Raida Agustina
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Published : 21 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Karakteristik Pengeringan Kulit Melinjo (Gnetum gnemon L) dengan Alat Pengering Tipe Tray Dryer untuk Pembuatan Keripik Kulit Melinjo Durry Munawar; Dewi Sri Jayanti; Raida Agustina
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 4, No 4 (2019): November 2019
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (716.886 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v4i4.12681

Abstract

Abstrak. Pemanfaatan kulit melinjo sebagai produk makanan olahan belum banyak diketahui oleh masyarakat. Biasanya kulit melinjo tidak dimanfaatkan lagi dan dibuang begitu saja padahal kulit melinjo dapat diolah kembali menjadi beberapa produk makanan seperti keripik kulit melinjo, manisan, teh, pewarna makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pengeringan dan mutu dalam pembuatan keripik kulit melinjo dengan alat pengering tipe tray dryer pada suhu 35oC dan 45oC. Masing-masing suhu tersebut diulang sebanyak dua kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada suhu 35oC kelembaban udara yang diperoleh adalah 70,50% dengan lama pengeringan 390 menit (6,5 jam) dan rata-rata laju pengeringan sebesar 1,08 bk/menit, sedangkan pada suhu 45oC kelembaban udara yang diperoleh adalah 60,72% dengan lama pengeringan 300 menit (5 jam) dan rata-rata laju pengeringan sebesar 1,32 bk/menit. Kecepatan aliran udara ruang pengering pada suhu 35oC dan 45oC adalah konstan (2,4 m/s). Rata-rata kadar air awal kulit melinjo adalah 82,26% sedangkan kadar air akhir adalah 21,36%. Susut bobot pada suhu 35oC adalah 77,56% dan pada suhu 45oC adalah 77,32%. Hasil uji organoleptik terbaik adalah pada suhu 35oC dengan skor 4,28 untuk warna, 4,50 untuk aroma, 4,53 untuk rasa dan 4,40 untuk tekstur.Characteristic Melinjo Peel (Gnetum gnemon L) Drying with Tray Dryer for Making Melinjo Peel ChipsAbstract. The use of melinjo peel as a processed food product is not widely known in the public. Melinjo peel is usually no longer used and thrown away even though the peel could be reprocessed into several food products such as melinjo peel chips, confectionery, tea, and food coloring. This research aimed to determine the characteristics of drying and quality in the making of melinjo peel chips with tray dryer at 35oC and 45oC. Each temperature is repeated twice. The results showed that at a temperature of 35oC, the humidity was 70.50% with a drying time was 390 minutes (6.5 hours) and the average of drying rate was 1.08 dw/minute, meanwhile at 45oC the humidity was 60.72% with a drying time was 300 minutes (5 hours) and an average of drying rate was 1.32 dw/minute. The airflow velocity of the drying chamber at 35oC and 45oC was constant (2.4m/s). The average of initial moisture of melinjo peel was 82.26% and final moisture was 21.36%. The weight loss at 35oC was 77.56% and at 45oC was 77.32%. The best results of organoleptic test was at temperature 35oC with score 4.28 for color, 4.50 for flavor, 4.53 for taste and 4.40 for texture.
Penilaian Sensori Minuman Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Sultan Rahmat Septian; Sri Hartuti; Raida Agustina
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 4 (2022): November 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.257 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i4.22342

Abstract

Abstrak. Belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) merupakan tanaman yang banyak ditemukan di pekarangan rumah. Belimbing wuluh kurang diminati masyarakat jika dikonsumsi langsung karena rasanya yang sangat asam. Sehingga perlu dilakukan pengolahan Belimbing wuluh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan perlakuan terbaik terhadap minuman belimbing wuluh berdasarkan penilaian konsumen terhadap kriteria sensori. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa minuman belimbing wuluh dengan 75 gram gula pasir dan 300 ml ekstrak menghasilkan warna yang agak disukai oleh panelis dengan nilai tertinggi sebesar 5,13, sedangkan untuk perlakuan 125 gram gula pasir dan 100 ml ekstrak, panelis memberikan nilai agak suka pada kriteria aroma (4,47) dan rasa (4,73). Pada kriteria aftertaste, nilai terbaik diperoleh pada perlakuan ekstrak 200 ml dan gula pasir 135,36 gram. Sensory Assessment of Averrhoa Bilimbi DrinkAbstract. Averrhoa Bilimbi L. is a plant that is commonly found in home gardens. Averrhoa Bilimbi L is less attractive to the public if consumed directly because of its very sour taste. So it is necessary to process Averrhoa Bilimbi L. The purpose of this study was to obtain the best treatment for Averrhoa Bilimbi L drink based on consumer assessments of sensori criteria. The results obtained showed that the belimbing wuluh L drink with 75 grams of sugar and 300 ml of extract produced a color that was kinda like by the panelists with the highest value of 5.13, while for the treatment of 125 grams of sugar and 100 ml of extract, the panelists gave  kinda like value on the criteria of flavor (4.47) and taste (4.73). On the aftertaste criteria, the best value was obtained from the 200 ml extract and 135.36 grams of sugar.
Penyulingan Minyak Atsiri Sereh Dapur (Cymbopogon Citratus) Dengan Metode Penyulingan Air-Uap Zaituni Zaituni; Rita Khathir; Raida Agustina
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 1, No 1 (2016): November 2016
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.632 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v1i1.1085

Abstract

Abstrak. Minyak atsiri sereh dapur diperoleh dari hasil penyulingan tanaman sereh dapur. Minyak sereh dapur merupakan sumber sitral yang merupakan konstituen utama dari minyak tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu minyak atsiri yang dihasilkan dengan metode penyulingan air-uap (water and steam destillation). Bagian tanaman sereh dapur yang digunakan yaitu bagian batang dan daun yang disuling menggunakan alat penyulingan air dan uap.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen minyak atsiri sereh dapur dari penyulingan bagian daun diperoleh sebesar 0,399 % 10 kali lipat lebih besar dari rendemen minyak atsiri sereh dapur pada bagian batang (0,039 %). Bobot jenis minyak atsiri sereh dapur pada daun 0,8987 dan pada batang 0,8940. Indeks bias minyak atsiri sereh dapur pada daun 1,4876 dan pada batang 1,4880. Kelarutan dalam alkohol 70% minyak atsiri sereh dapur dari daun dan batang mempunyai tingkat kelarutan keruh pada perbandingan 1:5. Berdasarkan rendemen dapat disimpulkan bahwa bagian yang lebih menguntungkan untuk disuling adalah daun. Berdasarkan parameter mutu yang dianalisis dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri sereh dapur dari bagian batang dan daun sudah memenuhi standar Essential Oil Association (EOA).The Destillation of Lemongrass Essential Oil by Using the Water-steam Method Abstract. Lemongrass essential oil is obtained from the distillation of lemongrass plant. The main content of this oil is sitral content. This study aimed to determine the quality of essential oil produced by the method of water-steam destillation. The experiment was done by water-steam destillation of stalks and leaves of lemongrass, respectively, under 3 repeatations. Lemongrass essential oil obtained from leaves was 0,399%, which is 10-fold greater than the yield of the stalks (0,039%). The specific gravity of Lemongrass essential oil obtained from leaves was 0,8987 where as the specific gravity of Lemongrass essential oil obtained from stalks was 0.8940. The refractive index of lemongrass oil obtained from  leaves was 1.4876 while the refractive index of lemongrass oil obtained from stalks was 1.4880. Based on solubility in 70% alcohol test, lemongrass essential oil obtained from the leaves and stalks were a little bit cloud at a ratio of 1: 5. Based on its yield, it can be concluded that the leave plant produced more oil. However, the quality of both oils showed that lemongrass essential oil met the EAO Standard.
Pengaruh kemasan plastik dan suhu penyimpanan terhadap masa simpan buah manggis (Garcinia mangostana L) Nurita Agustia; Raida Agustina; Ratna Ratna
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 1, No 1 (2016): November 2016
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.726 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v1i1.1290

Abstract

Abstrak. Merupakan salah satu komoditi buah-buahan yang memiliki nilai ekonomi dan banyak digemari masyarakat. Manggis merupakan salah satu buah yang memiliki umur simpan yang relatif singkat, setelah itu manggis akan menjadi busuk dan tidak layak lagi bila di simpan di ruangan, Oleh karena itu perlu dilakukan pengemasan dan penyimpanan pada suhu dingin untuk mempertahankan masa simpan buah manggis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kemasan plastik dan suhu penyimpanan terhadap masa simpan buah manggis.Abstract. Is one of the commodities fruits that have economic value and much-loved community. Mangosteen is a fruit that has a relatively short shelf life, after that mangosteen will be rotten and unfit when stored in the room, therefore it is necessary for packaging and storage at cold temperatures to preserve the shelf life of the mangosteen fruit. This study aims to look at the effect of plastic packaging and storage temperature on the shelf life of the mangosteen fruit.
Uji Organoleptik Ikan Teri yang Dikeringkan dengan Green House Effect (GHE) Vent. Dryer Muhammad Rafly NH; Raida Agustina; Sri Hartuti; Muhammad Yasar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (112.649 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i1.19159

Abstract

Abstrak.Salah satu cara penerimaan produk oleh konsumen adalah melalui uji organoleptik terhadap beberapa kriteria seperti warna, aroma, rasa dan tekstur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap mutu organoleptik ikan teri yang dikeringkan dengan Green House Effect (GHE) Vent. Dryer. Metode penelitian yang digunakan yaitu melakukan uji organoleptik kepada panelis dengan memberikan 6 sampel ikan teri kering dengan variasi konsentrasi garam dan suhu perebusan yang berbeda .Nilai pengamatan hasil percobaan menggunakan uji hedonik untuk menentukan tingkatan mutu warna , aroma dan tekstur dengan memberikan skor 1 sampai 5 dimana 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= netral, 4= suka dan 5= sangat suka pada lembar penilaian dengan 10 orang panelis terindentifikasi dengan rentan usia 20-60 tahun dalam keadaan sehat. Penilaian tertinggi panelis menggunakan uji hedonik terhadap warna, aroma dan tekstur konsentrasi 15% (G2) dengan suhu perebusan 100oC (P1) yaitu dengan nilai 4. Sesuai dengan kriteria ikan teri kering yaitu warna putih , beraroma ikan teri kering dan tekstur renyah cocok dengan kesukaan panelis.Organoleptic Test of Dried Anchovy With Green House Effect (GHE) Vent. DryerAbstract. One way of product acceptance by consumers is through organoleptic tests on several criteria such as color, aroma, taste and texture. The purpose of this study was to determine the nature of consumers on the organoleptic quality of dried anchovy with Green House Effect (GHE) Vent. Dryer. The research method used is to perform organoleptic tests to the panelists by giving 6 samples of dried anchovy with variations in salt concentration and different boiling temperatures. The observational value of the experimental results uses hedonic tests to determine the level of quality of color, aroma and texture by giving a score of 1 to 5 where 1 = strongly dislike, 2 = dislike, 3 = neutral, 4 = like and 5 = very much like the assessment with 10 identified panelists with a range of 20-60 years old in good health. The highest panelist assessment used hedonic tests on color, aroma and texture at a concentration of 15% (G2) with a boiling temperature of 100oC (P1) with a value of 4. In accordance with the criteria of dried anchovy, which was white in color, smelled of dried anchovy and crunchy texture matched the panelists favorite. 
Pengujian Cita Rasa Kopi Arabika dengan Metode Cupping Test Fahmi Adam; Raida Agustina; Rahmat Fadhil
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.331 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i1.19021

Abstract

Abstrak. Kopi merupakan salah satu minuman terpopuler di dunia, seiring dengan pesatnya permintaan kopi dikalanagan penikmat kopi, maka perlu dilakukannya evaluasi sensoris kopi secara ilmiah guna memperoleh cita rasa kopi yang lebih berkualitas dan sesuai akan kebutuhan permintaan para konsumen. Untuk mendapatkan kualitas kopi Arabika Gayo yang baik ialah dengan cara menyangrai kopi dengan tepat. Mengetahui kualitas kopi Arabika akan rasa yang dihasilakan dapat dilakukan dengan metode cupping test, evaluasi setiap atributnya dilakukan oleh para pakar yang sangat berpengalaman dalam menilai mutu cita rasa kopi Arabika. Pengujian cupping test ini dilakukan karena tiga alasan, yaitu: untuk menentukan sensorik, untuk menggambarkan rasa dan untuk menentukan preferensi produk. Cupping test menjadi salah satu metode yang penting dilakukan untuk menentukan kualitas kopi sebelum didistribusikan.Arabica Coffee Taste Testing With Cupping Test MethodAbstract. Coffee is one of the most popular drinks in the world, along with the rapid demand for coffee among coffee connoisseurs, it is necessary to carry out a scientific sensory evaluation of coffee in order to obtain a higher quality coffee taste and according to the needs of consumer demand. To get good quality Gayo Arabica coffee is to roast the coffee properly. Knowing the quality of Arabica coffee for the taste produced can be done by the cupping test method, evaluation of each attribute is carried out by experts who are very experienced in assessing the quality of Arabica coffee taste. The cupping test was conducted for three reasons, namely: to determine sensory, to describe taste and to determine product preferences. Cupping test is one of the important methods to determine the quality of coffee before it is distributed.
Peningkatan Kinerja Mesin Pengering Hybrid Melalui Modifikasi Tungku Biomassa Untuk Pengeringan Ikan Tongkol (Euthynus affinis) Makmur Munandarsyah; Raida Agustina; Kiman Siregar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 3, No 3 (2018): Agustus 2018
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/jimfp.v3i3.8134

Abstract

Abstrak. Pada saat musim panen ikan, para nelayan banyak mendapatkan ikan tongkol sebagai hasil tangkapan dengan jumlah yang sangat besar. Karena jumlah yang sangat banyak, terkadang ikan tongkol tidak habis terjual. Hal tersebut mengakibatkan ikan tongkol cepat membusuk jika tidak ada pengolahan yang baik. Salah satu cara yang dilakukan nelayan adalah dengan mengeringkan ikan tongkol tersebut secara alami (penjemuran dibawah sinar matahari). Alat pengering surya tipe rak adalah alat pengering berbentuk kotak yang memanfaatkan matahari sebagai energi termalnya. Adapun kendala dari alat pengering ini adalah hanya memanfaatkan panas dari energi matahari sehingga ketika cuaca dalam keadaan mendung atau saat malam tiba alat ini tidak bisa difungsikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kinerja dan nilai efisiensi pada tungku biomassa serta alat yang digunakan lebih efektif dan efisien. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode oven. Hasil penelitian diperoleh total efisiensi penggunaan energi selama pengeringan yaitu, untuk pengeringan uji kosong hybrid adalah 0,11%, untuk pengeringan uji hybrid sebesar 5,60% dan untuk pengeringan uji surya sebesar 28,13%. Sementara untuk lamanya waktu pengeringan, uji hybrid ulangan selama 14 jam, uji hybrid ulangan 2 selama 14 jam, uji surya ulangan 1 selama 15 jam dan uji surya 2 ulangan selama 16 jam. Untuk total energi tersedia, pengeringan hybrid sebesar 265,63 MJ dan pengeringan surya sebesar 9,61 MJ. Improved Hybrid Dry Engine Performance through Modification of Biomass Furnaces for Drying Mackarel Tuna (Euthynus affinis)Abstract. At the time of harvest fish, fishermen get a lot of catches of tuna with very large amount. Due to the very large number of these, sometimes the tuna is not sold out. This resulted in the tuna quickly decompose if there is no good processing. One way in which the fisherman is by drying the tuna fish naturally (the drying in the sun). A tool rack type solar dryer is a box-shaped dryer that utilize the sun as thermal energy. The constraints of this tool is only utilizing the heat from solar energy, so when the weather is cloudy or at nightfall these tools can not function. The research aims to modify the tool rack type solar dryer to be a hybrid dryer for drying anchovy. The method used in this research is oven method. The results were obtained that total efficiency of energy use during drying is for drying empty test hybrid is 0,11%, for drying hybrid test at 5,60%, and for drying solar test of 28,13%. As for the length of drying time, hybrid test replicates 1 for 14 hours, hybrid test replicates 2 for 14 hours, solar test replicates 1 for 15 hours, and solar test repliatesc 2 for 16 hours. For the total energy available, hybrid drying of 265,63 MJ and solar drying of 9,61 MJ.
Kajian Pengeringan Porang ( Amorphophallus Oncophyllus) berdasarkan Variasi Ketebalan Lapisan Menggunakan Tray Drayer Muhammad Zikri Pratama; Raida Agustina; Agus Arip Munawar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 5, No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1311.58 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v5i1.13762

Abstract

Abstrak.Indonesia mempunyai berbagai jenis serealia dan umbi-umbian yang kaya akan karbohidrat. Salah satu umbi-umbian yang cukup potensial dikembangkan di Indonesia adalah porang. Tanaman porang mulai dibudidayakan secara komersial dan dimanfaatkan baik untuk industri pangan maupun non pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu tepung porang berdasarkan perlakuan variasi ketebalan irisan porang  pada proses pengeringan dengan menggunakan Tray Dryer. Penelitian ini menggunakan Porang varietas Amorphophallus oncophyllusdengan pengeringan menggunakan suhu 50oC. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Semakin tebal irisan porang maka durasi pengeringan akan semakin lama. Rata-rata lama pengeringan pada ketebalan irisan 1 mm adalah 260 menit, ketebalan irisan 2 mm  selama 290 menit dan ketebalan irisan 3 mm selama 330 menit. Rerata kelembaban relatif ruang pengering saat proses pengeringan irisan porang 1 mm adalah 57,12%, irisan porang 2 mm sebesar 57,78%, dan irisan porang 3 mm sebesar 58,10%. Kadar air tepung porang yang dikeringkan dengan ketebalan irisan 2 mm lebih tinggi  yaitu 10,39% dari pada kadar air tepung porang yang dikeringkan ketebalan irisan 1 mm dan 3 mm. Rendemen tepung porang tertinggi terdapat pada ketebalan irisan 2 mm sebesar 8,83% dan rendemen tepung porang pada ketebalan irisan 1 mm dan ketebalan irisan 3 mm bernilai sama yaitu sebesar 8,67%. Tingkat kecerahan tepung porang tertinggi terdapat pada variasi ketebalan irisan 1 mm, tingkat nilai L yang diperoleh sebesar 79,67. Berdasarkan uji organoleptic hedonik terhadap warna dan aroma tepung porang, penilaian rata-rata aroma tepung porang dari ketiga perlakuan menunjukkan nilai 3 (netral) diakibatkan karena masyarakat (panelis) masih belum terlalu mengenal tepung porang, sedangkan untuk penilaian skala warna tepung porang, panelis memberikan skor 4 (suka) untuk tepung porang pada ketebalan irisan 1 mm karena warna tepung lebih cerah (putih kekuningan). Study of Drying Porang (Amorphophallus oncophyllus) Based on the Variation of Layer Thickness Using a Tray Dryer Abstract. Indonesia has various types of cereals and tubers which are rich in carbohydrates. One of them is potential to be developed in Indonesia is porang. It began to be cultivated commercially and utilized both for food and non-food industries. This study aims to determine the quality of porang flour based on the variation of thickness treatment of porang slices in the drying process by using Tray Dryer. This research uses Porang Amorphophallus oncophyllus varieties by drying using a temperature of 50oC. The results indicated that the thicker the slices of porang, the drying duration will be longer. The average drying time at 1 mm slice thickness is 260 minutes, 2 mm for 290 minutes and 3 mm slice for 330 minutes respectively. The average relative humidity of the drying chamber during the drying process of 1 mm slices is 57.12%, 2 mm by 57.78%, and 3 mm by 58.10%. The water content of dried porang flour with a slice thickness of 2 mm is higher at 10.39% than the water content of dried porang flour which has sliced thickness of 1 mm and 3 mm. The highest yield of porang flour is at a thickness of 2 mm slices of 8.83% and the yield of porang flour at a slice thickness of 1 mm and the thickness of a slice of 3 mm has the same value of 8.67%. The highest brightness level of porang flour is found in the variation of slice thickness of 1 mm, the level of L value obtained was 79.67. Based on organoleptic hedonic tests on the color and aroma of porang flour, the average assessment of the aroma of porang flour from the three treatments showed a value of 3 (neutral) due to the community (panelists) were not yet familiar with porang flour, whereas for the assessment of the porang flour color scale, panelists gave score 4 (likes) for flour at a slice thickness of 1 mm because the color of the flour is brighter (yellowish white). 
Uji Citarasa Produk Pliek-U Komersial Raida Agustina; Rahmat Fadhil; Zanuri Rahma
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 8, No 1 (2023): Februari 2023
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (201.363 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v8i1.23345

Abstract

Pliek-U merupakan salah satu warisan kuliner khas daerah Aceh, sehingga perlu dijaga kualitas produknya. Jenis Pliek-U komersial yang beredar di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar bermacam-macam ragam, dengan warna, aroma dan rasa yang berbeda pula. Oleh karena itu perlu kita lakukan pengujian secara sensori yang bertujuan untuk melihat penerimaan produk oleh konsumen dengan menilai citarasa produk Pliek-U komersial. Ada 7 Pliek-U komersial yang digunakan dalam penelitian, dengan uji sensori dilakukan terhadap kriteria yaitu warna, aroma, rasa, tekstur, aftertaste, defect dan penerimaan keseluruhan. Penilaian ini dilakukan secara hedonik oleh 50 panelis konsumen. Berdasarkan hasil penelitian, didapat bahwa pada kriteria rasa pada produk Pliek-U komersial memperoleh nilai prioritas yaitu 0,1964, kriteria rasa dari sebuah produk merupakan atribut yang paling penting karena memberikan gambaran atau citarasa utama dari kualitas sebuah produk, dan juga mempengaruhi keputusan akhir konsumen dalam menerima atau menolak suatu produk. Produk Pliek-U komersial yang disukai oleh konsumen memiliki rasa yang asam.
Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Kunyit (Curcuma domestica VAL) Menggunakan Pengering Tipe Tray Dryer. Deni Setio Hadi; Mustaqimah Mustaqimah; Raida Agustina
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 4, No 4 (2019): November 2019
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.053 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v4i4.12725

Abstract

Abstrak. Kunyit (Curcuma domestica VAL) adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat, pemanfaatan kunyit dapat berupa kunyit segar,  kunyit kering, dan bubuk kunyit. Kunyit kering dapat memperpanjang masa simpan dan mempermudah pengemasan. Salah satu alat pengering yang dapat digunakan untuk mengeringkan kunyit adalah tray dryer. Penelitian ini menggunakan irisan kunyit sebanyak 4,5 kg, kemudian dikeringkan pada setiap variasi suhu yaitu 35ºC, 45ºC dan 55ºC. Perhitungan massa kunyit diukur tiap 30 menit sekali sampai bahan mencapai kadar air 5%. Parameter penelitian meliputi distribusi suhu, kelembaban udara, kecepatan aliran udara, penurunan bobot kunyit, kadar air, laju pengeringan, rendeman, kadar protein, dan uji diskriminatif serta uji hedonik terhadap warna, aroma dan tekstur. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin cepat proses pengeringan berlangsung. Pengeringan kunyit pada suhu 35ºC, 45ºC, 55ºC selama 390 menit, 270 menit dan 210 menit. Kelembaban relatif disetiap suhu yaitu 35ºC rata-rata sebesar 63,36%, suhu 45ºC sebesar 63,30% dan suhu 55ºC sebesar 62,25%. Rata-rata penurunan kadar air pada variasi suhu 35ºC, 45ºC dan 55ºC  sebesar 80,81% sehingga rata-rata kadar air akhir kunyit kering didapatkan sebesar 4,39%, dimana telah memenuhi  standar SNI untuk kadar air kunyit kering. Laju pengeringan tercepat pada suhu 55ºC rata-rata sebesar 2,38 %bk/menit. Rendemen tertinggi  bubuk kunyit terdapat pada suhu 35ºC yaitu sebesar 12,0%. Protein bubuk kunyit tertinggi pada suhu 55ºC sebesar 5,21%. Berdasarkan uji diskriminatif, yang mendekati warna dan aroma bubuk kunyit komersil adalah bubuk kunyit yang dikeringkan pada suhu 45ºC dengan skor 2 (sama). Berdasarkan hasil uji organoleptik hedonik panelis lebih menyukai warna bubuk kunyit yang dikeringkan pada suhu 45ºC dengan skor 5 (sangat suka) bila dibandingkan dengan warna bubuk kunyit yang dikeringkan pada suhu 35ºC dan 55ºC, dimana panelis hanya memberikan skor 4 (suka).Keywords: Drying Turmerics, Turmeric Powder, Tray Dryer.Abstract. Turmeric (Curcuma domestica VAL) Is a rhizome plant that is very popular as a spice and medicinal ingredient, the use of turmeric can be in the form of fresh turmeric, dried turmeric, and turmeric powder. Dry turmeric can extend its shelf life and simplify packaging. One dryer that can be used to dry turmeric is a tray dryer. This study used slices of turmeric as much as 4.5 kg, then dried at each temperature variation of 35ºC, 45ºC, and 55ºC. The calculation of turmeric mass is measured once every 30 minutes until the material reaches 5% water content. Research parameters include temperature distribution, air humidity, airflow velocity, reduction of turmeric weight, water content, drying rate, yield, protein content, and discriminatory test as well as a hedonic test on color, scent, and texture. The results of the study indicate that the higher the drying temperature, the faster the drying process will take place. Drying turmeric at 35ºC, 45ºC, 55ºC for 390 minutes, 270 minutes and 210 minutes. The relative humidity at each temperature is 35ºC at an averaging of 63.36%, a temperature of 45ºC at 63.30% and a temperature of 55ºC at 62.25%. The averaging decrease in water content at a temperature variation of 35ºC, 45ºC, and 55ºC was 80.81% so that the averaging water content of dried turmeric was obtained at 4.39%, which met the SNI standard for dry turmeric water content. The fastest drying rate at 55ºC averaging 2.38% bk/min. The highest yield of turmeric powder is at 35ºC, which is 12.0%. Turmeric powder is the highest protein at a temperature of 55ºC of 5.21%. Based on the discriminatory test, which approaches the color and scent of commercial turmeric powder is turmeric powder which is dried at 45ºC with a score of 2 (the same). Based on the organoleptic test results, panelists prefer the color of turmeric powder dried at a temperature of 45ºC with a score of 5 (very like) when compared to the color of turmeric powder dried at temperatures of 35ºC and 55ºC, where the panelists only gave a score of 4 (like).