Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Faktor-Faktor Penyebab Remaja Menikah Dibawah Usia 18 Tahun Fanni Hanifa; Meita Dhamayanti; Ieva Baniasih Akbar; Kusnandi Rusmil; Deni K Sunjaya
Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia Vol 10 No 04 (2020): Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia (Indonesian Midwifery Scientific Journal) Sek
Publisher : Q PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33221/jiki.v10i04.830

Abstract

Pernikahan anak akan selalu menjadi kekhawatiran bidang kesehatan, karena akan sangat membahayakan bagi kesehatan ibu dan anak, terutama pada saat kehamilan dan persalinan. Pernikahan anak dapat menyumbang angka kesakitn ibu dan anak bahkan sampai kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab remaja menikah dibawah usia 18 tahun di Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan strategi fenomenologi menggunakan metode indepth interview. Hasil yang didapatkan adanya penyebab dari pernikahan dibawah usia 18 tahun diantaraya sikap remaja karena pengaruh media elektronik, pendidikan dan pengerahuan rendah serta hubungan sosial di lingkungannya, dorongan biologis dan aktualisasi diri akibat dari pemenuhan kebutuhan ekonomi dan peningkatan tingkat sosial. Pergaulan menyimpang akibat dari seks bebas, penggunakaan alkohol serta penggunaan narkoba juga menjadikan faktor penyebabnya. Pengawasan orangtua yang rendah dapat menyebabkan anak bebas sehingga pergaulan dapat tidak terkontrol, peran sekolah serta peran tenaga kesehatan juga dianggap mampu untuk menjadikan sikap remaja dapat menikah dibawah usia 18 tahun karena kurangnya pendidikan kesehatan serta pendidikan moral.
Efek Astaxanthin dan Latihan Teratur terhadap Pola Stres Oksidatif Pria Setelah Aktivitas Berat Nova Sylviana; Hanna Gunawan; Ronny Lesmana; Ambrosius Purba; Ieva B. Akbar
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (340.861 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.1.46

Abstract

Aktivitas fisik berat meningkatkan senyawa oksigen reaktif dalam tubuh yang diketahui dengan mengukur kadar malondialdehid (MDA) dari hasil proses lipid peroksidase yaitu kerusakan oksidatif pada biomolekul lipid akibat reaktivitas senyawa oksigen reaktif (SOR), namun pola perubahan kadar MDA plasma seseorang setelah beraktivitas fisik berat masih belum dipahami. Antioksidan potensial seperti astaxanthin dan latihan teratur diduga dapat memengaruhi pola perubahan kadar MDA tersebut. Untuk itu dilakukan penelitian eksperimental dengan subjek 15 orang pria terlatih dan 15 orang pria tidak terlatih anggota sebuah pusat kebugaran di Bandung, usia 18­–25 tahun yang terbagi menjadi kelompok yang mendapatkan suplemen astaxhantin atau plasebo selama satu minggu secara buta ganda. Setelah pemberian suplemen atau plasebo, setiap kelompok melakukan tes aktivitas anaerobik berat. Dilakukan pengukuran MDA rerata (mmol/mL) sebelum dilakukan tes, langsung setelah tes, 6 jam setelah tes, dan 24 jam setelah tes. Data yang dianalisis menggunakan uji ANOVA diikuti uji Duncan menunjukkan bahwa sebelum tes keempat kelompok mempunyai rerata yang hampir sama, sementara rerata MDA yang diperiksa pada setelah tes pada kelompok pria terlatih dengan suplementasi astaxanthin memiliki rerata MDA terendah, sementara yang tertinggi pada kelompok pria tak terlatih dengan plasebo (p<0,05). Perubahan rerata MDA pada setiap kelompok menunjukkan pola dinamis sama yaitu meningkat tajam langsung setelah tes latihan fisik, mulai mengalami penurunan pada jam ke–6 dan kembali ke rerata awal pada jam ke–24 (p<0,05), kecuali pada kelompok pria tak terlatih dengan plasebo meningkat 2 kali dari nilai awal. Hal ini menunjukkan astaxanthin dan latihan mempunyai efek positif terhadap peningkatan kadar MDA namun tidak memengaruhi pola perubahannya setelah aktivitas fisik berat.Kata kunci: Astaxanthin, latihan, malondialdehid The Effect of Astaxanthin and Regular Training on Dynamic Pattern of Oxidative Stress on Male under Strenuous ExerciseAbstractStrenuous physical activity will induce higher Reactive Oxygen Species (ROS) level in human body that can be measured by serum malondialdehyde (MDA) level. Malondialdehyde is product of lipid peroxidation process that defined as oxidative damage of lipid biomolecule by reactivity of reactive oxygen species. Still, the dynamic pattern of malondialdehyde (MDA) level under strenuous exercise is not fully understood. Potent antioxidant such as astaxanthin and training may altered the level of MDA. Thus, the purpose of this study is to understand the effect of astaxanthin to MDA dynamic pattern on training male after strenuous physical activity. It was a double blind, experimental study, conducted on thirty young male age, divided into untrained and trained groups. Supplement astaxanthin was given to 15 subject as well as plasebo for one week. After supplementation, subjects were tested with anaerobic strenuous physical activity. The values were analyzed with ANOVA test followed by Duncan test showed that in every group, mean of MDA before test was similar, started increasing significantly after test, began decreasing at 6th hour post test and back to baseline at 24th hour post test (p<0.05), except for group of untrained male with plasebo, the value still increase twice from baseline. The lowest mean of MDA was found on group of trained male with astaxanthin supplementation and the highest was found on group of untrained male with placebo (p<0.05). These findings support that astaxanthin and training might have positive effect to oxidative stress condition without altered its dynamic pattern in male after strenuous physical activity.Keywords: Astaxanthin, malondialdehyde, training
Factors Affecting Surgical Waiting Time in Cancer Patients at Referral Hospitals of West Java Province Yuli Susanti; Siska Nia Irasanti; Ieva Baniasih Akbar; Wawang S. Sukarya
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.01 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v8i2.6201

Abstract

A challenge for hospitals in facing the high number of patient visits is to provide quality services. One of the vital services in dealing with patients, especially those who will have cancer surgery considering the high rate of mortality cancer, is an improvement in waiting time (WT). Waiting time for elective surgery is one indicator of service quality with a standard of ≤2 days. This research aimed to determine the average WT for surgery, influencing factors, and optimal queuing models. The method used was quantitative and qualitative methods applied to 207 samples with consecutive sampling at West Java Provincial Al-Ihsan Regional General Hospital Bandung from October to December 2016. The analysis used partial least squares (PLS). The results of the study showed that the average WT for surgery was 32 days. Factors that influence WT were inpatient rooms, number of medical personnel, condition of patients, and health insurance. The optimal queue model to reduce surgical waiting time are adding inpatient beds, oncologist doctor, and creating an online system for registration and confirmation of inpatient rooms and operating. FAKTOR YANG MEMENGARUHI WAKTU TUNGGU OPERASI PASIEN KANKER DI RUMAH SAKIT RUJUKAN JAWA BARATTantangan bagi rumah sakit dalam menghadapi jumlah kunjungan pasien yang tinggi adalah mampu memberikan pelayanan berkualitas. Salah satu pelayanan signifikan bagi pasien kanker yang akan menjalani operasi adalah perbaikan waktu tunggu karena mortalitas pasien kanker yang tinggi. Waktu tunggu operasi elektif merupakan salah satu indikator mutu pelayanan dengan standar ≤2 hari. Penelitian bertujuan mengetahui waktu tunggu operasi rerata, faktor yang memengaruhi, dan model antrean yang optimal. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif yang diterapkan pada 207 sampel secara consecutive sampling di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat Bandung dari Oktober hingga Desember 2016. Analisis menggunakan partial least squares (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tunggu operasi rerata adalah 32 hari. Faktor yang berpengaruh terhadap waktu tunggu operasi adalah ruang rawat inap, jumlah tenaga medis, kondisi pasien, dan jaminan kesehatan. Model antrean yang optimal untuk menurunkan waktu tunggu operasi adalah penambahan tempat tidur rawat inap, penambahan dokter spesialis bedah onkologi, serta pembuatan sistem daring untuk pendaftaran dan konfirmasi kesiapan ruang rawat inap dan ruang operasi.
Implementation of Importance-Performance Analysis (IPA) for Improving Medical Students’ Quality of Service in Teaching Hospital Siska Nia Irasanti; Ieva Baniasih Akbar; Yani Dewi Suryani
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.865 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v8i1.5863

Abstract

One of the most relevant elements for improving the quality of an organization is the recognition of customer satisfaction and perceived quality of services. During their clerkship, medical students are required to work with different medical specializations in rotation and treat patients under the supervision of the attending physicians. The purpose of the study is to explore the medical students' quality of service using the importance-performance analysis (IPA) diagram that focused on the conformance level (CLi) between the actual service performance score and patient expectation score. This was a cross-sectional study involving 160 patients and patient caregivers at the Department of Pediatric of West Java Provincial Al-Ihsan Regional General Hospital Bandung, who was a purposive sampling method to participate in the study during January 2018. Results showed that the total CLi was less than 100%. The CLi scores for responsiveness, empathy, assurance, and reliability components were 84.57%, 84%, 83.56%, and 83.45%, respectively. It can be concluded that the services provided were good, but have not yet been able to meet the expectation of the patients. Overall, the IPA is useful to identify areas for strategic focus in improving the quality of services provided by medical students to help the hospital managers and faculty of medicine develop education management strategies. PENERAPAN IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS (IPA) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN MAHASISWA SELAMA KEPANITERAAN DI RUMAH SAKIT PENDIDIKANSalah satu elemen yang paling relevan untuk meningkatkan kualitas organisasi adalah mengetahui kepuasan dan kualitas layanan yang dirasakan oleh konsumen. Selama kepaniteraan, mahasiswa kedokteran diwajibkan untuk berotasi melalui berbagai spesialisasi medis dan merawat pasien di bawah pengawasan dokter. Tujuan penelitian ini mengetahui kualitas pelayanan mahasiwa kedokteran dengan menggunakan diagram importance-performance analysis (IPA) yang berfokus pada tingkat kesesuaian (Tki) antara skor kinerja layanan aktual dan skor harapan pasien. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang melibatkan 160 pasien dan penunggu pasien di Departemen Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat Bandung dengan metode purposive sampling selama bulan Januari 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total Tki kurang dari 100%. Skor Tki untuk komponen respons, empati, assurance, dan reliabilitas masing-masing adalah 84,57%, 84%, 83,56%, dan 83,45%. Dapat disimpulkan bahwa faktor layanan yang diberikan baik, tetapi belum memenuhi harapan pasien. Meskipun demikian, IPA berguna untuk mengidentifikasi area untuk fokus strategis dalam meningkatkan kualitas layanan yang diberikan mahasiswa kedokteran untuk membantu manajer rumah sakit dan fakultas kedokteran mengembangkan strategi manajemen pendidikan.
Penurunan Kadar Gula Darah Akibat Pemberian Ekstrak Manggis (Garcinia mangostana) dan Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada Tikus Diabetes Yusni Yusni; Ieva Baniasih Akbar; Rezania Rezania; Raipati Fahlevi
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.28 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i1.2097

Abstract

Masyarakat percaya bahwa kulit manggis dan tomat dapat menurunkan kadar gula darah dan bermanfaat sebagai antidiabetes, namun hal ini perlu diuji untuk menemukan bukti ilmiahnya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efek penurunan kadar gula darah akibat pemberian kombinasi ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) dengan tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada tikus putih (Rattus norvegicus) Wistar diabetes. Penelitian ini menggunakan rancangan pretest-posttest with control group design. Ekstrak manggis dan tomat dibuat di Laboratorium Kimia, FMIPA, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, sedangkan pemberian perlakuan dan pemeriksaan kadar gula darah dilakukan di Laboratorium Hewan Coba, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Waktu penelitian bulan September–November 2015. Subjek penelitian adalah tikus putih jantan galur Wistar sebanyak 30 ekor. Tikus dibagi dalam 3 kelompok secara acak dengan tiap kelompok 10 ekor: kelompok 1 (K1) adalah tikus yang tidak diinduksi aloksan dan tidak diberikan perlakuan (kontrol negatif), kelompok 2 (K2) adalah tikus yang diinduksi aloksan dan tidak diberikan perlakuan (kontrol positif), dan kelompok 3 (K3) adalah tikus yang diinduksi aloksan dan diberikan perlakuan. Perlakuan berupa pemberian ekstrak kulit manggis dan tomat 50 mg/kgBB/hari masing-masing selama 7 hari. Pemeriksaan kadar gula darah (KGD) dilakukan sebelum dan setelah pemberian perlakuan menggunakan glukometer (NESCO®). Analisis data menggunakan uji normalitas, homogenitas, dan uji ANOVA (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan KGD setelah perlakuan pada kelompok perlakuan mengalami penurunan secara bermakna (K1: 98,10±14,91 vs 92,50±13,97; K2: 237,10±30,31 vs 330,10±63,70; K3: 277,80±74,02 vs 105,10±15,89: p=0,00). Simpulan, pemberian kombinasi ekstrak kulit manggis dan tomat dosis 50 mg/kgBB/hari masing-masing menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes. Ekstrak kulit manggis dan tomat berpotensi dikembangkan sebagai obat antidiabetes.BLOOD SUGAR LEVELS REDUCTION BY MANGOSTEEN (GARCINIA MANGOSTANA) AND TOMATO (LYCOPERSICUM ESCULENTUM MILL) IN DIABETIC RATSThe people believe that the mangosteen and tomatoes can reduce blood sugar levels and useful as antidiabetic however, this statement still needs to be tested scientifically. The purpose of this study was to analyze the effect of a decrease in blood sugar levels due to the effect of the combination of mangosteen peel extract (Garcinia mangostana) and tomato (Lycopersicum esculentum Mill) in rats (Rattus norvegicus) Wistar. This type of research using a pretest-posttest control group design. The subjects were male Wistar rats with a number of subjects as many as 30 individuals. Rats were divided into 3 groups randomly with each groups of 10 rats: group 1 (K1) were rats that was not induced alloxan and not given treatment (negative control), group 2 (K2) were rats induced alloxan and given no treatment (positive control), and group 3 (K3) were rats induced alloxan and also given treatment. Provision of treatment in the form of mangosteen peel and tomato extract with each dose of 50 mg/kgBW/day and given for 7 days. Blood sampling for checking blood sugar levels is performed before and after treatment. blood sugar levels examination carried out using a glucometer (NESCO®). Analysis of data using normality, homogeneity, and ANOVA tests (p<0.05). The results showed that the blood sugar levels after administration of a combination of mangosteen peel and tomato extract in the treatment group experienced a significant reduction (K1: 98.10±14.91 vs 92.50±13.97; K2: 237.10±30.31 vs 330.10±63.70; K3: 277.80±74.02 vs 105.10±15.89: p=0.00). It can be concluded that the administration of a combination of mangosteen peel and tomato extract with each dose of 50 mg/kgBW/day can lower blood sugar levels in diabetic rats. This indicates that the mangosteen and tomatoes potential to be developed as an antidiabetic drug.
Korelasi antara Kadar Testosteron dan Proses Remodeling Ventrikel Kiri pada Penderita Infark Miokardium Akut Mohammad Rizki Akbar; Tri Hanggono Achmad; Ieva B. Akbar; Budhi Setianto Purwowiyoto
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 4, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.998 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v4i2.2008

Abstract

Infark miokardium akut merupakan penyebab utama kematian di dunia. Perbedaan jenis kelamin berperan terhadap mortalitas jangka panjang pascainfark miokardium yang menunjukkan gambaran pola fisiologi regenerasi miokardium yang spesifik. Kematian setelah infark miokardium lebih tinggi pada perempuan. Remodeling ventrikel kiri merupakan proses penyembuhan luka pascainfark miokardium yang menjadi petunjuk keadaan gagal jantung maupun kematian. Proses ini berpengaruh penting pada fungsi ventrikel dan prognosis survival yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ekokardiografi. Terdapat kontroversi berkaitan dengan peranan androgen pada proses remodeling jantung. Walaupun masih terdapat perdebatan, androgen memiliki peran terhadap remodeling ventrikel kiri dan bersifat protektif terhadap proses fibrosis yang maladaptif. Dilakukan penelitian observasional analitik yang bersifat prospektif untuk mengkaji peranan testosteron terhadap remodeling ventrikel kiri pada pasien infark miokardium akut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung selama Maret–Oktober 2015. Penelitian dilakukan pada 60 orang laki-laki usia 40–77 tahun penderita infark miokardium akut. Pemeriksaan ekokardiografi, pengukuran kadar testosteron total, testosteron bebas, dan testosteron bioavailabel dilakukan sebanyak dua kali. Pemeriksaan pertama dilakukan saat pasien didiagnosis infark miokardium akut dan pengulangan 4–6 minggu kemudian. Usia rata-rata penderita 56,16±8,48 tahun. Bila dibanding dengan pemeriksaan pertama dan kedua, tampak peningkatan kadar testosteron total yang signifikan (785,00±661,76 ng/dL vs 822,33±365,64 ng/dL; p=0,004), penurunan kadar testosteron bebas (24,66±17,91 ng/dL vs 19,00±15,24 ng/dL; p=0,067), dan penurunan kadar testosteron bioavailabel (475,21±353,10 ng/dL vs 394,98±314,85 ng/dL; p=0,166). Analisis korelasi rank Spearman memperlihatkan korelasi bermakna antara testosteron bebas dan relative wall thickness (p=0,019), serta testosteron bioavailabel dengan relative wall thickness (p=0,014). Simpulan, testosteron berperan pada proses remodeling ventrikel kiri pascainfark miokardium akut yang diperlihatkan dengan peningkatan kadar testosteron total serta penurunan kadar testosteron bebas maupun testosteron bioavailabel yang memiliki afinitas yang kuat dengan kardiomiosit. CORELLATION BETWEEN TESTOSTERONE LEVEL AND LEFT VENTRICULAR REMODELING PROCESS IN ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION PATIENTMyocardial infarction (MCI) is a leading cause of death worldwide. Gender differences in long term mortality after MCI lead to a specific physiologic pattern of myocardial regeneration. Moreover mortality after MCI was reported to be higher in women. Left ventricular remodeling is cardiac wound healing after MCI indicate a high risk of heart failure and death. This remodeling can importantly affect the function of the ventricle and prognosis for survival which can be diagnosed by echocardiography. Controversial information excert about the role of androgen in cardiac remodeling. Even the evidence still debatable, androgen has a role in left ventricular (LV) remodeling and protect heart from maladaptive fibrosis. A prospective analytical observational study was conducted to evaluate the role of testosterone in LV remodeling in acute myocardial infarction patients. The study comprised 60 men aged 40–77 years with acute myocardial infarction in Dr. Hasan Sadikin Hospital during March–October 2015. Echocardiographyc study and the level of total, free, and bioavailable testosterone were measured twice. The first measured when they diagnosed acute myocardial infarction and the second after 4–6 weeks. The age of patient was 56.16±8.487 years old. Comparing the first and the second measure indicate that total testosterone significantly increased (785.00±661.76 ng/dL vs 822.33±365.64 ng/dL, p=0.004), free testosterone decreased (24.66±17.91 ng/dL vs 19.00±15.24 ng/dL, p=0.067), and bioavailable testosteron decreased (475.21±353.10 ng/dL vs 394.98±314.85 ng/dL, p=0.166). Correlation analysis by rank Spearman showed significantly correlation between free testosterone with relative wall thickness (p=0.019), and bioavailable testosterone with relative wall thickness (p=0.014). It is concluded that testosterone has a role on LV remodeling process after myocardial infarction showed by increasing of total testosterone and decreasing of free and bioavailable testosterone which have great affinity with cardiomyocyte.
A Qualitative Evaluation Study of The Infant and Young Child Feeding Counselling Fitria Nurwulansari; Deni Kurniadi Sunjaya; Dida Akhmad Gurnida; Dewi Marhaeni Diah Herawati; Ieva Baniasih Akbar
Pediomaternal Nursing Journal Vol. 7 No. 2 (2021): VOLUME 7 NO 2 SEPTEMBER 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/pmnj.v7i2.28375

Abstract

Introduction: The Infant and young child feeding (IYCF) counselling program is an international strategy to improve IYCF practices in the community. This study aimed to explore the implementation of the program through the logic model approach.Methods: A qualitative method was employed for this evaluation study. Fifteen participants were selected by purposive random sampling, and data collection was conducted by in-depth interview, focus group discussion, observation, and document study. Data were processed from transcription, reduction, coding, categorizing to data interpretation and assessed by content analysis.Results: IYCF training is a cascading training and a combination of adult and fun learning that effectively produces a mixture of counsellors who can provide counselling using the counselling cards. However, the gap in the number of cadre counsellors and the target of counselling, as well as the limited time, low financial support, over workload, and inadequate supervision, resulted in poor recording and low numbers of clients who had been exposed to counselling. Nevertheless, this counselling has a positive effect on maternal knowledge and attitude. Still, the existence of traditional community practices, family and environmental factors are barriers to the implementation of proper IYCF practices.Conclusion: IYCF counselling effectively improved IYCF practices, so it has to be continued with strengthening the number of counsellors, recording and supervision activities. Changing strategy in counselling by involving other adult household members like grandmother or neighbours are explicitly targeted for more effective in improving the practices of infant and young child feeding.
Calcium Serum Levels and Blood Pressure Response in trained subjects who consumed goat milk Yusni Yusni; Ieva Baniasih Akbar; M. Rizki Akbar
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol 38 No 3 (2017): July - September 2017
Publisher : The Indonesian Heart Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30701/ijc.778

Abstract

Background: Calcium plays a role in regulating blood pressure and one exogenous sources of calcium are goat milk. Indonesian society is generally believed that goat milk can lower blood pressure and useful as antihypertensive, but so far have not found scientific evidence of how the mechanism of goat milk for controlling blood pressure. This study aimed to analyze the effect of the consumption of goat milk for lowering blood pressure and its relation to calcium serum levels in people trained. Method: Subjects, 19 gymnasts (the treatment group) and 10 runners (the control group), male and female, aged 17-28 years. Treatment: goat’s milk 250 mg / day, ad­ministered after dinner (at 19:00 to 20:00 pm), for 90 days. Design research is quasy experimental pretest-posttest design. Analysis of data using normality test Kolmogorof Smirnof-Z (p>0.05), Levene homogeneity test (p>0.05), t test (p<0.05) and Pearson correlation test (p <0.05). Results: The results showed systolic blood pressure after consume goat milk decreased significantly in the treatment group compared to the control group (122 ± 7:33 and 10:54 ± 115 vs 119 ± 7.61 ± 4.83 mmHg and 118 mmHg; p <0.05), whereas diastolic blood pressure in the treatment group and the control group (80.42 ± 5:53 and 7:08 ± 78.42 mmHg vs; 78.50 ± 3:37 and 3:16 ± 79 mmHg; p> 0.05) did not show differ­ences after administration of goat’s milk. Serum calcium levels after administration of dairy goats in the treatment group increased significantly compared with the control group (9:47 ± 0:25 and 0:32 ± 9.87 mg / dl vs 9.74 ± 0:42 and 9:37 ± 0:38 mg / dl; p <0.05). The results of Pearson correlation test (r) showed r=-0.45; p=0.05, mean­ing there were nonsignificant correlation between systolic blood pressure with serum calcium levels. Conclusion: Delivery of goat’s milk can decrease systolic blood pressure and stimulates the secretion of calcium, but a decrease in systolic blood pressure was not associated with increased serum calcium levels in people trained. Abstrak Latar Belakang: Kalsium berperan dalam mengatur tekanan darah dan salah satu sumber kalsium eksogen adalah susu kambing. Masyarakat Indonesia umumnya percaya bahwa susu kambing dapat menurunkan tekanan darah dan bermanfaat sebagai antihipertensi, namun sejauh ini belum ditemukan bukti ilmiah bagaimana kerja susu kambing dalam mengontrol tekanan darah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konsumsi susu kambing dalam menurunkan tekanan darah dan hubungannya dengan kadar kalsium serum pada orang terlatih. Metode: Subjek, 19 pesenam (kelompok perlakuan) dan 10 atlet lari (kelompok kontrol), laki-laki dan perempuan, usia 17-28 tahun. Perlakuan: pemberian susu kambing 250 mg/hari, diberikan setelah makan malam (pukul 19.00-20.00 wib), selama 90 hari. Design penelitian adalah quasy experimental pretest-posttest design. Analisis data menggunakan uji normalitas Kolmogorof Smirnof-Z (p>0,05), uji homogenitas Levene (p>0,05), uji t (p<0,05) dan uji korelasi pearson (p<0,05). Hasil: hasil penelitian menunjukkan tekanan darah sistolik setelah pemberian susu kambing pada kelompok perlakuan menurun signifikan dibandingkan kelompok kontrol (122±7.33 dan 115±10.54 vs 119±7.61 dan 118±4.83 mmHg mmHg; p<0,05), sedangkan tekanan darah diastolic pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (80.42±5.53 dan 78.42±7.08 mmHg vs; 78.50±3.37 dan 79±3.16 mmHg; p>0,05) tidak menunjukkan perbedaan setelah pemberian susu kambing. Kadar kalsium serum setelah pemberian susu kambing pada kelompok per­lakuan meningkat signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (9.47±0.25 dan 9.87±0.32 mg/dl vs 9.74±0.42 dan 9.37±0.38 mg/dl; p<0,05). Hasil uji korelasi pearson (r) menunjukkan r=-0,45; p=0,05, artinya terdapat korelasi sedang yang tidak bermakna antara tekanan darah sistolik dengan kadar kalsium serum. Kesimpulan: Pemberian susu kambing dapat menurun tekanan darah sistolik dan merangsang sekresi kalsium namun penurunan tekanan darah sistolik tidak berhubungan dengan peningkatan kadar kalsium serum pada orang terlatih.
Karakteristik dan Jumlah Leukosit pada Anak Penderita Leukemia Limfoblastik Akut yang Menjalani Kemoterapi Fase Induksi di Rumah Sakit Al Islam Bandung Fairuz Fakhri Luthfiyan; Lia Marlia Kurniawati; Ieva B. Akbar
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 3, No 2 (2021): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v3i2.7325

Abstract

Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah kelompok keganasan heterogen dengan sejumlah kelainan genetik khas yang menghasilkan berbagai perilaku klinis dan respons terhadap terapi. Pasien LLA pada umumnya identik dengan jumlah leukosit yang tinggi. Terapi saat ini adalah dengan cara kemoterapi yang terdiri atas 3 fase, yaitu induksi, konsolidasi, dan pemeliharaan. Keberhasilan kemoterapi ditentukan banyak faktor antara lain adalah terjadi remisi setelah kemoterapi fase induksi. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik dan jumlah leukosit pada anak penderita LLA setelah fase induksi kemoterapi. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan rancangan potong lintang yang menggunakan data rekam medik pasien LLA usia 0–15 tahun periode tahun 2019. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Al Islam Bandung selama bulan Oktober 2020 dan teknik pengambilan data menggunakan total sampling. Pada penelitian ini didapatkan 137 data rekam medik dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 74 data. Kasus LLA paling banyak terjadi pada usia 0–5 tahun pada 41 pasien (55%), jenis kelamin laki-laki 43 pasien (58%), status gizi baik 46 pasien (62%), dan morfologi sumsum tulang remisi 63 pasien (85%). Selain itu, jumlah leukosit 4.500–13.500/mm3 pada 52 pasien (70%) dan remisi sumsum tulang terbanyak pada jumlah leukosit 4.500–13.500/mm3 pada 45 pasien (61%). Simpulan, karakteristik pasien LLA terbanyak laki-laki, usia 0–5 tahun, status gizi baik, dan morfologi sumsum tulang remisi. CHARACTERISTICS AND NUMBER OF LEUKOCYTES IN CHILDREN WITH ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA WHO UNDERWENT INDUCTION PHASE CHEMOTHERAPY AT AL ISLAM HOSPITAL BANDUNGAcute lymphoblastic leukemia is a heterogeneous group of malignancies with several characteristic genetic disorders that produce various clinical behaviors and responses to therapy. Acute lymphoblastic leukemia (ALL) patients are generally synonymous with high leukocyte counts. Current therapy is chemotherapy which consists of 3 phases, namely induction, consolidation, and maintenance. The success of chemotherapy is determined by many factors, including remission after the induction phase of chemotherapy. This study aims to determine the characteristics and number of leukocytes in children with ALL after the chemotherapy induction phase. The method used was descriptive with a cross-sectional design using medical records of ALL patients aged 0–15 years of 2019 period. The study was conducted in Al Islam Hospital Bandung during October 2020, and the data collection technique used total sampling. In this study, there were 137 medical record data and 74 data that met the inclusion criteria. Most ALL cases occurred at the age of 0–5 years in 41 patients (55%), male gender 43 patients (58%), good nutritional status 46 patients (62%), and remission bone marrow morphology 63 patients (85%). In addition, the leukocytes count was 4,500–13,500/mm3 in 52 patients (70%), and the highest bone marrow remission was in the leukocytes count 4,500–13,500/mm3 in 45 patients (61%). In conclusion, characteristics of most ALL patients are male, age of 0–5 years with good nutritional status and bone marrow morphology showing remission. 
Pengaruh Paparan Cahaya Matahari Pagi Terhadap Penurunan Berat Badan dan Body Fat Wanita Dewasa Muda Obesitas di Asrama Putri STIKES Medistra Indonesia Linda Kristiani Taleumbanua; Kusnandi Rusmil; Yuni Susanti Pratiwi; Farid Husin; Ieva Baniasih Akbar; Hadyana Sukandar
Jurnal Pendidikan dan Pelayanan Kebidanan Indonesia (Indonesian Journal of Education and Midwifery Care Vol 2, No 3 (2015): September
Publisher : Program Studi Magister Kebidanan FK UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (66.473 KB) | DOI: 10.24198/ijemc.v2i3.37

Abstract

Obesitas adalah penyakit yang berkontribusi terhadap komplikasi metabolik. Prevalensi obesitaspada wanita ditemukan lebih tinggi dari laki-laki dengan kecenderungan meningkat dari tahunke tahun. Dampak obesitas terhadap wanita telah banyak ditemukan, khususnya komplikasikehamilan dan persalinan serta janin yang dilahirkan. Untuk itu wanita didorong menurunkanberat badan pada masa pra-hamil. Beberapa penelitian menemukan ada hubungan kuat antarapaparan cahaya matahari pagi dengan penurunan berat badan dan lemak tubuh, sehingga cahayamatahari dapat menjadi salah satu bagian dari terapi kombinasi. Rancangan penelitian iniadalah quasi eksperimental pre dan post di asrama putri STIKES Medistra Indonesia. Subjekterdiri dari 16 mahasiswa obesitas. Intervensi yang diberikan adalah paparan cahaya mataharipagi 45 menit setiap hari selama 21 hari berturut-turut dengan intensitas rata-rata 13.250 lux.Intensitas cahaya matahari diukur dengan lux meter. Berat badan dan body fat diukur dengantimbangan digital Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Data dianalisis dengan uji t, ujiMann-Whitney, dan uji Wilcoxon. Pengaruh paparan cahaya terhadap penurunan berat badandan body fat diperoleh dari persentase selisih hasil pengukuran sebelum dan sesudah intervensidilakukan. Pada kelompok perlakuan persentase penurunan berat badan sebesar 0,53% (p<0,05)dan penurunan body fat 1,02% (p<0,05). Simpulan penelitian ini adalah paparan cahayamatahari pagi terhadap wanita dewasa muda obesitas berpengaruh terhadap penurunan beratbadan, body fat dan nafsu makan.