Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Type 2 Diabetes Patients’ Need for Physical Activity Programming: A Qualitative Study at a Yogyakarta Hospital Clini Novita Intan Arovah; Bernadeta Wara Kushartanti; Tracy L Washington; Kristiann C Heesch
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Volume 13, Issue 4, May 2019
Publisher : Faculty of Public Health Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1773.489 KB) | DOI: 10.21109/kesmas.v13i4.1942

Abstract

Physical activity programs offered in Indonesian hospitals are often inadequate to help type 2 diabetes (T2D) patients meet international physical activity recommendations. This study aimed to identify T2D patients’ physical activity enablers and barriers, their preferences for, and experiences with, physical activity programming, with a view to developing future programs that are suited to these patients’ needs and preferences. Four focus groups were conducted with 28 patients (50% female) of the T2D clinic at the Local General Hospital of Yogyakarta.  Discussions were thematically analysed in NVivo 10. The most reported types of physical activity were walking and participation in the hospital-based exercise program. Participants were motivated to be physically active for the health benefits and for social interactions. The main barriers to physical activity were a lack of enjoyment, the absence of knowledge about appropriate activities for T2D patients, and a shortage of time due to social and family obligations. Based on study participants’ preferences, future physical activity programs need to include educational components, regular clinical evaluations, consultations with health educators, and efforts to increase the reach of the programs. This study provides practical suggestions for physical activity programming that meet the needs of T2D patients in Indonesia.
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS CIRCULO MASSAGE DANSPORT MASSAGE DALAM MENGATASI KELELAHAN KERJAKARYAWAN LAKI - LAKI GADJAH MADA MEDICAL CENTER Kunto Prastowo dan Novita Intan Arovah
MEDIKORA Vol. XIII No. 1 Oktober 2014
Publisher : Faculty of Sports Sciences, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.289 KB) | DOI: 10.21831/medikora.v0i1.4584

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan efektivitas circulo massage dansport massage dalam mengatasi kelelahan kerja karyawan Gadjah Mada Medical Center.Penelitian ini merupakan penelitian pra eksperimen dengan desain treatment bysubjects. Subjek penelitian ini adalah 15 karyawan laki-laki GMC yang direkrut denganteknik purposive sampling. Subjek diberi dua perlakuan yakni circulo massage dan sportmassage dengan selang waktu + 1 minggu. Sebelum dan sesudah perlakuan massagedilakukan pengukuran tingkat kelelahan kerja dengan menggunakan kuisioner kelelahankerja yang telah diujicoba dan dinyatakan valid dan koefisien reliabilitas sebesar 0,779.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif,analisis efektivitas (nilai posttest-pretest)/ pretest) dan uji beda dengan menggunakan ujiwilcoxon signed rank test dengan taraf signifikansi 5 %.Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata pretest dan posttest kelelahankerja pada perlakuan circulo massage adalah 29 dan 20,53, uji efektivitas menunjukkanpenurunan 29,20 % (p value: 0,0012). Pada penelitian dengan perlakuan sport massagemenunjukkan bahwa nilai rata-rata pretest dan posttest kelelahan kerja adalah 29,9 dan17,5, uji efektivitas menunjukkan penurunan 41,47 % (p value : 0.0006). Perbandinganantara kelelahan kerja pada perlakuan efektivitas circulo massage dan sport massagemenghasilkan p value: 0,0287. Dapat disimpulkan sport massage lebih efektifdibandingkan circulo massage dalam mengatasi kelelahan kerja pada karyawan laki-lakiGadjah Mada Medical Center.Kata kunci : Circulo massage, sport massage, kelelahan kerja
PENYULUHAN AKTIVITAS FISIK DAN SCREENING PARAMETER SINDROM METABOLIK PADA POPULASI LANSIA Cerika Rismayanthi; Prijo Sudibjo; Novita Intan Arovah; Krisnanda Dwi Apriyanto
MEDIKORA Vol 18, No 1 (2019): April
Publisher : Faculty of Sports Sciences, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.736 KB) | DOI: 10.21831/medikora.v18i1.29194

Abstract

Kegiatan Program Pengabdian kepada Masyarakat ini bertujuan untuk: (1) mendapatkan informasi tentang profil tingkat kebugaran lansia binaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) Yogyakarta, (2) mendapatkan informasi tentang faktor risiko sindrom metabolik bagi lansia binaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) Yogyakarta, (3) memberikan pengetahuan bagi lansia binaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) Yogyakarta tentang pentingnya melakukan aktivitas fisik dan mengetahui parameter sindrom metabolik. Khalayak sasaran utama dari kegiatan ini adalah Kelompok Lansia Teratai Nogotirto, Kelurahan Nogotirto, Kecamatan Gamping Sleman berjumlah 118 orang. Metode kegiatan PPM dilakukan dengan beberapa kegiata meliputi: cek kesehatan, tes pengukuran kebugaran jasmani bagi lansia, serta evaluasi dan penyuluhan. Cek kesehatan meliputi pengukuran tekanan darah, lingkar perut, trigliserida, HDL dan glukosa darah puasa. Penyuluhan diberikan setelah para lansia mendapatkan hasil dari cek kesehatan. Metode penyuluhan dilakukan agar para lansia mempunyai motivasi untuk menjaga kesehatan dan terhindar dari sindrom metabolik yang dapat memicu munculnya penyakit degeneratif. Tes pengukuran kebugaran jasmani meliputi jalan selama 6 menit, fleksibilitas, keseimbangan. Pengisian kuesioner dilakukan untuk mengetahui seberapa penting manfaat kegiatan PPM ini bagi para lansia. Berdasarkan hasil cek kesehatan diperoleh data bahwa sejumlah 78 (66,1%) lansia terindikasi sindrom metabolik. Dan dari sejumlah 78 lansia, 98,71% (77 lansia) yang terindikasi sindrom metabolik adalah perempuan. Dari data lansia laki-laki diperoleh rata-rata usia 61,5 tahun, dengan norma normal jalan 6 menit lansia laki-laki dengan usia tersebut adalah 610 – 735 yards (558-672 meter) dan norma normal jalan 6 menit lansia wanita dengan usia tersebut adalah 545 – 660 yards (498-603 meter). Jadi kesimpulan dari tes kebugaran lansia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai tingkat kebugaran yang di atas rata-rata (above average). Physical Activity Counseling and Screening Parameter Metabolic Syndrome in the Elderly PopulationAbstractThe Community Service Program activity aims to: (1) obtain information on the profile of the fitness level of the elderly under the guidance of the Indonesian Doctors Association (IDI) and the Indonesian Doctors' Wives Association (IIDI) Yogyakarta, (2) obtain information about the risk factors for metabolic syndrome for the elderly under the guidance of the Association Indonesian Doctors (IDI) and the Indonesian Doctors 'Wives Association (IIDI) Yogyakarta, (3) provides knowledge for the elderly assisted by the Indonesian Doctors Association (IDI) and the Indonesian Doctors' Wives Association (IIDI) Yogyakarta about the importance of physical activity and knowing the parameters of metabolic syndrome. The main target audience for this activity is the Elderly Lotus Group Nogotirto, Kelurahan Nogotirto, Sleman Gamping District, with a total of 118 people. The PPM activity method is carried out with several activities including: health check, physical fitness measurement test for the elderly, as well as evaluation and counseling. Health checks include measurements of blood pressure, stomach circumference, triglycerides, HDL and fasting blood glucose. Counseling is given after the elderly get the results of a health check. The counseling method is done so that the elderly have motivation to maintain health and avoid the metabolic syndrome which can trigger the emergence of degenerative diseases. Physical fitness measurement tests include walking for 6 minutes, flexibility, balance. The questionnaire was filled out to find out how important the benefits of PPM activities are for the elderly. Based on the results of health checks obtained data that a number of 78 (66.1%) elderly indicated metabolic syndrome. And of the 78 elderly, 98.71% (77 elderly) who indicated metabolic syndrome were women. From the data of elderly men obtained an average age of 61.5 years, with the normal norm of walking 6 minutes elderly men with that age is 610 - 735 meters (558-672 meters) and the normal norm of walking 6 minutes elderly women with age these are 545 - 660 yards (498-603 meters). So the conclusion of the elderly fitness test, both men and women have a fitness level that is above average (above average).
PROGRAM LATIHAN FISIK REHABILITATIF PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG Novita Intan Arovah
MEDIKORA Vol. VI No. 1 April 2010
Publisher : Faculty of Sports Sciences, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2573.36 KB) | DOI: 10.21831/medikora.v0i1.4665

Abstract

Program rehabilitasi pada penderita gangguan jantung merupakan program multi fase yang dirancang untuk memulihkan gangguan jantung terutama gangguan pembuluh darah koroner jantung. Pada program ini pasien dilatih agar dapat kembali menjalankan hidup secara optimal dan produktif. Program ini didasarkan pada pengetahuan fisiologis, psikologis, sosial, vocational dan rekreasional. Program ini meliputi terapi latihan, konseling psikologis, terapi perilaku menuju gaya hidup sehat. Gaya hidup yang disarankan berupa  menghentikan rokok, diet tinggi serat, rendah lemak dan manajemen stres.Dewasa ini terapi latihan cenderung dijadikan fokus dari keseluruhan program rehabilitasi. Pada pelaksanaannya, prinsip-prinsip pemprograman latihan (exercise prescription) yang berlaku pada orang sehat juga berlaku pada penderita gangguan jantung. Walaupun demikian, mengingat terdapat  keterbatasan fisiologis pada penderita gangguan jantung, program latihan harus memperhatikan status klinis dan riwayat kesehatan seseorang. Pada artikel ini akan dibicarakan pedoman pemrograman latihan rehabilitatif pada gangguan jantung.Pembahasan program latihan pada tulisan ini akan dibagi menjadi tiga fase utama yakni Fase Inpatient, Outpatient dan Pemeliharaan. Sebelum dilakukan program latihan rehabilitasi harus dipastikan penderita tidak memiliki  kontraindikasi terhadap latihan. Fase inpatient dapat dilakukan dalam waktu 48 jam setelah serangan gangguan jantung. Program outpatient dapat dilakukan di pusat kesehatan maupun di rumah dengan dan tanpa pengawasan tergantung pada tingkat resiko gangguan jantung. Latihan pada fase pemeliharaan pada dasarnya identik dengan latihan pada individu normal dengan penekanan pada latihan aerobik.Kata Kunci: olahraga rehabilitasi, gangguan jantung
TINGKAT PEMAHAMAN DAN SURVEI LEVEL AKTIVITAS FISIK, STATUS KECUKUPAN ENERGI DAN STATUS ANTROPOMETRIK MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA FIK UNY Prijo Sudibjo; Novita Intan Arovah; Rachmah Laksmi Ambardini
MEDIKORA Vol. XI No. 1 Oktober 2013
Publisher : Faculty of Sports Sciences, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/medikora.v11i2.2816

Abstract

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fakultas Ilmu Keolahragaan dipersiapkan menjadi pelatih yang kompeten. Salah satu kompetensi yang diperlukan oleh pelatih adalah pemahaman dan keterampilan dalam pengukuran tingkat aktivitas fisik, status kecukupan energi dan status antropometrik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami pengukuran level aktivitas fisik, status kecukupan energy, dan status antropometrik mahasiswa Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga FIK UNY. Penelitian ini merupakan penelitian observasi cross sectional pada 30 mahasiswa Program Stusi Pendidikan Kepelatihan Olahraga FIK UNY yang telah menempuh mata kuliah Anatomi. Pengukuran tingkat pemahaman dilaksanakan dengan metode tes. Level aktivitas fisik diukur dengan kuesioner IPAQ (International Physical Activity Questionnaire), status kecukupan energi diukur dengan membagi antara asupan kalori dibagi dengan kebutuhan kalori, dan status antropometris dinilai dengan menggunakan rumus BMI (body mass index) dansomatotype berdasarkan Health Charter Manual. Data diolah secara deskriptif dan korelatif menggunakan analisis Korelasi Pearson untuk melihat hubungan antara tingkat pemahaman dan status level aktivitas fisik, status kecukupan energy, dan status antropometrik dengan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada semua mahasiswa Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga FIK UNY mempunyai level aktivitas fisik yang baik (skor IPAQ rata-rata 7248,13 ± 2420,58 METS), dan status kecukupan energi yang baik pula (rata-rata kecukupan energi sebesar 96,62 ± 19,81%). Di sisi lain, status gizi pada 90 % mahasiswa menunjukkan kriteria yang normal. Uji Korelasi Pearson menunjukkan adanya korelasi positif yang sangat kuat antara tingkat pemahaman level aktivitas fisik dan level aktivitas fisik (korelasi 0.902 dan p 0,05), namun tidak terbukti adanya korelasi yang signifikan (p 0,05) antara tingkat pemahaman dan status kecukupan energi dan status gizi yang secara berurutan didapatkan nilai korelasi sebesar 0,27 dan 0,048.Kata Kunci: level aktivitas fisik, status kecukupan energi, status antropometrik
PENEGAKAN DIAGNOSIS PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN PROSEDUR UJI LATIH JANTUNG Novita Intan Arovah
MEDIKORA Vol. I, No. 1, April 2005
Publisher : Faculty of Sports Sciences, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2581.108 KB) | DOI: 10.21831/medikora.v0i1.4703

Abstract

Kata kunci : penyakit jantung koroner - uji latih jantung
FISIOTERAPI DAN TERAPI LATIHAN PADA OSTEOARTRITIS Novita Intan Arovah
MEDIKORA Vol. III, No. 1, April 2007
Publisher : Faculty of Sports Sciences, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/medikora.v0i1.4716

Abstract

-
RESPONS HUNTING PADA TERAPI DINGIN PADA PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA Novita Intan Arovah
MEDIKORA Vol. VII No. 1 April 2011
Publisher : Faculty of Sports Sciences, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2009.978 KB) | DOI: 10.21831/medikora.v0i1.4658

Abstract

Atlet merupakan populasi yang rentan mengalami cedera olahraga. Cedera olahraga tersebut memerlukan penanganan yang tepat untuk mempercepat proses pemulihan sekaligus mencegah terjadinya cedera ulang. Terapi dingin merupakan modalitas terapi yang sering digunakan untuk mengatasi cedera olahraga pada fase akut. Terapi dingin tersebut pada dasarnya bersifat anri-inflamadf. Walaupun demikian, apabila digunakan secara tidak   tepat dapat mengakibatkan efek vasodilatasi (respons hunting) yang bersifat kontraproduktif bagi proses inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu terjadinya hunting response pada terapi dingin dengan menggunakan es langsung, es yang dibungkus dengan kain serta air es.Subjek penelidan ini adalah 10 orang probandus sehat berusia 17-20 tahun. Subjek menerima tiga perlakuan (es langsung, es dengan kain dan air es) dengan periode wash-out selama 1 minggu diantaranya. Pada tiap perlakuan dihitung waktu terjadinya vasokontriksi (warna pucat pada kulit) dan vasodilatasi (warna merah pada kulit) pada dua tempat perlakuan yakni telapak tangan dan fossa cubiti. Data tersebut kemudian diolah menggunakan oneway anova untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada waktu vasokontriksi dan vasodilatasi inter dan antar kelompok. Uji-t kemudian dilakukan untuk menguji ada tidaknya perbedaan vasokontriksi dan dilatasi antarpasangan kelompok perlakuan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) terdapat perbedaan bermakna antarawaktu vasokontriksi dan vasodilatasi pada ketiga perlakuan terapi dingin (perlakuan es langsung, es dengan kain maupun air es), (ii) respon vasokontriksi dan vasodilatasi pada perlakuan es langsung lebih cepat terjadi daripada pada perlakuan es dengan kain maupun air es value —0.00), (iii) terdapat perbedaan bermakna antara waktu respons vasodilatasi dan vasokontriksi pada lokasi telapak tangan dan fossa cubiti dan (iv) respons vasokontriksi dan vasodilatasi pada telapak tangan dan fossacubiti lebih cepat terjadi daripada pada perlakuan es dengan kain maupun air es (p value—0.00).Secara praktis, dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan terapi dingin pada cedera akut, pengaruran waktu terapi perlu memperhatikan letak dan jenis modalitas terapi dingin yang digunakan untuk menghindari terjadinya respons hunting.Kata Kunci: respons hunting, terapi dingin, cedera olahraga
STATUS KEGEMUKAN, POLA MAKAN, TINGKAT AKTIVITAS FISIK DAN PENYAKIT DEGENERATIF DOSEN DAN KARYAWAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Novita Intan Arovah
MEDIKORA Vol. VIII No. 2 April 2012
Publisher : Faculty of Sports Sciences, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/medikora.v0i2.4649

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan status kegemukan, pola makan dantingkat aktivitas dosen dan karyawan UNY dan kaitannya dengan status gangguandegeneratif dosen dan karyawan di Universitas Negeri Yogyakarta.Penelitian ini merupakan penelitian survey cross sectional. Subjek penelitian iniadalah semua dosen dan karyawan UNY yang berkunjung di poliklinik UNY pada bulanMei sampai Agustus 2011 yang berjumlah 30 orang. Status kegemukan dinilai denganmenghitung BMI dan rasio lingkar perut dan panggul. Pola makan dan status gizi diukurdengan menggunakan kuisioner pola makan (modifikasi food frequency questionnaire) danaktivitas fisik (modifikasi NHES/National Health Examination Survey). Status degeneratifditentukan dengan kuisioner status degeneratif berdasarkan standard diagnosis. Statuskegemukan, pola makan dan tingkat aktivitas fisik dianalisis secara deskriptif dan dikaitkandengan status degeneratif dengan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 2,3% dosen dan karyawan UNYmemiliki status kegemukan obese (standard BMI) dan 30% obese (standard rasio lingkarperut/panggul). Pola makan dengan sumber karbohidrat, sayur dan protein cenderungterdistribusi normal, sedangkan pola penggunaan suplemen kesehatan cenderung condongke arah kiri (mayoritas tidak menkonsumsi). Tingkat aktivitas fisik dosen dan karyawanUNY mayoritas rendah. Lebih lanjut, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antarastatus penyakit degeneratif dengan status kegemukan, pola makan dan tingkat aktivitasfisik. Kata kunci: Status kegemukan, pola makan, level aktivitas fisik, gangguan degeneratif.
The association between anthropometric profiles and somatotype with 100 meter sprint amongst Indonesian sprint athletes Eddy Purnomo; Novita Intan Arovah; Alfonsia Purnamasari
Health Science Journal of Indonesia Vol 12 No 1 (2021)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/hsji.v12i1.3155

Abstract

Background: One hundred meter sprint was influenced by various internal and external factors. Somatotype and anthropometry profiles are possibly to be one of the factors that predicts performance. The aims of this study were to assess the anthropometry and somatotype profiles obtained from an example of Indonesian team university male sprinters and to elucidated potential correlations between anthropometry profile and somatotype with the 100m sprint. Methods: It was recorded that 20 selected sprint athletes participated as representatives from Indonesia in the XVIII ASEAN University Games with an averaged age (20.0 ± 0.92 year old). Anthropometric assessment includes height, weight, skinfold (triceps, supra-spinale, subscapula, suprailiaca, abdomen, calf, front thigh and chest)), two bicondylar widths (humerus and femur) and two circumferences (biceps and femur). The somatotype assessment was based on the Health & Carter method. Body fat percentage was assessed using the equation determined by Berzerk et al. (1963). Body Mass Index is calculated from body mass divided by height squared (kg/m2). Multicorrelation matrix and simple linear regression were used to assess the potential correlation between somatotype profile and anthropometry with the 100m sprint. Results: The average value of ectomorph-mesomorph-endomorph was 3.40-4.08-0.84 BMI at 20.6 0.6, while the fat percentage was 9.2 ± 0.8. There were no significant correlation and regression slope found between somatotype profile and anthropometry with the 100m sprint. Conclusion: Most of the athletes representing Indonesia at the ASEAN University Games were mesomorphs and ectomorphs. They had low endomorph score fat percentage. Body shape requirements was not related to the 100m sprint. Further investigation is recommended to amplify the findings. Keywords: body composition, somatotype, sprinter Abstrak Latar belakang: Lari seratus meter dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Profil somatotipe dan antropometri diperkirakan merupakan salah satu diantara faktor yang dapat memprediksi kinerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai antropometri dan somatotipe yang diperoleh dari sampel pelari putra perguruan tinggi Indonesia dan menjelaskan potensi korelasi antara antropometri dan somatotype dengan lari 100 meter. Metode: Tercatat 20 atlet sprinter terpilih sebagai perwakilan dari Indonesia di ASEAN University Games XVIII dengan rata-rata umur (20.0±0.92 tahun). Penilaian antropometri meliputi tinggi, berat badan, lipatan kulit (trisep, supra-spinale, subskapula, suprailiaka, abdomen, betis, paha depan dan dada), dua lebar bicondylar (humerus dan femur) dan dua lingkar (bisep dan femur). Penliaian somatotipe didasarkan dari metode Heath & Carter. Presentasi lemak tubuh dinilai sebagai persamaan yang ditentukan oleh Berzerk et al. (1963). Indeks Masa Tubuh dihitung dari masa tubuh yang dibagi dengan tinggi badan kuadrat (kg / m2). Matrix multikorelasi dan regresi linear sederhana digunakan untuk menilai potensi korelasi antara profil somatotipe dan antropometri dengan lari cepat 100 m. Hasil: Rata-rata nilai ectomorph-mesomorph-endomorph adalah 3.40-4.08-0.84. BMI di angka 20.6 ± 0.6, sedangkan presentasi lemak di angka 9.2± 0.8. Tidak ada korelasi yang signifikan dan kemiringan regresi ditemukan antara somatotipe dan antropometri dengan lari 100 m. Kesimpulan: Atlet yang mewakili Indonesia di ASEAN University Games sebagian besar mesomorph and ectomorph. Mereka memiliki presentasi lemak skor endomorph rendah. Syarat-syarat bentuk tubuh tidak berkaitan dengan lari 100 m. Investigasi lebih lanjut direkomendasikan untuk memperkuat temuan. Kata kunci: antropometri, somatotipe, pelari