Abdul Rahman Qayyum
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

BULIMIA NERVOSA BETWEEN ISLAMIC LAW AND HEALTH PERSPECTIVE Suhartina Rustam; Muhammad Sabir; Abdul Rahman Qayyum
Al-Risalah VOLUME 20 NO 2, NOVEMBER (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-risalah.v20i2.19970

Abstract

The purpose of this research is to 1) determine the factors that influence the employees of Bank Axa Mandiri Makassar City to carry out Bulimia Nervosa. 2) To formulate the prevention and treatment of bulimia nervosa. 3) To indetify the harm of bulimia nervosa behavior in terms of health and Islamic law aspects. Answering these problems, the author uses the health and syar'i approach. The health approach is used because it refers to the scope of Islamic law. This type of research is qualitative research (field research), then a sociological (community) approach technique by examining the field's facts. This study's results indicate the factors that cause the employees of the Makassar City Axa Mandiri Bank to commit Bulimia nervosa, namely because of the demands of their work and wanting to satisfy their appetite. In terms of health aspects, the harmful behavior of bulimia nervosa can cause various diseases. As for the behavior of bulimia nervosa in terms of Islamic law, it is an act that is prohibited and makes the perpetrator will get a sin. Bulimia nervosa prevention can be done with gratitude, increased self-confidence, being realistic, adjusting eating patterns, and socializing. Several steps can be taken to take action to treat bulimia nervosa with psychologist therapy. 
Membincang Pemikiran Salahuddin Al-Adlabi (Analisis Metodologi Kritik Matan Hadis) Abdul Rahman Qayyum
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 2 No 1 (2015): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v2i1.2633

Abstract

Pasca masa Nabi saw sampai dengan memasuki abad sekarang, keadaan hadis sudah sedemikian rupa, yang membuka tabir melihat keberadaannya sebagai otoritas keagamaan. Oleh karena itu, sangatlah beralasan jika era sekarang banyak para pencinta hadis termotivasi mengkaji, mendalami, mengkritisi, membincang pemikiran-pemikiran para pakar hadis. Salahuddin Al-Adlabi mengemukakan faktor mendasar perlunya dilakukan kritik matan hadis yaitu: munculya pemalsuan hadis, dan sesudah Masa Nabi Sepeninggal Rasulullah saw., kedustaan terhadap beliau mengambil bentuk yang lebih berat. Salahuddin al-Adlabi dalam hal ini ada empat kriteria dalam mempraktikkan kritik matan. Pertama, matan yang bersangkutan tidak bertentangan dengan al-Qur’an. Kedua, tidak bertentangan dengan hadis dan sirah Nabawiyah yang telah diterima secara luas kebenarannya. Ketiga, tidak bertentangan dengan akal, indra, dan sejarah. Dan keempat, mirip degan sabda ke-Nabian
Pemahaman Masyarakat terhadap Kedudukan Sunrang di Kecamatan Pallangga Kab. Gowa; Studi Perbandingan Hukum Adat dan Hukum Islam Abdul Rahman Qayyum; Rini Ekasari
Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab VOLUME 2 ISSUE 1, JUNE 2020
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/mh.v2i1.14294

Abstract

 Artikel ini mengemukakan kedudukan sunrang yang diminta kembali pada saat terjadi perceraian. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pallangga, Gowa. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa, masyarakat Kecamatan Pallangga, mengenal  sunrang sama dengan mahar dalam hukum Islam yaitu  syarat yang harus dipenuhi oleh calon mempelai laki-laki untuk diberikan kepada calon  mempelai perempuan dengan jumlah dan jenis sunrang ditentukan oleh keluarga dari pihak calon mempelai perempuan dan disetujui oleh pihak dari keluarga calon mempelai laki-laki. Apabila sunrang tersebut telah  diberikan  oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan pada saat akad nikah  maka sunrang tersebut sudah menjadi hak mutlak dari isteri. Artinya sudah tidak ada lagi hak dari suami atas sunrang  itu, artinya sunrang tersebut tidak boleh di ganggu gugat. Menurut hukum adat yang ada di Pallangga ketika suami isteri bercerai lalu si suami meminta sunrang/maharnya kembali maka itu tidak di perbolehkan apabila sepasang suami isteri tersebut sudah mempunyai anak. Lain halnya ketika bercerai lalu belum bercampur maka pihak perempuan wajib mengembalikan seluruh sunrang yang diberikan oleh laki-laki pada saat akad nikah, kerena hal tersebut merugikan pihak dari  laki-laki. Menurut pandangan hukum Islam apabila terjadi perceraian dan belum bercampur maka mahar itu bisa diambil kembali tetapi hanya sebagian atau separuhnya saja kecuali perempuan memaafkan atau mengikhlaskannya maka seluruh mahar tersebut itu boleh diambil oleh pihak laki-laki. Begitupun sebaliknya ketika laki-laki memafaatkan/mengikhlaskan maharnya maka seluruh mahar tesebut adalah milik dari perempuan.Kata Kunci: Sunrang; Hukum Islam; Hukum Adat.