Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

HUMAN TRAFFICKING IN INDONESIA, THE DIALECTIC OF POVERTY AND CORRUPTION Evie Ariadne; Benazir Bona Pratamawaty; Putri Limilia
Sosiohumaniora Vol 23, No 3 (2021): Sosiohumaniora: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora, NOVEMBER 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v23i3.30989

Abstract

After thirteen years of Law Number 21 of 2007 concerning the Eradication of the Crime of Trafficking in Persons implemented, it still unable to release Indonesia from cases of trafficking in persons. Indonesia, is not only as primarily a source country in the trafficking process, but it is also used as a destination and transit country. And which is very terrible, all provinces (34 provinces) in Indonesia are the origin and destination of trafficking in persons and the victims are mostly experienced by women and children. The most common forms of trafficking are for forced labour and sexual exploitation as women, children and men are moved domestically and across international borders. They are exploited in the sectors of the fishing and fish processing industry, construction; plantation, oil palm plantation, mining and manufacturing. The poverty factor is considered to be the main trigger for prospective Indonesian workers. Another thing is because of natural disasters which are also vulnerable to human trafficking. In addition, endemic corruption among government officials contributes to the vulnerability of trafficking in persons, especially in the travel, hotel and labour recruitment industries. The phenomenon of globalization is one of the factors in the spread of contemporary (modern) issues, which affected to human trafficking. Advances information technology, are opportunities for the expansion of crime networks, both national and transnational (across borders). The borderless world maks cross-cultural social integration, people move around freely without any obstacles, causes various modes of crime to emerge, such as human trafficking.
Representasi penyandang disabilitas pada film “Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta” Ivany Hanifa Rahmi; Ilham Gemiharto; Putri Limilia
ProTVF Vol 5, No 1 (2021): March 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/ptvf.v5i1.29673

Abstract

Film ‘Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta’ merupakan film Indonesia pertama yang diputar dalam ‘Sundance Film Festival’. Berlatar belakang sebuah sekolah netra, film ini mengangkat isu disabilitas yang saat ini di seluruh dunia masih dihadapkan pada isu under representation dan miss representation. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan representasi penyandang disabilitas pada film tersebut menggunakan metode analisis isi dengan menguji konten yang terdapat pada diegesis film terhadap prinsip-prinsip penggambaran penyandang disabilitas pada ‘Disabling Imagery and The Media’ oleh Collin Barnes, yaitu: ‘bahasa dan terminologi disabilitas’, ‘cara penggambaran disabilitas’, dan ‘penggambaran penyandang disabilitas pada iklan’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penggunaan bahasa dan istilah yang dalam film ini telah mencerminkan kebudayaan masyarakat dalam konteks sosial secara tepat tanpa melakukan labelling; (2) Penyandang disabilitas dalam film ini telah digambarkan secara akurat dan ‘multifaceted’ menggunakan progressive framing. Terdapat tiga stereotip penyandang disabilitas di media yang digambarkan pada film ini yaitu; the disabled as normal, the disabled as their own worst enemy, dan the disabled as atmospheric or curio. Dalam tahap pembuatan media, komunitas disabilitas telah dilibatkan tetapi dalam pemilihan peran masih terjadi tradisi mixed bag’ dan; (3) Dalam konteks periklanan, film ini telah menggunakan penyandang disabilitas pada product placement dan brand integration dengan menggambarkan keterpaksaan penyandang disabilitas dalam menggunakan alat bantu, membantu komunitas disabilitas, dan secara jelas mencantumkan keterlibatan abled bodied dalam pembuatan konten.
Penyuluhan Stop Bullying sebagai Pencegahan Perundungan Siswa di SD Negeri Sukakarya, Arcamanik - Bandung Putri Limilia; Puji Prihandini
ABDI MOESTOPO: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat Vol 2, No 01 (2019): Januari 2019
Publisher : Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.837 KB) | DOI: 10.32509/am.v2i1.690

Abstract

Perundungan (bullying) menjadi masalah sosial yang tidak pernah berakhir di tengah masyarakat. Permasalahan ini dapat ditemukan dalam berbagai konteks sosial seperti pendidikan, dunia kerja, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pelaku dan korban juga datang dari berbagai latar belakang usia. Anak dan remaja merupakan usia yang rentan terkena perundungan. Sementara itu, sekolah merupakan tempat yang paling sering ditemui kasus perundungan, bahkan, terkadang permasalahan ini sudah terinternalisasi dengan kegiatan lainnya seperti masa orientasi siswa baru. Kasus perundungan yang sudah membudaya membuat siswa terkadang tidak menyadari bahwa mereka melalukan tindakan tersebut. Oleh karena itu, setiap sekolah memerlukan sebuah penyuluhan yang dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang perundungan. Metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah (1) ceramah; (2) diskusi; (3) feedback; dan (4) pemutaran video. Hasil penyuluhan memperlihatkan bahwa adanya kesadaran siswa bahwa perundungan dapat hadir dalam berbagai macam bentuk. Siswa juga menyadari perlunya peran mereka dalam mengurangi kasus perundungan yang terjadi di sekolah.