Eddy Hermawan
Jurusan Fisika Universitas Andalas

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PERAN REVERSAL WIND DALAM MENENTUKAN PERILAKU CURAH HUJAN DI KAWASAN BARAT INDONESIA Karmilawati, Lilis; Hermawan, Eddy; Utama, Judhistira Aria
ISSN
Publisher : Program Studi Fisika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena Monsun (Monsoon) akhir-akhir ini telah menjadi pusat perhatian peneliti atmosfer Indonesia, sebagaimana direkomendasikan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) AR-4 (Assessment Report 2007) terkait kompleksitas dinamika atmosfer Indonesia. Monsun dicirikan oleh perbedaan yang tegas antara musim penghujan dan musim kemarau, dimana pembalikan arah dan kecepatan angin sebagai salah satu parameter utamanya (dikenal dengan istilah reversal wind). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh reversal wind terhadap curah hujan di kawasan barat Indonesia, dengan mengambil sample data curah hujan observasi dari tiga daerah kajian yakni stasiun Sicincin, Teluk Bayur dan Tabing dengan cara menganalisis kontur angin menggunakan Time Height Section, serta menganalisis secara temporal dengan menggunakan Fast Fourier Transform (FFT) dan Transformasi Wavelet. Hasil analisis data kecepatan angin dari Equatorial Atmosphere Radar (EAR) yakni angin zonal dan meridional bulanan periode 2002-2007, menunjukan reversal wind terjadi pada lapisan 4.85 km dpl untuk angin zonal dan 9,581 km dpl untuk angin meridional. Sementara dari data curah hujan observasi ketiga kawasan tersebut ditunjukan adanya pola monsunal yang tegas yakni 12 bulanan yang dikenal dengan Annual Oscillation (AO). Didapatkan nilai korelasi yang tinggi antara reversal wind angin meridional dengan anomali curah hujan di tiga kawasan kajian yaitu  0,611 untuk daerah Sicincin, 0,916 untuk daerah Teluk Bayur dan 0,824 untuk daerah Tabing. Ditunjukan nilai determinasi yang paling besar untuk Teluk Bayur yaitu 83,9 % dengan persamaan regresi linier sederhana  ΔCH = - 0,189 + 0,773[reversal wind meridional di 9,581 km dpl]. Analisis spasial digunakan untuk menganalisa pola curah hujan di Sumatera Barat yang dapat mewakili pola curah hujan regional. Pola curah hujan di kawasan barat Indonesia berpola monsunal dengan osilasi dominan 12 bulanan atau AO.
PERBANDINGAN ANTARA EQUATORIAL ATMOSPHERE RADAR DENGAN MIDDLE AND UPPER ATMOSPHERE RADAR DALAM PEMANTAUAN ANGIN ZONAL DAN ANGIN MERIDIONAL Hermawan, Eddy; Husni, Mohamad
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 3, No 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.566 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2159

Abstract

Pusat Pengetahuan Radio Atmosfer dan Antariksa, Universitas Kyoto, Jepang bekerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) telahmembangun suatu radar VHF raksasa yang diberi nama Radar Atmosfer Katulistiwa (EAR) di Kototabang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Perhatian utama radar ini adalah untuk meneliti perilaku angin dan turbulensi yang terjadi di lapisan troposfer dan lapisan bawah stratosfer dengan resolusi tinggi dalam waktu dan ketinggian. Beberapa program studi dan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan data radar ini sedang direncanakan. Pada makalah ini latar belakang berdirinya EAR, gambaran umum tentang EAR dan MU radar, sistem kerja, hasil awal beroperasinya EAR di Indonesia, khususnya vertikal profil angin zonal dan meridional dikemukakan untuk dibahas.Radio Science Center for Space and Atmosphere (RASC) of Kyoto University (Japan) together with the Indonesian National Institute of Aeronautic and Space (LAPAN) have been constructed a giant VHF radar, namely Equatorial Atmosphere Radar (EAR) at Kototabang, Bukittinggi, West Sumatera. This radar is mainly concerned to observe winds and turbulence in the troposphere and lower stratosphere with a good time and spatial height resolution. Numerous study and research programs with the EAR are now planed. In this paper the basic idea the contructed of EAR, the general description of EAR and MU radar, working system and an initial observation results of EAR contruction, especially on the vertical profile of zonal and meridional wind velocity are discussed.
Annual Migration of Monsoon Over Indonesia Maritime Continent Based on OLR Data Yulihastin, Erma; Hermawan, Eddy
Teknologi Indonesia Vol 35, No 3 (2012)
Publisher : LIPI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jti.v35i3.191

Abstract

Annual migration of monsoon over Indonesia Maritime Continent (IMC) were analysed by Outgoing Longwave Radiation (OLR) data. Global climatology of NCEP/NCAR Reanalysis II (National Center for EnvironmentalPrediction/National Center for Atmospheric Research) namely OLR, wind, and precipitable water were derived from 1975 to 2010 which have 2,5o spatial degree resolution. The results showed those the annual migration were described by annual cycle of OLR<220 W/m2 occurred almost over IMC related to the wet periods (DJF). Whereas, OLR>240 W/m2 occurred only over south of IMC (3-9o S) related to the dry periods (JJA). Zonal variation of OLR showed annual cycle occured in areas of 2-10oS and 5-10oN, respectively. On the other hand, meridional variation described annual cycle in areas 90-120o E and 90-150, which respectively mentioned as area I and area II. Annual cycle of OLR in area I was symmetry with area II. Also, in areas I and II, parameters of OLR and precipitable waterwere symmetry each other. Signifi cants anticorrelation between OLR and precipitable water were -0.89 and -0.95 in area I and II, respectively.
PERBANDINGAN ANTARA EQUATORIAL ATMOSPHERE RADAR DENGAN MIDDLE AND UPPER ATMOSPHERE RADAR DALAM PEMANTAUAN ANGIN ZONAL DAN ANGIN MERIDIONAL Hermawan, Eddy; Husni, Mohamad
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 3, No 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.566 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2159

Abstract

Pusat Pengetahuan Radio Atmosfer dan Antariksa, Universitas Kyoto, Jepang bekerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) telahmembangun suatu radar VHF raksasa yang diberi nama Radar Atmosfer Katulistiwa (EAR) di Kototabang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Perhatian utama radar ini adalah untuk meneliti perilaku angin dan turbulensi yang terjadi di lapisan troposfer dan lapisan bawah stratosfer dengan resolusi tinggi dalam waktu dan ketinggian. Beberapa program studi dan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan data radar ini sedang direncanakan. Pada makalah ini latar belakang berdirinya EAR, gambaran umum tentang EAR dan MU radar, sistem kerja, hasil awal beroperasinya EAR di Indonesia, khususnya vertikal profil angin zonal dan meridional dikemukakan untuk dibahas.Radio Science Center for Space and Atmosphere (RASC) of Kyoto University (Japan) together with the Indonesian National Institute of Aeronautic and Space (LAPAN) have been constructed a giant VHF radar, namely Equatorial Atmosphere Radar (EAR) at Kototabang, Bukittinggi, West Sumatera. This radar is mainly concerned to observe winds and turbulence in the troposphere and lower stratosphere with a good time and spatial height resolution. Numerous study and research programs with the EAR are now planed. In this paper the basic idea the contructed of EAR, the general description of EAR and MU radar, working system and an initial observation results of EAR contruction, especially on the vertical profile of zonal and meridional wind velocity are discussed.
KONDISI CURAH HUJAN DAN CURAH HUJAN EKSTREM SAAT MJO KUAT DAN LEMAH: DISTRIBUSI SPASIAL DAN MUSIMAN DI INDONESIA Purwaningsih, Anis; Harjana, Teguh; Hermawan, Eddy; Andarini, Dita Fatria
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 21 No. 2 (2020): December 2020
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v21i2.4153

Abstract

Propagasi MJO memicu peningkatan aktifitas konveksi yang menyebabkan kenaikan probabilitas hujan. Intensitas hujan dan frekuensi hujan ekstrem saat MJO pada bulan DJF dan JJA di Indonesia dianalisis. Komposit data curah hujan harian tahun 2008-2018 (CHIRPS) dilakukan berdasar kategori tanggal kejadian MJO (kuat dan lemah) pada tiap fase (3,4,5) menggunakan data indeks Realtime Multivariate MJO. Hujan ekstrem dikategorikan berdasarkan intensitas curah hujan diatas presentil 95%. Hasil menunjukkan MJO kuat Fase 3, 4 dan 5 lebih sering terjadi saat DJF (frekuensi kejadian 50% lebih banyak dibanding saat MJO lemah). Saat JJA, frekuensi kejadian MJO kuat dan lemah tidak berbeda signifikan. Saat DJF, di Indonesia bagian barat terjadi peningkatan intensitas hujan saat MJO kuat Fase 3 dan 4. Di Indonesia bagian timur, peningkatan curah hujan mencapai hampir 100% di beberapa bagian Papua saat MJO kuat Fase 5 DJF. Di sebagian besar Sulawesi saat MJO kuat Fase 4 bulan JJA peningkatan curah hujan mencapai dua kali lipat. Wilayah dengan curah hujan lebih tinggi saat MJO lemah, diantaranya kawasan barat Indonesia (Sumatera dan Jawa) saat MJO Fase 3 di bulan JJA. Hujan ekstrem terjadi baik saat MJO kuat maupun MJO lemah. Frekuensi kejadian hujan ekstrem lebih tinggi saat MJO kuat di Sumatera bagian utara, Jawa bagian timur, Kalimantan bagian selatan, dan beberapa bagian di Pulau Papua saat Fase 3 di bulan DJF, dan pada wilayah Sulawesi dan Maluku saat Fase 4 di bulan JJA. Frekuensi curah hujan ekstrem lebih tinggi saat MJO lemah seperti pada wilayah Papua pada Fase 3 dan 4 bulan JJA.
Model Development of NIÑO 3.4 and Indian Ocean Dipole (IOD) Anomalies Teleconnection Saputra, Antonni; Hermawan, Eddy; Darmawan, Denny
Jurnal Sains Dasar Vol 7, No 2 (2018): October 2018
Publisher : Faculty of Mathematics and Natural Science, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/jsd.v7i2.38551

Abstract

The purpose of this research is to develop the teleconnection model of Niño 3.4 and IOD anomalies which can be used as reference to explain precipitation anomalies. El-Niño and IOD cycles are shown as the warming process of sea surface temperatures where for El-Niño is in the Pacific Ocean and IOD is in the Indian Ocean and each of them forms a cycle over a certain period of time. The method used to determine the dominant oscillation of the teleconnection of Niño 3.4 and IOD anomalies is Power Spectral Density (PSD), and to model the teleconnection of Niño 3.4 and IOD anomalies is ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). The data used are Niño 3.4 index which is one type of index for El-Niño and IOD index. The results are Power Spectral Density (PSD) graphs for the teleconnection of Niño 3.4 and IOD anomalies which oscillates around 5 years. By the ARIMA method, the approximate model for the data of teleconnection of Niño 3.4 and IOD is ARIMA (1,1,2) with equation of Zt = 1.516  Zt-1 - 0.516 Zt-2 - 0.256 at-1 + 0.021 at-2.