Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani Kedi Suradisastra
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 2 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v26n2.2008.82-91

Abstract

EnglishDecision making process among farmers is a community-based action which is viewed as an entry point of technology dissemination. Institutional empowerment has strong ties with farmer’s techno-social condition. Success in an empowerment program is a result of interaction among empowerment elements and the applied empowerment strategy. Empowerment effort and strategy is an overlapping pendulum of evolution-revolution paradigms in a proportion relevant to the farmer’s institutional condition and needs.IndonesianProses pengambilan keputusan dalam masyarakat petani merupakan suatu tindakan berbasis kondisi komunitas (community-based action) yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu celah masuk (entry-point) upaya diseminasi teknologi. Dengan demikian setiap upaya pemberdayaan kelembagaan petani memiliki keterkaitan kuat dengan kondisi tekno-sosial komunitas petani. Keberhasilan suatu program pemberdayaan merupakan resultan interaksi elemen-elemen pemberdayaan dengan strategi pemberdayaan yang diterapkan. Upaya dan strategi pemberdayaan merupakan suatu pendulum antara paradigma evolusi dan paradigma revolusi yang saling mengisi (overlap) dalam proporsi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kelembagaan petani.
Perspektif Keterlibatan Wanita di Sektor Pertanian Kedi Suradisastra
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 2 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v16n2.1998.1-9

Abstract

EnglishSome agricultural researchers confirm that woman's involvement in agriculture is based on necessity and not on the equity. There is also a remark that fairness is more important than equality. In fact, research on woman's role in agriculture are often entangled in physical participation although their problems in agriculture include labor force participation and equilibrium, authority in the household, socialization, process and access to information, and technological bias. Socially, the limiting factors in their productivity are social status, job opportunity and status, and their simultaneous role as compared to man's sequential role. This review concludes that: (a) role of women in agriculture is a result of the process of social construction, (b) there is a tendency of gender exclusivity to pay attention to the same gender, (c) the writers tend to start from lack of information and, therefore, strive to expose the information they gathered, and (d) there is a precarious understanding of the concept of gender, woman, and feminist attitude among researcher so an effort to improve gender awareness is considered important. IndonesianBeberapa peneliti sektor pertanian mengungkapkan bahwa keterlibatan  kaum wanita pada hakikatnya disesuaikan dengan kebutuhan (necessity) kegiatan tersebut dan bukan semata-mata dengan pertimbangan kesetaraan (equity). Namun terhadap pula antithesis yang mengungkapkan bahwa yang terpenting adalah perasaan keadilan (fairness), dan bukan persamaan (equity). Dalam kenyataannya penelitian kesinambungan peran wanita dalam pertnian lebih sering terperangkap dalam pengertian kegiatan fisik materi pengamatan. Sedangkan masalah yang di hadapi kaum wanita  di sektor pertanian antara lain adalah keseimbangan peran sebagai tenaga kerja,otritas dalam keluarga, proses sosialisasi, dan akses terhadap informasi serta bias teknologi. Faktor pembatas produktivitas yang terkaitan dengan gender wanita antara lain adalah status sosial, hambatan memperoleh pekerjaan, status pekerjaan dan beban simultan wanita dibandingkan dengan peran sekuential pada kaum pria. Kesimpulan yang dapat ditarik dari review ini adalah : (a) Posisi dan peran gender wanita dalam kegiatan sektor pertanian merupakan hasil konstruksi sosial, (b) terdapat kecenderungan ekskulsifitas gender untuk membahas gender yang sama, (c) para penulis cenderung bertolak dari kekuran informasi gender tertentu dalam pertanian dan cenderung mengeksposenya setinggi mungkin, dan (d) terdapat keracunan pemahaman gender dengan peran wanita dan sikap feminis seta metode pendekatannya sehingga upaya penyadaran gender patut dipikirkan.
Sistem Pertanian Terintegrasi – Simantri: Konsep, Pelaksanaan, dan Perannya dalam Pembangunan Pertanian di Provinsi Bali Iwan Setiajie Anugrah; Sarwititi Sarwoprasodjo; Kedi Suradisastra; Ninuk Purnaningsih
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v32n2.2014.157-176

Abstract

EnglishIntegrated agriculture system (Simantri) is one of the priority program in Bali Province in order to enhance agricultural sector’s role to support Bali Mandara. This paper aims to describe potency, opportunity, and support of the local governments to empower farmers through Simantri program. This program is initiated Bali Governor (2008-2013) and based on Prima Tani model. Simantri was initially started in 2009 in 10 sites of the Gapoktans’ demonstration plots in 7 regencies. Durineg the period of 2009-2013 Simantri developed into 400 sites out of 1,000 targeted sites in 2018 in 9 regencies/cities. Total budget spent by Bali Government Province for Simantri 2009-1013 was more than Rp 8 billion from social assistance and CSR funds. Simantri enhances relation among farm activities and utilizes farm wastes inside the groups. Simantri orients its activities based on agriculture without waste or zero waste and produces 4 F (Food, Feed, Fertilizer and Fuel). Livestock-farm integration implemented by Simantri boosts farmers’ group business, job opportunity, and supplies of food, feed, fertilizer, organic pesticide, and bio gas to meet group members’ demand and for commercial purpose supported by local governments. In the future it is expected that Simantri becomes an integrated agriculture-energy program for food self-reliance and farmers’ welfare. It is as also expected that this program sustains regardless the changes in local government leaders and all attached policies. IndonesianSistem pertanian terintegrasi (Simantri) merupakan salah satu program unggulan daerah Pemprov Bali untuk peningkatan peran sektor pertanian mendukung Bali Mandara. Makalah ini bertujuan mendeskripsikan tentang potensi, peluang, dan dukungan kebijakan pemerintah daerah terhadap sekor pertanian untuk kesejahteran petani melalui program Simantri. Inisiasi kegiatan didasarkan pada ide, gagasan, dan pemikiran Gubernur Bali (2008-2013) dan model Prima Tani. Implementasi Simantri dimulai tahun 2009 pada 10 lokasi percontohan Gapoktan Simantri di 7 kabupaten. Perkembangan Simantri 2009-2013 telah mencapai 400 lokasi, dari target 1000 lokasi Simantri tahun 2018 di 9 kabupaten/kota. Jumlah anggaran Pemprov Bali untuk kegiatan Simantri (2009-2013) mencapai lebih dari Rp80 miliar dalam bentuk bansos dan CSR. Konsep Simantri selain memberdayakan hubungan fungsi masing-masing kegiatan juga mendorong pada pemanfaatan limbah pertanian dan ternak menjadi komponen pendukung integrasi di tingkat kelompok Simantri. Kegiatan ini berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan 4 F (food, feed, fertilizer, dan fuel). Beberapa hasil penelitian terkait dengan Simantri di Provinsi Bali menunjukkan bahwa pelaksanaan pola integrasi tanaman ternak di lokasi Simantri telah memberikan dampak pada tumbuhnya kegiatan usaha kelompok, lapangan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan pangan, pakan, pupuk dan pestisida organik serta biogas di tingkat kelompok maupun untuk tujuan komersial melalui dukungan kebijakan pemda setempat. Potensi, peluang, dan dukungan kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan Simantri diharapkan menjadi embrio bagi keberlanjutan program pembangunan sektor pertanian daerah menuju sistem pertanian energi terpadu untuk kemandirian pangan dan kesejahteraan petani. Dengan asumsi bahwa keberlanjutan program ini tidak terdistorsi oleh proses pergantian pimpinan daerah dan kepentingan kebijakan yang menyertainya.
Gender Aspects in Animal Production Kedi Suradisastra; Adriana M Lubis
WARTAZOA, Indonesian Bulletin of Animal and Veterinary Sciences Vol 10, No 1 (2000)
Publisher : Indonesian Center for Animal Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.125 KB) | DOI: 10.14334/wartazoa.v10i1.747

Abstract

Research on women’s role in animal production are often entangled in physical participation although their problems in agriculture include labor force participation and equilibrium, authority in the household, socialization process and access to information, and technological bias. Socially, the limiting factors in their productivity are social status, job opportunity and status, and their simultan role as compared to men’s sequential role.   Key words : Role, gender, livestock
Animal Biotechnology and Cultural Ecology Kedi Suradisastra; Adriana M Lubis
WARTAZOA, Indonesian Bulletin of Animal and Veterinary Sciences Vol 10, No 2 (2000)
Publisher : Indonesian Center for Animal Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.726 KB) | DOI: 10.14334/wartazoa.v10i2.741

Abstract

Animal biotechnology development is strongly related to historical contexts of animal production in a country and the receiving environment, particularly the existing cultural ecology. Cultural ecology influences both progress and process of adoption of such technology. A simulation on the technology’s discriminating power indicates that only those with sufficient techno-economic and social capability have greater possibility to adopt such a technology.   Key words: Biotechnology, cultural ecology, adoption