Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Optimasi Alokasi Lapangan Penumpukan Petikemas Ekspor Pelabuhan: Studi Kasus Terminal Peti Kemas Banjarmasin Setyo Nugroho; Achmad Mustakim; Dwi Wahyu Baskara; Alwi Sina Khaqiqi
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol 22, No 2 (2020): Jurnal Penelitian Transportasi Laut
Publisher : Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25104/transla.v22i2.1581

Abstract

Perencanaan alokasi penumpukan petikemas memiliki pengaruh yang besar untuk meminimalkan waktu sandar kapal dan biaya operasional terminal. Model alokasi lapangan penumpukan bertujuan mengurangi jarak tempuh truk dalam kegiatan muat dan menyeimbangkan jumlah pada setiap blok. Alokasi lapangan penumpukan petikemas yang belum optimal di Terminal Petikemas Banjarmasin merupakan salah satu permasalahan yang harus diselesaikan. Dalam upaya penyelesaian permasalahan tersebut digunakan metode evaluasi dan optimasi dalam perencanaan alokasi lapangan penumpukan petikemas. Setalah mendapatkan hasil evaluasi dan optimasi, kemudian dilakukan simulasi untuk mengetahui waktu muat kapal. Dari hasil evaluasi dan optimasi di dapatkan pada Bulan Februari 2019, jarak tempuh truk dapat bekurang hingga 4% atau 539 km dari 13.941 km, selisih petikemas pada blok kapal sebesar 74% atau 4.863 box dari 6.546 box. Selain itu didapatkan selisih petikemas pada seluruh blok penumpukan sebesar 55% atau 2.452 box dari 4.446 box, penghematan waktu kegiatan muat sebesar 13% atau 4.749 menit dari 36.129 menit. Kemudian untuk  penghematan biaya bahan bakar keseluruhan dari truk, RTG, dan container crane sebesar 16% atau sebesar Rp 236.723.498 dari Rp 1.508.369.508. Dengan hasil optimalisasi ini pengelola pelabuhan dapat mengisi container Yard lebih banyak lagi.Port Allocation Optimization of Export Container Yard: Case Study of Banjarmasin Container Terminal; Container stack allocation planning has a major impact on minimizing ship berth time and terminal operating costs. The yard allocation model aims to reduce the distance traveled by trucks in loading activities and to balance the number in each block. The sub-optimal allocation of the container yard at the Banjarmasin Container Terminal is one of the problems that must be resolved. For solving these problems, evaluation and optimization methods are used in planning the container stacking field allocation. After getting the results of evaluation and optimization, a simulation is carried out to determine the loading time of the ship. From the results of evaluation and optimization obtained in February 2019, the truck's mileage can be reduced by 4% or 539 km from 13.941 km, while the difference of containers in the ship block is 74% or 4.863 boxes from 6.546 boxes. In addition, the difference between the containers in the entire stacking block was 55% or 2.452 boxes from 4.446 boxes, saving time for loading activities was 13% or 4.749 minutes from 36.129 minutes. Then for the overall fuel cost savings from truck, RTG, and container crane by 16% or Rp 236.723.498 from Rp 1.508.369.508. With this optimization, port operator could allocate more containers in container yard.
Analisis Potensi Penggunaan Integrated Tug Barge Untuk Short Sea Shipping Studi Kasus: Pantura Iksan Ade Kurniawan; Setyo Nugroho
Jurnal Teknik ITS Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.197 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v1i1.381

Abstract

Jalur jalan raya Pantai Utara (Pantura) adalah jalur vital bagi distribusi barang di Pulau Jawa. Kendaraan bermuatan berat menjadi penguna utama dalam jalur ini. Sering terjadinya kemacetan, kejadian alam, dan kegiatan lokal yang memperlambat arus barang yang sehingga menyebabkan pemilik barang harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan barang tersebut. Penggunaan Integrated Tug Barge (ITB) dalam pelayaran coastal atau short sea shipping bisa menjadi pilihan alternatif melihat sibuknya jalur pantura. Dengan keunggulan pada payloadnya yang besar dan draft yang rendah maka ITB bisa sandar di pelabuhan manapun di Pantai Utara Pulau Jawa. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui potensi penggunaan ITB pada jalur pantura dan mengetahui moda transportasi yang cocok untuk digunakan dalam jalur ini. Untuk mencari moda tersebut digunakan metode komparasi tiap tiap moda yang menjadi pelaku dalam jalur Pantura dan dibandingkan dengan moda ITB untuk kemudian dicari kemungkinan penggunaan ITB sebagai alternatif pengangkutan muatan barang di jalur Pantura Hasil perhitungan menunjukkan bahwa potensi penggunaan ITB sebagai sarana alternatif pengangkutan barang efektif di jalur pantura untuk koridor Surabaya - Jakarta. ITB mampu untuk melayani potensi muatan tersebut dengan biaya angkut yang lebih murah dibandingkan dengan moda lain, yaitu: 15,9% lebih murah dari moda truk, 15,6% lebih murah dari moda kereta api, dan 10,5% lebih murah dari moda kapal. Kapasitas angkut ITB yang sesuai untuk koridor ini adalah yang berkapasitas 450 TEU menggunakan mekanisme operasi drop and swap.
Model Manajemen Inventori Peti Kemas Non-Standard Untuk Pelayaran Domestik Randhi Dwi Wijaya; Setyo Nugroho
Jurnal Teknik ITS Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (176.388 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v1i1.382

Abstract

Manajemen persediaan persediaan merupakan sebuah hal yang penting dalam setiap perusahaan, baik itu perusahaan produksi maupun perusahaan jasa seperti perusahaan pelayaran. Pada perusahaan jasa seperti perusahaan pelayaran, persediaan inventori peti kemas menjadi sangat penting karena kemampuan repostioning dari peti kemas itu. Dengan mempunyai tingkat persediaan inventori optimum diharapkan dapat memaksimalkan keuntungan yang didapatkan. Di Indonesia, peti kemas menjadi sangat unik. Ini karena peti kemas di Indonesia masih ada yang belum standard. Peti kemas jenis ini mayoritas melayani pelayaran di Kawasan Indonesia Timur karena beberapa keunggulan yang dimilikinya, yakni mampu masuk ke darah pedalaman dimana gudang consignee ada disitu. Dengan daya jelajah yang lebih jauh, perlu analisis mengenai berapa kebutuhan inventorinya yang maksimum. Dalam tugas akhir ini, akan dibuat suatu program model persebaran peti kemas non-standard. Dengan model tersebut, diharapkan mampu memberikan gambaran seberapa banyak kebutuhan inventori yang dibutuhkan oleh perusahaan pengguna peti kemas jenis ini sehingga keuntungan yang diperoleh akan maksimal nantinya.
Pengembangan Prototipe Dss Alokasi Penyandaran Kapal : Studi Kasus Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Dimas Krisna Prasetyo; Setyo Nugroho
Jurnal Teknik ITS Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.839 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v1i1.384

Abstract

Pelabuhan merupakan sebuah tempat yang menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan transportasi laut pada umumnya, bagi pihak pelayaran, pelabuhan sangat penting terutama dalam menjembatani kegiatan transportasi dari laut ke darat dan sebaliknya serta mempertemukan antara pihak produsen dengan konsumen. Salah satu pelabuhan di Indonesia yang penting dalam perpindahan arus barang di Jawa Timur adalah Pelabuhan Tanjung Perak. Pelabuhan tersebut merupakan salah satu pelabuhan yang tersibuk kedua setelah pelabuhan tanjung priok. Akan tetapi dengan tingginya arus kunjungan kapal ditambah terbatasnya fasilitas pelabuhan dapat mempengaruhi kinerja pelabuhan terutama terkait dengan layanan kapal khususnya dalam mengalokasikan penjadwalan kapal sehingga pelabuhan perlu penjadwalan yang terstruktur agar tidak terjadi masalah antrian yang berkepanjangan. Oleh karenanya tugas akhir ini dibuat bertujuan untuk mengetahui tingkat layanan kapal, seberapa baik keputusan yang diambil pihak pelabuhan dalam mengalokasikan penyandaran kapal yang saat ini masih dipakai. Hasil dari perhitungan menunjukkan bahwa DSS 1 sebagai aturan lama masih harus digunakan sedangkan DSS 3 sebagai DSS alternatif cukup baik jika diterapkan dalam mengalokasikan penyandaran kapal karena berdasarkan analisa BOR dan status penyandaran, DSS 3 masih memberikan nilai analisa yang sama dibanding DSS yang lain.
Perancangan Simulasi Operasi Angkutan Batubara Berbasis Web Programming (Studi Kasus: Pendangkalan di Sungai Barito) Jauhari Alafi; Firmanto Hadi; Setyo Nugroho
Jurnal Teknik ITS Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.947 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v1i1.431

Abstract

Batubara di PT. ZXC diangkut dari dermaga tambang melalui Sungai Barito menggunakan tongkang untuk kemudian di transitkan ke mother vessel. Kendala yang dialami oleh tongkang adalah ketika musim kemarau level air sungai Barito turun drastis, apalagi di daerah dekat hulu sungai. Pada saat hal itu terjadi, sungai yang biasanya bisa dilewati oleh tongkang hingga kapasitas 5.000 ton, hanya bisa dilewati tongkang tersebut apabila mengurangi muatannya hingga 2.000 ton saja. Bahkan ketika pada kondisi level air terrendah, tongkang-tongkang tidak bisa melaluinya sama sekali. Berdasarkan hasil simulasi, skenario terbaik bagi PT. ZXC dalam mencapai target penjualan sebesar 2,5 juta ton adalah dengan tetap mengoperasikan seluruh tongkang yang ada pada saat terjadi pendangkalan, meskipun tongkang tidak dapat berlayar dengan muatan penuh. Karena total biaya untuk opsi 1 (tidak ada pengangkutan pada saat sungai dangkal) adalah sebesar Rp 81.046.464.410, sedangkan total biaya untuk opsi 2 (ada pengangkutan pada saat terjadi pendangkalan) adalah Rp 55.091.040.758.
Analisis Kinerja Operasional Pelayanan Pelayaran Rakyat Yoga Wachyu Wicaksono; Setyo Nugroho
Jurnal Teknik ITS Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (567.833 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v6i2.26238

Abstract

Jumlah armada pelra pada tahun 2010 mencapai 2.418 unit, hingga tahun 2015 mencapai 1.329 unit. Penurunan armada disebabkan oleh menurunnya muatan, dari tahun 2011 hingga 2015 rata-rata penurunan muatan pertahun yaitu 10% dengan jumlah muatan di tahun 2015 yaitu 74.720 ton. Tugas Akhir ini membahas mengenai pengukuran kinerja operasional pada pelayaran rakyat. Studi kasus kota tujuan yang digunakan sebagai penelitian yaitu kota Bima dengan jumlah 4 perusahaan dan 14 armada pelra, Benete dengan jumlah 2 perusahaan dan 3 armada pelra, Pemenang hanya 1 perusahaan dan 2 armada pelra, Banjarmasin dengan jumlah 2 perusahaan dan 6 armada pelra, Batu Licin dengan jumlah 2 perusahaan dan 4 armada pelra, dan Rampa Cengal hanya 1 perusahaan dan 2 armada pelra. Umur ekonomis armada pelra diasumsikan yaitu 25 tahun. Peramalan dilakukan pada muatan pelra pada tiap armada berdasarkan PDRB tiap daerah tujuan. Perhitungan profitabilitas berdasarkan hasil dari sensitivitas kinerja operasional dalam bentuk kecepatan pelayaran, dan kecepatan bongkar muat, yakni dalam keadaan normal dengan kecepatan 6 knot dan jumlah kuli 10 orang. Penilaian dilakukan terhadap perusahaan pelra dengan metode normalisasi data yang menghasilkan PT. Samudera Buana Persada merupakan perusahaan dengan nilai tertinggi dari tahun 2011 hingga tahun 2024.
Studi Penambahan Fungsi Kapal Melalui Pemanfaatan Kapal Tipe Lighter Aboard Ship (LASH) untuk Pulau-Pulau Kecil: Studi Kasus Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep Rodlitul Awwalin; Setyo Nugroho
Wave: Jurnal Ilmiah Teknologi Maritim Vol. 12 No. 2 (2018)
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jurnalwave.v12i2.2917

Abstract

Produksi, ketersediaan dan harga kebutuhan pangan telah menjadi perhatian utama dan masalah rumit saat ini khususnya di daerah pulau-pulau kecil. Hal ini menjadikan pentingnya perubahan sistem logistik yang dapat memecahkan masalah sistem logistik di daerah pulau-pulau kecil. Salah satu fokus utama untuk menangani situasi ini adalah untuk menciptakan koneksi yang baik melalui pulau-pulau kecil yang ada di wilayah pulau-pulau di Indonesia, terutama di Kepulauan Kangean. Untuk menghubungkan pulau-pulau di Kepulauan Kangean, dengan gagasan pemanfaatan kapal tipe Lighter Abroad Ship (LASH) yang dioperasikan untuk menopang sistem logistik yang baik dalam aspek waktu, dan efisiensi penanganan muatan di pelabuhan kecil. Kapal ini adalah kapal kargo yang memuat tongkang-tongkang kecil sebagai kemasan, sehingga cocok untuk area operasional di negara-negara berkembang dan kepulauan, konsepnya adalah penanganan tongkang-tongkang yang efektif terhadap waktu, tongkang sebagai gudang apung ditinggalkan dan kapal langsung berlayar kembali, sehingga tidak membutuhkan antrian yang lama di pelabuhan serta menambah kinerja kapal dalam beroperasi. Tantangan memperbaiki logistik nasional memiliki banyak kendala seperti bentuk kondisi geografis yang berupa pulau-pulau kecil serta berjumlah banyak, dan kurangnya alat akses untuk menjangkau pulau-pulau terkecil tersebut menjadi kendala yang perlu diatasi. Untuk itu tujuan dari penelitian untuk mempelajari bagaimana pemanfaatan kapal tipe LASH, dengan menggunakan pendekatan berupa jumlah pertumbuhan penduduk serta Asal Tujuan Transportasi Nasional (ATTN) barang ke Kepulauan Kangean, untuk menentukan kapasitas muatan kapal, serta metode perhitungan optimasi biaya per-unit ton muatan paling rendah untuk memilih model kapal dan rute terpendek, kemudian penentuan konfigurasi gudang terapung yang berupa tongkang apung. Sehingga didapatkan model kapal dengan biaya perunit ton muatan paling rendah adalah kapal tipe LASH Gantry Crane rute R-2 (Situbondo-Sumenep-Sapudi-Arjasa-Kangayan-Sapeken-Situbondo) dengan biaya sebesar Rp. 625.912,-.
STUDI KAPASITAS ANGKUT LAYANAN KAPAL FERRY RO-RO ( STUDI KASUS BALIKPAPAN – PENAJAM ) Ahmad Rahadian Nur; Setyo Nugroho
JURNAL TECNOSCIENZA Vol. 7 No. 2 (2023): TECNOSCIENZA
Publisher : JURNAL TECNOSCIENZA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Transportasi laut memainkan peran penting sebagai penghubung antar pulau, memungkinkan pergerakan barang dan penumpang antar pulau untuk pemerataan pembangunan. Kebijakan SE BPTD 2021 dirilis pada tahun 2021 mencakup aturan pemuatan baru di Terminal Ferry Kariangau, mengurangi persentase pemuatan kapal sebesar 50%. Ini karena kondisi layanan produksi turun 25% selama Covid-19. Dengan adanya kebijakan tersebut, terdapat batasan maksimal untuk proses loading di terminal Ferry Balikpapan-Penajam. Tujuan penelitian untuk mengkaji, menganalisis dan mengevaluasi pemuatan penyeberangan secara lebih mendalam sesuai SE BPTD 2021. Metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dan simulasi dengan menggunakan konversi satuan kendaraan penumpang (SMP). Satuan Mobil Penumpang (SMP) merupakan konversi satuan kendaraan yang memiliki perbedaan karakteristik, pergerakan, dimensi, kecepatan serta pergerakan kendaraan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan kebijakan 50% pada proses pemuatan kapal menurunkan pendapatan dan jumlah kendaraan yang dimuat. Dimana permuatan maksimal kendaraan yang bisa dimuat yakni 4.508.000 kendaraan /tahun sedangkan pendapatan maksimal adalah Rp173.041.960.000/tahun dengan persentase BOR 63%.
Studi Pemanfaataan Teknologi Hydrogen Fuel Cells (HFCs) pada Kapal Peti Kemas Muhammad Dihan Ramadhan Pradana; Setyo Nugroho; Eka Ardhi
Rekayasa Vol 16, No 1: April 2023
Publisher : Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/rekayasa.v16i1.16269

Abstract

International Maritime Organization has previously issued an ambitious strategy to decrease maritime carbon emission by by 70% in 2050. There are lots of alternatives in reducing carbon emission, with hydrogen fuel cells being one considered. Hydrogen fuel cells (HFCs) is projected to decrease maritime carbon emission up to 80% and has larger engine efficiency, roughly 10-20% higher than of diesel engine. In this research, feasibility analysis of HFCs was conducted through life cycle analysis and simple additive weighting by considering 4 types of fuel (green/blue/gray hydrogen and LNG) and 3 types of HFCs (PEMFC, MCFC and SOFC). Life cycle analysis showed that combination of Solid Oxide Fuel Cells and blue hydrogen came out as the best solution to reduce carbon emission up to 82% for hybrid-powered vessels. From financial perspective however, hybrid-engine option may reduce overall gross income by 27% since it requires higher engine space. Furthermore, utilization of fuel cell resulted in a lower net present value as a result of higher investment cost compared to diesel-powered vessels.