Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Talkīn Dead Before and After Buried; an Analysis of the al-Shafi'i and Maliki Schools of Thought Muhammad Tabran; Abdul Halim Talli
Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab VOLUME 3 ISSUE 2, DECEMBER 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/mh.v3i2.22003

Abstract

This article examines the analysis of the views of the al-Shafi'i and Maliki schools on the talqīn of the dead before and after being buried. The type of research used by the author in this study is a qualitative research type, which is a type of research that brings library research data sources in the form of books or other scientific works. using a normative approach (shari'a), which is an approach to the problem that will be studied based on texts in the Qur’an, Sunnah, and Ijmak of the scholars and obtained from various literatures related to the problems that the author will discuss, both sourced from primary and secondary data. secondary data. The results of this study found differences in views between the scholars of the al-Shafi'i School and the Maliki School regarding the legal status of talqīn before and after burial, using the legal istinbath technique of each school. The al-Shafi'i school of thought is of the view that the law of talqin before being buried or in a state of death is sunnah as well as after being buried based on the arguments and istinbath of the school's law. Unlike the Maliki school of thought, the law of talqīn before burial is sunnah, and the law of talqīn after being buried is makruh, based on the legal argument that after burial it is considered weak. Keywords: Talqīn Dead; Burial; al-Sha’fii School; Maliki School.
Kedudukan Anak Dalam Kandungan Dari Perkawinan Yang Dibatalkan Akibat Tidak Ada Izin Poligami Perspektif Imam Syafi’i Dan Imam Hanafi Fitri Ramadana; Abdul Halim Talli
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum Januari
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/shautuna.v2i1.15437

Abstract

Pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana kedudukan anak dalam kandungan dari perkawinan yang dibatalkan akibat tidak ada izin poligami Di Pengadilan Agama Klas IA Makassar dan perspektif Imam Syafi’i dan Imam Hanafi. Penelitian dilakukan secara field research dengan deskriptif analisis. Dengan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan sosiologis. Hasil penelitian ini menunjukkan 1)  Bahwa sama saja antara anak yang sudah lahir dengan anak yang sudah dalam kandungan mengenai statusnya. Pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap status anak, sehingga anak itu harus dianggap sebagai anak dari kedua orang tuanya. Sehingga suami tetap bertanggung jawab punya hak keperdataan kewajiban hukum untuk membiayai anak yang masih dalam kandungan yang dibatalkan perkawinannya oleh pengadilan. 2) Kedudukan anak dalam kandungan dapat dihubungkan pada pemilik al-firasy (tempat tidur), jadi sahnya anak dari hasil pembatalan perkawinan dinisbatkan kepada laki-laki yang menikahinya.  3) Tidak menjadi persoalan apabila suami tetap bertanggung jawab terhadap janin itu tetapi akan menjadi sengketa hukum apabila suami mengingkari anak itu sebagai status anak yang harus dipertanggungjawabkan
Implementation of Sanctions in Regional Regulation Number 2 Year 2020, Gowa District Perspective Saddu Zari'ah Abdul Halim Talli
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan VOL 10, NO 1 (2021)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/ad.v10i1.22198

Abstract

The Gowa Regency Government enforces Regional Regulation No. 2/2020 concerning Mandatory Masks and Implementation of Health Protocols in Preventing the Spread of Corona Virus Disease 2019 on September 21, 2020. The enactment of this regional regulation has drawn a lot of criticism and protests from the public, especially those who have been caught in the operation of law enforcement. The bylaw is interesting to study further for reasons. First, this regional regulation was born and enforced for people affected by Covid-19 who feel the impact in various aspects of life. Second, the spread of the 2019 corona virus disease is determined by the Central Government as a non-natural national disaster, therefore the regulations governing it are also stipulated by the Central Government. This study is viewed from two aspects, namely: 1) What is the legal position of Perda No. 2 of 2020 Gowa Regency according tao the laws and regulations in Indonesia? and 2) What is the saddu zari'ah perspective on the enforcement of the sanctions in the perda? This study is expected to provide insight regarding the legal position of Perda No. 2 of 2020, Gowa Regency, as well as revealing the saddu zari'ah perspective on the imposition of sanctions in the perda. This discussion uses a juridical-syar'iy approach. This study shows that Regional Regulation Number 2 of 2020 Gowa Regency is legal and binding in accordance with the applicable laws and regulations. The Perda fulfills the formal and material requirements in the formation of legislation in Indonesia. Meanwhile, the saddu zari'ah perspective on the imposition of sanctions in this regional regulation is in accordance with the Shari'a, because the imposition of sanctions leads people to comply with the obligation to wear masks and implement health protocols to avoid and control the transmission of covid-19.
Mediasi dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Abdul Halim Talli
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 2 No 1 (2015): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v2i1.2635

Abstract

Mediasi merupakan suatu proses informal yang ditujukan untuk memungkinkan para pihak yang bersengketa mendiskusikan perbedaan-perbedaan mereka secara pribadi dengan bantuan pihak ketiga yang netral. Pihak yang netral tersebut tugas utamanya adalah menolong para pihak memahami pandangan pihak lainnya sehubungan dengan masalah-masalah yang disengketakan, dan selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian yang objektif dari keseluruhan situasi. maka dengan demikian pihak yang bersengketa bisa saling memahami apa yang hendak dicapai oleh lawan sengketa mereka. Kehadiran Perma No. 1 Tahun 2008 dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintensifkan dan mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan. Mediasi mendapat kedudukan penting dalam Perma No. 1 Tahun 2008, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses berperkara di pengadilan. Hakim wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi hukum (pasal 2 ayat (3) Perma No. 1 Tahun 2008).
IMPLEMENTASI PEMIKIRAN IMAM ABU HANIFAH TERKAIT AKAD SALAM DI KALANGAN GENERASI MILENIAL Ibtisam Ibtisam; Abdul Halim Talli; Kurniati Kurniati
Al-Amwal : Journal of Islamic Economic Law Vol 6, No 1 (2021): AL-AMWAL : JOURNAL OF ISLAMIC ECONOMIC LAW
Publisher : Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, IAIN Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24256/alw.v6i1.1937

Abstract

Salah satu pemikiran Imam Abu Hanifah adalah penetapan dalam transaksi perjanjian salam yang sangat menekankan kepercayaan untuk mencegah pihak-pihak bertransaksi dari transaksi yang merugikan pihak-pihak yang bersangkutan dengan merumuskan ketegasan dalam proses penawaran dalam kelangsungan perjanjian. perjanjian transaksi yang mirip dengan salam, yaitu kesepakatan jual beli online baik berdasarkan media sosial maupun e-commerce. Aktivitas jual beli online merupakan praktik jual beli yang banyak dilakukan generasi milenial saat ini dari berbagai kalangan termasuk generasi muda muslim juga tertarik dengan kemudahan jual beli secara online. Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka dengan menela’ah pemikiran imam Abu Hanifah terkait akad jual beli salam melalui kita-kitab fiqih, artikel, karya ilmiah, dan dokumentasi terkait dengan pendekatan sosiologis dengan melihat aktivitas jual beli online generasi milenial muslim berdasarkan asas yang ditetapkan imam Abu Hanifah dalam sistem jual beli salam. Ditemukan bahwa aktivitas jual beli online yang terjadi di kalangan generasi milenial telah sesuai dengan asas yang ditetapkan oleh Imam Abu Hanifah dalam transaksi salam. Walaupun demikian, harus dibarengi dengan kejujuran dan kredibilitas para pihak agar menghindarkan diri dari kerugian masing-masing pihak,
Analisis Hukum Qanun Aceh terhadap Pelaku Qadzf Ikhtilath Nurfyana Narmia Sari; abdul halim Talli; kurniati Kurniati
Al-Azhar Islamic Law Review VOLUME 3 NOMOR 2, JULI 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Azhar Gowa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37146/ailrev.v3i2.98

Abstract

Qadzf ikhtilath jinayah an act that is set up in Aceh Qanun No. 6 of 2014 concerning jinayah, Qadzf ikhtilath are accusing others of committing ikhtilath or two-pair, and making out. The type of research used is library research (library research) Accusing others of committing acts of ikhtilath, including intentional acts because they have intended and done those acts. Although berikhtilat is forbidden in religion but do not accuse others. Exxon ikhtilath in Aceh in accordance with canon law if it could not prove the act of the accused offender qadzf will be chargedcaning and a fine of 30 times the gold. The accuser is also obliged to bring 4 witnesses at the same time if the accuser is unable to bring witnesses then the accuser will also be under the law of ta'zir. Witnesses who must be present must not come alone because they will be declared as accusers so the witnesses who must be present must come together. And the perpetrator of qadzf ikhtilath will lose his sentence if the accused person admits his robbery, so the one who gets the punishment is the person who is accused because he has admitted his deeds. To avoid the act of qadzf ikhtilath has been regulated in Law No.6 of 2014 on Crimes as a warning to the perpetrators not to hurt others and protect the community who are the victims of the accusation.
Analisis Perbandingan Mazhab tentang Pelaksanaan Mediasi dengan Media Telekonferensi Nurul Aulia Dewi; Abdul Halim Talli
Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab VOLUME 2 ISSUE 2, DECEMBER 2020
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/mh.v2i2.17818

Abstract

This article seeks to present a comparison of mediation with teleconference media, both within the PERMA and the scholars of the sect. Mediation is an attempt to resolve conflicts by engaging neutral mediators who do not have the authority to make decisions that help the parties in dispute to reach a resolution or solution accepted by both parties. The multidisciplinary approach used in this article is a juridical, sociological, theological-normative and managerial approach. This article is library research, a study by writing, clarifying, and making data obtained from various written sources. The method of data collection is to use document techniques (library studies). Quoting and analyzing data with document techniques is intended to collect related data contained in documents in the form of books, journals, and research results in the form of thesis, thesis, and dissertation. The results found that the most notable differences regarding the limits of mediation with teleconference media were found in the dissent of the Sect scholars. The Shafi and Hanbali sects argue that the ideal age in marriage is 15 years, while Abu Hanfah argues that the age of maturity comes at 19 years of age for women and 17 years for men, as is the case with Imam Malik arguing that the ideal age of manhood is 18 years for both men and women. The differences between the Imams of the Sect are influenced by the environment and culture in which they live. However, in Islamic law itself there is never a very firm limit, but the most basic thing about the age limit of marriage is that it is already in place
Pemikiran Hasbi Ash-Shiddiqy Tentang Fiqh Zakat Di Indonesia Herman; Abdul Halim Talli; Kurniati
Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam Vol 8 No 1 (2022): Asy-Syari'ah: Jurnal Hukum Islam, Januari 2022
Publisher : Fakultas Syariah Institut Ilmu Keislaman Zainul Hasan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55210/assyariah.v8i1.639

Abstract

Muhammad Hasybi adalah seorang otodidak, ia menempu pendidikan hanya birkisar satu tahun lebih di bangku sekolah Al-Irsyad (1926). Namu, melalui pendidikan formal yang singkat tersebut ia mampu menojolkan dirinya menjadi seorang pemikir. Keahlian Hasybi dalam ijtihad ia mampu memperkenalkan diri sebagai intelektul yang tekenal di dunia internasional. Terkait dengan hasil ijtihad Hasybi mennggambarkan keadaan fiqh ke-Indonesiaan dapat dilihat pada ijtihad Hasbi tentang zakat dengan mengacu pada pandangan Abu Hanifah yang berbeda dengan pendapat jumhur ulama – Hasybi bependapat bahwa mesin-mesin produksi di pabrik besar wajib di zakati. Pandangan ini cukup relevan dengan konteks pembangun negara yang membutuhkan banyak modal. Pendapat Hasybi mengenai zakat diserahkan kepada pemerintah untuk mengelolanya. Sebab, bagi Hasybi zakat tersebut sepaket dengan pengebangan untuk kemakmuran masyarakat, baik non muslim maupun muslim. Oleh karena itu, pungutan zakat seharusnya juga tidak hanya ditujukan kepada kaum muslimin, akan tetapi juga kepada kaum nonmuslim. Kemudian, prinsip zakat, yaitu diambil pada jenis harta yang berkembang, harta yang sudah cukup nishabnya, dan zakat harta.
Pelaksanaan Akad Nikah Secara Virtual pada Masa Pandemi: Analisis Empat Mazhab Alfiani Arif; Abdul Halim Talli; Arif Rahman Ramli
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum VOLUME 3 ISSUE 2, MAY 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/shautuna.vi.23375

Abstract

This article discusses the law of carrying out online marriage during the pandemic (analysis of four schools of thought). In answering these problems and analyzing qualitative data, the author uses a normative juridical approach. This research is classified as library research, this type of research is to analyze the content (content analysis) that is in accordance with the problems discussed, then review and conclude it. Researchers found: online marriage is a form of marriage in which the consent transaction is carried out through circumstances or activities that are connected to a network or internet system (via online), between the prospective groom and the bride, the guardian and the witness are not in one place but in the same place. displayed is only a form of visualization from both parties through the help of electronic tools (online media). The implementation of online marriage in Indonesia according to the law and analysis of the four schools of thought is allowed on the condition that its implementation must be in accordance with the pillars and conditions of marriage in general and under certain (urgent) circumstances.
Pandangan Mazhab al-Syafi’i dan Hanafi Tentang Wali Mujbir Dalam Pernikahan Anak di bawah Umur Muhammad Taufiq Habib; Abdul Halim Talli
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum VOLUME 3 ISSUE 2, MAY 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/shautuna.vi.25850

Abstract

Artikel ini membahas tentang wali Mujbir dalam pernikahan anak dibawah umur pandangan mazhab Syafi’I dan Hanafi. Kajian ini bertujuan agar membuka mata kita seputar penjelasan wali mujbir yang untuk saat ini mungkin masih tidak terlalu terekspos atau masih agak awam dimata masyarakat mengenai pengetahuan perwalian nikah dan menjadi problematika antar mazhab, khususnya Syafi’i dan Hanafi sebab kurangnya pemahaman masyarakat tentang wali Mujbir serta kencenderungan pengabaian terhadap sistem maupun syarat-syarat dalam perwalian untuk pelaksanaan sebuah pernikahan, dan masih banyak pernikahan seorang anak yang dibawah umur tanpa memahami kaidah-kaidah dasarnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah Library Research atau penelitian Pustaka. Dalam hal ini, penulis menganalisis hukum, norma-norma hukum dan pendapat para ulama. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa didalam Islam pernikahan memiliki kedudukan yang signifkan pada konsep kerukunan ummat dikarenakan ajarannya sangat memperhatikan perilaku umatnya untuk menjalani setiap kewajiban maupun sunnah. Begitupun juga halnya dengan wali disebuah pernikahan harus memperhatikan sistem-sistem yang telah ada demi keabsahan suatu pernikahan. Adanya seorang wali nikah merupakan salah satu rukun pernikahan dalam agama Islam disebabkan hal ini adalah syarat agar sahnya sebuah pernikahan. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa, adanya wali mujbir sangat diperlukan. Sebab hal tersebut demi memberikan kemaslahatan dan mewakili orang yang berada di dalam perwaliannya. Begitu juga dengan mazhab Syafi’i bahwa wali mujbir merupakan hal yang sangat penting karena wali mujbir akan membantu anak gadisnya dalam hal pernikahan. Menurut pendapat mazhab Hanafi yang berhak menjadi wali mujbir adalah semua wali dari jalur ayah, sedangkan wali mujbir hanya bisa diberlakukan untuk anak perempuan yang belum baligh atau dewasa. Sedangkan persamaan diantara kedua Mazhab tersebut adalah tentang perwalian mujbir terhadap orang gila. Untuk Wali mujbir, sebaiknya sebelum menikahkan anak gadisnya apalagi anak tersebut dinikahkan entah dalam bentuk alasan apapun dengan calon suami pilihanya, anak perempuan tersebut wajib dimintai izin terlebih dahulu, serta diberi waktu untuk mengenal calon suaminya. Hal ini sangat penting agar rumah tangganya nanti tentram, penuh dengan cinta kasih, serta sakinah, mawaddah wa rahmah.