Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

HUBUNGAN NEUTROPHILS/LYMPHOCYTES RATIO DAN C-REACTIVE PROTEIN PADA INFEKSI NEONATAL S, Kristiani; Hendrianingtyas, Meita
JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol 5, No 3 (2017): JOURNAL OF NUTRITION AND HEALTH
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.777 KB) | DOI: 10.14710/jnh.5.3.2017.187-194

Abstract

Latar Belakang. Angka kejadian infeksi neonatal di Indonesia masih sangat tinggi dan menjadi salah satu penyebab utama kematian neonatal. Gejala tidak khas dan sulitnya diagnosis menjadi masalah utama. Kadar C-reactive protein (CRP) telah diketahui dapat memprediksi keadaan inflamasi akut atau infeksi. Pemeriksaan neutrophils/lymphocytes ratio (NLR) dari pemeriksaan darah rutin merupakan pemeriksaan yang murah dan mudah dilakukan, dan banyak digunakan untuk memprediksi keadaan inflamasi atau infeksi bakteri.Tujuan. Menganalisis hubungan neutrofil, limfosit dan NLR dengan CRP  pada pasien infeksi neonatalMetode. Penelitian cross sectional pada catatan medik 60 pasien infeksi neonatal di RSUP Dr.Kariadi Semarang. Kadar CRP dengan metoda PETIA, hitung jumlah neutrofil, limfosit dan NLR secara manual. Analisis data dengan uji Pearson  pada  data normal dan uji Spearman pada data tidak normal.Hasil. Terdapat hubungan positif sedang antara kadar CRP dan NLR (r = 0,598; p = 0,00) dan antara CRP dan neutrofil (r = 0,545 ; p = 0,00), sedangkan antara CRP dan limfosit menunjukkan hubungan negatif sedang ( r = -0,592; p = 0,00)Simpulan. NLR berhubungan dengan inflamasi sehingga dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk mendignosis infeksi neonatalKata kunci : infeksi neonatal, CRP, NLR
Correlation between HbA1c level and monocyte percentage in obesity Limijadi, Edward Kurnia Setiawan; Hendrianingtyas, Meita
Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition) Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Department of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.001 KB) | DOI: 10.14710/jgi.8.1.75-78

Abstract

Background : HbA1c is one of the parameters that can be useful for diagnosing diabetes mellitus that can occur in obesity. Monocyte as an inflammatory cell is widely studied in relation to diabetes mellitus and obesity. The purpose of this study is to analyze the correlation between HbA1c levels and monocyte percentage in obesity.Methods : A Cross-sectional study of 30 medical students at a private laboratory in Semarang on March – April 2017 was done. The monocyte percentage included incomplete blood count was examined with the Sysmex XS-800i hematology analyzer, while HbA1c level was examined with Hemocue HbA1c 501 System. Spearman test was done for analyzing data with p <0.05 was considered statistically significant. Result and discussion : Median of HbA1c level was 5.8 ± 0.23%. Medians of leukocyte count, lymphocyte percentage, neutrophil percentage, and monocyte percentage were 8,600 ± 339,77 /μl, lymphocyte percentage 33% ± 1.19%, neutrophil percentage 56% ± 1.35%, and monocyte percentage of 9.0% ± 0.26%, respectively. Spearman test showed that correlation value (r) was 0.131 (p = 0.489).Conclusion and suggestion : There was no correlation between HbA1c levels and monocyte percentage in obesity. The increased of monocyte percentage can be used as monitoring and evaluation parameters in obesity that can lead to diabetes mellitus. Further study can be done in an obese population with older age as well as other parameters related to obesity and diabetes mellitus.
Hubungan Gambar Darah Tepi dan Kadar Presepsin pada Pasien SIRS Meita Hendrianingtyas
JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol 6, No 1 (2018): JOURNAL OF NUTRITION AND HEALTH
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (725.613 KB) | DOI: 10.14710/jnh.6.1.2018.1-8

Abstract

 Latar belakang : Pasien dengan kondisi sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome/ SIRS) berisiko menjadi sepsis, kegagalan organ dan kematian. Kadar presepsin (sCD14-ST) merupakan salah satu petanda sepsis. Adanya gambaran pergeseran ke kiri, neutrofil teraktivasi (vakuolisasi dan/ atau granulasi toksik) dari gambaran darah tepi dapat menunjukkan suatu keadaan inflamasi/ dan infeksi akut yang mengarah ke sepsis.Tujuan : Membuktikan hubungan antara presepsin dengan keadaan gambaran pergeseran ke kiri, vakuolisasi dan granulasi toksik neutrofil yang didapatkan dari gambaran darah tepiMetoda penelitian : Penelitian pada 34 pasien yang memenuhi kriteria SIRS di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Kadar presepsin diperiksa dengan metoda chemiluminescent enzyme immunoassay  (CLEIA), gambaran pergeseran ke kiri dan aktivasi neutrofil (granula toksik dan vakuolisasi) secara mikroskopis ditampilkan dalam positif atau negatif. Uji Gamma and Sommer untuk menganalisis data.Hasil : Diperoleh nilai hubungan antara kadar presepsin: r = 0,615; p = 0,2 dengan gambaran pergeseran ke kiri; r = 0,696 dan p = 0,003 dengan granulasi toksik dan r =0,775; p = 0,001 dengan vakuolisasi neutrofilSimpulan : Terdapat hubungan positif kuat antara gambaran pergeseran ke kiri, granulasi toksik dan vakuolisasi neutrofil dari gambaran darah tepiKata kunci : SIRS, presepsin, pergeseran ke kiri, neutrofil teraktivasi  
HUBUNGAN ANTARA GULA DARAH SEWAKTU DAN PUASA DENGAN PERUBAHAN SKOR NIHSS PADA STROKE ISKEMIK AKUT Febby Valencia Andreani; Maria Belladonna; Meita Hendrianingtyas
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 1 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.587 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i1.19361

Abstract

Latar belakang   Stroke iskemik seringkali berujung pada kecacatan, disabilitas, dan terganggunya kualitas hidup. Kadar gula darah adalah salah satu prediktor keluaran stroke yang dapat diukur dengan berbagai parameter. Adanya perbedaan penggunaan parameter kadar gula darah antara klinis dan penelitian menyebabkan diperlukannya pengetahuan terkait parameter kadar gula darah yang dapat digunakan sebagai prediktor keluaran stroke iskemik akut.Tujuan   Membuktikan hubungan antara kadar gula darah sewaktu (GDS) dan gula darah puasa (GDP) dengan perubahan skor National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) pada stroke iskemik akut.Metode  Penelitian observasional dengan desain kohort retrospektif. Subjek penelitian adalah 42 pasien stroke iskemik akut yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi (RSDK) dan Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Semarang pada Januari 2016 – Juli 2017. Data diperoleh dari rekam medis subjek penelitian. Terhadap subjek penelitian dilakukan pengambilan data kadar GDS, GDP, komorbid, dan skor NIHSS admisi dan hari ketujuh setelah admisi. Uji statistik menggunakan Uji Fisher.Hasil   Dari data rekam medis seluruh subjek penelitian, didapatkan 33,3% subjek penelitian memiliki kadar GDS ≥ 200 mg/dL dan 47,6% subjek penelitian memiliki kadar GDP ≥ 110 mg/dL pada waktu admisi. Perburukan keluaran stroke iskemik akut hanya didapatkan pada 7,1% subjek penelitian. Tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar GDS dan GDP dengan perubahan skor NIHSS (p = 0,746 dan 0,463). Tidak terdapat hubungan bermakna antara komorbid yang meliputi status gizi, hipertensi, diabetes mellitus (DM), dislipidemia, dan penyakit jantung  dengan perubahan skor NIHSS, dengan nilai p secara berturut-turut sebesar 0,479; 0,354; 0,500; 0,537; dan 0,500.Simpulan   Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar GDS dan GDP dengan perubahan skor NIHSS pada stroke iskemik akut.
PENGARUH SENAM SEHAT ANAK INDONESIA TERHADAP KINERJA FUNGSI EKSEKUTIF PADA ANAK DENGAN UNDERWEIGHT Riyan Riyan; Erna Setiawati; Meita Hendrianingtyas
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 1 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.843 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i1.19391

Abstract

Latar Belakang: Prevalensi underweight anak di Indonesia tergolong tinggi dan menjadi masalah serius. Status nutrisi yang rendah pada underweight menyebabkan retardasi pertumbuhan, pengurangan sinaps otak, serta mengurangi metabolisme energi pada otak yang berdampak pada penurunan fungsi kognitif dan terjadi penurunan kinerja fungsi eksekutif. Penurunan kinerja fungsi eksekutif berdampak pada penurunan konsentrasi dan kemampuan belajar sehingga terjadi penurunan pada prestasi akademik anak. Kinerja fungsi eksekutif dapat ditingkatkan dengan cara melakukan latihan fisik, dimana Senam Sehat Anak Indonesia merupakan salah satu bentuk latihan fisik aerobik yang telah dievaluasi oleh Pusat Penelitian Olahraga Nasional Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia layak untuk diterapkan sebagai materi senam untuk siswa SD dan SMP.Tujuan: Membuktikan Senam Sehat Anak Indonesia dapat meningkatkan kinerja fungsi eksekutif pada anak dengan underweight.Metode: Penelitian eksperimental one group pre and post design di SDN Tembalang, Semarang pada 12 anak underweight berusia 9 tahun di SDN Tembalang. Kinerja fungsi eksekutif diukur dengan Symbol Digit Modality Test. Uji hipotesis yang digunakan adalah Uji T-berpasangan.Hasil: Rerata kinerja fungsi eksekutif sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan Senam Sehat Anak Indonesia adalah sebesar 34,25 ± 7,30 dan 39,75 ± 10,39. Terdapat perbedaan bermakna pada rerata sebelum dan sesudah perlakuan dengan p = 0,02.Simpulan: Perlakuan Senam Sehat Anak Indonesia selama 6 minggu atau 12 kali dengan frekuensi 2 kali per minggu memberikan perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan, dimana kinerja fungsi eksekutif setelah diberikan perlakuan lebih tinggi.
HUBUNGAN LINGKAR PINGGANG DAN VISCERAL FAT DENGAN KADAR FERRITIN SERUM PADA OBESITAS Fitrianita Reghita Syari; Meita Hendrianingtyas; Dwi Retnoningrum
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 2 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.727 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i2.23789

Abstract

Latar Belakang : Inflamasi terjadi di dalam tubuh obesitas dan menyebabkan kadar besi pada obesitas cenderung menurun, sedangkan peningkatan asam lemak bebas pada individu obesitas justru meningkatkan sitokin pro-inflamasi yang selanjutnya meningkatkan protein fase akut, yaitu ferritin. Ferritin lebih cenderung menjadi petanda inflamasi dibandingkan menjadi petanda status besi pada individu obesitas. Peningkatan sekresi mediator inflamasi pada lemak viseral mencerminkan inflamasi kronis yang sedang berlangsung. Lingkar pinggang (LP) merupakan parameter antropometrik sederhana yang berhubungan dengan jumlah lemak viseral. Tujuan : Menganalisis hubungan lingkar pinggang dan visceral fat dengan kadar ferritin serum pada obesitas. Metode Penelitian : Penelitian merupakan observasional analitik dengan 36 subyek yang memenuhi kriteria inkulsi dan eksklusi selama bulan April 2018 hingga September 2018 di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Laboratorium Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND). Kadar ferritin serum diperiksa dengan menggunakan metode enzyme linked fluorescence assay (ELFA), ukuran LP periksa secara manual, dan visceral fat diperiksa dengan alat Omron Karada Scan Body Composition. Analisis data menggunakan uji Spearman. Signifikansi dicapai jika p<0,05. Hasil : Median(Min-Maks) LP, Visceral fat, dan Ferritin berturut-turut yaitu 96,5(79,5-114) cm, 13,5(7-30), dan 44,1(10-307,4). Hubungan LP dan kadar ferritin serum signifikan  (p=0,001; r=0,55) dan hubungan visceral fat dengan kadar ferritin serum juga signifikan (p=0,012; r=0,416). Simpulan : Terdapat hubungan positif sedang antara LP dan visceral fat dengan kadar ferritin serum pada obesitas.Kata Kunci : LP, Visceral fat, Ferritin, Obesitas
PENGARUH LATIHAN FLEKSI DAN EKSTENSI LUMBAL TERHADAP FLEKSIBILITAS LUMBAL PADA DEWASA MUDA Eirin Yovita Kurniawan; Tanti Ajoe Kesoema; Meita Hendrianingtyas
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.44 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23314

Abstract

Latar Belakang: Kebiasaan duduk yang salah dan terlalu lama saat perkuliahan pada mahasiswa menyebabkan kekakuan punggung bawah yang mengakibatkan nyeri, untuk mencegahnya diperlukan program back exercises. Metoda back exercise yang sering digunakan adalah Williams’ flexion dan McKenzie exercises. Belum diketahui mana yang lebih efektif untuk meningkatkan fleksibilitas lumbal. Fleksibilitas lumbal dapat diukur dengan Modified modified schober test. Metode: Penelitian eksperimen pada 30 sampel yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama dengan intervensi Williams’ dan kelompok kedua dengan McKenzie. Pengukuran fleksibilitas secara manual sebelum dan sesudah intervensi menggunakan MMST. Analisis data dengan SPSS. Hasil: Rerata MMST fleksi antara sebelum dan sesudah perlakuan Williams’ dan McKenzie mengalami peningkatan. Rerata MMST ekstensi antara sebelum dan sesudah perlakuan Williams’ mengalami penurunan, sedangkan pada perlakuan McKenzie mengalami peningkatan. Terdapat perbedaan bermakna pada uji analisis MMST pada kedua perlakuan( Williams’ p=0,000; McKenzie p=0,000). Nilai rerata selisih MMST fleksi dan ekstensi pada perlakuan Williams’ dan McKenzie adalah 1,74 ± 1,18 dan -0,02 ± 1,31 serta 1,65 ± 0,78 dan 0,91 ± 1,46. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada uji analisis selisih MMST fleksi dan ekstensi pada kedua perlakuan (p=0,823;dan p=0,051) Simpulan: Williams’ flexion exercises, dan McKenzie exercises dapat meningkatkan fleksibilitas lumbal tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari kedua perlakuan tersebut.Kata Kunci : Latihan back exercise, Williams’ flexion, McKenzie extension, MMST
PERBEDAAN KADAR MALONDIALDEHIDA PADA SUBYEK BUKAN PEROKOK, PEROKOK RINGAN DAN SEDANG-BERAT Matthew Brian Khrisna; Meita Hendrianingtyas
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.944 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14813

Abstract

Latar Belakang : Merokok merupakan problem kesehatan yang besar pada remaja. Perokok dapat dibedakan dalam beberapa kategori menurut intensitasnya, yaitu bukan perokok, perokok ringan, dan perokok sedang-berat. Merokok akan menimbulkan peningkatan stres oksidatif melalui kandungan karsinogen, radikal bebas serta ROS pada fase gas dan partikulat asap rokok. MDA adalah sebuah biomarker stres oksidatif yang mudah diukur serta merepresentasikan tingkat stres oksidatif yang terjadi karena merokok.Tujuan : Membuktikan perbedaan kadar MDA serum pada subyek bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang-berat.Metode : Penelitian deskriptif analitik dengan desain belah lintang. Sampel sebanyak 36 mahasiswa Universitas Diponegoro yang dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan intensitas merokok menurut Sitepoe, yaitu kelompok bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang-berat. Kadar MDA serum diukur menggunakan metode TBARS secara spektrofotometrik. Uji statistik menggunakan uji One Way ANOVA dan Post-Hoc Bonferroni.Hasil : Kadar MDA serum rerata pada kelompok bukan perokok sebesar 11,46 ± 0,393 nmol/mL, kelompok perokok ringan 11,57 ± 0,948 nmol/mL, dan kelompok perokok sedang-berat 12,76 ± 1,18 nmol/mL. Uji Post Hoc Bonferroni menunjukkan kadar MDA berbeda pada kelompok bukan perokok dan perokok sedang-berat (p=0,006) serta kelompok perokok ringan dan sedang-berat (p=0,009). Tidak terdapat perbedaan kadar MDA serum antara kelompok bukan perokok dan perokok ringan (p=1,000).Kesimpulan : Terdapat perbedaan kadar MDA serum antara perokok ringan dan perokok sedang-berat serta bukan perokok dan perokok sedang-berat. Tidak terdapat perbedaan kadar MDA serum antara kelompok bukan perokok dan perokok ringan.
HUBUNGAN LINGKAR PINGGANG DAN LINGKAR LENGAN ATAS DENGAN HBA1C PADA OBESITAS : STUDI KASUS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO Evelyn Meiliani Panji Putri; Meita Hendrianingtyas; Edward Kurnia Setiawan
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.105 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21276

Abstract

Latar Belakang: Prevalensi kegemukan dan obesitas pada penduduk secara global mengalami peningkatan. Pengukuran lingkar pinggang (LP) dan lingkar lengan atas (LiLA) merupakan alternatif Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk antopometri untuk penapisan obesitas. HbA1c merupakan salah satu parameter untuk menilai status glikemik diabetes melitus.Tujuan: Mengetahui hubungan LP dan LiLA dengan HbA1c pada obesitas.Metode Penelitian: Penelitian merupakan observasional analitik pendekatan belah lintang pada 30 subyek usia 18-24 tahun. Penelitian dilakukan pada bulan April hingga September 2017 di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Sampel diperiksa di laboratorium swasta di Semarang. Kadar HbA1c diperiksa dengan menggunakan metode ion-exchange HPLC, ukuran LP dan LiLA diperiksa dengan midline, dan IMT diperiksa dengan timbangan dan pengukur tinggi badan. Analisis data menggunakan uji Spearman. Signifikansi dicapai jika p<0,05.Hasil: Rerata LP, LiLA, dan HbA1c secara berturut-turut yaitu 102,69 ± 12,67 cm, 36,76 ± 3,63 cm, dan 5,97 ± 1,27%. Hubungan LP dengan HbA1c tidak signifikan (r= 0,185; p= 0,327 ) dan hubungan LiLA dengan HbA1c juga tidak signifikan (r=0,137; p= 0,469).Simpulan: Tidak didapatkan hubungan antara LP dan LiLA dengan HbA1c pada obesitas. Perlu studi lebih lanjut untuk melihat hubungan LP dan LiLA dengan HbA1c pada obesitas pada subyek berusia > 24 tahun.
HUBUNGAN JUMLAH TRANSFUSI DENGAN KADAR TSH PADA THALASSEMIA Frederica Vania Agustina Hutahaen; Meita Hendrianingtyas
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18573

Abstract

Latar Belakang:Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana terjadi penurunan kadar Hb dan lisis eritrosit yang mengakibatkan anemia, sehingga penderita thalassemia membutuhkan transfusi berulang. Transfusi darah dapat menyebabkan iron overload yang dapat berujung pada komplikasi endokrin, salah satunya disfungsi tiroid terutama hipotiroidisme. Kadar TSH merupakan indikator yang sensitif untuk screening hipotiroid.Tujuan:Menganalisis hubungan antara jumlah transfusi darah dengan kadar TSH pada pasien thalassemia.Metode:Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan belah lintang. Sampel adalah serum darah 40 pasien thalassemia yang rutin menerima transfusi di PMI Semarang. Pemeriksaan kadar TSH serumdilakukan dengan TSH EIA Kit. Data jumlah transfusi dari awal diagnosis sampai penelitian ini dilakukan didapatkan melalui anamnesis. Hubungan antara jumlah transfusi dengan kadar TSH kemudian dianalisis menggunakan uji Spearman.Hasil:Kadar TSH normal pada 30 subjek (75%) dan meningkat pada 10 subjects (25%). Rerata kadar TSH dari seluruh subjek adalah 5,52±5,39µU/mL sedangkan rerata jumlah transfusi adalah 147±97,77 kali. Kemudian hipotesis diuji menggunakan uji Spearman. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna diantara jumlah transfusi dengan kadar TSH (p=0,851).Kesimpulan:Tidak didapatkan hubungan antara jumlah transfusi dengan kadar TSH pada pasien thalassemia.