Hartiwiningsih Hartiwiningsih
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Criminal Liability Political Parties in Criminal Acts of Corruption: Indonesia Korea Comparison Lukitasari, Diana; Hartiwiningsih, Hartiwiningsih; Ginting, Rehnalemken; Subekti, Subekti; Pratiwi, Dian Esti
IJCLS (Indonesian Journal of Criminal Law Studies) Vol 6, No 2 (2021): Indonesia J. Crim. L. Studies (November, 2021)
Publisher : Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/ijcls.v6i2.33917

Abstract

Political parties are often in the spotlight because of the corrupt behavior of their members with the aim of party interests. The forms of criminal acts of corruption by cadres or political party administrators have various modes, including bribery, buying and selling positions, extorting strategic sectors, harming state finances, abuse of authority and misuse of budgets in development programs. Although there are many cases where political parties are suspected of being in the vortex of enjoying the proceeds of criminal acts of corruption, until now criminal responsibility is still borne by individuals, whether cadres or administrators of political parties. This study aims to provide an overview of the criminal liability arrangements of political parties in corruption in Indonesia and to conduct a comparative study of the accountability of political parties in Indonesia and South Korea. The research method used is non-doctrinal by taking secondary data sources with legal, conceptual and grammatical approaches. The results show that Indonesia still includes political parties as corporations, however, political parties in Indonesia are legal entities that cannot be held criminally responsible. South Korea is an example of a country that regulates criminal acts of political parties through their respective laws. In general, South Korea imposes criminal responsibility on persons or administrators of party members, not on the party itself.
RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SECARA “WIN-WIN SOLUTION” KASUS RESIKO ATAU KEKELIRUAN MEDIS (MEDICAL MALPRACTICE) Sulistyanta Sulistyanta; Riska Andi Fitriono; Hartiwiningsih Hartiwiningsih; R Ginting; Winarno Budyatmojo; Subekti Subekti; Budi Setyanto; Dian Esti Pratiwi
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2021: Volume 7 Nomor 2 Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v7i2.459

Abstract

Pemahamam malparaktek medis harus di dasarkan pada asas praduga tak bersalah, bahwa kecil kemungkinan dokter dengan sengaja menimbulkan korban dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Sifat hubungan kontrak ini bila dihubungkan masalah malpraktik medis menjadi persoalan rumit. Sehingga penyelesaian yang lebih berkeadilan, berimbang dan bermartabat perlu dipikirkan. Tawaran alternatif penyelesaian kasus malpraktik medis dengan menerapkan restorative justice didasarkan pada asumsi bahwa penafsiran malpraktik medis secara substansif masih multitafsir dan relative. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa tidak puas, termasuk tahapan penyelesaian persoalan yang ada. Alternatif penyelesaian restoratif justice berbasis pada kesepakatan, kepercayaan dan keterbukaan, tanpa paksaan kedua belah pihak dapat menjadi alternatif penyelesaian yang berkeadilan dan bermartabat. Alternatif penyelesian ini didasarkan pada keseimbangan antara tugas professional tenaga medis dan perhatian terhadap korban (pasien). Suatu konstruksi penegakan hukum non litigasi yang diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak. Terdapat kelebihan dan kekuarangan dalam penerapan restoratif justice. Kelebihannya dapat dilakukan secara cepat, biaya murah, menghemat waktu dan tenaga. Urgensi penelitian ini antara lain (1) mengatasi persoalan malpraktik yang selama ini telah menimbulkan korban namun penyelesaiannya kurang memuaskan, (2). mencari keseimbangan antara pelayanan kesehatan dan pengguna kesehatan dengan merekonstruksi penegakan hukum yang berkeadilan. Metode dengan melakukan identifkasi dan menganalisis dan mengevaluasi kasus malpraktik medis dan kasus yang diduga malpraktik yang telah membawa korban dan penyelesaian (hukum) dilakukan. Alternatif penyelesaian atau penegakkan hukum medis yang berkeadilan ini selain berkontribusi pada tataran teoretik dalam pengembangan teori penyelesaian dan penegakan hukum di bidang medis yang berkeadilan, transparan, dan jujur, diharapkan juga dapat menjadi model ideal bagi penegakan hukum malpraktik medik di Indonesia.
MODEL PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PARTAI POLITIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Pratiwi, Dian Esti; Hartiwiningsih, Hartiwiningsih; Ginting, R.; Subekti, Subekti; Diana Lukitasari, Diana
Jurnal Komunitas Yustisia Vol 4, No 3 (2021): November, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v4i3.43737

Abstract

Negara Indonesia merupakan negara demokrasi ditandai dengan banyaknya partai politik yang memegang peran penting didalamnya yang artinya proses rekruitmen pejabat publik melibatkan partai politik, dapat dimaknai partai politik merupakan satu-satunya sarana mencapai kekuasaan sehingga Tindak pidana korupsi berkorelasi langsung dengan kedudukan partai politik, politisi dan birokrasi. Penegakan hukum terkait pertanggungjawaban pidana maupun administratif partai politik belum diatur dalam Undang-Undang Nasional, sehingga selama ini yang diperkarakan hanya oknum partai politiknya saja, dilain sisi dapat kita ketahui bersama bahwa partai politik dapat dikatakan ikut menikmati hasil korupsi anggota partainya untuk mendanai kegiatan partai. Artikel ini akan membahas mengenai konstruksi ideal model pertanggungjawaban pidana yang efektif dan efisien terhadap partai politik sebagai badan hukum yang terbukti terlibat korupsi, dan pengaturan korupsi partai politik di masa mendatang dalam Hukum Pidana Nasional.
AN EXPANSION OF CONCEPT THE STATE ECONOMIC LOSS IN CORRUPTION IN INDONESIA Supriyanto Supriyanto; Hartiwiningsih Hartiwiningsih; Supanto Supanto
The 2nd Proceeding “Indonesia Clean of Corruption in 2020" Table Of Content
Publisher : The 2nd Proceeding “Indonesia Clean of Corruption in 2020"

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research aimed to analyze the meaning of state finance loss in corruption and provide prescriptions the expansion of concept the state economic loss in Corruption Eradication Acts in Indonesia. This research was a normative-legal approach with the approaches of statute, case, comparative and conceptual. Legal materials were analyzed by syllogism of induction, deduction and interpretation. The research indicates that, first, the meaning of state economic in corruption is a life of economic that structured as a joint venture based on kinship principles, in this case is a cooperative, or other entity that has the principles and spirit of mutual cooperation, kinship and joint ventures, so if there are irregularities in cooperatives or other business entities principled and cooperative spirit that resulted in losses, it can be applied to corruption. But this has never happened in the practice of corruption law enforcement. Secondly, the need for expansion the concept of state economy in corruption crime, thus acts in state economy loss, among others: the implementation of construction without indepth study (feasibility study) so it does not have the value of benefits, contractor is unable to finish the government’s work in accordance with employment contracts so that work is not finish and not function, basic materials stockpiling and public’s needs (stockpiling of food, fuel, fertilizer, etc.), import policies that harm the public’s production and acts that damage the ecological of environment (forestry, mining and fisheries conducted unlawfully). Keywords: expansion, the concept of state economy, corruption.