Wayan Ardhana
Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Perawatan Ortodontik Alat Lepasan Kombinasi Semi-Cekat pada Kehilangan Gigi 46 Maharetta Ditaprilia; Wayan Ardhana; Christnawati Christnawati
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (601.648 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.11914

Abstract

Salah satu pertimbangan dalam menentukan alat ortodontik yang akan digunakan adalah biaya. Alat ortodontik lepasan dipilih karena memerlukan biaya yang lebih rendah dibanding dengan alat ortodontik cekat. Perawatan ortodontik dengan alat lepasan sulit dilakukan jika disertai dengan pencabutan satu atau beberapa gigi posterior. Pasien perempuan usia 23 tahun, mengeluhkan gigi rahang atas maju dan gigi rahang bawah berjejal. Pemeriksaan objektif menunjukkan protrusif rahang atas, crowding rahang bawah, palatal bite, disertai kehilangan gigi 46. Maloklusi Angle Kelas II divisi 1 tipe dentoskeletal, hubungan skeletal klas II, protrusif bimaksilar, bidental protrusif, overjet 7,2 mm, crowding, palatal bite, dan kebiasaan bernafas melalui mulut. Perawatan menggunakan kombinasi alat semi-cekat pada rahang bawah dan alat lepasan pada rahang atas. Alat semi-cekat digunakan untuk space clossing bekas pencabutan gigi 46. Terjadi space closing bekas pencabutan gigi 46 setelah 6 bulan perawatan. Overjet berkurang menjadi 4 mm dan overbite 2,7 mm setelah 1 tahun perawatan. Kombinasi alat semi-cekat pada rahang bawah dan alat ortodontik lepasan pada rahang atas efektif untuk koreksi maloklusi Angle Klas II divisi 1 dengan kehilangan gigi 46 pada pasien ini. ABSTRACT: Orthodontic Treatment Using Semi-Fixed Appliances with Partial Edentulous 46. Cost is one of the considerations in determining the use of orthodontic appliances. Removable orthodontic appliance is chosen because it is less costly than fixed orthodontic appliances. It is difficult to use removable orthodontic appliances to treat a missing one or more posterior teeth case. A 23 year old female patient had a chief complaint of crowding in lower anterior teeth and forwardly placed upper anterior teeth. Her objective examination shows protrution of upper teeth, crowding in the lower arch, palatal bite, and partial edentulous of 46 tooth. It was Angle Class II division 1 dentoskeletal malocclusion, skeletal class II, bimaxillary protrusion, bidental protrusion, overjet 7,2 mm, crowding, palatal bite, and mouth-breathing habit. The treatment used a combination of semi-fixed orthodontic appliances in the lower arch and removable appliances in the upper arch. The semi-fixed orthodontic appliances were used on space closing of partial edentulous 46. The partial edentulous 46 was closed after 6 months of treatment. The overjet was reduced to 4 mm and overbite 2,7 mm after one year of treatment. The combination of semi-fixed orthodontic appliances in the lower arch and removable appliances in the upper arch generate a good result to correct Angle Class II division 1 malocclusion with partial edentulous 46.
Optimalisasi Gerakan Oklusal Gigi Kaninus Maksila Menggunakan Lingual Button pada Alat Ortodontik Lepasan Wuriastuti Kusumandari; Wayan Ardhana; Christnawati Christnawati
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 1, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (608.226 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.11978

Abstract

Pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang berhubungan dengan ketersediaan ruang untuk menampung gigi-gigi permanen. Kurangnya panjang lengkung rahang sering dianggap sebagai faktor etiologi terjadinya gigi berjejal dan impaksi. Panjang lengkung palatal yang kurang dapat menyebabkan terlambatnya erupsi gigi maksila. Perawatan yang dilakukan menggunakan alat ortodontik lepasan memiliki keterbatasan dalam memberikan gerakan oklusal untuk membantu erupsi gigi permanen. Pasien perempuan usia 10 tahun mengeluhkan gigi depan atas maju dan gigi bawah berjejal. Hasil pemeriksaan objektif ditemukan crowded ringan gigi anterior bawah, 53 palatoversi, 43 labioversi serta gigi 13 dan 23 belum erupsi. Maloklusi Angle klas II divisi 1 sub divisi dengan overjet normal dan deep overbite. Analisis ruang menurut Moyers dan Nance menunjukkan adanya kekurangan ruang untuk tumbuh gigi 13 dan 23. Pasien dirawat dengan plat ekspansi radial simetri pada rahang atas karena terjadi kontraksi ringan pada regio premolar dan distraksi ringan pada regio molar, guna mencarikan ruang untuk tumbuhnya gigi 13 dan 23 dan pada rahang bawah untuk koreksi crowded anterior. Enam bulan setelah gigi 53 dan 63 tanggal, proses erupsi gigi 13 dan 23 berterlihat mengalami kelambatan. Oleh karena itu, pada permukaan labial gigi 13 dan 23 yang mulai erupsi sebagian, dipasangkan lingual button yang dikombinasikan dengan buccal spring untuk membantu gerakan oklusal pada proses erupsinya. Lingual button merupakan salah satu komponen cekat yang dipasangkan pada permukaan gigi dan dikombinasikan dengan buccal spring untuk mengoptimalkan gerakan oklusal pada alat ortodontik lepasan. ABSTRACT: Optimization of Maxillary Canine Occlusal Movement Using the Fixed Component of Removable Orthodontic Appliance. The growth and development of jawbones are related to the availability of space for permanent teeth. Arch-length deficiency is often mentioned as an etiologic factor for crowding and impactions. A short palatal length can delay the eruption of maxillary teeth. The treatment using removable orthodontic appliance has a limitation in giving occlusal movement to help permanent teeth erupt. A 10-year-old female patient complained about protrusive upper anterior teeth and crowded lower anterior teeth. The objective examination found lightly crowded lower anterior teeth, 53 palatoversion, and 43 labioversion, while teeth 13 and 23 had not erupted. Angle Class II division 1 sub division malocclusion with normal overjet and deep overbite was detected. The space analysis of Moyers and Nance showed the lack of available space for 13 and 23 eruption. The patient was treated with symmetrical radial expansion plate on the maxilla because of a mild contraction on the premolar region and mild distraction on the molar region in order to gain space for 13 and 23 eruption as well as on the mandible for correction of the lower anterior teeth crowding. Six months after 53 and 63 losses, there was a delay in the 13 and 23 eruptions. Therefore, on the labial surfaces of 13 and 23 that start erupting partially a lingual button combined with buccal spring was attached to help the occlusal movement during the eruption process. Lingual button is one of the fixed orthodontic components attached on the surface of teeth and combined with buccal spring in order to optimize the occlusal movement on removable orthodontic appliance.
Perbandingan Tinggi Tulang Maksila dan Mandibula di Regio Interisisivi Sentral antara Pra dan Pasca Perawatan Ortodontik dengan Pencabutan ke Empat Gigi Premolar Pertama (Kajian pada Foto Panoramik) Wayan Ardhana
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 19, No 2 (2012): December
Publisher : Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4680.678 KB) | DOI: 10.22146/majkedgiind.12702

Abstract

Latar belakang. Perawatan ortodontik pada kasus-kasus gigi berjejal dan protusif sering membutuhkan pencabutan gigi premolar untuk penyediaan ruang agar gigi berjejal dapat dirapikan dan gigi depan yang protusif dapat diundurkan. Gigi insisivus sentral merupakan salah satu gigi yang paling banyak mengalami pergerakan selama proses retrusi. Pergerakan gigi insisivus mengakibatkan terjadinya perubahan pada puncak tulang alveolar selama perawatan yang mungkin akan mempengaruhi tinggi tulang maksila dan mandibula pasca perawatan. Tujuan penelitian. Membandingkan tinggi tulang maksila dan mandibula di daerah interdental gigi insisivi sentral pada foto panoramic antara pra dan pasca perawatan maloklusi dengan pencabutan ke empat gigi premolar pertama. Metode penelitian. Digunakan 30 pasang foto panoramic pra dan pasca perawatan yang dipilih sesuai dengan kriteria penelitian dari pasien-pasien peneliti yang telah selesai mendapat perawatan aktif dengan teknik edgewise. Analisis Kolmogorov-Smirnov dan Shaviro-Wilk digunakan untuk uji normalitas dan Student t-test data berpasangan digunakan untuk menguji perbedaan tinggi tulang maksila dan mandibula antara pra dan pasca perawatan. Hasil Penelitian. Tidak didapatkan perbedaan (p>0,05) tinggi tulang maksila dan amndibula antara pra dan pasca perawatan ortodontik dengan pencabutan keempat gigi premolar pertama. Background. In orthodontic treatment, premolar extractions are often needed in crowding and prostrusive cases to provide space for the teeth can be aligned and retracted to their desire position. Central incisor teeth are the teeth that mostly undergone more movement during retrusion. The change of the alveolar bone crest in this incisors might affect the maxillary and mandibular bone height post-treatment. Research objectives. The present study aimed to compare the bone height in the interdental maxillary and mandibular central incisors regions before and after orthodontic treatment with four first premolars extractions on panaromic radiograph. Research Methods. Thirty pairs of panoramic radiograph of pre and post treatment were selected according to the criteria of the study f the patients who have completed their active treatment with edgewise technique. The results were analyzed by the Kolmogorov-Smirnov and Shaviro-Wilk for testing the data normality and the Student paired t-test for testing the significancy of maxillary and mandibula bone heights differences between pre and post treatment. Results. There were no differences (p>0,05) between the maxillary and mandibular bone height were shown in pre and post orthodontic treatment with four first premolars extractions.
Perawatan Maloklusi Pseudo Kelas III dengan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg Robertus Meidiyanto; Wayan Ardhana
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 18, No 2 (2011): December
Publisher : Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3084.574 KB) | DOI: 10.22146/majkedgiind.15414

Abstract

Latar Belakang: Maloklusi Pseudo kelas III ditandai dengan hubungan yang tidak harmonis antara relasi anteroposterior rahang dan posisi mandibula terhadap maksila. Ketidakharmonisan tersebut dapat disebabkan karena mandibula yang normal dengan maksila retrusif. Maloklusi pseudo kelas III mempunyai perhitungan yang menunjukkan bentuk antara klas I dan skeletal klas III. Perbedaanya hanya pada sudut gonial dimana pada skeletal klas III sudutnya lebih tumpul, sedangkan pada sampel pseudo klas III, sudut gonial lebih mirip dengan klas I. Perawatan ortodontik dengan alat cekat teknik Begg dapat juga untuk merawat maloklusi Angle kelas III, termasuk maloklusi skeletal yang menyertainya. Tujuan: memaparkan perubahan dental dan skeletal setelah perawatan dengan alat cekat teknik Begg. Kasus: perempuan 20 tahun mengeluhkan gigi-gigi rahang atas ada yang tumbuh di belakang dan rahang bawah nyakil sehingga menganggu penampilan dan mengurangi rasa percaya diri. Diagnosis: Maloklusi Angle Klas III subdivisi serta hubungan skeletal klas III dengan maksila retrusif dan mandibula protusif disertai Crossbite: 12, 11, 21, 22 terhadap 34, 32,31, 41, 42, 43. Perawatan: menggunakan alat cekat teknik Begg tanpa pencabutan. Kesimpulan: Hasil menunjukkan crowded terkoreksi, overjet dan overbite terkoreksi, relasi molar menjadi klas I. Background: Pseudo class III malocclusion characterized by disharmony between anteroposterior relationship of jaw and mandibulae position toward maxilla. This disharmony cause by normally shaped mandibles and underveloped maxillae. Pseudo clas III malocclusion is an intermediate form between class I and skeletal clas III malocclusion. The only exception was the gonial angle, which was generally more obtuse in the skeletal class III sample. Measurement of gonial angle in the pseudo class III sample was found to be rather similar to class I sample. Fixed Begg orthodontic appliance can be used to treat Angle’s class III malocclusion accompany with skeletal problem. Purpose: to describe dental and skeletal changes after begg fixed orthodontic. Case: 20 year old woman complained of crowded maxilla front teeth and mandible protrusion. Diagnosis: malocclusion Angle class III subdivision, skeletal class III with maxilla retruded and mandibular pronation along with anterior crossbite: 12, 11, 21, 22, to 34, 32, 31, 41, 42, 43. Treatment: using the Begg fixed appliance techniques without extraction. Conclusion: The result showed that crowded, overjet and overbite corrected, and molar relation become class I.
Perawatan Gigitan Silang Gigi Depan pada Gigi Susu dengan Dataran Gigitan Miring Akrilik Cekat Wayan Ardhana
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 18, No 2 (2011): December
Publisher : Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5279.718 KB) | DOI: 10.22146/majkedgiind.15425

Abstract

Latar Belakang: Gigitan silang gigi depan jika dibiarkan berkembang akan dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan maksila dan tidak terkontrolnya pertumbuhan mandibula ke depan sehingga dapat menjadi maloklusi skeletal kelas III yang sangat merusak penampilan wajah. Perawatan sangat perlu dilakukan pada usia dini sejak periode gigi susu. Tujuan: Membahas perawatan gigitan silang gihi depan pada gigi susu menggunakan dataran gigitan miring dari resin akrilik yang dipasang secara cekat pada rahang bawah. Kasus: Dua kasus maloklusi pseuid kelas III dengan gigitan silang gigi depan pada periode gigi susu. Dirawat menggunakan dataran gigitan miring akrilik yang dipasang secara cekat pada gigi depan bawah. Kesimpulan: maloklusi dapat terkoreksi dalam waktu 2 bulan, oklusi dapat dikembalikan ke relasi normalnya dan tetap dalam keadaan normal saat dilakukan observasi ketika semua gigi depan permanen telah erupsi. Background: Untreated anterior crossbite will be able to inhibit the maxillary growth and subsquent uncontrolled forward growth of the mandible can lead to class III skeletal malocclusion and therefore an unattractive appearance. Care needs to be done at a very early age and can be started during primary dentition period. Objectives: Discussing the treatment anterior crossbite of primary dentition using fixed acrylic mandibulary inclined bite plane. Cases: Two cases of pesudo class III malocclusion with anterior crossbite of primary dentition have been treated using fixed acrylic bite plane mounted on the lower front teeth. Conclusion: Malocclusion can be corrected in 2 months, and normal occlusion can be restored and remained stable when all the permanent anterior teeth had been erupted.