Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

ASEAN Free Trade Area (AFTA), Otonomi Daerah dan Daya Saing Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia Iwan Setiajie Anugrah
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v21n1.2003.1-11

Abstract

EnglishAsean Free Trade Area (AFTA) is a regional trade cooperation of ASEAN countries intended to boost trade volumes through tariff decrease of specific commodities including those of agriculture. AFTA is scheduled in 2008 but it is implemented earlier in 2003. This is a promising opportunity for Indonesia to boost agricultural product export and a challenge to produce competitive products at the regional level. Some constraints to solve by the government of Indonesia are quality products, limited capital, price and exchange rate policies, market competition, and instable domestic political setting. Implementation of regional autonomy is expected to improve quality of agricultural products to compete in regional and global markets. It will improve farmers’ welfare and local government incomes.IndonesianAsean Free Trade Area (AFTA) merupakan bentuk kerjasama perdagangan di wilayah negara-negara ASEAN yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan volume perdagangan di antara negara anggota melalui penurunan tarif beberapa komoditas tertentu, termasuk di dalamnya beberapa komoditas pertanian, dengan tarif mendekati 0-5 persen. Dalam kesepakatan, AFTA mulai efektif pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003. Bagi Indonesia, kerjasama AFTA merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi tantangan untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA. Upaya ke arah itu, nampaknya masih memerlukan perhatian serta kebijakan yang lebih serius dari pemerintah maupun para pelaku agribisnis, mengingat beberapa komoditas pertanian Indonesia saat ini maupun di masa yang akan datang masih akan selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan dalam peningkatan produksi yang berkualitas, permodalan, kebijakan harga dan nilai tukar serta persaingan pasar di samping iklim politis yang tidak kondusif bagi sektor pertanian. Diharapkan dengan diberlakukannya otonomi daerah perhatian pada sektor agribisnis dapat menjadi salah satu dorongan bagi peningkatan kualitas produk pertanian sehingga lebih kompetitif di pasar lokal, regional maupun pasar global, dan sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional maupun peningkatan pendapatan petani dan pembangunan daerah.
Konsep dan Implementasi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia Rudy Sunarja Rivai; Iwan Setiajie Anugrah
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v29n1.2011.13-25

Abstract

EnglishSustainable development including that of agriculture is all of the countries’ commitment to implement. Previous development implementation focused on economic progress resulting in environmental degradation and social problems. Sustainable development approach is basically development activities integrating economic, social, and environmental aspects. However, this concept is not fully implemented by all of the countries as depicted in the agreement. It is indicated by many problems related with environmental degradation and natural resources deprivation. Implementation of sustainable agricultural development deals with some constraints especially in developing countries including in Indonesia. One of the main constraints in Indonesia is interest conflict among sectors leading to separated implementation.  Sustainable development concept is a multi-dimensional approach implemented through integrated program among sectors both at central and regional levels. IndonesianPembangunan berkelanjutan termasuk pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan komitmen negara-negara dunia yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Pelaksanaan pembangunan pada masa lalu yang hanya menekankan tujuan kemajuan ekonomi telah berdampak kepada kerusakan lingkungan dan timbulnya masalah sosial. Pendekatan pembangunan berkelanjutan pada hekekatnya adalah kegiatan pembangunan yang memadukan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Namun demikian dalam implementasi-nya konsep ini belum dilaksanakan oleh semua negara sesuai kesepakatan. Hal ini tercermin dari masih banyaknya ditemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan degradasi sumber daya alam. Masih banyak dijumpai permasalahan dalam implementasi pembangunan pertanian berkelanjutan terutama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, salah satu penyebab yang menonjol adalah adanya ego sektoral yang menyebabkan pelaksanaan menjadi tersekat. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multi dimensi sehingga dalam implementasinya harus merupakan program terpadu lintas sektor dan multi disiplin pada tingkat pusat dan/atau daerah.
Pengembangan Sub Terminal Agribisnis (STA) dan Pasar Lelang Komoditas Pertanian dan Permasalahannya Iwan Setiajie Anugrah
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 2 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v22n2.2004.102-112

Abstract

EnglishAgribusiness development always deals with handling various types of agricultural commodities along with welfare improvement of all parties involved. Concept of Agribusiness Sub-Terminal (STA) and auction system aims at managing the agricultural commodities based on an agribusiness arrangement beneficial to the farmers and all parties engaged. The main constraint of this concept is rivalry with the traders outside the STA and auction market through competitive price they offer. The other barrier is long-established marketing system at farmers’ level.IndonesianPermasalahan yang selalu akan dihadapi adalah bagaimana menciptakan sistem penanganan komoditas pertanian, sejalan dengan perbaikan kesejahteraan pelaku di dalamnya, terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek perdagangan hasil pertanian. Konsep STA dan sistem pasar lelang, dimaksudkan agar sistem penanganan komoditas dapat dilakukan dalam satu tatanan agribisnis, sekaligus memberikan dampak bagi petani dan pelaku kegiatan lain dalam menciptakan kesejahteraan bersama dalam satu model pemasaran komoditas hasil pertanian yang menguntungkan seluruh pihak. Kendala untuk mewujudkan semuanya itu, di antaranya adalah persaingan dengan pelaku agribisnis lainnya terutama dalam pembelian komoditas pertanian dengan harga yang lebih kompetitif. Selain itu sistem pemasaran yang sudah lama terbentuk di tingkat petani, menyulitkan akses keberadaan STA dan sistem pasar lelang.
Dinamika Kelembagaan Sumberdaya Lahan dan Konsekuensinya bagi Pembangunan Sektor Pertanian Iwan Setiajie Anugrah
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 1 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v16n1.1998.18-31

Abstract

EnglishThe objective of this paper is to provide a comprehensive information on performance development and problems associated with land resource utilisation and its future management perspective. The coverage of discussion to identify such objectives could be divided as follows: (1) perception and concept of land resource, (2) the development of land resource, (3) the importance of land resource, (4) land resource and agricultural production stability, and (5) discussion on policy alternatives to overcome land resource problems. Some important findings could be described as follows: (1) various concepts and ideas on land resource have led to a thought that land resource has social, economic, political values, and a symbol at a certain level as a production factor in agricultural sector, (2) land resource development has changed land resource institutions, land fragmentation, land transfer to other non-agricultural utilization, land value improvement, and polarization and absentee practices, (3) various development activities has reflected the importance of land resource and the highly competitiveness of land utilization in line to the importance of each activity and each sector, (4) acting as a stabilizer in agricultural production, the land resource has faced many problems both in current time or in the future especially those associated with agricultural land degradation reducing land fertileness that ended in marginal land accumulation, in the mean time, food-self sufficiency should be continuously maintained, (5) although all problems on land affairs have been arranged in the UUPA since September 1960; Keppres No. 53/1989 or Keppres No. 33/1990, the problems continually appeared. In this regard, governor, based on Permendagri No. 15/1975, as an officer authorized to issue land utility permit, should launched policies which are very much expected to harmonize the central and local requests, the government and the people, agricultural and nonagricultural sectors, or individual/group requests and the society's needs on land resource. IndonesianTulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang perkembangan keragaan dan permasalahan pemanfaatan sumberdaya lahan serta perspektif penanganannya di masa datang. Identifikasi ke arah tersebut dilakukan melalui beberapa subpokok bahasan yang meliputi : (1) persepsi dan konsepsi terhadap sumberdaya lahan, (2) perkembangan sumberdaya lahan berdasarkan waktu, (3) kepentingan terhadap sumberdaya lahan, (4) sumberdaya lahan dan stabilitas produksi pertanian, dan (5) pemikiran terhadap kebijaksanaan dalam mengatasi permasalahan sumberdaya lahan. Beberapa temuan penting yang perlu dikemukakan adalah : (1) beragamnya konsep serta pandangan sumberdaya lahan dalam arti luas memberikan gambaran bahwa sumberdaya lahan mempunyai fungsi sosial ekonomi, politik, serta simbol status tertentu selain sebagai faktor produksi di sektor pertanian, (2) perkembangan sumberdaya lahan berdasarkan waktu telah membawa perubahan terhadap kelembagaan sumberdaya lahan dengan adanya kegiatan fragmentasi lahan, alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian, peningkatan nilai lahan, terjadinya polarisasi ataupun praktek-praktek absentee, (3) adanya berbagai kegiatan pembangunan menjadikan sumber daya lahan sebagai asset yang cukup penting, sehingga terjadi persaingan penggunaan yang cukup meningkat sesuai dengan kepentingan antar aktivitas maupun antar sektoral, (4) sebagai stabilisator bagi produksi pertanian, sumberdaya lahan dihadapkan pada persoalan yang cukup berat baik saat ini dan juga di masa yang akan datang terutama dengan meningkatnya degradasi lahan pertanian, penyusutan lahan produktif yang digantikan dengan lahan marjinal, sementara kebutuhan akan swasembada pangan tetap harus dipertahankan, (5) walaupun secara yuridis permasalahan pertanahan telah diatur dalam UUPA sejak September 1960, Keppres No.53/1989 ataupun Keppres No.33/1990, persoalan mengenai lahan tetap meningkat. Untuk itu kebijaksanaan dari gubernur sebagai pejabat yang berwenang dalam pemberian izin penggunaan lahan sesuai dengan keputusan Permendagri No.15 Tahun 1975 sangat diharapkan sekaligus mampu menselaraskan perbedaan kepentingan antara pusat dengan daerah, penguasa dengan rakyat, sektor pertanian dengan nonpertanian, ataupun kepentingan individu/golongan dengan masyarakat luas terhadap kebutuhan sumberdaya lahan.
Sistem Pertanian Terintegrasi – Simantri: Konsep, Pelaksanaan, dan Perannya dalam Pembangunan Pertanian di Provinsi Bali Iwan Setiajie Anugrah; Sarwititi Sarwoprasodjo; Kedi Suradisastra; Ninuk Purnaningsih
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v32n2.2014.157-176

Abstract

EnglishIntegrated agriculture system (Simantri) is one of the priority program in Bali Province in order to enhance agricultural sector’s role to support Bali Mandara. This paper aims to describe potency, opportunity, and support of the local governments to empower farmers through Simantri program. This program is initiated Bali Governor (2008-2013) and based on Prima Tani model. Simantri was initially started in 2009 in 10 sites of the Gapoktans’ demonstration plots in 7 regencies. Durineg the period of 2009-2013 Simantri developed into 400 sites out of 1,000 targeted sites in 2018 in 9 regencies/cities. Total budget spent by Bali Government Province for Simantri 2009-1013 was more than Rp 8 billion from social assistance and CSR funds. Simantri enhances relation among farm activities and utilizes farm wastes inside the groups. Simantri orients its activities based on agriculture without waste or zero waste and produces 4 F (Food, Feed, Fertilizer and Fuel). Livestock-farm integration implemented by Simantri boosts farmers’ group business, job opportunity, and supplies of food, feed, fertilizer, organic pesticide, and bio gas to meet group members’ demand and for commercial purpose supported by local governments. In the future it is expected that Simantri becomes an integrated agriculture-energy program for food self-reliance and farmers’ welfare. It is as also expected that this program sustains regardless the changes in local government leaders and all attached policies. IndonesianSistem pertanian terintegrasi (Simantri) merupakan salah satu program unggulan daerah Pemprov Bali untuk peningkatan peran sektor pertanian mendukung Bali Mandara. Makalah ini bertujuan mendeskripsikan tentang potensi, peluang, dan dukungan kebijakan pemerintah daerah terhadap sekor pertanian untuk kesejahteran petani melalui program Simantri. Inisiasi kegiatan didasarkan pada ide, gagasan, dan pemikiran Gubernur Bali (2008-2013) dan model Prima Tani. Implementasi Simantri dimulai tahun 2009 pada 10 lokasi percontohan Gapoktan Simantri di 7 kabupaten. Perkembangan Simantri 2009-2013 telah mencapai 400 lokasi, dari target 1000 lokasi Simantri tahun 2018 di 9 kabupaten/kota. Jumlah anggaran Pemprov Bali untuk kegiatan Simantri (2009-2013) mencapai lebih dari Rp80 miliar dalam bentuk bansos dan CSR. Konsep Simantri selain memberdayakan hubungan fungsi masing-masing kegiatan juga mendorong pada pemanfaatan limbah pertanian dan ternak menjadi komponen pendukung integrasi di tingkat kelompok Simantri. Kegiatan ini berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan 4 F (food, feed, fertilizer, dan fuel). Beberapa hasil penelitian terkait dengan Simantri di Provinsi Bali menunjukkan bahwa pelaksanaan pola integrasi tanaman ternak di lokasi Simantri telah memberikan dampak pada tumbuhnya kegiatan usaha kelompok, lapangan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan pangan, pakan, pupuk dan pestisida organik serta biogas di tingkat kelompok maupun untuk tujuan komersial melalui dukungan kebijakan pemda setempat. Potensi, peluang, dan dukungan kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan Simantri diharapkan menjadi embrio bagi keberlanjutan program pembangunan sektor pertanian daerah menuju sistem pertanian energi terpadu untuk kemandirian pangan dan kesejahteraan petani. Dengan asumsi bahwa keberlanjutan program ini tidak terdistorsi oleh proses pergantian pimpinan daerah dan kepentingan kebijakan yang menyertainya.
AKSELERASI HILIRISASI PRODUK AGROINDUSTRI BERDAYASAING MENDONGKRAK KESEJAHTERAAN PETANI DAN EKONOMI PEDESAAN Roosganda Elizabeth; Iwan Setiajie Anugrah
Mimbar Agribisnis: Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis Vol 6, No 2 (2020): Juli 2020
Publisher : Universitas Galuh Ciamis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.291 KB) | DOI: 10.25157/ma.v6i2.3604

Abstract

The downstream acceleration of agroindustry products is a shift in the export of raw material products to competitive products that are competitive and meet the high demands of quality and hygienic processed product (GMP) requirements. In the era of globalization and technology 4.0, it is necessary to accelerate the development of agroindustrial products that are competitive and exist in the global market, related to increased income and welfare of farmers, business players of processed products. The importance of changing the mindset by shifting exports of raw products to competitive agroindustry products by developing and improving downstream implementation. With the qualitative description method, it is stated the objective of writing comprehensively about the downstreaming of highly competitive banana agro-industry products enriched by reviewing the results of various studies and related papers. The processing phase starts from the home industry, small and medium business units and exports. Processed products are equipped with data to support analysis, covering the feasibility of: technical, financial, economic, social and environmental, as well as infrastructure and policy support. Several obstacles were identified, such as: limited capital, continuity of the availability of raw materials, bargaining position, marketing and HR of business actors. The development of technological innovation, investment and business human resources through the development of agro-industrial products is predicted to be a "driving engine" of strong economic progress (to develop regions by developing agriculture). Especially if the empowerment and institutional development is carried out according to the development program. The solution is predicted through efficiency, effectiveness of processing, continuity of raw materials, performance and competence of labor, capital, and the availability of agro-industry around the raw materials produced. With high competitiveness agro-industry products, it is expected to: be able to reach the export market, be able to create jobs and increase the interest of young workers in agriculture, be able to increase income in rural areas, and be able to drive rural downstream development, as a defender of agricultural development.
Appropriate Technology Interventions For The Successful Of Kostratani Program: Agriculture Extension Officers’ Predictions Iwan Setiajie Anugrah; Sri Wahyuni
Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis Vol 7, No 2 (2023)
Publisher : Department of Agricultural Social Economics, Faculty of Agriculture, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jepa.2023.007.02.47

Abstract

 To support the achievement of Kostratani Program, socialization to agriculture extension officers (PPL) had been delivered. Through well understanding on their respective responsibilities, they might able to predict the achievement of the program targets, the factors that support and problem they faced to be overcome to get maximum achievement. To get this information a research had been carried out in three provinces namely, West Java, Lampung, and Central Java in 2021. The respondents were 51, 31, and 34 PPL in BPP from each province. Data were obtained through individual interviews referring to a structured questionnaire on five aspects with 21 indicators. The data ware analyzed based on qualitative analysis and presented descriptively. Results reported by men and women PPL respectively were:1) Socialization was obtained by 67% and 71% ;2) Clarity of the responsibility by 52% and 51%; 3)Their  prediction on the Program achievements’ targets was 51% and 50%; 4) Access for on-line applications in supporting data and information was received by 47% and 47% and 5)  Access for education  (training, comparative studies) and incentives ( monthly  honorarium and internet quota) to run the Kostratani Program was only obtained by 21% of men and 24% of women. Concluded, the main intervention needs to be given to PPLs in the BPP Kostratani Program is the access on education and incentives. Meanwhile, in synergy it is still necessary to continue the socialization about Kostratani to increase PPL's understanding of the clarity of tasks or responsibilities to get maximum achievement of Kostratanis’ targets. Â