Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Analisis Volatilitas Harga Eceran Beberapa Komoditas Pangan Utama dengan Model ARCH/GARCH nFN Sumaryanto
Jurnal Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v27n2.2009.135-163

Abstract

EnglishSince the last several years food prices have tendency to unstable condition. In this context, price stabilization policy would be ineffective if volatility of prices are not thoroughly taken into consideration. The aim of this reseach is to analyze volatility of retail prices of some major food commodities, namely rice, white sugar, wheat flour, egg, cooking oil, red chili, and shallot in Indonesia during the last twenty years. Result of the study showed that variance of deflated retail prices of rice, white sugar, wheat flour, red chili, and shallot were heteroscedastic. Because the accuracy of its forecast is time–varying, the better price forecasting model is ARCH/GARCH. Using this model, it is revealed that since the era of Reformation the deflated retail prices of rice, wheat flour, and white sugar were more volatile. On the other hand, the volatility prices of both chili and shallot before and after the Reformation were not significantly different. IndonesianSejak beberapa tahun terakhir ini harga komoditas pangan cenderung semakin tidak stabil. Terkait dengan itu, efektivitas kebijakan stabilisasi harga pangan ditentukan oleh tersedianya informasi yang lengkap dan pemahaman yang lebih baik mengenai volatilitas harga komoditas yang bersangkutan. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis dan memperbandingkan volatilitas harga komoditas pangan utama yaitu beras, gula pasir, terigu, telur, minyak goreng, cabai merah, dan bawang merah di Indonesia dalam periode dua puluh lima tahun terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ragam harga eceran terdeflasi untuk komoditas beras, gula pasir, terigu, cabai merah, dan bawang merah bersifat heteroskedastik sehingga model peramalan yang lebih sesuai adalah ARCH/GARCH. Dengan pendekatan itu terbukti bahwa sejak Reformasi harga eceran beras, tepung terigu, dan gula pasir ternyata lebih volatil. Untuk harga eceran cabai merah maupun bawang merah, perbedaan volatilitas antara periode sebelum dan sesudah  Reformasi tidak nyata.
Penduduk, Pertanian, Ketenagakerjaan, dan Bahaya Pengangguran dalam Pembangunan Tri Pranadji; nFN Sumaryanto; Endro Gunawan
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 2 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v11n2.2013.89-106

Abstract

Keberhasilan pembangunan nasional selama ini hanya diukur pada aspek pertumbuhan ekonomi dan modernisasi tanpa melihat aspek peningkatan kualitas penduduk dan kesempatan kerja. Perlu strategi pemberdayaan masyarakat perdesaan melalui pengembangan usaha industri skala kecil dan menengah di perdesaan berbasis sumber daya agraria dan komunitas. Pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas penduduk didasarkan pada dimensi ekonomi yang meliputi indeks harapan hidup, pendidikan dan pendapatan. Sistem desentralisasi sangat menunjang pembangunan ekonomi berbasis kependudukan. Struktur ketenagakerjaan dan perekonomian di Indonesia mencerminkan struktur masyarakat yang timpang dan rawan bahaya pengangguran. Aspek kesetaraan jender telah diterima sebagai salah satu indikator kualitas penduduk.
Adaptasi dan inovasi kelembagaan dalam sistem irigasi pompa: Studi kasus di Subang, Gunung Kidul, Kediri dan Pamekasan nFN Sumaryanto; Supena Friyatno; Agus Pakpahan
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v13n1.1995.40-57

Abstract

IndonesianMelalui penelitian ini dapat dibuktikan bahwa secara empiris spirit kolektif hanyalah merupakan suatu syarat keharusan, akan tetapi belum memenuhi syarat untuk meningkatkan kapabilitas organisasi. Kapabilitas organisasi yang ditunjukkan oleh daya adaptasi dan atau inovasi ditentukan oleh kemampuan organisasi dan partisipasi dalam mengumpulkan dan mengolah informasi dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan ongkos transaksi, komitmen, loyalitas, pembonceng (free rider), dan faktor eksternal. Kesamaan persepsi, kelancaran komunikasi dan unsur kepemimpinan merupakan keharusan dalam meningkatkan kapabilitas organisasi. Substansi permasalahan yang secara latent merupakan umpan balik bagi proses adaptasi dan inovasi kelembagaan adalah cara penetapan iuran air, bentuk pembayaran dan tarif iuran air serta sistem distribusi air. Fakta yang menarik adalah bahwa meskipun cukup beragam, petani memiliki kapasitas yang memadai untuk menciptakan kiat-kiat manajemen yang jitu dalam menangani substansi permasalahan itu. Implikasinya adalah bahwa generalisasi model kelembagaan dalam sistem irigasi pompa hanya relevan dilakukan pada tingkat permasalahan yang hak dan kewajiban partisipan secara umum. Dengan fakta lain, rigiditas struktur organisasi atau bentuk kelembagaan yang diintroduksikan pada akhirnya menjadi sangat tidak relevan.
Agricultural Development Policy Strategies for Indonesia : Enhancing the Contribution of Agriculture to Poverty Reduction and Food Security I Wayan Rusastra; nFN Sumaryanto; Pantjar Simatupang
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v23n2.2005.84-101

Abstract

IndonesianTujuan penulisan paper ini adalah mendeskripsikan status ketahanan pangan nasional, kebijakan stra-tegis terkait dalam pengentasan kemiskinan, dan kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani. Dalam satu dasa warsa terakhir ini, terdapat indikasi instabilitas ketahanan pangan yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan ketergantungan impor pangan. Peningkatan kinerja pembangunan pertanian dan pedesaan diyakini akan memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan aksesibilitas dan ketahanan pangan rumah tangga. Sedikitnya terdapat empat program pemerintah terkait dengan pengentasan kemiskinan, yaitu pengadaan beras bersubsidi, program padat karya, program pemberdayaan usaha mikro/ kecil/menengah, dan dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak untuk golongan miskin. Dalam rangka penguatan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan, kebijakan pembangunan pertanian berikut ini perlu dipertimbangkan, yaitu : (1) Perluasan spektrum pengembangan irigasi dengan sasaran peningkatan produktivitas lahan beririgasi; (2) Pembaharuan arah kebijakan sebelumnya dalam rangka mengatasi kendala penawaran/produksi pertanian; (3) Reformulasi kebijakan proteksi harga melalui pembatasan impor, penegakan hukum, dan mengkaitkan program beras untuk  masyarakat miskin dengan program pengadaan gabah oleh pemerintah; (4) Mendorong diversifikasi pertanian dengan menjamin ketersediaan, akssessibilitas, dan perbaikan faktor pendukung pengembangan komoditas non-beras; dan (5) Ratifikasi perlakuan khusus (special product) bagi komoditas pertanian strategis, dan kembali kepada regulasi awal AoA-WTO berdasarkan pada komitmen dan Skedul XXI.EnglishThe objectives of the paper are to describe the state of national food security, related strategies for poverty eradication, and the respective policies on agricultural development for the benefit of the people. Over the last decade, the achievement of national food security depended on imports, indicating the instability of food security. The improvement of agricultural and rural development will contribute greatly to better food accessibility and a higher food security status of the population. There are at least four main government programs aimed at helping the poor, i.e. the provision of subsidized rice, public work programs, the empowerment program for micro-small-and medium enterprises, and low-income assistance funds to alleviate the burden of the poor. To strengthen food security and to eradicate the poverty, the following agricultural development policies should be taken into account, i.e.:  (1) The widening of the irrigation development spectrum with the main objective of improving irrigation productivity;  (2) To complete reversing the previous policy direction in order to eliminate agricultural supply constraint;  (3) The reformulation of price support policy implementing rice import through prohibition, strong law enforcement, and to integrate the rice program for the poor with the government procurement floor price policy;  (4) To enhance agricultural diversification through the availability, accessibility, and improvement of the supporting factors for non-rice commodities; (5) The ratification of special products for agricultural strategic commodities, in addition to return with the initial AoA-WTO regulation based on the commitment and Schedule of XXI
Masalah Pertanahan di Indonesia dan Implikasinya Terhadap Tindak Lanjut Pembaruan Agraria nFN Sumaryanto; nFN Syahyuti; nFN Saptana; Bambang Irawan
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v20n2.2002.1-19

Abstract

EnglishFor many years, to spoor agricultural growth and development Indonesia has been being constrained by its problems of land tenure. Land ownership and holding by farmers are very small, unconsolidated, and deteriorated. The tenure has not been being improved because of inconsistent both policy and its implementation. Assuming that Tap MPR RI No. IX/MPR/2001 with regard to agrarian reform and natural resource management reflected political will of the nation, we need some inputs for its follow up. To meet the need, better understanding of land tenure and its relation to both agricultural and rural development is required. IndonesianSalah satu masalah mendasar yang dihadapi Indonesia dalam membangun sistem pertanian yang tangguh adalah struktur pengusaan yang tidak terkonsolidasi, serta penguasaan rata-rata per petani yang sangat kecil dan timpang. Sampai saat ini upaya memperbaiki struktur penguasaan tanah tidak tercapai. Hal itu merupakan akibat dari rumusan kebijaksanaan yang tidak mampu mengakomodasi faktor-faktor strategis dalam masalah pertanian dan implementasi kebijaksanaan yang kurang konsisten. Dengan anggapan bahwa Tap MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Penguasaan Sumberdaya Alam mencerminkan aspirasi politik bangsa, maka arah perbaikan menjadi lebih terbuka. Dalam konteks demikian itu, pemahaman masalah pertanahan secara komprehensif sangat di perlukan agar tindak lanjut Tap tersebut mencapai sasaran. Tulisan ini mencoba menginventarisasi, mengidentifikasi dan membahas konstelasi permasalahan di bidang pertanahan yang secara empiris sangat kompleks. sasarannya adalah meningkatkan pemahaman dan kearifan dalam merumuskan kebijaksanaan di bidang pertanahan dan implementasinya.
Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air Irigasi Melalui Penerapan Iuran Irigasi Berbasis Nilai Ekonomi Air Irigasi nFN Sumaryanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v24n2.2006.77-91

Abstract

EnglishDemand for irrigation water will increase in line with toting up cultivation area of rice required in the future. On the other hand, water quantity should be allocated to fulfil water demand of non-agricultural sectors which are also steadily increased. It implies that water available for irrigation will be scarcer, and therefore, utilization of irrigation water resource should be carried out in a more efficient way. It might be feasible to apply economic value of the irrigation water as a basis of water pricing. As an economic incentive, this approach could meet water charges paid by the farmers and the quantity of water used and the marjinal value product of the irrigation water. Aggregation of crops and its cultivation periods in the form of smaller groups will simplify its field applications.IndonesianDi masa mendatang permintaan air irigasi akan terus meningkat seiring dengan pertambahan luas tanam padi yang diperlukan. Di sisi lain, volume air yang harus dialokasikan untuk memenuhi permintaan dari sektor non pertanian semakin meningkat pula. Implikasinya, pasokan air irigasi semakin langka. Oleh karena itu peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi harus dilakukan. Penciptaan insentif ekonomi melalui penentuan besaran iuran irigasi berbasis nilai ekonomi air irigasi merupakan pendekatan yang layak ditempuh. Dengan pendekatan ini, nilai iuran irigasi yang dibebankan kepada petani sebanding dengan volume air yang digunakan dan nilai produk marjinal air irigasi. Penerapannya di lapangan dapat disederhanakan dengan melakukan pengelompokan komoditas usahatani dan jadwal pengusahaannya.
Perubahan Paradigma Pendayagunaan Sumberdaya Air dan Implikasinya Terhadap Strategi Pengembangan Produksi Pangan nFN Sumaryanto; Tahlim Sudaryanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 2 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v19n2.2001.66-79

Abstract

EnglishIn line with population growth and economic development, available fresh water per capita decreases continously. Refer to the trend, sufficient renewable fresh water for the future will depend on the implementation of new paradigm in water resource development initiated by declaration of "Dublin Principle" in 1992. The new paradigm strongly emphasizes to perform four basic principals of water resource development namely human right, democratization, sustainability and efficiency at all levels simultaneously. In agriculture, utilization of irrigation water should be more efficient. In the same time, it is required to develop more small dams, to save more effective rainfall, to keep the existing reservoirs optimally, and to improve the function of rivers Especially for Indonesia, it is also recommended to develop food diversification. To pursue the need, consistent and interdisciplinary and inter-sector approach is absolutely required. IndonesianJika kecenderungan seperti sekarang ini tetap berlangsung, di perkirakan dalam seperempat abad mendatang akan semakin banyak populasi di beberapa belahan bumi ini yang ketersediaan airnya kurang dari standard minimum yakni 500 m3/kapita/tahun. Oleh sebab itu perlu adanya perubahan paradigma. Paradigma baru dalam pendayagunaan sumberdaya air dicanangkan sejak Dublin Principle dideklarasikan pada tahun1992. Intinya adalah bahwa pendayagunaan sumberdaya air harus taat asas pada empat  prinsip utama yakni hak asasi manusia, demokratisasi, pelestarian lingkungan dan efisiensi agar manfaat dapat di nikmati oleh semua pihak, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang. Perubahan paradigma ini mempunyai implikasi serius terhadap sektor pertanian. efisiensi penggunaan air irigasi harus di realisasikan. Pada saat yang sama pengembangan dam-dam mikro, peningkatan kapasitas pemanenan air hujan, pemeliharaan resevoir-resevoir yang telah di bangun, serta pemeliharaan dan perbaikan fungsi sungai harus di lakukan. Khususnya bagi Indonesia, selain langkah-langkah itu maka diversifikasi pangan harus dapat di wujudkan. Kesemuanya itu membutuhkan pendekatan interdisiplin dan lintas sektoral secara konsisten dari waktu ke waktu karena membutuhkan waktu yang panjang.
Analisis usaha ayam petelur peternak plasma di Jawa Barat dan Lampung nFN Sumaryanto; I Wayan Rusastra; Arti Djatiharti
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v7n2.1989.20-31

Abstract

IndonesianSejak pertengahan dasawarsa delapan puluhan industri perunggasan nasional menghadapi berbagai permasalahan yang berat. Perkembangan industri perunggasan yang sangat cepat pada periode 1974-1983 diwarnai oleh berbagai permasalahan yang dapat mengancam masa depan PIR perunggasan pada khususnya dan usaha peternakan unggas rakyat pada umumnya. Peternak sebagai ujung tombak industri perunggasan harus memperoleh perhatian utama. Berangkat dari permasalahan itu tulisan ini ditujukan untuk mengkaji usaha peternakan ayam petelur plasma. Penelitian dilakukan di provinsi Jawa Barat dan Lampung pada tahun 1987/1988. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 1987 usaha peternakan ayam petelur peternak plasma tidak menguntungkan. Tingginya harga pakan menyebabkan biaya produksi total lebih besar dari nilai total penerimaan. Komponen biaya untuk pakan di tiga lokasi penelitian yakni Tasikmalaya, Bogor/Tangerang dan Lampung Selatan berkisar antara 83-88 persen. Di lain pihak tekanan dari permintaan dalam pasar telur menyebabkan rataan harga telur selama tahun 1987 hanya berkisar antara Rp 1.056 - Rp 1.154 per kg. Dengan kondisi demikian kendatipun penerapan teknologi berproduksi sudah berada pada kategori cukup yang tercermin dari produktivitas usaha ternak yang termasuk kategori sedang, tetapi nilai permintaan marjinal lebih rendah dari biaya korbanan marjinalnya. Pembandingan antar wilayah menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam petelur di Tasikmalaya dan Bogor/Tangerang. Katup pengaman dari pendapatan rumahtangga terletak pada kesediaan inti memberikan pinjaman sarana produksi dan diversifikasi pendapatan rumahtangga peternak itu sendiri. Dari hasil analisa terlihat bahwa titik strategis dalam pembenahan industri perunggasan terletak pada penyediaan pakan dalam harga yang lebih rendah. Dalam pelaksanaan tentu bukan hanya menyangkut masalah teknis dan manajemen pada industri pakan saja, tetapi melibatkan aspek penyediaan bahan baku. Pada akhirnya pengembangan diversifikasi tanaman pangan dengan sendirinya ikut punya andil dalam hal ini.
Strategi Peningkatan Kapasitas Adaptasi Petani Tanaman Pangan Menghadapi Perubahan Iklim nFN Sumaryanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v30n2.2012.73-89

Abstract

EnglishClimate change is going on and its negative impacts include bio-physical and socio-economic aspects. This is one of most serious threats to food security. To over the impacts, food-crop farmers’ adaptation needs enhancement. This paper aims to improve knowledge on critical points in formulating effective strategy and policy for enhancing food-crop farmers’ adaptation on climate change. The key success to adaptation is participation of farmers and other stakeholders. Therefore, farmers’ adaptation-capacity enhancement strategy is a synergy between farmers’ autonomous adaptation and government’s planned adaptation. IndonesianPerubahan iklim telah terjadi. Dampak negatifnya mencakup aspek biofisik maupun sosial ekonomi dan merupakan salah satu ancaman paling serius terhadap keberlanjutan ketahanan pangan.  Untuk mengatasinya, kapasitas adaptasi petani produsen pangan harus ditingkatkan. Tinjauan ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman mengenai simpul-simpul kritis dalam perumusan strategi dan kebijakan yang efektif untuk meningkatkan kapasitas adaptasi petani tanaman pangan terhadap perubahan iklim. Kunci sukses adaptasi adalah partisipasi petani maupun pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu strategi peningkatan kapasitas adaptasi petani membutuhkan sinergi antara kapasitas adaptasi yang secara mandiri telah berkembang pada komunitas petani (autonomus adaptation) dengan adaptasi terencana (planned adaptation) yang dikembangkan pemerintah.
Keswadayaan Petani dalam Pengelolaan Sumberdaya Air untuk Irigasi nFN Sumaryanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v17n2.1999.17-31

Abstract

EnglishThe improvement of efficiency in using water irrigation needs a comprehensive and sistematic approach. Unfortunately, the applied approach was biased to technical aspect and especially focused on management in the resource base and at aggregate levels. Referring to those approach, the improvement of institution were develop by using top-down mechanism, very rigid incline to be homogenous and it caused over cooptation to the local institution which is had a capability in applying an efficient and sustain water irrigation management Finally, the efficiency in using water irrigation at farmer level is difficult to create. The reformulation approach to develop institution by give a big priority to farmer self reliance is required to develop a better water irrigation management IndonesianPeningkatan efisiensi pemanfaatan air irigasi membutuhkan pendekatan sistematis dan komprehensif. Pendekatan yang diterapkan selama ini bias kepada aspek teknis dan terfokus pada pengelolaan di tingkat sumberdaya dan agregat. Pengembangan kelembagaan dilakukan secara "top-down", sangat formal, cenderung homogen, dan mengakibatkan terjadinya kooptasi berlebihan terhadap kelembagaan lokal yang sesungguhnya memiliki kapabilitas untuk mewujudkan sistem pengelolaan irigasi yang efisien dan berlanjut. Pada akhirnya hal itu menyebabkan efisiensi penggunaan air irigasi di tingkat petani sulit diwujudkan. Reformulasi strategi dan pendekatan yang cocok untuk mewujudkan sistem kelembagaan yang memberikan bobot lebih besar kepada peran keswadayaan petani diharapkan dapat memperbaiki sistem pengelolaan irigasi.