Rama Dhianty
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

TanggungJawab Kurir dalam Transaksi Perdagangan Elektronik (ecommerce) dengan Metode Pembayaran Cash on Delivery (COD) dalam Perspektif Hubungan Keagenan Rama Dhianty
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 1 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i1.24671

Abstract

Payment facilities with cash on delivery (COD) payment methods in online buying and selling transactions have experienced significant developments, along with the emergence of digitalization and the COVID-19 pandemic.  COD aims to increase competitiveness and reach a wider market, especially targeting consumers who do not yet have access to financial institutions (unbanked). The legal relationship that occurs involves five parties other than sellers and buyers, there is a digital platform as a marketplace, expedition service providers and couriers who are obliged to deliver goods and receive payments from buyers. Many cases that occur cause problems that boil down to couriers. The research approach used is normative legal research that results in the conclusion, that in the perspective of agency relations, the courier is functionally an agent representing the expedition. Couriers perform their obligation to send goods and receive payments based on orders from the seller as the principal.  In this case, the courier acts on the risks and responsibilities of the seller as the principal. The implications of the gig economy on couriers do not need to occur, considering that in the legal principle of courier agencies are only responsible to the extent ordered by the principal according to the COD method.  Therefore, (1) the government needs to make special rules on agency services, (2) digital shopping platforms are obliged to regulate the rights and obligations of all parties involved in cod methods, (3) improve digital literacy to buyers.Keywords: E commerce; COD; Agency; Covid-19; Courier Abstrak.Fasilitas pembayaran dengan metode pembayaran cash on delivery (COD) dalam transaksi jual beli online mengalami perkembangan yang signifikan, seiring dengan kemunculan digitalisasi dan pandemi COVID-19. COD bertujuan meningkatkan daya saing dan menjangkau pasar yang lebih luas, terutama menyasar konsumen yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan (unbanked). Hubungan hukum yang terjadi melibatkan lima pihak selain penjual dan pembeli, terdapat platform digital sebagai marketplace, penyedia jasa ekspedisi dan kurir yang berkewajiban mengirimkan barang dan menerima pembayaran dari pembeli. Banyak kasus yang terjadi menimbulkan  masalah yang bermuara pada kurir. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang menghasilkan kesimpulan, bahwa dalam perspektif hubungan keagenan, kurir secara fungsional adalah agen yang mewakili ekspedisi. Kurir melakukan kewajibannya yaitu mengirim barang dan menerima pembayaran berdasarkan perintah dari penjual selaku prinsipal. Dalam hal ini kurir bertindak atas risiko dan tanggung jawab penjual selaku prinsipal. Implikasi gig economy terhadap kurir tidak perlu terjadi, mengingat dalam prinsip hukum keagenan kurir hanya bertanggung jawab sebatas apa yang diperintahkan oleh prinsipal sesuai metode COD. Oleh karena itu, (1) pemerintah perlu untuk membuat aturan khusus tentang jasa keagenan, (2) platform belanja digital wajib mengatur hak dan kewajiban semua pihak yang terlibat dalam metode COD, (3) meningkatkan literasi digital kepada pembeli.Kata Kunci: E commerce; COD; Keagenan; Covid-19; Kurir
Investment License and Environmental Sustainability In Perspective of Law Number 11 the Year 2020 Concerning Job Creation Rahmat Saputra; Rama Dhianty
Administrative and Environmental Law Review Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/aelr.v3i1.2472

Abstract

Many factors influence and even hinder investment activities in Indonesia, including reforming policies and their implementation, bureaucratic problems and obstacles, uncertainty in the interpretation and implementation of regional autonomy, human resources, and labor policy issues, and the high level of corruption. The government made a breakthrough in the regulation of investment licensing through law no. 11 of 2020 concerning job creation with the omnibuslaw method. In addition to investment issues, changes to regulations in the environmental sector that revise, delete and revoke several articles contained in the provisions of Law no. 32 of 2009 concerning PPLH. The purpose of this article is to find out the investment licensing arrangements in the enactment of law no. 11 of 2020 concerning job creation and knowing environmental sustainability after the enactment of law no. 11 of 2020 concerning work creation. This research method is a type of normative legal research with a legal approach, historical approach, and conceptual approach. Research results with the enactment of law no. 11 of 2020 concerning job creation, more or less regulatory arrangements will affect investment in a country. Investment regulations that do not overlap and do not conflict with each other are the expectations of investors. For this reason, it is necessary to arrange regulations that have the spirit to encourage and support investment growth and the sustainability assessment criteria in law no. 11 of 2020 concerning job creation and its derivatives are still following environmental prevention instruments which include the process of planning, utilization, control, maintenance, supervision, and law enforcement, it's just that community involvement in the Amdal document is indeed reduced as in the provisions of the work creation law which amends Article 26 UU no. 32 of 2009 regarding the preparation of the amdal document, it is carried out by not involving the community who are directly affected by the planned business and/or activity.
PEMAHAMAN UU CIPTA KERJA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP SUSTAINABLE DEVELOPMENT PADA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BEKASI Rahmat Saputra; Rama Dhianty
Abdi Bhara Vol 1 No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (552.865 KB) | DOI: 10.31599/abhara.v1i1.1341

Abstract

Kegiatan ini dilakukan karena proses pengesahan UU Cipta Kerja terjadi pro dan kontra terhadap perlindungan lingkungan. Peraturan tersebut menggunakan metode omnibus law yang merubah, merevisi, mencabut serta menghapus 79 undang-undang. Perubahan tersebut terkait UU No. 32 / 2009 tentang PPLH yang terkait dengan penghapusan komisi penilai amdal, dalam penyusunan amdal yang tidak melibatkan masyarakat, bagaimana kriteria kompetensi penyusun amdal dan lain sebagainya. Lokasi kegiatan adalah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi. Jumlah peserta adalah 100 orang. Model yang digunakan adalah Penyuluhan Hukum terkait dengan Perkembangan UU Cipta Kerja dan Implikasinya Terhadap Pembangunan Berkelanjutan Pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi. Metode kegiatan adalah presentasi melalui Webinar di karena masih dalam kondisi PPKM akibat pandemi Covid 19. Hasil dari penyuluhan ini dapat meningkatkan pemahaman pegawai pemerintah daerah, pemerhati lingkungan, pemrakarsa dan masyarakat yang berdampak khususnya terhadap pengesahan UU Cipta Kerja serta turunannya yang berakibat perubahan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan terlaksananya sosialisasi aturan hukum yang mengatur tentang UU Cipta Kerja dan aturan pelaksananya akibat dari perubahan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
PENYULUHAN HUKUM PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DI SUB DIREKTORAT SATUAN HUKUM KORPORAT PT PLN (PERSERO) Rama Dhianty
Abdi Bhara Vol 1 No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (473.072 KB) | DOI: 10.31599/abhara.v1i2.1703

Abstract

Abstrak: Salah satu tantangan yang dihadapi oleh PT PLN (Persero) selaku BUMN Ketenagalistrikan, adalah fenomena disrupsi teknologi. Sejalan dengan hal tersebut, saat ini PT PLN (Persero) telah melakukan digitalisasi pada operasional pembangkit, transmisi dan distribusi ,serta melakukan digitalisasi terkait pelayanan pelanggan. Digitalisasi pelayanan pelanggan dilakukan oleh PT PLN (Persero) dengan meluncurkan aplikasi New PLN Mobile pada tanggal 18 Desember 2020. Pelanggan PLN melalui aplikasi New Mobile PLN ini dapat mengakses seluruh layanan melalui telepon pintar. Peluncuran New PLN Mobile pada akhirnya menjadikan PLN sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, maka PLN selaku Penyelenggara Sistem Elektronik memiliki kewajiban, terutama kewajiban terkait pengelolaan, pemrosesan, penyimpanan dan jaminan perlindungan data pribadi pelanggan. Kegiatan yang dinamakan “Knowledge Sharing” di Sub Direktorat Hukum Korporat diselenggarakan melalui metode penyuluhan hukum webinar dengan tema “Perlindungan Data Pribadi”. Peserta yang hadir sejumlah 136 orang. Materi yang disampaikan dalam webinar ini tentang (1)latarbelakang perlunya perlindungan data pribadi, (2)Yang termasuk kategori data pribadi,(3) Hak dan kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik dan Pengguna. Hasil dari webinar hukum ini adalah (1) meningkatkan pemahaman terkait perlindungan data pribadi, dan (2) memahami kewajiban PLN selaku Penyelenggara Sistem Elektronik khususnya terkait data pribadi.