Imam Ghozali
STAIN Bengkalis

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Memahami Format Demokrasi Model Khawarij di Indonesia Imam Ghozali
Islamadina : Jurnal Pemikiran Islam ISLAMADINA, Volume 21, No. 1, Maret 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.72 KB) | DOI: 10.30595/islamadina.v0i0.6128

Abstract

Doktrin politik Khawarij menentang pemerintah yang sah dengan pola melakukan bom bunuh diri ternyata tidak berhasil. Bahkan mendapat respon negatif dari umat Islam. Mereka merubah dengan melebur kegiatan politiknya melalui pesta demokrasi baik melalui pilkada dan pilpres. Berlindung dalam demokrasi, mereka melakukan konsolidasi politik baik demonstrasi dan pesta demokrasi melalui Pilkada dan Pilpres. Kekalahan pasangan prabowo-sandiaga uno tidak serta merta mengakui kemenangan pasangan Jokowi-Ma’ruf. Bahkan ijtima IV menolak secara tegas hasil pilpres 2019 yang dianggap tidak sah. Mereka juga menolak pernyataan Prabowo yang mengakui kemenangan rivalnya dengan menyatakan sudah tidak satu barisan dalam memperjuangkan syariat Islam. sikap ini persis sebagaimana dilakukan oleh kaum khawarij yang menentang ali dan muawiyah. Berpedaannya, pada pilpres 2019 mereka masuk pada sistem demokrasi yang melahirkan pola demokrasi eklusif, yaitu suatu pola gerakan massa yang selalu menolak setiap hasil pemilu ketika tidak sesuai dengan syariat Islam menurut versinya.
Political and Nationalism of GP Ansor in Facing The Perssecution of Kirab Satu Negeri in The Meranti Islands Imam Ghozali; Junaidi Junaidi
AL-TAHRIR Vol 20, No 2 (2020): Islam and Politics
Publisher : IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/altahrir.v20i2.2131

Abstract

Abstract: This study is to determine the implementation, implication, and process of resolving the politics of nationalism in the Kirab Satu Negeri GP Ansor activities in the Meranti Islands. This activity experienced persecution from HTI, FPI, youth organizations, and the Malay Customary Institution (LAM) of the Meranti Islands Regency. The movement of negative opinions by these mass organizations has worsened the image of GP Ansor in the Meranti community. This research uses a qualitative descriptive-analytic approach. The data collection method in this study combines the Library Method and Field Research. As a result of the research, GP Ansor applies the politics of religious nationalism in carrying out the Kirab Satu Negeri. Indeed, radicalism groups and youth organizations build negative opinions of political and religious issues the affect the solidity of members of the GP Ansor, divided into two, namely following the line of command of the GP Ansor board and some rejecting it firmly. The GP Ansor militant committee consistently moves to resolve the persecution with religious nationalism politics, namely: first to open a dialogue with mass organizations that reject the KSN program; second, to conduct friendship wit LAM elders with the connectivity approach of the similarity between the NU tradition and the rituals of the Malay community; the third structural approach to the local Government, DPRD and Kapolres regarding the KSN mission to arouse the spirit of nationality; fourth, inviting all members of the GP Ansor, officials to do istighosah so that Indonesia will not be able to be divided by radical groups.الملخص: تهدف هذه الدراسة إلى تحديد التنفيذ والتضمين وعملية حل المشكلة حول  سياسات القومية في أنشطة كيراب ساتو نيجيري حركة الشباب أنصار (GP Ansor) في جزر ميرانتي. تعرض هذا النشاط للاضطهاد من قبل حزب التحرير الإندو نسي( HTI) و جبهة الدفاع الإسلامي( FPI) ومنظمات الشباب ومؤسسة العرفية المالايووية(LAM) في منطقة جزر ميرانتي . أدت توجيه الآراء السلبية من قبل هذه المنظمات الجماهيرية إلى تدهور صورة حركة الشباب أنصار في نظر مجتمع ميرانتي Meranti. يستخدم هذا البحث المنهج الوصفي التحليلي. بينما  طريقة جمع البيانات في هذه الدراسة تجمع  بين أسلوب المكتبة والبحث الميداني. و نتيجة البحث ، يطبق حركة الشباب أنصار سياسة القومية الدينية في تنفيذ كيراب ساتو نيجيري( KSN/Kirab Satu Negeri). وبالفعل ، فإن الجماعات الراديكالية والمنظمات الشبابية تبني آراء سلبية حول القضايا السياسية والدينية التي تؤثر على صلابة أعضاء GP Ansor و إنقسامهم إلى قسمين. منهم من اتبع خط القيادة لإدارة GP Ansor و الأخر صارم على رفض ذلك. مازال  المجلس  الإداري المتشدد في GP Ansor يتحرك لحل هذا الاضطهاد بسياسات القومية الدينية ، أي: أولا فتح باب الحوار مع المنظمات الجماهيرية التي ترفض برنامج (KSN) ؛ ثانيًا ، إقامة التواصل والصداقة مع شيوخ (LAM) من خلال نهج الترابط للتشابه بين تقاليد نهضة العلماء  (NU) وطقوس مجتمع الملايو. ثالثا، القيام  بالتقرب الهيكلي إلى حكومة المحلية و مجلس الشورى المنطقي (DPRD) و رئيس الأمن المنطقي  (Kapolres) فيما يتعلق بمهمة (KSN) لإثارة روح الجنسية ؛ رابعًا ، الدعوة لجميع أعضاء (GP Ansor) ، والمسؤولين للقيام بالإستغاثة حتى تتجنب الدولة الإندونيسية من الانقسام بسبب عمل الجماعات المتطرفة.Abstrak: Penelitian ini untuk mengetahui implementasi, implikasi dan proses penyelesaian politik nasionalisme pada kegiatan Kirab Satu Negeri (KSN) GP Ansor Kepulauan Meranti. Kegiatan ini mengalami persekusi dari HTI, FPI, Ormas Kepemudaan dan Lembaga Adat Melayu (LAM) Kabupaten Kepulauan Meranti. Penggiringan opini negatif oleh kelompok Ormas-ormas tersebut telah memperburuk citra GP Ansor di masyarakat Meranti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitataif deskriptif analistis. Sedangkan metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggabungkan antara metode kepustakaan dan penelitian lapangan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa GP Ansor menerapkan politik nasionalisme religius dalam menjalankan Kirab Satu Negeri. Kelompok radikalisme dan Ormas kepemudaan membangun opini negatif tentang isu-isu politik dan agama yang mempengaruhi solidaritas anggota GP Ansor sehingga terpecah menjadi dua, yaitu sebagian mengikuti garis komando pengurus GP Ansor dan sebagain menolak secara tegas. Pengurus militan GP Ansor konsisten terus bergerak menyelesaikan persekusi dengan politik nasionalisme religius, yaitu pertama membuka dialog dengan Ormas-ormas yang menolak acara KSN; kedua melakukan silaturahi dengan sesepuh LAM dengan pendekatan konektivitas kesamaan antara tradisi NU melalui ritual masyarakat Melayu; ketiga melakukan pendekatan struktural kepada Pemuda, DPRD dan Kapolres tentang misi KSN untuk membangkitkan semangat kebangsaan; keempat mengajak seluruh anggota GP Ansor, para pejabat untuk istighasah agar negara Indonesia terhindar dari perpecahan akibat dari kelompok-kelompok radikalisme.
IMPLEMENTASI HAK-HAK POLITIK KELOMPOK MINORITAS MENURUT ABDURRAHMAN WAHID Imam Ghozali
Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam Vol 6, No 2 (2020): Desember 2020
Publisher : IAIN Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/zjpi.v6i2.2062

Abstract

Abdurrahman Wahid menilai bahwa diskriminasi hak-hak politik kelompok minoritas berlangsung secara sistematis sejak berdiri Negara Republik Indonesia sampai memasuki era Reformasi. Pada zaman orde baru, kelompok minoritas terpinggirkan dalam percaturan politik. Memasuki zaman Reformasi sebagai wujud kebebasan hak-hak politik justru semakin mempersempit kelompok minoritas. Kebangkitan kelompok Islam garis kanan dengan semangat menegakan syariat Islam dengan cita-cita mendirikan Negara Islam telah menghidupkan sentiment  SARA. Mereka  mengharamkan umat Islam memilih calon pemimpin baik pemilihan Presiden, Legislatif atau pemilihan Kepala Daerah. Abdurrahman Wahid melakukan perjuangan membela mereka untuk mendapat hak-hak politiknya. Ada dua persoalan berkaitan dengan diskriminasi politik minoritas, yaitu implementasi hak-hak politik minoritas dan kedudukan politik politik minoritas di Indonesia. Penelitian ini berbentuk Penelitian Kualitatif, dengan menggunakan pendekatan Library Riset. Hasil Penelitian, Abdurrahman Wahid menilai hak-hak politik minoritas di Indonesia dalam sistem demokrasi benar secara hukum Islam dan Konstitusi Negara. Mereka mempunyai hak-hak politik yang sama dengan muslim dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi sebagai wujud operasional Negara. Pemerintah harus menegakan kedaulatan hukum secara tegas dan konsisten agar tercipta keadilan hak-hak politik kelompok minoritas sebagai wujud demokratisasi politik telah berjalan dengan baik
The Criticism of the Political Model of Humanity’s Twitter NU Garis Lucu Against Intolerant Groups and Government Imam Ghozali
Islam Realitas: Journal of Islamic and Social Studies Vol 8, No 1 (2022): June 2022
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/islam_realitas.v8i1.5250

Abstract

This article examines the criticism of the political model of humanity, namely a critique of the political activities carried out by Twitter NU Garis Lucu against intolerant groups and the government that ignores human values. This twitter displays a style of criticizing and introducing new models of political values on social media, namely through witty sentences and humor across religions, ethnicities, and cultures. This model of politics becomes very important at a time when social sedia is filled with negative and provocative comments and narratives that endanger human values. As a result of this narrative, people are trapped in a rigid understanding, cannot accept differences, and easily judge other Muslims to be wrong when the latter’s opinions do not align with ones own. This attitude in turn leads to an understanding of identity politics based on religion, one that rejects the teaching and symbols of the state, which are in turn considered contrary to the teachings of the shari’a. This research is a descriptive and a qualitative analysis of the many reactions against the NU Garis Lucu twitter handle. The first part relates to the Twitter critique of NU Garis Lucu towards intolerant groups[NP1] . The second relates to the critique that the NU Garis Lucu received with regards to its stance against government and politicians. The results of the study show that the humanitarian politics developed by Twitter NU Garis Lucu by criticizing textual Islamic groups that have the potential to divide the harmony of Islamic society and the birth path of radicalism groups that aspire to uphold Islamic law kaffah. His criticism are manifested in dialogical, witty sentences, with an approach to Islamic teachings that are friendly, tolerant, and accept diversity in religious understanding. He also criticized government policies that were detrimental to the community and politicians who often raised identity politics and ignored its substance in fighting for the interests of the community.Artikel ini mengkaji kritik model politik kemanusiaan yaitu suatu kritik terhadap kegiatan politik yang dilakukan oleh Twitter NU Garis Lucu terhadap kelompok-kelompok anti-toleransi dan pemerintah yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Twitter ini menampilkan gaya cara mengkritik dan memperkenalkan nilai-nilai politik model baru di Media Sosial, yaitu melalui kalimat-kalimat jenaka dan humor lintas agama, suku, etnis dan budaya. Politik model seperti ini menjadi sangat penting pada saat media sosial dipenuhi komentar dan narasi-narasi negatif dan provokatif yang membahayakan nilai-nilai kemanusiaan. Akibat dari narasi tersebut, masyarakat terjebak pada pemahaman yang kaku, tidak bisa menerima perbedaan, dan mudah memvonis orang Islam lain salah ketika tidak sesuai dengan pemahamanya, yang merembet pada pemahaman politik identitas yang berdasarkan agama yaitu suatu paham yang menolak ajaran dan simbol-simbol negara yang dianggap bertentangan dengan ajaran syariat. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif untuk untuk mengungkapkan hasil temuan. Pertama berkaitan dengan kritik twitter nu garis lucu kepada kaum intoleran. Kedua berkaitan dengan kritik Twitter NU Garis Lucu terhadap pemerintahan dan politisi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa politik kemanusiaan yang dikembangkan oleh Twitter NU Garis Lucu dengan melakukan kritikan atas kelompok Islam tekstual yang mempunyai potensi memecah belah kerukunan masyarakat Islam dan jalan lahirnya kelompok radikalisme yang bercita-cita menegakan syariat Islam secara kaffah. Kritikan-kritikanya diwujudkan dengan kalimat bersifat dialogis, jenaka, dengan pendekatan ajaran Islam yang ramah, toleran, dan menerima keberagaman dalam pemahaman agama. Ia juga mengkritik terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat dan para politikus yang sering mengangkat politik identitas dan mengabaikan subtansinya dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat. 
Penyuluhan Pemahaman Nasionalisme Pada Mahasiswa Politeknik Bengkalis Imam Ghozali
Manhaj: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol 10, No 2 (2021): Manhaj: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mjppm.v10i2.5460

Abstract

Penelitian ini mempunyai tujuan mengetahui urgensi penyuluhan pahamaman nasionalisme terhadap mahasiswa baru pada dua perguruan tinggi yaitu di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis dan Politeknik Bengkalis.  Keberagaman latarbelakang pendidikan lanjutan tingkat atas seperti Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Ekonomi Atas serta Sekolah Teknik Mesin melahirkan perbedaan pada pemahaman mereka terhadap makna nasionalisme dan agama dalam hubungan antara agama dan politik. Keberagaman ini mempunyai potensi pada mahasiswa kemasukan pemahaman terhadap paham-paham agama yang menyalahi terhadap ajaran agama Islam itu sendiri baik berkaitan dengan kehidupan keagamaan, social-budaya dan politik. Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan prosentase. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlua adanya penyuluhan secara berkala terhadap mahasiswa terhadap pemahaman nasionalisme akibat dari pemahaman mereka yang kurang memahami terhadap hubungan agama dan negara. hal ini yang kemudian mudah tersusupi ajaran-ajaran radikalisme di kalangan mahasiswa
The Criticism of the Political Model of Humanity’s Twitter NU Garis Lucu Against Intolerant Groups and Government Imam Ghozali
Islam Realitas: Journal of Islamic and Social Studies Vol 8, No 1 (2022): June 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (373.884 KB) | DOI: 10.30983/islam_realitas.v8i1.5250

Abstract

This article examines the criticism of the political model of humanity, namely a critique of the political activities carried out by Twitter NU Garis Lucu against intolerant groups and the government that ignores human values. This twitter displays a style of criticizing and introducing new models of political values on social media, namely through witty sentences and humor across religions, ethnicities, and cultures. This model of politics becomes very important at a time when social sedia is filled with negative and provocative comments and narratives that endanger human values. As a result of this narrative, people are trapped in a rigid understanding, cannot accept differences, and easily judge other Muslims to be wrong when the latter’s opinions do not align with ones own. This attitude in turn leads to an understanding of identity politics based on religion, one that rejects the teaching and symbols of the state, which are in turn considered contrary to the teachings of the shari’a. This research is a descriptive and a qualitative analysis of the many reactions against the NU Garis Lucu twitter handle. The first part relates to the Twitter critique of NU Garis Lucu towards intolerant groups[NP1] . The second relates to the critique that the NU Garis Lucu received with regards to its stance against government and politicians. The results of the study show that the humanitarian politics developed by Twitter NU Garis Lucu by criticizing textual Islamic groups that have the potential to divide the harmony of Islamic society and the birth path of radicalism groups that aspire to uphold Islamic law kaffah. His criticism are manifested in dialogical, witty sentences, with an approach to Islamic teachings that are friendly, tolerant, and accept diversity in religious understanding. He also criticized government policies that were detrimental to the community and politicians who often raised identity politics and ignored its substance in fighting for the interests of the community.Artikel ini mengkaji kritik model politik kemanusiaan yaitu suatu kritik terhadap kegiatan politik yang dilakukan oleh Twitter NU Garis Lucu terhadap kelompok-kelompok anti-toleransi dan pemerintah yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Twitter ini menampilkan gaya cara mengkritik dan memperkenalkan nilai-nilai politik model baru di Media Sosial, yaitu melalui kalimat-kalimat jenaka dan humor lintas agama, suku, etnis dan budaya. Politik model seperti ini menjadi sangat penting pada saat media sosial dipenuhi komentar dan narasi-narasi negatif dan provokatif yang membahayakan nilai-nilai kemanusiaan. Akibat dari narasi tersebut, masyarakat terjebak pada pemahaman yang kaku, tidak bisa menerima perbedaan, dan mudah memvonis orang Islam lain salah ketika tidak sesuai dengan pemahamanya, yang merembet pada pemahaman politik identitas yang berdasarkan agama yaitu suatu paham yang menolak ajaran dan simbol-simbol negara yang dianggap bertentangan dengan ajaran syariat. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif untuk untuk mengungkapkan hasil temuan. Pertama berkaitan dengan kritik twitter nu garis lucu kepada kaum intoleran. Kedua berkaitan dengan kritik Twitter NU Garis Lucu terhadap pemerintahan dan politisi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa politik kemanusiaan yang dikembangkan oleh Twitter NU Garis Lucu dengan melakukan kritikan atas kelompok Islam tekstual yang mempunyai potensi memecah belah kerukunan masyarakat Islam dan jalan lahirnya kelompok radikalisme yang bercita-cita menegakan syariat Islam secara kaffah. Kritikan-kritikanya diwujudkan dengan kalimat bersifat dialogis, jenaka, dengan pendekatan ajaran Islam yang ramah, toleran, dan menerima keberagaman dalam pemahaman agama. Ia juga mengkritik terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat dan para politikus yang sering mengangkat politik identitas dan mengabaikan subtansinya dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat.