Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Universal Humanity as Discourse of Nationalism in Garin Nugroho’s Soegija (2012) Fredy Nugroho Setiawan; M. Andhy Nurmansyah; Rizki Nufiarni; Scarletina Vidyayani Eka
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Bahasa dan Budaya Asing (FBBA), Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26714/lensa.11.1.2021.80-95

Abstract

This research discusses discourse of nationalism in Garin Nugroho’s Soegija, a biopic which premiered in 2012. The film is chosen because it presents the story of Soegijapranata, an intellectual who is not from dominant nationalist groups, during the era of independence movement; he is neither a prominent military figure nor a figure from the largest religious group in Indonesia. This film is analyzed to investigate its position in ideological contestations emerging after the Reformation, particularly after the 2000s. Seymour Chatman’s postulates regarding story and discourse in narrative structure of fiction and film (1978) is used as a theoretical framework for this research. The results show that discourse of nationalism is presented in the narrative structure of the film in the form of arguing the idea of universal humanity in the context of Indonesia as a nation. This effort is portrayed by the main character’s intellectual struggles against shallow primordialism that influences both Indonesian people’s perspectives during independence movement era and foreign people’s point of views, the colonizers, which are represented by subversive actions of the Dutch and Japanese in Indonesia. The values of universal humanity that have been adopted into the spirit of nationalism are stated through the main characters’ statements and actions. It can be concluded that the concept of nationalism in Indonesia is said to be born from a long struggle against oppression and injustice. This concept has become a dominant ideology which remains relevant, as implied in Soegija.
PERBANDINGAN EXTRAORDINARY ELEMENT DALAM NARASI FANTASI, FIKSI ILMIAH DAN REALISME MAGIS Henny Indarwaty; Sri Utami Budi; Scarletina Vidyayani Eka
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 4, No 1 (2015): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7052.096 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v4i1.384

Abstract

Narasi fantasi, fiksi ilmiah, dan realisme magis mempunyai satu unsur yang sama yaitu elemen yang tidak rasional atau disebut extraordinary element. Namun demikian unsur ini tidak digunakan dengan cara yang sama dalam ketiga narasi tersebut sehingga membedakan jenis narasinya. Artikel ini akan mengkaji karakteristik narasi fantasi, fiksi ilmiah, dan realisme magis untuk melihat keberadaan extraordinary element di dalamnya serta fungsinya dalam pembentukan plot. Karakteristik ini akan diambil dari studi pustaka sekaligus dari hasil identifikasi beberapa karya sastra yang telah dilegitimasi sebagai teks dengan narasi-narasi tersebut. Artikel ini menunjukkan keberadaan extraordinary element dalam ketiga jenis narasi ditampilkan dengan aturan yang berbeda sehingga sebuah teks bisa dikatakan memakai gaya narasi fantasi, fiksi ilmiah, atau realisme magis. Extraordinary element dalam fantasi merupakan rekaan yang menciptakan dunia sendiri dan aturan yang memakai logikanya sendiri yang berbeda dengan logika dunia non-fiksi. Extraordinary element dalam fiksi ilmiah merupakan rekaan yang tetap harus berbasis aturan logika ilmu pengetahuan dalam dunia non-fiksi. Sedangkan extraordinary element dalam realisme magisberbasis mitos budaya yang diperlakukan sebagai hal biasa dan bukan dirayakan sebagai pusat tontonan. Artikel ini menggunakan metode perbandingan naratologi. Hasil artikel ini diharapkan bisa membantu para akademisi lainnya, terutama mahasiswa, untuk menentukan obyek material yang tepat sesuai teori yang ingin mereka terapkan; misalnya memilih narasi realisme magis untuk studi poskolonial, narasi fantasi dan fiksi ilmiah untuk studi cultural studies.
Pendidikan Interkultural di Sekolah Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sebagai Pembentuk Ruang Nasionalisme Dinamis Scarletina Vidyayani Eka; Fredy Nugroho Setiawan; Muhamad Rozin
Studi Budaya Nusantara Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.295 KB) | DOI: 10.21776/ub.sbn.2018.002.02.03

Abstract

Masyarakat Indonesia terdiri dari individu-individu yang memiliki latar belakang budaya, agama, suku dan bahasa yang beragam. Dengan semakin banyaknya masalah sosial saat ini, perlu adanya sebuah ruang baru bagi masyarakat dimana nilai-nilai harmoni, toleransi, dan kohesi hadir di dalamnya. Pemerintah melalui sekolah berupaya menanamkan nilai-nilai tersebut. Salah satu upaya yangdapatdilakukan oleh sekolah adalah melalui pendidikan interkultural (intercultural education). Coles & Vincent dalam bukunya The Intercultural City Making The Most of Diversity(2006) mengatakan bahwa pendidikan interkultural pada dasarnya adalah pengembangan dari pendidikan multikultural anti-rasisme yang bermuara pada tercapainya dua agenda, yakni masyarakat yang kohesif dan kesetaraan ras. Pendidikan interkultural dapat diintegrasikan ke dalam berbagai aspek kegiatan sekolah, salah satunya adalah pengajaran mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Disini, penulis ingin memetakan sejauh mana konsep pendidikan interkultural hadir melalui materi ajar dengan mengambil studi kasus di SMAN 3 Malang. Untuk menganalisis konsep pembelajaran pendidikan interkultural di SMAN 3 Malang, penulis menelaah materi ajar sastra yang dipakai oleh guru dan proses Kegiatan Belajar Mengajar-nyadi dalam ruang-ruang kelas. Hasil analisis menunjukkan bahwa materi ajar sastra yang dipakai di SMAN 3 Malang sudah berisi muatan pendidikan interkultural dan konsep tersebut sudah teraplikasikan di proses belajar mengajar. Hasil ini sejalan dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia yang digariskan oleh Pemerintah dalam usaha membentuk ruang masyarakat Indonesia yang toleran dan harmonis.
Slametan and Tradition in Pengakuan Pariyem: An Expression of Equality in Javanese Culture Scarletina Vidyayani Eka; Rosana Hariyanti; Arcci Tusita
Alphabet: A Biannual Academic Journal on Language, Literary, and Cultural Studies Vol 1, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (620.791 KB) | DOI: 10.21776/ub.alphabet.2018.01.01.09

Abstract

Pengakuan Pariyem is a controversial novel portraying a confession of Pariyem, a woman living in Javanese culture. Through this novel, we are able to see Javanese culture from the eyes of a Javanese woman. This paper presents an analysis on Javanese tradition, more specifically the practice of slametan in Javanese culture as it is depicted in the novel. There are ideals of life shown in Javanese culture and tradition. Slametan and the use of food in it suggest equal relations among people in Javanese culture. The equality is built to maintain the conformity to achieve harmony among these people.  Even though the equality has contradictory sides, Pariyem is able to actively engage as a subject in her society and live harmoniously in it.