Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Vektor Chikungunya di Kampung Taratak Paneh Kota Padang Mutia Dwi Putri; Adrial Adrial; Lili Irawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5, No 3 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v5i3.563

Abstract

AbstrakKampung Taratak Paneh merupakan daerah yang paling banyak terjadi kasus Chikungunya pada tahun 2012 (45 kasus). Penyebaran Chikungunya dipengaruhi faktor lingkungan dan tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Tujuan penelitian ini adalah melihat hubungan PSN terhadap keberadaan larva vektor Chikungunya. Penelitian ini adalah analitik dengan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di Kampung Taratak Paneh dengan jumlah subjek sebanyak 87 orang. Subjek diambil dengan metode proporsional simple random sampling.  Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan dianalisis dengan uji chi square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tindakan PSN dengan keberadaan jentik (p=0,000). Terdapat hubungan yang bermakna antara menguras TPA untuk keperluan mandi (p=0,029) dan keperluan rumah tangga (p=0,038),  menutup TPA setiap kali digunakan (p=0,013),  mengubur barang bekas (p=0,034), menabur bubuk abate (p=0,001), dan membersihkan talang air (p=0,000)  terhadap keberadaan jentik vektor Chikungunya. Tidak terdapat hubungan antara tindakan memelihara ikan pemakan jentik (p=0,760), pencahayaan dan ventilasi yang cukup (p=0,053), menggantung pakaian di dalam kamar (p=0,068), memasang kawat kasa (p=0,274), membersihkan pot/vas bunga berisi air/tempat minum burung (p=0,915), menggunakan kelambu (p=0,619), menggunakan obat anti nyamuk (p=0,209) dan menutup lubang  pohon (p=0,123) terhadap keberadaan jentik vektor Chikungunya.Kata kunci: PSN, jentik, vektor chikungunya AbstractTaratak Paneh is the most common area of Chikungunya cases in 2012 (45 cases).The spreading of Chikungunya is influenced by environmental factor and practice of breading place eradication. The objective of this study was to discover the relationship between breading place eradication practice and the presence of larvae Chikungunya vektor.This was an analytic research with cross-sectional study design. The research was held in Taratak Paneh on 87 samples.The samples were taken by proportional simple random sampling methods. Data were presented in distribution table and analyzed statistically with chi-square test. This study showed that there was relationship between breading place eradication practice and the presence of larvae Chikungunya vektor (p= 0,000). There is relationship between draining landfill (p=0.029), covering landfill (p=0,013),  burying the junk (p=0,034), sowing abate powder (p=0.001), cleaning the gutter (p=0,000) to the presence of larvae Chikungunya vektor. There is no relationship between maintain a larva-eating fish (p=0,760), lighting and ventilation (p=0.053) , hang clothes in the room (p=0.068) , install wire gauze (p=0.274), clean the pot/birdbath (p=0.915), use of mosquito nets (p=0.619) , use of anti-mosquito drugs (p=0.209) and cover the holes of trees (p=0.123) to the presence of larvae Chikungunya vector.Keywords: breading place eradication practice, larvae, chikungunya vector
Hubungan Umur, Jenis Kelamin dan Perlakuan Penatalaksanaan dengan Ukuran Tonsil pada Penderita Tonsilitis Kronis di Bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013 Annisa Oktaria Shalihat; Novialdi Novialdi; Lili Irawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i3.365

Abstract

Abstrak Tonsilitis kronis adalah infeksi berulang yang paling sering terjadi pada tenggorok terutama pada usia anak anak dan remaja. Ukuran tonsil dan adenoid cenderung kecil pada usia <7 tahun, bertambah besar pada usia 7-15 tahun dan cenderung mengecil pada usia tua. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan umur, jenis kelamin dan perlakuan penatalaksanaan dengan ukuran tonsil pada penderita tonsilitis kronis di bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2013. Penelitian bersifat analitik dengan menggunakan teknik non probability sampling yaknipurposive sampling sehingga didapatkan 149 penderita tonsilitis kronis dari data  rekam medis RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013. Data yang diperoleh diolah secara komputerisasi. Hasil penelitian ini didapatkan distribusi frekuensi penderita tonsilitis kronis terbanyak berdasarkan umur pada kelompok umur 11-20 tahun 70 penderita (47,0%), jenis kelamin perempuan 84 penderita (56,4%), ukuran tonsil T3-T3 82 penderita (55%) dan penatalaksanaan operatif 93 penderita (62,4%). Ada hubungan yang bermakna antara umur dengan ukuran tonsil (p=0,000), tidak adahubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan ukuran tonsil (p=0,806) dan ada hubungan yang bermakna antara perlakuan penatalaksanaan dengan ukuran tonsil (p=0,010) pada penderita tonsilitis kronis di bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2013.Kata kunci: tonsilitis kronis, ukuran tonsil, tatalaksana Abstract Chronic tonsillitis is recurrent infections in the throat, especially in the age of children and adolescents. The size of the tonsils and adenoids tend to be small at age <7 years, large increases in the age of 7-15 years and tends to shrink in old age. The objective of this study was to determine the relationship of age, gender and management treatment with tonsil size in patients with chronic tonsillitis in departement of ENT-HN at the DR. M. Djamil Padang General Hospital in 2013. Analytic research using non probability sampling technique that is purposive sampling to obtain 149 patients with chronic tonsillitis from data taken in the medical records department of DR. M. Djamil Padang General Hospital in 2013. Data were processed with computer. Results of this study showed that the distribution of most patients with chronic tonsillitis based on age in the age group 11-20 years 70 patients (47.0%), female gender 84 patients (56.4%), tonsil size T3-T3 82 patients (55%) and operative management of 93 patients (62.4%), There is significant relationship between age with tonsil size (p = 0.000), there is no significant relationship between gender withtonsil size (p = 0.806) and there is significant relationship between management treatment with tonsil size (p = 0.010) in patients with chronic tonsillitis in departement of ENT-HN at the DR. M. Djamil Padang General Hospital in 2013. Keywords:  chronic tonsillitis, tonsil size, treatment
Perbedaan Rerata Kepadatan Populasi Aedes spp Sebelum dan Sesudah Penggunaan Ovitrap di Kelurahan Korong Gadang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang Mutiara Suci Utami Asri; Eka Nofita; Lili Irawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 9, No 1S (2020): Online January 2020
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v9i1S.1171

Abstract

Kepadatan populasi nyamuk di suatu lingkungan menggambarkan potensi penularan DBD. Upaya dalam pengendalian DBD berfokus kepada pengendalian vektor. WHO merekomendasikan penggunaan ovitrap sebagai upaya pengendalian vektor guna mengurangi kepadatan populasi Aedes spp. Tujuan: Mengetahui perbedaan rerata kepadatan populasi larva Aedes spp sebelum dan sesudah penggunaan ovitrap di Kelurahan Korong Gadang Kecamatan Kuranji Kota Padang. Metode: Jenis penelitian ini adalah analitik dengan metode cross-sectional. Penelitian dilakukan di Kelurahan Korong Gadang Kecamatan Kuranji Kota Padang dengan melakukan survei ke rumah warga di lokasi terpilih. Subjek penelitian ini adalah 100 rumah yang dipilih secara acak dari 5 RW terpilih berdasarkan data kasus DBD, 1 RW dipilih sebanyak 20 rumah dan dipasang 2 ovitrap (dalam dan luar rumah). Analisis data dilakukan menggunakan uji dependent t-test/ paired sample t-test. Hasil: terdapat perbedaan rerata yang signifikan pada kepadatan populasi Aedes spp sebelum dan sesudah penggunaan ovitrap untuk indikator HI, BI, dan DF dengan nilai p berturut- turut yaitu p=0.028, p=0.026, dan p=0.013 (p<0.05). Simpulan: Ovitrap dapat digunakan oleh masyarakat dalam upaya pengendalian vektor sederhana. Ovitrap mampu menurunkan kepadatan populasi Aedes spp dan risiko penularan DBD.
Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Daun Sirih Hijau ( Piper betle L. ) dan Daun Sirih Merah ( Piper crocatum Ruiz & Pav ) terhadap Pertumbuhan Escherichia coli Tristika Aulia Syahrinastiti; Aziz Djamal; Lili Irawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i2.265

Abstract

AbstrakSirih hijau (Piper betle L.) dan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dipercaya memiliki khasiat mencegah penyakit infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh Escherichia coli. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan perbedaan daya hambat ekstrak daun sirih hijaudan daun sirih merah terhadap pertumbuhan Escherichia coli. Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan desain post test only control group. Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Hasil penelitian adalah: 1. Efek daya hambat ekstrak daun sirih merah pada konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%, yaitu 0,6cm, 1,1cm, 1,2cm, dan 1,2cm; 2. Ekstrak daun sirih hijau tidak memiliki efek daya hambat pada konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%. Kesimpulan eksperimen ini adalah ekstrak daun sirih merah memiliki efek daya hambat lebih baik daripada ekstrak daun sirih hijau.Kata kunci: ekstrak daun sirih hijau, ekstrak daun sirih merah, escherichia coli, daerah bebas hambat AbstractGreen betel (Piper betle L.) and red betel (Piper crocatum Ruiz & Pav) are trusted of possessing an efficacy of preventing urinary tract infection caused by Eschericia coli. The objective of this study was to explain the difference of inhibition zones between the green betel and the red betel towards the growth of Eschericia coli. The type of this research was experimental study with post test only control group design. This research was carried out in Microbiology Laboratory, Faculty of Medicine Andalas University.The results of this research were: 1.The inhibition zones of red betel extract in concentration of 2.5%, 5%, 7.5%, and 10% were 0.6 cm, 1.1 cm, 1.2 cm, and 1.2 cm; 2. The extract of green betel had none of inhibition zones in concentration of of 2.5%, 5%, 7.5%, and 10%. In conclusion, the red betel extract has better inhibition zones than the green betel extrac.Keywords: green betel extract, red betel extract, eschericia coli, inhibition zone
Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep Dokter Hasnal Laily Yarza; Yanwirasti Yanwirasti; Lili Irawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i1.214

Abstract

AbstrakAntibiotik merupakan obat yang digunakan untuk penyakit infeksi. Tingginya insiden penyakit infeksi mengakibatkan tinggi pula penggunaan antibiotik. Sekarang ini banyak antibiotik digunakan tanpa resep dokter, padahal antibiotik seharusnya digunakan dengan resep dokter dan dibeli di apotik. Penggunaan antibiotik tanpa resep dokter ini akan menimbulkan resistensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat dengan penggunaan antibiotik tanpa resep dokter di Kampung Seberang Pebayan RW IV Kelurahan Batang Arau Padang Selatan.Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian cross sectional study analytic dengan subjek 152 orang yang diambil secara simple random sampling. Analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan chi square. Hasil uji statistik chi square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan penggunaan antibiotik tanpa resep dokter (p < 0,05), tetapi tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan kepemilikan asuransi kesehatan dengan penggunaan antibiotik tanpa resep dokter (p > 0,05).Kata Kunci : tingkat pengetahuan, sikap, asuransi kesehatan, antibiotik tanpa resep dokterAbstractAntibiotics are medicine while use to infection disease. The high incidence of infectious diseases are resulting in higher use of antibiotics. Now many antibiotics are used without doctors prescription, whereas antibiotics must be used with doctors prescription and bought in drug strore. Use antibiotics without doctors prescription will be impact resistence. The objective of this study was to determine the correlation between the level of knowledge, attitude as well as health insurance towards the use of antibiotics without doctors prescriptions in Kampung Seberang Pebayan RW IV Kelurahan Batang Arau Padang Selatan.This research is conducted using cross sectional analytic study method with 152 people taken as a sample by using simple random sampling. The data analysis was based on univariate and bivariate analysis equipped with chi-square. Statistical test has been conducted by "Chi-Square". It shows that there is a significant correlation between attitude toward the use of antibiotics without doctors prescriptions (p ˂ 0.05), it shows that there is no significant correlation between the level of knowledge and the ownership of health insurance toward the use of antibiotics without doctors prescriptions (p ˂ 0.05).Keywords : knowledge level, attitude, health insurance, antibiotics without doctorspresription
Hubungan Tumor Necrosis Factor-Alfa (Tnf-A) dengan Kadar Hemoglobin dan Parasitemia pada Infeksi Malaria Falciparum Lili Irawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i2.36

Abstract

AbstrakMalaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara tropis karena menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang masih tinggi. Infeksi yang disebabkan oleh plasmodium falciparum dapat menimbulkan gejala yang berat bahkan bisa menimbulkan kematian. Adanya perbedaan perjalanan penyakit pada masing-masing individu salah satunya dipengaruhi oleh sistim imun tubuh seseorang. Diantara zat yang ikut berpengaruh pada imunitas malaria adalah TNF-α. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan TNF-α dengan kadar hemoglobin dan parasitemia pada infeksi malaria falciparum. Penelitian ini menggunakan rancangan explanatory secara cross sectional. Penelitian ini terdiri dari 25 penderita malaria falciparum dengan umur berkisar 14 – 60 tahun.Pengolahan data dilakukan dengan uji Pearsonn correlation menggunakan sistem komputerisasi dan hasil analisis statistik dinyatakan bermakna bila didapatkan harga p < 0,05.Arah korelasi ditandai dengan nilai positif atau negatif. Kadar TNF-α dianalisis dengan metoda enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa TNF-α dengan kadar hemoglobin (r = - 0,189, p > 0,05), TNF-α dengan parasitemia (r = 0,036, p > 0.05). Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara TNF-α dengan kadar hemoglobin dan parasitemia, dan berkorelasi negatif dengan kadar hemoglobin, berkorelasi positif dengan parasitemia pada penderita infeksi malaria falciparum.Kata kunci: Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF- α), hemoglobin, parasitemia, malaria falciparumAbstractA laboratory study on malaria still become health problem in the world, mainly in tropic country. It was still the causes of sickness and deadness highly. Infection that is caused by falciparum plasmodium can make heavy characteristic and may become death. The differences how illness spread out on each individual, once is effected by someone imune system.Concentration which effected on malaria imunitas are TNF-α. The research has aims to determine the relationship of TNF-α for hemoglobin and paracitemia in falciparum malaria infection. This study used explanatory design by cross sectional. This study consisted of twenty-five falciparum malaria patients as samples. Age was around 14 – 60 years old. The data processing Pearsonn correlation test by computerized system and it was consider to be significant if it gets p < 0.05. Direction of the correlation is characterized by a positive or negative value.TNF-α are analyzed by enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) method.The result of this study showed that TNF-α with hemoglobin (r = - 0.189; p > 0.05), TNF-α with paracitemia (r = 0.036; p > 0.05).The result of this study concluded that not significant relationship between of TNF-α with hemoglobin and paracitemia, negative correlation with hemoglobin and positive correlation with paracitemia in falciparum malaria infection .Keywords:Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF- α), hemoglobin, paracitemia, falciparum malaria
Aktifitas Listrik pada Otot Jantung Lili Irawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i2.306

Abstract

AbstrakKontraksi sel otot jantung terjadi oleh adanya potensial aksi yang dihantarkan sepanjang membran sel otot jantung. Jantung akan berkontraksi secara ritmik, akibat adanya impuls listrik yang dibangkitkan oleh jantung sendiri. Potensial aksi pada membran saraf dan otot rangka dapat terjadi bila ada rangsangan dari luar sedangkan pada membran sel otot jantung potensial aksi dapat terjadi tanpa adanya rangsangan. Berbeda dari sel saraf dan sel otot rangka yang memiliki potensial membran istirahat. Sel-sel khusus jantung tidak memiliki potensial membran istirahat. Sel-sel ini memperlihatkan aktivitas “pacemaker” (picu jantung) berupa depolarisasi lambat yang diikuti oleh potensial aksi apabila potensial membran tersebut mencapai ambang tetap. Hal ini menimbulkan potensial aksi secara berkala yang akan menyebar keseluruh jantung untuk menyebabkan jantung berdenyut secara teratur tanpa adanya rangsangan melalui saraf. Potensial aksi sel otoritmik jantung mempunyai 4 fase: fase 0 (depolarisasi cepat), fase 1 (repolarisasi awal), fase 2 (plateu), fase 3 (repolarisasi cepat), fase 4 (istirahat).Kata kunci: aktifitas listrik otot jantung, potensial aksi AbstractThe heart muscle cells contraction occur by potential act delivered throughout heart muscle cell. The heart will contract ryhtmically, result from existence of electric impulses excited by heart its self. The potential act at cells membrane of nerve cells and striated muscle can occur when there is stimuli from outer, while cells membrane of heart muscle can occur without stimuli. Nerve cells and striated muscle cells have rest potential membrane, specific heart cells have no rest potential membrane. These cells show “pacemaker activity, are slow depolarization followed with potential act when the potential membrane reach the stable threshold. Therefore, the potential act appear periodically that will spread throughout the heart and cause heart bite regularly without stimuli via nerve. The potential act of heart autorhytmic cell have 4 phase: phase 0 (fast depolarization), phase 1 (initial repolarization), phase 2 (plateau), and phase 4 (resting).Keywords: electric activity, heart muscles, potential act.
Gambaran Karakteristik Ibu Hamil pada Persalinan Preterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012 Verdani Leoni Edrin; Ariadi Ariadi; Lili Irawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 3 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i3.110

Abstract

AbstrakAngka kematian bayi di Indonesia menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003 sebanyak 57% terjadi pada umur dibawah 1 bulan. Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab kematian bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil pada persalinan preterm di RS. Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2012. Ini merupakan penelitian deskriptif dengan mengambil data bulan Januari - Desember 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan preterm sebanyak 72 orang. Sampel yang digunakan adalah total populasi. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Alat ukur dalam penelitian ini adalah checklist dengan melihat catatan rekam medik pasien, analisis yang di gunakan adalah univariat. Hasil penelitian didapatkan persalinan preterm yang terbanyak adalah ibu hamil berusia 20-35 tahun (65,28%), paritas risiko tinggi (55,56%), jarak persalinan <2 tahun (61,11%), memiliki pendidikan tinggi (80,56%), mengalami anemia (76,39%), dan tidak melakukan kunjungan antenatal dengan lengkap (72,22%). Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa persalinan preterm dapat dipengaruhi oleh faktor usia, paritas, jarak persalinan, pendidikan, anemia dan tingkat kunjungan antenatal.Kata kunci: persalinan preterm, karakteristik ibu hamil, faktor risiko persalinan pretermAbstractIndonesia infant mortality rate in Indonesia Demographic and Health Survey 2002 – 2003 occurs in as many as 57% under the age of 1 month. Preterm labor is one of the causes of infant mortality. The purpose of this study was to know the characteristic of pregnant women in preterm labor at Dr. M. Djamil Padang Hospital in 2012. This research used a descriptive method based on the data from January to December 2012. The population in this study were all of mother who delivered preterm were 72 people. The sample that had been used was the total value of population. The data that had been gathered was a secondary data. Checklist was used as a measuring intrument based on the medical record of the patient. Univariate was used as an analytical approach. The result shows that most preterm delivery are pregnant women aged 20 – 35 years (65,28%), high risk parity (55,56%), birth spacing <2 years (61,11%), have a high education (80,56%), some of them are anemic (76,39%), and no complete antenatal visits (72,22%). Conclusion from this study is that preterm labor may be influenced by factors of age, parity, birth spacing, education, anemia, and levels of antenatal visits. Keywords : preterm labor, characteristics of pregnant women, preterm labor risk factor
FISIKA MEDIK PROSES PENDENGARAN Lili Irawati
Majalah Kedokteran Andalas Vol 36, No 2 (2012): Published in August 2012
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.817 KB) | DOI: 10.22338/mka.v36.i2.p155-162.2012

Abstract

AbstrakSuara yang didengar telinga manusia mengalami perubahan dari sinyal akustik yang bersifat mekanik menjadi sinyal listrik yang diteruskan saraf pendengaran ke otak. Proses mendengar tentunya tidak lepas dari organ pendengaran manusia yakni telinga.Telinga terdiri atas tiga bagian dasar, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga bagian dalam. Setiap bagian telinga bekerja dengan tugas khusus untuk mendeteksi dan menginterpretasikan bunyi.Telinga bagian luar fungsi utamanya adalah mengumpulkan dan menghubungkan suara menuju meatus akustikus eksterna. Telinga bagian tengah terdiri dari 3 buah tulang (ossicle) yang akan mengamplifikasikan tekanan 20 kali dari gelombang suara untuk menghasilkan getaran cairan pada koklea. Pada telinga bagian dalam terdapat koklea, membran basilaris membentuk dasar duktus koklear. Membran basilaris ini sangat penting karena di dalamnya terdapat organ korti yang merupakan organ perasa pendengaran. Organ corti, yang terletak di atas membran basilaris di seluruh panjangnya, mengandung sel rambut yang merupakan reseptor suara. Sel rambut menghasilkan sinyal saraf jika rambut permukaannya mengalami perubahan bentuk secara mekanik akibat gerakan cairan di telinga dalam. Resonansi frekuensi tinggi dari membran basilaris terjadi dekat basis, tempat gelombang suara memasuki koklea melalui jendela oval dan resonansi frekuensi rendah terjadi dekat apeks. Sel rambut dalam yang mengubah gaya mekanik suara (getaran cairan koklea) menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang menyampaikan pesan pendengaran ke korteks serebri).Kata kunci: Proses pendengaranAbstractSound heard by human ears undergo change from mechanical accustic signal to electrical signal continued by hearing nerves to brain. Of course the hearing process do not get out from human hearing organs in this case is ear.Ear comprise the three principle portions, external ear, middle ear, and internal ear. Each portion work with special task to detect and interpret the sound.The main function of the external ear is collecting and connecting sound toward the meatus acusticus externa. Middle ear consist three bones (ossicle) that will amplify pressure of 20 times than sound wave to yield fluid vibrationin the cochlear. In internal ear there are cochlear, basillary membrane establish cochlear duct base. The basillary membrane is most important because in it internal portion there are corti organs which is hearing sense organ. The corti organ, located on basillary membrane in entire its length, contain hair cells which is the soundTINJAUAN PUSTAKA156receptors. The hair cells yield nerve signal if surface hair undergo mechanically transformation result from fluid movement in internal ear. The high resonance frequency from basillary membrane take place near the base, sound wave site enter cochlear via oval window and low resonance frequency take place near the apex. The inner hair cells change mechanical sound style (the cochlear fluid vibration) become electrical impulse of hearing (potential act delivering hearing messenger to cerebral cortex).Key word : hearing process
HUBUNGAN JUMLAH DAN LAMANYA MEROKOK DENGAN VISKOSITAS DARAH Lili Irawati; Julizar Julizar; Miftah Irahmah
Majalah Kedokteran Andalas Vol 35, No 2 (2011): Published in August 2011
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.308 KB) | DOI: 10.22338/mka.v35.i2.p137-146.2011

Abstract

AbstrakSaat ini jumlah perokok, terutama perokok remaja terus bertambah, khususnya di negara-negara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.Setiap kali menghisap asap rokok, apakah sengaja atau tidak, berarti juga mengisap lebih dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun, diantaranya nikotin, gas CO dan tar.Karbon monoksida (CO) menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. Fakta menyatakan bahwa perokok bernafas pada 250 ml CO dari setiap bungkus rokok. CO mengurangi kemampuan eritrosit untuk membawa oksigen dan tubuh mengkompensasi hal ini dengan memproduksi lebih banyak eritrosit. Dengan demikian, CO meningkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah penggumpalan darah.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan jumlah dan lamanya merokok dengan viskositas darah. Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif analitik, dengan menggunakan desain penelitian Cross Sectional Study. Penelitian ini terdiri dari 30 orang laki-laki perokok dengan umur berkisar 16-40 tahun. Kadar viskositas darah ditentukan dengan menggunakan alat Viskosimeter Oswald.Data dianalisis dengan menggunakan SPSS dan hasil analisis statistik dinyatakan bermakna bila didapatkan harga p < 0,05.Hasil dari penelitian menunjukkan tidak terdapat peningkatan viskositas darah laki-laki perokok dari viskositas darah normal (viskositas darah normal 3-4 kali viskositas air) rerata 1,64150 cP ± 0,184573 (viskositas air 0,6947cP). Terdapat korelasi positif antara jumlah rokok yang dihisap setiap hari dengan viskositas darah ( r = 0,228 dan p > 0,05). Terdapat korelasi positif antara lamanya merokok dengan viskositas darah (r = 0,318 dan p > 0,05).Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah rokok yang dihisap setiap hari dan lamanya merokok dengan viskositas darah.Kata kunci : Viskositas Darah, PerokokARTIKEL PENELITIAN138AbstractRecently number of smoker, especially young smoker increasingly increase, especially in the developing countries. This condition is heavy challenge to exert incrasing the public health degree.Every smoke, both intentionally or not, it also means suck more 4000 chemical matters and 200 have poison, include nicotine, CO and tar.Carbon monoxide (CO) result hemoglobin desaturation, direct decrease oxygen store for tissue in body included myocard. In fact suggest that the smokers breath on 250 ml CO from a pack of cigarette. CO reduce erythrocyte capability to carry oxygen and the body compensate it with producing more erythrocyte. Thus, CO increase blood viscosity, so that facilitate blood clotting.The aim to this study is to know association of number and duration of smoke with blood viscosity. This study using analytic descriptive study method, with using Cross Sectional Stud design. This study include 30 somker men with 16-40 years ages. The blood viscosity level is defined with Oswald’s viscosimeter.Data is analyzed using SPSS and its statistical analyses result is significant with p <0,05.Result indicate that there are not increasing blood viscosity of smoker men form normal blood viscosity (normal blood viscosity is 3-4 water viscosity) with mean 1,64150 cP ± 0,184573 (water viscosity = 0,6947 cP). There are positive correlation between number of cigarette smoked everyday with blood viscosity (r = 0,228 and p >0,05). There are positive correlation between duration of smoke and blood viscosity (r = 0,318 and p >0,05).The result of this study can be concluded that there are association between number cigarette smoked everyday and duration of smoke with blood viscosity.Key word : Blood viscosity, smoker.