Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

The Profile of Interferon-γ (IFN-γ) and Interleukin-10 (IL-10) in Pulmonary Tuberculosis Patients Widya Wasityastuti; Yanri W Subronto; Marsetyawan HNE Soesatyo
Tropical Medicine Journal Vol 1, No 1 (2011): Tropical Medicine Journal
Publisher : Pusat Kedokteran Tropis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/tmj.4563

Abstract

Introduction: Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis and becomes the main health problems in the world and in Indonesia, as well. The microorganism itself is an intracellular pathogen. The control of tuberculosis infection depends on cell-mediated immunity involving activated macrophages, T cells, and cytokines. The balance and dynamic changes between Th1 cytokine and Th2 cytokine refl ect the immune response of host and infl uence the clinical manifestation of the disease.Objectives: This research was designed to study the profi le and interaction of IFN-γ (Th1 cytokine) and IL-10 (Th2 cytokine) of pulmonary tuberculosis (PTB) patients in endemic area.Methods: Peripheral blood mononuclear cells of 23 pulmonary TB patients and 16 healthy persons was cultured and stimulated by phytohaemagglutinin (PHA) to investigate the ability to secrete IFN-γ and IL-10.Result: The result showed that there was a decreased of IFN-γ response to PHA in PTB patients, suggesting the defi ciency of general immune capacity in PTB. In contrast, IFN-γ secreted by specifi c antigen was higher in PTB patients which minimal lung lesion was higher than moderate-far advanced. It is related to IFN-γ roles as immunomodulator in cellular immunity and immunoprotectant through stimulated antimicrobial capacity in macrophage. In fact, IL-10 response to PHA and M.tuberculosis antigen in PTB patients was lower than that of in healthy persons; moderate-far advanced lung lesion was the lowest. It was probably refl ecting their poor general conditions. Paired distribution between IFN-γ and IL-10 pointed out the leaning of negative interaction. It refl ected the existence of counterpart/cross regulation between IFN-γ(Th1 cytokine) and IL-10 (Th2 cytokine).Conclusion: In conclusion that specifi c immune response of PTB is related to the degree of lung lesion. This study also provides the balance of Th1 cytokine and Th2 cytokine in relation to TB.Key words: tuberculosis, immune response, IFN-γ, IL-10, lung lesion
PERAN TEMPE KEDELAI HITAM DALAM AKTIVITAS ENZIM ANTIOKSIDAN DAN DAYA TAHAN LIMFOSIT TIKUS TERHADAP HIDROGEN PEROKSIDA IN VIVO - Nurrahman; Mary Astuti; - Suparmo; Marsetyawan HNE Soesatyo
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL 2010: Sain, Teknologi, Kimia Sosial dan Humaniora, Kimia
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.626 KB)

Abstract

Konsumsi tempe dapat meningkatkan status antioksidan dalam tubuh karena tempe kedelai hitammengandung senyawa antioksidan. Tujuan dari penelitian ini mengkaji peran tempe kedelai hitamdalam meningkatkan aktivitas enzim antioksidan plasma dan daya tahan limfosit terhadap hidrogenperoksida in vivo. Sebanyak 24 ekor tikus dikelompokan menjadi 4 (empat). Keempat kelompoksebanyak 6 ekor tikus diperlakukan dengan pemberian diit standar, diit ditambah tepung tempekedelai hitam, diit ekstrak tempe kedelai hitam dan diit kombinasi tepung dan ekstrak tempe. Padahari ke-36 tikus dimatikan untuk diambil darah dan limpa. Darah dibuat plasma, yang kemudiandigunakan untuk analisa aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutationperoksidase dan limpa diekstrak limfositnya untuk analisa daya tahan limfosit terhadap hidrogenperoksida (90 μM). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan aktivitas enzim SOD dan dayatahan limfosit terhadap hidrogen peroksida secara signifikan. Kesimpulan dari penilitian ini bahwakonsumsi tempe kedelai hitam dapat meningkatkan status antioksidan tikus.
PERAN TEMPE KEDELAI HITAM DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS ENZIM ANTIOKSIDAN DAN DAYA TAHAN LIMFOSIT TIKUS TERHADAP HIDROGEN PEROKSIDA IN VIVO - Nurrahman; Mary Astuti; - Suparmo; Marsetyawan HNE Soesatyo
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL 2012: SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN 2012
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.646 KB)

Abstract

Konsumsi tempe dapat meningkatkan status antioksidan dalam tubuh karena tempe kedelaihitam mengandung senyawa antioksidan. Tujuan dari penelitian ini mengkaji peran tempekedelai hitam dalam meningkatkan aktivitas enzim antioksidan plasma dan daya tahan limfositterhadap hidrogen peroksida in vivo. Sebanyak 24 ekor tikus dikelompokan menjadi 4 (empat).Keempat kelompok sebanyak 6 ekor tikus diperlakukan dengan pemberian diit standar, diitditambah tepung tempe kedelai hitam, diit ekstrak tempe kedelai hitam dan diit kombinasitepung dan ekstrak tempe. Pada hari ke-36 tikus dimatikan untuk diambil darah dan limpa.Darah dibuat plasma, yang kemudian digunakan untuk analisa aktivitas enzim superoksidadismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase dan limpa diekstrak limfositnya untukanalisa daya tahan limfosit terhadap hidrogen peroksida (90 M). Hasil penelitian menunjukkanadanya peningkatan aktivitas enzim SOD dan daya tahan limfosit terhadap hidrogen peroksidasecara signifikan. Kesimpulan dari penilitian ini bahwa konsumsi tempe kedelai hitam dapatmeningkatkan status antioksidan tikus.
Hubungan Produksi IFN- dan IL-4 dengan Pengobatan Strategi DOTS fase intensif pada Penderita Tuberkulosis Paru Sri Andarini Indreswari; Suharyo Hadisaputro; Marsetyawan HNE Soesatyo; Yudhy Dharmawan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL 2008: CONTINUING MEDICAL AND HEALTH EDUCATION (CMHE) | Peran Biomolekuler dalam Penegakan Diagnosis
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.051 KB)

Abstract

Latar Belakang: Tuberkulosis paru masih menjadi masalah utama di seluruh dunia, terutama di Negara sedang berkembang. Di Indonesia hasil pengobatan dan konversi belum optimal. Banyak penyebab kekurang berhasilan pengobatan ini belum diketahui, khususnya yang berkaitan dengan faktor imunologi. Penelitian ini bertujuan menjelaskan hubungan produksi IFN- dan IL-4 dengan kesembuhan klinis, dalam hal ini terjadinya konversi BTA pasca 2 bulan pengobatan dengan strategi DOTS.Metoda: Rancangan penelitian adalah nested case control, pada penderita baru tuberkulosis paru dengan pemeriksaan sputum BTA positip yang mendapat pengobatan strategi DOTS selama 2 bulan. Kasus adalah penderita yang tidak mengalami konversi pasca 2 bulan pengobatan (BTA tetap positip), sedangkan kontrol adalah penderita yang mengalami konversi pasca 2 bulan pengobatan (BTA menjadi negatip). BTA sebagai hasil pemeriksaan Ziehl Neelsen yang diteruskan dengan tes Niasin. Produksi IFN-dan IL-4 di dalam serum diperiksa dengan metode ELISA. Untuk uji beda rata-rata produksi sitokin antara kasus dan kontrol dilakukan analisis dengan T- test.Hasil: Jumlah sampel 73, diperoleh dari 158 penderita baru berobat jalan yang diikuti selama 2 bulan, terdiri dari 34 kasus (14 diperiksa sitokin) dan 39 kontrol (21 diperiksa sitokin). Penelitian dilakukan di BP4, 12 Puskesmas dan RSUD Kota Semarang. Produksi rata-rata IFN- di dalam serum pasca 2 bulan pengobatan berbeda secara signifikan antara kasus dan kontrol dengan stimulasi PPD 0,5 ug/mL dan PPD 5 ug/mL. Tidak terdapat perbedaan antara kasus dan kontrol pada produksi rata-rata IL-4 dengan semua stimulasi dan tanpa stimulasi.Simpulan: Perbedaan secara signifikan antara kasus dan kontrol pasca 2 bulan pengobatan dalam produksi sitokin (IFN-) bersifat spesifik (hanya dengan stimulasi antigen). Produksi IL-4 tidak terdeteksi kecuali dengan stimulasi PHA, tidak terdapat perbedaan secara signifikan antara kasus dan kontrol.Kata kunci: Tuberkulosis, Interferon-, Interleukin-4, DOTS
Minyak Buah Merah Meningkatkan Aktivitas Proliferasi Limfosit Limpa Mencit Setelah Infeksi Listeria Monocytogenes Ika Wahyuniari; Marsetyawan HNE Soesatyo; Muhammad Ghufron; Yustina -; Andwi Ari Sumiwi; Sri Wiryawan
Jurnal Veteriner Vol 10 No 3 (2009)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.322 KB)

Abstract

The success of individual in keeping healthy from infectious disease is closely related to the ability oftheir body immune responses againts infectious agents. It is reported that one way to increase the immuneresponses is by system to antioxidant. Red fruit oil contains carotenoid and tocoferol that function asantioxidant. This study was aimed at investigating the effect of red fruit oil on spleen lymphocyteproliferation in mice infected with Listeria monocytogenes. Sixty female Balb/c mice were used in thisstudy. The animals were randomly selected and divided into five groups, each group were 12 mice. The firstand second groups received aquadest only, whereas the third, fourth, and fifth groups received red fruit oilwith different doses, ie. 0.3, 0.6, and 1.2 mL/kbBW/day, respectively. Lymphocyte proliferation activitieswere tested by using 3-(4,5-dimethyl-thiazol-2-yl)-2,5-diphenyl-tetrazolium bromide (MTT) assay method.Lymphocyte proliferation assay demonstrated that there was significant difference between the groupswith red fruit oil and aquadest, started at day 2 post-infection. The optical density (OD) values recorded atday 3 in groups I, II, III, IV, and V were 0.769 ± 0.025, 0.904 ± 0.048, 1.110 ± 0.020, 1.021 ± 0.033, 0.979 ±0.002, respectively. The highest optical density (OD), ie. 1.194 ± 0.032, occurred at day 6 after receiving 0,3mL/kgBW/day. In conclusion, red fruit oil could increase lymphocyte proliferation.
VIROLOGICAL AND IMMUNOLOGICAL RESPONSE TO ANTIRETROVIRAL TREATMENT IN HIV-INFECTED PATIENTS (Respons Virologis dan Imunologis terhadap Pengobatan Anti-Retroviral di Pasien Terinfeksi HIV) Umi S. Intansari; Yunika Puspa Dewi; Mohammad Juffrie; Marsetyawan HNE Soesatyo; Yanri W Subronto; Budi Mulyono
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 23, No 1 (2016)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v23i1.1187

Abstract

Infeksi HIV/AIDS masih menjadi tantangan global. Pengobatan antiretroviral (ART) berperan dalam menurunkan replikasi virus,menurunkan tingkat kematian infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Meskipundemikian data terkait respons virologis dan imunologis termasuk aktivasi imun masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui respons virologis dan imunologis pasien HIV setelah 6 bulan memulai pengobatan ARV. Subjek dari penelitian observasionalprospektif ini adalah 44 pasien HIV yang belum pernah mendapat pengobatan ARV, yang berobat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta danRSUP Dr. Kariadi, Semarang. Sampel darah EDTA sebanyak 6 mL diambil pra dan pasca 6 bulan pengobatan ARV untuk pemeriksaanjumlah sel T CD4+, kadar RNA HIV dan persentase sel T CD8+/38+. Kadar RNA HIV turun secara bermakna sejalan dengan persentasesel T CD8+/38+, sementara jumlah sel T CD4+ meningkat bermakna. Sebanyak 79,5% pasien mengalami pemulihan sel T CD4 optimal(>50 sel/μL) dan kadar RNA HIV turun lebih dari 1 log10 kopi/mL pada 93% pasien. Pasien dengan respons tidak sesuai antara virologisdan imunologis didapatkan sebanyak 13,6%. Kadar HIV bernasab positif dengan persentase sel T CD8+/38+ (r=0,58, p<0,0001) danbernasab negatif dengan jumlah sel T CD4+ (r=–0,470 (p<0,0001). Berdasarkan telitian ini, sebagian besar pasien mempunyai responsvirologis dan imunonologis yang sesuai 6 bulan setelah ART. Sebanyak 20,45% pasien tidak berespons atau mengalami ketidaksesuaianrespons virologis dan imunologis dan memerlukan penilaian dan pengobatan secara terus menerus.