurnal Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (161.01 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.11.1.50-53

Abstract

Karang merupakan hewan benthos sesil, maka ekspresi hidupnya seperti laju pertumbuhan merupakan cerminan kondisi lingkungan dimana karang tersebut hidup. Untuk mengamati laju pertumbuhan karang digunakan metode yang berkenaan dengan tinjauan ke belakang (restropektif). Laju pertumbuhan masing-masing dari karang  Porites dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa: di Pulau Cemara Kecil berkisar 5,38 – 17 mm/th. Pada kedalaman 3 m di Pulau Cemara Kecil bagian Barat adalah 14,88 mm/th dan 11,77 mm/th di Pulau Cemara Kecil bagian Timur. Pada kedalaman 10 m di Pulau Cemara Kecil laju pertumbuhan P. lutea adalah 12,38 mm/th di bagian barat dan 6,45 mm/th di bagian timur. Laju pertumbuhan pada kedalaman 3 m cenderung lebih tinggi daripada kedalaman 10 m. Laju pertumbuhan Pulau Cemara Kecil bagian barat mempunyai laju pertumbuhan yang cenderung lebih tinggi daripada bagian timur.   Kata kunci : Laju Pertumbuhan, Porites lutea, Pulau Cemara Kecil  Corals are sessile benthic animals, so their life expression, such on their growth rate was indicate of environmental condition where corals life. The study is a survey research, while coral growth rate was examined with restropective method, and descriptive analysis use table and graph. The growth rates each of Porites rom the result of observation in Cemara Kecil Island are beetwen 5,38-17 mm/year. At 3 metres depth west side of Cemara Kecil Island are 14,88 mm/year and 11,77 mm/year at east side of Cemara Kecil Island. At 10 metres depth in Cemara Kecil Island, growth rates of Porites lutea  are 12,38 mm/year at west side and 6,45 mm/year at east side. Growth rate at 3 metres depth is higher than 10 metres depth. The west side of Cemara Kecil Island have growth rate higher than east side.Key words : Growth rate, Porites lutea, Cemara Kecil Island
REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF Anodontia philippiana I Insafitri
Jurnal Kelautan Vol 2, No 1: April (2009)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v2i1.915

Abstract

Objective of this study was to determine reproductive performance of A. philippiana. Samples were collected from the oil affected mangrove mudflat in Pototan, Guimaras, Philippine on September 2007. A. philippiana were induced to spawn using the serotonin method. Only A. philippiana with shell length of approximately 4.0-5.5 cm were induced to spawn. Three pairs of one ripe female and one ripe male were chosen and placed in aquaria with 3 replicates. A 0.3 ml of 4 rnM serotonin solution (Gros et al., 1997) was injected into 1-2 mm of the gonad of both male and female clams using 0.65 x 25-mm bore hypodermic needle attached to a 5 ml plastic syringe during mid until late afternoon. Number of spawned eggs was calculated, and fertilization was conducted. At 47 h, the percentage of normal (D-larvae) veliger relative to the initial number of eggs was calculated (Massapina et aL, 1999). Larvae from each spawner were reared separately in aquaria for several days without feeding in order to estimate survival rates. The number of larvae we re-estimated every 24-h intervals until total mortality. The decrease in the number of larvae per container we re-calculated as the proportion of live larvae from the initial number of larvae (extinction rate) (Narvarte and Pascual, 2003). Result of this study are total Total spawned eggs (x10 (g m) is 86.11±3.80, Fertilization rate (%) is 83.01±3.13, and harching rate is 36.51+8.64, Length of newly hatched larvae (gm) is 135.73±1.96, Number of days to total mortality (after hatching) without feeding is 9-10 days.Keywords: reproductive, Anodotia philippiana
PROSENTASE PENUTUPAN KARANG DI PULAU KANGEAN-SUMENEP I Insafitri
Jurnal Kelautan Vol 3, No 2: Oktober (2010)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v3i2.920

Abstract

Terumbu karang merupakan habitat bagi spesies laut yang mernpunyai nilai komersial tinggi dan juga berfungsi untuk melakukan pemijahan, peneturan, pembesaran anak, makan dan mencari makan (Peding foraging). Sehingga terumbu karang sebagai gudang keanekaragaman hayati laut. Saat ini, peran terumbu karang sebagai gudang keanekaragaman hayati menjadikannya sebagai sumber penting bagi berbagai bahan bioaktif yang diperiukan di bidang medis dan farmasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prosentase penutupan karang di lokasi penelitian yang nantinya merupakan informasi awal dalam menentukan kondisi terumbu karang di Kepulauan Kangean Sumenep. Penelitian ini dilakukan pada tanggal Agustus 2010 di Pulau Kangean — Sumenep. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosentase penutupan terumbu karang di pulau Kangean termasuk dalam kondisi buruk.Kata Kunci : terumbu karang, pulau kangean sumenep, prosentase peneutupanCORAL COVER IN THE KANGEAN ISLAND SUMENEPCoral reefs are habitat for marine species that have high commercial value and also serves as spawning, hatching, breeding, feeding and foraging (Peding foraging). So the coral reefs as marine biodiversity warehouse. Currently, the role of coral reefs as a house of biodiversity making it an important resource for a variety of bioactive materials that needed in the medical and pharmaceutical field. the purpose of this study was to determine the percentage of coral cover in the study site which will constitute the initial information in determining the condition of coral reefs in Kangean Islands, Sumenep. This research was conducted on August 2010 in Kangean Island - Sumenep. The results showed that the percentage of the coral cover in the Kangean Island including in adverse conditions.Keywords: Coral reefs, Kangean Island Sumenep, Coral cover
PENGARUH PEMBERIAN FeCl3 TERHADAP PERTUMBUHAN Chaetoceros calcitrans Cahya Laila Oktaviana Putri; I Insafitri; Indah Wahyuni Abida
Jurnal Kelautan Vol 2, No 1: April (2009)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v2i1.905

Abstract

Besi termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup. Pada tumbuhan termasuk algae, besi berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil. Selain itu, besi juga berperan dalam sistem enzim dan transfer elektron pada proses fotosintesis. Namun, belum diketahui konsentrasi yang tepat untuk pengunaannya oleh algae sehingga diperlukan penelitian yang dapat mengetahui konsentrasi pemakaian FeCl3 untuk perkembangan algae terutama untuk C. calcitrans. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian FeCl3 terhadap kepadatan C. calcitran sehingga dapat mengetahui konsentrasi FeCl3 yang paling baik terhadap kepadatan C. calcitran. Serta untuk Mengetahui kepadatan C. calcitran berdasarkan hari. Penelitian ini diawali dengan menyetock C. calcitran hingga kepadatan 400 ribu sel/ml kemudian dilanjutkan dengan mengkultur C. calcitran pada toples yang telah dibuat sama parameternya kecuali pemberian FeCl3 sesuai dengan perlakuan. Untuk menganalisa pengaruh pemberian FeCl3 pada konsentrasi yang bebeda terhadap kepadatan C. calcitrans digunakan analisa sidik ragam (ANOVA) dua langkah dengan bantuan software SPSS 12 dan dilakukan uji lanjut Tukey (Multiple Comparisons) untuk melihat perlakuan yang berbeda dengan membandingkan berbagai hasil perlakuan. Pada konsentrasi FeCl3 0 mg/l berbeda nyata (P0,05) sedangkan konsentrai FeCl3 0,02 mg/l, 0,2  mg/l, 2 mg/l berbeda signifikan terhadap kepadatan C. calcitrans sehingga hanya konsentrasi FeCl3 0 mg/l yang mempengaruhi kepadatan C. calcitrans. Ini disebabkan karena pemberian konsentrasi terlalu sedikit dan selisih konsentrasi yang kecil sehingga tidak mempengaruhi kepadatan C. calcitrans. Sedangkan untuk hari  diperoleh hari ke-1 dan ke-7 merupakan hari yang signifikan terhadap kepadatan C. calcitrans.  Kata Kunci : Chaetoceros calcitrans, FeCl3 dan kepadatan
IMPACT OF LAPINDO MUD DUMPING WATER IN MADURA STRAIT EAST JAVA I Insafitri
Jurnal Kelautan Vol 2, No 2: Oktober (2009)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v2i2.860

Abstract

Warm water mud has sprayed out from craked of the earth surroundings gasses drilling by Lapindo Brantas Inc in village of Siring, Porong Subdistrict, Sidoarjo Regency, a large industrial zone and the economic backbone of East Java Province, at May 29 2006. The mud water created problems in the environment, relocation of people, conflicts, and controversies on the issue of dumping warm mud water into Porong River and Madura Strait, East Java. In this paper, I reviewed secondary literature to analyze and examine the impacts of dumping mud water in Madura Strait East Java to provide recommendations in the proper management of mud water. Literature provides that the quality of mud water was beyond the standards provided by the State Ministry of Environment Republic Indonesia and International Environment Quality Standard. Temperature is 38 - 56 0C, Hg (Mercury) is 2.5 ppm, H2S Fenol is 3.37-4.25 ppm, BOD is 38.40 mg/L, Manganese is  0.806 ppm, Pb is 0.104 ppm, Selenia is 0.0071 ppm.Water mud of Lapindo drained into the sea endangers biotic organisms. The recommendation are: Spray out of mud water should be stopped and mud water doesn't thrown to sea, Lapindo must make a permanent giant lake to keep mud water in the origin of place, If the previous recommendation cannot done, than for keep the live of man surrounding the area, the water may be trown to the river or sea after the water processing, but the mud must still remaining in the ground, not to thrown in the sea. Keywords: Mud water of Lapindo, Dumping.
Dampak Snorkeling Terhadap Persen Tutupan Terumbu Karang Di Pulau Gili Labak Sumenep Madura Insafitri Insafitri; Eka Nurahemma Ning Asih; Wahyu Andy Nugraha
Buletin Oseanografi Marina Vol 10, No 2 (2021): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/buloma.v10i2.30160

Abstract

Wisata snorkeling terumbu karang di perairan pulau Gili Labak merupakan salah satu sektor wisata bahari yang sedang dikembangkan oleh pemerintah kebupaten Sumenep Madura sejak tahun 2014 hingga saat ini. Peningkatan jumlah wisatawan yang terjadi pada beberapa tahun terakhir dapat menimbulkan resiko tekanan dan kerusakan ekosistem terumbu karang di area snorkeling secara berkala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak kegiatan wisatawan sebelum, selama dan sesudah snorkeling terhadap ekosistem terumbu karang yang dikaji dengan mengetahui jenis karang yang mendominasi, status persentase tutupan terumbu karang serta potensi Dampak Wisata Bahari (DWB) snorkeling di lokasi wisata snorkeling pulau Gili Labak Sumenep. Persentase penutupan lifeform karang pulau Gili Labak khususnya di area snorkelling didominasi oleh karang hidup sebanyak 74% dan unsur abiotik sebesar 22%. Jenis karang yang mendominasi pulau Gili Labak adalah Acropora Branching sebesar 19,88% dan Coral Foliose sebesar 10,25%. Selama waktu 6 minggu pengamatan terjadi penurunan total karang sebesar 0,64% yang termasuk kategori rusak ringan, dimana sebagian besar kerusakan terjadi pada karang dengan bentuk pertumbahan branching misalnya Acropora Submassive dan Coral Submassive. Penurunan persen tutupan karang yang tinggi terjadi setelah kegiatan snorkeling (after) yang dilakukan oleh wisatawan. Analisa potensi Dampak Wisata Bahari (DWB) snorkeling pada terumbu karang di perairan Gili Labak selama 6 minggu pengamatan masuk dalam kategori rendah yaitu berkisar 0,052% hingga 0,085%. Faktor penyebab kecilnya nilai presentase Dampak Wisata Bahari (DWB) ini diduga karena waktu pengamatan cenderung pendek dan jenis karang yang mendominasi yaitu Acropora. Acropora memiliki kemampuan regenerasi lebih cepat dibandingkan jenis lainnya.  The snorkeling activity around coral reefs in the waters of Gili Labak is one of the marine tourism sectors that is being developed by the Sumenep Madura district government since 2014. Increasing number of tourists that occurs in recent years pose a risk of pressure and damage to coral reef ecosystems in the snorkeling area. This study aims to determine the impact of tourist activities before, during and after snorkeling on coral reef ecosystems that are studied by knowing the type of dominated coral, the percentage status of coral cover and the potential Impact of snorkeling at the snorkeling sites of the island of Gili Labak Sumenep. The percentage of coral cover in the island of Gili Labak especially in the snorkelling area is dominated by live coral ( 74%) and abiotic elements by 22%. Coral species that dominate the island of Gili Labak are Acropora Branching at 19.88% and Coral Foliose at 10.25%. During the 6-week observation there was a decrease in live coral cover by 0.64% which was categorized as minor damage, most of the damage occurred to branching   Acropora, sub-massive Acropora and Coral Sub-massive. The high percent decrease in coral cover occurred after snorkeling conducted by tourists. Analysis of the potential impact of snorkeling on coral reefs in the waters of Gili Labak for 6 weeks of observation is in the low category, ranging from 0.052% to 0.085%. The factor causing the small impact of Marine Tourism is presumably because the observation time tends to be short and the dominant coral species is Acropora. Acropora has the ability to regenerate faster than other types.
Mikroplastik dalam Kerang Darah (Anadara granosa) pada Ukuran yang Berbeda di Perairan Kwanyar Kabupaten Bangkalan Madura Nesi Wahyu Listiani; Insafitri Insafitri; Wahyu Andy Nugraha
Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik Vol 5 No 2 (2021): Mei
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46252/jsai-fpik-unipa.2021.Vol.5.No.2.156

Abstract

Microplastic is plastic waste that has a small size of less than 5 mm. Microplastic itself has a dangerous impact due to the nature of plastic which is difficult to decompose. The purpose of this study is to determine the shape, average number and highest weight, total amount, type of microplastic polymer and comparison between sizes of Anadara granosa in locations near mangroves, river estuaries and settlements in the waters of Kwanyar Bangkalan, Madura. Microplastic analysis of Anadara granosa samples was carried out using a 10% KOH solution as much as 3x the weight of the sample. Identification of microplastics in all samples to determine their shape using a stereo microscope, followed by counting the number and weight. The predominant form of microplastic is fiber. The highest average number of microplastics in Anadara granosa was found at location near the mangrove ecosystem, namely 23.9 particles / individual at <3 cm in size and 26.8 particles / individual for shells >3 cm in size. There was a significant difference in the number of microplastics at different sizes of shells. The types of red, black and blue fiber polymers are Poly (Ethylene Terephthalate), blue film is Polypropylene and blue fragment is Poly(Ethylene Terephthalate).
STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI KAWASAN EKOSISTEM PESISIR PULAU SEPANJANG KABUPATEN SUMENEP Suparno, Ahmad Faris; Insafitri, Insafitri; Romadhon, Agus
Rekayasa Vol 11, No 1: April 2018
Publisher : Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (560.612 KB) | DOI: 10.21107/rekayasa.v11i1.4125

Abstract

Makrozoobenthos merupakan suatau organisme dasar perairan yang hidup di permukaan (Epifauna) atau didalam (infauna) substrat dasar ekositem pesisir yang berupa ekositem mangrove dan lamun. Makrozoobentos merupakan salah satu indikator kesehatan lingkungan akuatik yang baik Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2017 yang berlokasi di Pulau Sepanjang Kabupaten Sumenep yang bertujuan untuk 1. Mengetahui parameter kualitas perairan yang berada pada setiap lokasi penelitian 2. Mengetahui jenis makrozoobenthos di setiap stasiun penelitian yang berada pada kawasan pesisir ekosistem pulau sepanjang 3. Mengetahui perbedaan komposisi makrozoobenthos di setiap stasiun penelitian yang berada pada kawasan pesisir ekosistem pulau sepanjang 4. Mengetahui struktur komunitas makrozoobenthos yang terdapat pada kawasan pesisir di perairan Pulau Sepanjang Kabupaten Sumenep.Pengambilan data dilakukan pada ekositem mangrove dan lamun, dengan metode purposive sampling. Berdasrkan hasil pengamatan ditemukan 21 jenis dari 3 filum. Dari hasil perhitungan struktur komunitas Stasiun 1 mendapatkan nilai indeks keanekaragaman yang rendah indeks keseragaman sedang dan indeks dominasi sedang yang menandakan indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil, penyebaran spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah dan terjadinya dominasi suatu spesies yang tinggi.Stasiun 2 dan 3 memiliki nilai keanekaragaman sedang indeks keseragaman tinggi dan indeks dominasi rendah yang menandakan produktivitas lingkungan cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang penyebaran tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang sehingga tidak terjadinya dominasi dari suatu spesies.
Keanekaragaman, Keseragaman, Dan Dominasi Bivalvia Di Muara Sungai Porong Sebagai Area Buangan Lumpur Lapindo Insafitri, Insafitri
Rekayasa Vol 2, No 1: April 2009
Publisher : Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (922.52 KB) | DOI: 10.21107/rekayasa.v2i1.2189

Abstract

Porong river is area for dumping of Lapindo mud that have heaavy metal exit thresshold value such as Cd 10,45 ppm, Cr 105,44 ppm, As 0,99 ppm, dan Hg 1,96 ppm. This area estimated influence to structure communi of bivalvia as bioindikator organism. Objectives of this study is estimate stucture comunity of bivalvia in the dumping area of Lapindo mud. Study observe 3 locations and and analyze the abundance, index biodiversity, index uniformity, index aominition. Result of this study snows that no bivalvia found in the dUmping area of Lapindo mud and this area has low biodiversity, uniformity of population is very low, and no species dominate this area. Conclusion of this stuay this area categorized as not good condition.Key words: structure comunity, bivalvia
EFEKTIFITAS ADITIF NON-KIMIA DALAM MEMPERCEPAT PROSES KRISTALISASI DAN MENINGKATKAN KUALITAS PRODUKSI GARAM RAKYAT DI MADURA Triajie, Haryo; Insafitri, Insafitri
Rekayasa Vol 5, No 2: Oktober 2012
Publisher : Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.452 KB) | DOI: 10.21107/rekayasa.v5i2.2118

Abstract

Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Walaupun Indonesia termasuk negara maritim, produksi garam belum mencukupi. Produksi garam nasional hanya dapat memasok  sekitar 60 persen tingkat kebutuhan nasional. Ketidakcukupan tersebut baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Di lain pihak untuk memenuhi kebutuhan garam dalam negeri banyak diimpor dari luar negeri, terutama untuk pasokan garam beryodium serta garam industri. Selain itu cuaca merupakan faktor yang paling dominan dalam proses pembuatan garam. Penelitian ini bertujuan mendapatkan formulasi campuran bahan-bahan aditif dengan hasil (kuantitas dan kualitas) paling baik dalam waktu yang singkat dan diperolehnya metode standar produksi garam dengan menggunakan bahan aditif beserta cara mengaplikasikannya. Rancangan penelitian ini menggunakan RAL dengan 6 perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali yakni : P0 = air tua (kontrol positif); P1 = air tua + aditif formulasi 1 + Polibag hitam; P2 = air tua + aditif formulasi 2 + Polibag hitam; P3 = air tua + aditif formulasi 3 + Polibag hitam; P4 = air tua + aditif formulasi 4 + Polibag hitam; dan P5 = air tua + aditif formulasi 5 + Polibag hitam. Dari perlakuan tersebut akan didapatkan 18 perlakuan. Kesimpulan yang didapat yakni perlakuan tidak berpengaruh terhadap kecepatan proses kristalisasi tetapi berpengaruh terhadap berat garam yang dihasilkan dan terbaik adalah pada P3 sebesar 271 g/L (arang aktif rumput laut : arang aktif sekam padi : tepung cangkang 1:1:2) dengan kandungan NaCl tertinggi yakni 98,4%.