Hepi Hapsari Handayani
Departemen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Published : 34 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

Studi Perbandingan Total Station dan Terrestrial Laser Scanner dalam Penentuan Volume Obyek Beraturan dan Tidak Beraturan Reza Fajar Maulidin; Hepi Hapsari Handayani; Yusup Hendra Perkasa
Jurnal Teknik ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (703.759 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v5i2.17211

Abstract

Bidang teknik sering membutuhkan penentuan volume, bahkan penentuan volume juga berpengaruh dalam bidang lain seperti bidang perekonomian serta digunakan dalam berbagai riset. Penentuan volume dalam geodesi dibantu alat ukur yang teknologinya terus berkembang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil penentuan volume dari dua alat ukur dengan teknologi berbeda, Total Station (TS) dan Terrestrial Laser Scanner (TLS) sebagai teknologi terbaru. Kemudian dilakukan uji ketelitian dari hasil tersebut serta beberapa analisa pada setiap proses sebelum nilai volume didapatkan. Dalam penelitian ini dilakukan penentuan volume dengan TS dan TLS pada obyek berbentuk beraturan (kontainer) sebagai obyek 1 dan tidak beraturan (bukit kapur) sebagai obyek 2. Pengukuran volume menggunakan dua metode pengukuran, yakni tachymetri untuk alat ukur TS dan Terrestrial Laser Scanning untuk alat ukur TLS. Analisa dilakukan dengan uji ketelitian koordinat Independent Check Point (ICP) dan hasil volume dari Terrestrial Laser Scanner dengan acuan hasil dari Total Station sebagai teknologi terdahulu. Berdasarkan uji statistik t-student kepercayaan 90% yang telah dilakukan pada ICP obyek 1 sumbu X semua koordinat diterima, sedangkan sumbu Y dan Z terdapat masing-masing 2 koordinat yang ditolak. Pada ICP obyek 2, pada sumbu X dan Z terdapat masing-masing koordinat yang ditolak, sedangkan untuk sumbu Y terdapat 2 koordinat yang ditolak. Terdapat 8 sampel yang ditolak dari 36 sampel atau 77.78% sampel uji diterima. Berdasarkan uji statistik t-student yang telah dilakukan pada volume, semua nilai volume diterima. Dari hasil analisa terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang cukup berarti/signifikan antara kedua alat ukur dalam hal ketelitian koordinat ICP maupun volume.
Analisis Identifikasi Jaringan Drainase Permukaan Menggunakan Metode Penghalusan DEM LiDAR Feature-Preserving Dan Edge-Preserving Smoothing (Studi Kasus: Sungai Kedungbener, Kecamatan Kebumen) Arizal Bawasir; Hepi Hapsari Handayani
Jurnal Teknik ITS Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v10i2.76144

Abstract

Informasi akurat terkait konektivitas hidrologi akan diperlukan dalam aliran permukaan daratan yang terkena dampak bencana alam. Seperti halnya pada wilayah Kecamatan Kebumen yang merupakan daerah dengan tingkat kerawanan banjir tinggi, termasuk di daerah sekitar Sungai Kedungbener. DEM resolusi tinggi yang dihasilkan dari data LiDAR dapat memetakan kondisi permukaan daratan secara akurat, namun memiliki tingkat kekasaran dan kompleksitas yang tinggi. Metode penghalusan feature-preserving dan edge-preserving secara umum dapat menghasilkan smoothed DEM LiDAR yang optimal pada nilai parameter tertentu dalam algoritmanya. DEM LiDAR optimal untuk kedua metode penghalusan (FPDEM-S dan EPDEM-S) ditentukan berdasarkan konsistensi efek penghalusannya pada tiap-tiap parameter algoritma. DEM optimal didapatkan pada parameter kernel size 25-31 piksel; normal difference threshold 20o-25o; iterasi 10 kali (metode feature preserving) dan sigma spasial 1,7-2,3 piksel; sigma range 2,0-10,0 meter (metode edge-preserving). Jaringan drainase yang dihasilkan dari FPDEM-S dan EPDEM-S dapat mengidentifikasi hingga fitur drainase kecil di sekitar sawah dan pemukiman. FPDEM-S dan EPDEM-S memiliki karakteristik morfometri aliran dan watershed yang hampir sama, dengan rasio panjang aliran pada FPDEM-S memiliki konsistensi 7% lebih baik. Kedua DEM menghasilkan karakteristik bentuk watershed oval mendekati sirkular.
Pemetaan Risiko Gempa Bumi Berbasis Sistem Informasi Geografis dan Analytic Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Kota Banda Aceh) Ayuli Serlia; Agung Budi Cahyono; Hepi Hapsari Handayani
Jurnal Teknik ITS Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v10i2.79827

Abstract

Kota Banda Aceh merupakan wilayah yang rawan mengalami kerusakan akibat gempa bumi. Peran Kota Banda Aceh selaku ibukota dan pusat kegiatan provinsi menjadikan kegiatan peninjauan risiko bencana gempa bumi penting dilakukan. Pemetaan risiko gempa bumi dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menunjang peninjauan risiko bencana. Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini mencakup SIG untuk proses pengolahan data geospasial parameter risiko gempa bumi dan AHP digunakan untuk penentuan bobot masing-masing parameter. Terdapat tiga aspek utama yang ditinjau untuk memperoleh indeks risiko gempa bumi, yaitu indeks bahaya, indeks kerentanan, dan indeks kapasitas. Hasil pengolahan parameter gempa bumi menggunakan SIG dan AHP menghasilkan Peta Bahaya Gempa Bumi, Peta Kerentanan Gempa Bumi, serta Peta Kapasitas Gempa Bumi. Dari ketiga peta ini, dilakukan proses overlay atau penampalan peta yang menghasilkan Peta Risiko Gempa Bumi. Informasi yang disajikan terdiri dari tiga kelas, yaitu risiko rendah, risiko sedang, dan risiko tinggi per wilayah kelurahan di Kota Banda Aceh. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Kota Banda Aceh memiliki 21 kelurahan berisiko tinggi (23,33%) dengan luas wilayah 2.133,755 hektar, 57 kelurahan berisiko sedang (63,33%) dengan luas wilayah 3.265,166 hektar, dan 12 kelurahan berisiko rendah (13,33%) dengan luas wilayah 598,798 hektar.
Analisa Data Foto Udara untuk DEM dengan Metode TIN, IDW, dan Kriging Juwita - Arfaini; Hepi Hapsari Handayani
Jurnal Teknik ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (817.676 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v5i2.17382

Abstract

Digital Elevation Model (DEM) atau Model Ketinggian Dijital merupakan suatu model yang merepresentasikan topografi suatu permukaan. Salah satu sumber data yang digunakan untuk membuat model ketinggian dijital ini adalah menggunakan sebaran titik-titik yang memuat informasi koordinat tiga dimensi yaitu x, y, dan z di permukaan bumi. Pengambilan data sebaran titik ini dapat dilakukan melalui foto udara stereo yaitu foto udara yang saling bertampalan sehingga memberikan efek tiga dimensi yang kemudian dapat diambil informasinya. Proses yang dilakukan untuk membuat sebaran titik ini kemudian disebut stereoplotting yaitu ekstraksi data secara stereoskopis. Sebaran titik-titik yang kemudian disebut dengan mass point ini kemudian diinterpolasi menggunakan metode TIN, IDW, dan Kriging sehingga dapat diketahui perbedaan model DEM dari masing-masing metode yang diproses menggunakan sumber data yang sama. Dari hasil interpolasi tersebut selanjutnya dilakukan analisa hasil dari elevasi setelah dilakukan interpolasi sehingga diketahui presentasenya. Metode TIN dan IDW memiliki kemiripan dengan memberikan presentasi yang hampir sama pada tiap-tiap kelas ketinggian, sedangkan metode Kriging lebih menampilkan hasil korelasi dari titik-titik dengan radius tertentu sehingga permukaannya tidak ada yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Elevasi terkecil dan terbesar terdapat pada metode TIN yaitu sebesar 58,674 meter dan 107, 638 meter. Sementara itu, presentase persebaran ketinggian diklasifikasikan dalam 11 kelas dengan masing-masing intervalnya 5 meter. Persebaran terbesar terdapat pada range 72 – 77 meter. Dari hasil pembuatan DEM kemudian dibuat RMSE nya dengan membandingkan antara elevasi pada metode TIN, IDW, dan Kriging dengan DEM dari TerraSAR-X. Nilai yang memenuhi standar perhitungan RMSE adalah TIN dan IDW karena kurang dari sama dengan 1 meter sesuai standar RMSE dari ASPRS. Pembuatan DEM paling baik adalah menggunakan metode TIN karena memiliki RMSE terkecil yaitu 0,477 meter.
Analisis Persebaran Keanekaragaman Hayati pada Pohon dan Potensinya Dalam Penyerapan Emisi Karbon di Wilayah Perkotaan Menggunakan Data Foto Udara dan Lidar (Studi Kasus: Kelurahan Darmo, Kota Surabaya) Faisal Adam Yudithia; Lalu Muhamad Jaelani; Hepi Hapsari Handayani
Jurnal Teknik ITS Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v9i2.53674

Abstract

Fenomena urbanisasi yang cepat di zaman modern ini menimbulkan banyak masalah di berbagai aspek, salah satunya aspek lingkungan, khususnya di wilayah perkotaan seperti Kota Surabaya. Kota ini merupakan salah satu wilayah metropolitan yang menjadi pusat perekonomian dengan pertumbuhan yang cepat. Seiring dengan pertambahan populasi dan percepatan pembangunan, optimalisasi fungsi ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyerap emisi karbon menjadi hal penting untuk diperhatikan. Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui persebaran keanekaragaman hayati pada pohon dan potensinya dalam penyerapan emisi karbon di salah satu wilayah padat, yaitu Kelurahan Darmo, Kota Surabaya. Pengamatan spesies pohon dilakukan menggunakan data orthophoto dan light detection and ranging (lidar). Untuk mengetahui jumlah pohon berdasarkan tutupan kanopinya, penelitian ini menggunakan algoritma local maxima, serta metode klasifikasi berbasis objek untuk menentukan spesiesnya. Dengan memanfaatkan kedua data melalui metode tersebut, dihasilkan tingkat kesesuaian klasifikasi dengan akurasi kappa sebesar 0,64. Sejumlah 5.429 dari 6.778 pohon yang ada di Kelurahan Darmo teridentifikasi sebagai individu pohon yang diketahui spesiesnya, terdiri dari: Albizia julibrissin, Cerbera manghas, Ficus benjamina, Plumeria rubra, Polyalthia longifolia, Pterocarpus indicus, Roystonea regia, Tamarindus indica, dan Terminalia catappa. Albizia julibrissin merupakan spesies pohon yang mendominasi di kelurahan ini dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 0,42 berdasarkan hasil analisis dominansi vegetasi. Melalui perhitungan average nearest neighbor, diketahui bahwa 80,0% kondisi setiap spesies pohon di kelurahan ini memiliki kecenderungan pola persebaran yang menggerombol. Berdasarkan jumlah dan spesies pohon yang diketahui, maka diduga Kelurahan Darmo memiliki cadangan karbon sejumlah 574,8 ton C. Pterocarpus indicus merupakan spesies pohon yang paling berpengaruh terhadap penyimpanan cadangan karbon di kelurahan tersebut dengan jumlah 96,7 ton C atau 16,8% dari keseluruhan cadangan karbon di kelurahan tersebut. Jumlah cadangan karbon di Kelurahan Darmo jika dikonversi menjadi kemampuan pohon dalam penyerapan emisi karbon dioksida setara dengan 2.107,7 ton CO2.
Prediksi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Metode Markov Chain dan Citra Satelit Penginderaan Jauh (Studi Kasus: Kota Surabaya) Rizky Aji Nugroho; Hepi Hapsari Handayani
Jurnal Teknik ITS Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v9i2.54473

Abstract

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu program prioritas pemerintah dalam beberapa tahun ini. Seiring dengan meningkatnya aktifitas pembangunan infrastruktur, kebutuhan lahan juga semakin meningkat, sehingga perubahan tutupan lahan seringkali terjadi untuk mencukupi ketersediaan lahan tersebut. Perubahan tutupan lahan ini berkaitan dengan keseimbangan lingkungan dan ekosistem di suatu wilayah, sehingga perubahan tutupan lahan ini perlu dimodelkan untuk memprediksi kondisi tutupan lahan pada masa yang akan datang. Model perubahan tutupan lahan pada penelitian ini menggunakan data klasifikasi citra satelit Landsat 5 TM tahun 1995 dan Landsat 7 ETM+ tahun 2005 dan ditambah dengan faktor pendorong perubahan tutupan lahan yang meliputi jaringan jalan, CBD (Central Business District) dan jaringan sungai. Ketiga faktor ini dipilih karena merupakan faktor penentu dalam model perkembangan kota. Model perubahan tutupan lahan di Kota Surabaya didominasi dengan perubahan tutupan lahan dari kelas Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi bangunan dengan luas total perubahan sebesar 3.428,01 hektar. Pola perubahan tutupan lahan menunjukkan bahwa perkembangan wilayah di Kota Surabaya bersifat monosentrik dengan satu titik pusat yang berada di wilayah Kecamatan Wonokromo dan cenderung mengarah ke selatan. Prediksi perubahan tutupan lahan menggunakan metode Markov Chain menghasilkan tiga skenario, dan didapatkan dua skenario yang memenuhi nilai Area Under Curve (AUC) minimum sebesar 0,800 yaitu skenario kedua dengan nilai AUC 0,809 dan skenario ketiga dengan nilai AUC sebesar 0,807. Pada skenario kedua menghasilkan peluang perubahan tutupan lahan pada tahun 2025 untuk kelas RTH menjadi bangunan sebesar 0,599. Pada skenario ketiga besarnya peluang perubahan tutupan lahan pada tahun 2025 untuk kelas sawah menjadi bangunan sebesar 0,399 dan peluang kelas tambak untuk mengalami perubahan menjadi bangunan sebesar 0,106.
Estimasi Jumlah Penduduk Menggunakan Data LiDAR dan Foto Udara (Studi Kasus : Kelurahan Menanggal, Surabaya) Yahya Faikar Hanif; Hepi Hapsari Handayani; Nurwatik Nurwatik
Jurnal Teknik ITS Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v9i2.54486

Abstract

Data Kependudukan memiliki peran penting yang menunjang berbagai aspek, seperti perencanaan tata kota dan mitigasi bencana. Data kependudukan yang dinilai memiliki akurasi paling tinggi adalah data sensus penduduk yang dilakukan setiap 10 tahun. Selain rentang waktu yang lama, data sensus penduduk yang dapat diakases publik masih dalam lingkup kelurahan atau desa. Munculnya teknologi penginderaan jauh dan SIG dapat dimanfaatkan untuk melakukan estimasi penduduk. Ditambah lagi, dengan tersedianya data citra resolusi tinggi, foto udara, maupun LiDAR yang dapat meninjau tempat tinggal penduduk dengan lebih detail. Dalam penelitian ini dilakukan estimasi populasi dengan menggunakan metode klasifikasi berbasis objek (OBIA) rule-based untuk mendapatkan luasan area pemukiman. Klasifikasi OBIA akan memanfaatkan data foto udara dan DSM & DTM LiDAR. Kemudian dilakukan estimasi dengan metode perhitungan matematis demografi serta regresi linear. Berdasarkan hasil OBIA, didapatkan ketelitian yang tinggi dari uji akurasi dengan menggunakan matriks konfusi sebesar 0,929 pada koefisien kappa dan 95,24% pada overall accuracy. Sedangkan pada hasil estimasi populasi penduduk, metode regresi linear memiliki kesalahan yang lebih kecil dibandingkan metode matematis demogrfi. Selain nilai error yang kecil, nilai MAE, MAPE, RMSE, dan RRMSE menunjukkan bahwa estimasi yang dihasilkan model regrsi linear lebih optimal. Nilai-nilai MAE, MAPE, RMSE, dan RRMSE metode regresi linear pada Wisma Menanggal yaitu 40, 21%, 45, dan 0,25 sedangkan Gayungsari Timur yaitu 23, 18%, 34, dan 0,278
Ekstraksi Tapak Bangunan dari Orthophoto Menggunakan Model Mask R-CNN (Studi Kasus: Kelurahan Darmo, Kota Surabaya) Alfian Bimanjaya; Hepi Hapsari Handayani; Mohammad Rohmaneo Darminto
Jurnal Teknik ITS Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v10i2.74747

Abstract

Peta dasar skala besar sangat dibutuhkan oleh kota besar/metropolitan seperti Kota Surabaya untuk perencanaan kota dan menunjang pembangunan kota cerdas. Salah satu informasi utama yang paling dibutuhkan dari peta skala besar adalah fitur bangunan. Ekstraksi tapak bangunan sendiri adalah pekerjaan yang sangat menantang karena banyak alasan, termasuk sifat heterogen dari geometri dan spektral bangunan, kompleksitas bangunan yang sulit diprediksi, dan data sensor yang kurang baik (yaitu bayangan, kontras yang buruk, dan perspektif citra yang buruk). Intepretasi yang dilakukan oleh operator secara visual masih merupakan pendekatan yang umum digunakan untuk ekstraksi informasi dari orthophoto. Akurasi intepretasi yang dihasilkan tergantung pada keterampilan dan pengalaman dari operator. Sehingga, dapat terjadi inkonsistensi pada data yang dihasilkan oleh operator yang berbeda. Beberapa tahun terakhir ini, ekstraksi otomatis tapak bangunan dari citra satelit resolusi tinggi maupun orthophoto menjadi isu penelitian penting dan menantang yang mendapat perhatian lebih besar. Banyak penelitian terbaru telah mengeksplorasi metode deteksi objek berbasis deep learning untuk meningkatkan kualitas ekstraksi bangunan. Dalam penelitian ini, penulis menerapkan metode deteksi objek berbasis Mask Region-based Convolutional Neural Network (Mask R-CNN) untuk ekstraksi tapak bangunan memanfaatkan orthophoto di daerah urban, yaitu Kelurahan Darmo, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya. Model Mask R-CNN secara kuantitatif sudah cukup baik dalam mendeteksi objek namun kualitas geometri delineasi batas bangunan masih perlu diperbaiki. Beberapa strategi dirancang dan digabungkan dengan model deteksi objek berbasis Mask R-CNN, termasuk segmentasi orthophoto, post-processing menggunakan alat otomatis yang terdiri dari regularisasi poligon untuk membuat bangunan lebih teratur, remove overlap untuk menghilangkan tumpang tindih antar bangunan, fill gap untuk mengisi celah antar bangunan dan integrasi hasil ekstraksi untuk keseluruhan area studi. Metode otomatis yang penulis terapkan menghasilkan kinerja yang baik dengan presisi 91,43%; kelengkapan (recall) 82,97%; dan skor-F1 86,99%.
PENGADAAN DATA GEOSPASIAL DESA MENGGUNAKAN WAHANA DRONE-QUADCOPTER (STUDI KASUS : DESA SUGENG, KEC.TRAWAS, KABUPATEN MOJOKERTO) Agung Budi Cahyono; Husnul Hidayat; Hepi Hapsari Handayani; Yanto Budisusanto
Geoid Vol 12, No 1 (2016)
Publisher : Department of Geomatics Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j24423998.v12i1.2392

Abstract

Salah satu kemajuan dibidang ilmu dan teknologi spasial adalah dengan berkembangnya wahana UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau nir awak yang semakin terjangkau baik harga (low cost) dan siap terbang (Ready To Fly / RTF) maupun kemudahan pengoperasiannya terutama untuk pemetaan secara fotogrametris. Fotogrametri sebuah proses untuk memperoleh informasi metris mengenai sebuah obyek melalui pengukuran yang dibuat pada hasil foto udara sebuah obyek. Sedangkan interpretasi foto didefinisikan sebagai ekstraksi dari informasi kualitatif mengenai foto udara dari sebuah obyek oleh analisis visual manusia dan evaluasi fotografi (Edward dan James 2004). Terminologi baru menggunakan pesawat tanpa awak atau yang biasa disebut UAV (Unmanned Aerial Vehicle)  merupakan platform yang mendukung untuk pengukuran fotogrametri. UAV standar ini memungkinkan untuk melakukan pelacakan posisi dan orientasi dari sensor yang diimplementasikan dalam sistem lokal atau koordinat global (Eisenbeiss, 2008 dalam Rukmana, 2013).Penelitian ini merupakan kegiatan pemetaan spasial dengan menggunakan alat berupa wahana terbang nir-awak RTF modifikasi yang digunakan untuk memetakan lokasi bencana longsor. Adapun sensor yang digunakan adalah kamera amatir non-metrik. Adapun wahana yang digunakan adalah sejenis Quadcopter dengan ketinggian terbang sekitar 250 meter dan dalam waktu 15 menit pemotretan dilakukan.Dengan metode Fotogrametri maka akan dapat melakukan rapid mapping (pemetaan cepat) yang berupa informasi berupa peta desa dalam rangka menunjang program pemetaan partisipatif nasional (BIG, 2014).Hasil akhir dari kegiatan ini berupa pemetaan desa Sugeng Kec. Mojokerto seluas 270 ha.  Peta desa yang dihasilkan dengan format peta ortofoto. Dari 378 foto tersebut telah dipilih dengan pertimbangan tingkat ketajaman, blur dan ketinggian terpilih 232 foto. Dimana  satu kelemahan adalah daya baterai litium yang digunakan selama 8 menit/baterai. Untuk kegiatan ini digunakan 4 baterai sehingga total terbang 1 x untuk flight test sedangkan total pemotretan menggunakan 3 baterai atau sepanjang 8 x 3 = 24 menit.
Analisis Peta Rawan Banjir Metode Pembobotan dan Peta Genangan Banjir Metode NDWI terhadap Kejadian Banjir (Studi Kasus: Kabupaten Sidoarjo) Alkindi Gifty Ramadhan; Hepi Hapsari Handayani; Mohammad Rohmaneo Darminto
Geoid Vol 17, No 2 (2022)
Publisher : Department of Geomatics Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j24423998.v17i2.8763

Abstract

Perkembangan  Sistem Informasi Geografis dan penginderaan jauh memberikan manfaat di berbagai bidang, salah satunya adalah kebencanaan. Banjir merupakan bencana yang rawan terjadi di negara-negara tropis yang memiliki curah hujan tinggi. Kabupaten Sidoarjo mengalami genangan banjir hampir setiap tahun.  Pemanfaatan SIG dan penginderaan jauh dapat meminimalkan dampak bencana banjir. Peta rawan banjir bertujuan untuk memetakan wilayah yang berpotensi terjadi banjir dengan menerapkan metode skoring dan pembobotan parameter-parameter penyebab terjadinya genangan banjir. Penginderaan jauh bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi genangan banjir yang terjadi dengan menerapkan analisis Normalized Difference Water Index (NDWI). Pemanfaatan kedua analisis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebaran kelas tingkat kerawanan banjir dari genangan banjir yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo. Daerah rawan banjir diidentifikasi menggunakan metode skoring dan pembobotan parameter untuk mengetahui sebaran tingkat kerawanan banjir di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Parameter tingkat kerawanan banjir yang digunakan meliputi tutupan lahan, kelerengan, curah hujan, densitas drainase, dan jenis tanah. Genangan banjir didapatkan dari analisis NDWI pada platform Google Earth Engine (GEE). Data citra pada musim kemarau dan hujan yang di-threshold sebesar <0,3 untuk mengeliminasi data yang dianggap non-air sehingga menghasilkan genangan banjirnya. Hasil pengolahan menunjukkan tingkat rawan banjir di Kabupaten Sidoarjo yang terbagi menjadi 4 kelas yaitu kelas rawan dengan 17.06%, kelas sedang dengan 65.10%, kelas kurang rawan dengan 17.84%, dan kelas aman dengan 0,00% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo dengan mayoritas daerahnya dalam kelas rawan di Kecamatan Jabon dan Sedati.  Peta genangan banjir dan peta rawan banjir sesuai terhadap kejadian banjir dari BPBD Kabupaten Sidoarjo karena hasil analisis menunjukkan bahwa kejadian genangan banjir dengan kelas rawan sebesar 86,56% dari total luas kejadian genangan banjir.