Kadek Agus Sudiarawan
Faculty Of Law, Udayana University

Published : 63 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

AKIBAT HUKUM KEPAILITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA Edgar Tanaya, Putu; Agus Sudiarawan, Kadek
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 3, No 1 (2017): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (760.6 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v3i1.9247

Abstract

BUMN merupakan badan hukum yang tunduk kepada prinsip-prinsip badan hukum. BUMN dalam menjalankan aktifitas bisnisnya dapat melakukan inefficiency yang menyebabkan ketidakmampuan BUMN untuk memenuhi kewajibannya  (utang) kepada kreditor. Dalam hal BUMN memiliki utang kepada minimal 2 (dua) orang kreditor dan salah satunya telah jatuh tempo, maka BUMN dapat dimohonkan pailit oleh kreditor. BUMN yang dinyakan pailit oleh pengadilan niaga akan memberikan akibat hukum terhadap para pihak. Selain itu, kepailitan BUMN akan memberikan akibat hukum kepada negara pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara. Pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara, ketika utang debitor lebih besar dari jumlah aset BUMN maka negara secara tanggung renteng ikut serta bertanggung jawab membayar utang BUMN dengan menggunakan APBN. Hal ini sebagai akibat status kekayaan negara dan BUMN tidak terpisah. Kata Kunci: BUMN, Kepailitan, Harta Kekayaan Terpisah
KONSEP PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERBASIS PEMBERDAYAAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BURUH DALAM MENCARI KEADILAN Sudiarawan, Kadek Agus; Dananjaya, Nyoman Satyayudha
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 1 (2017): Januari – Juni 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.625 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v3i1.42

Abstract

Konsep awal penyelesaian perburuhan dilaksanakan dengan perantara negara, yaitu melalui Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4P/D). Namun upaya ini dianggap tidak efektif menjawab perkembangan perselisihan hubungan industrial yang semakin kompleks. Sehingga dibentuklah Sistem Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah secara cepat, tepat, adil, dan murah. Realitanya PPHI masih menyisakan berbagai permasalahan, diantaranya konsep hukum publik yang menempatkan buruh sebagai kelompok lemah yang harus dilindungi, menjadi hukum privat yang mengasumsikan kedudukan buruh setara dengan pengusaha. Hal ini tentu memperlemah semangat perlindungan hukum atas buruh khususnya dalam mencari keadilan dan memperjuangkan hak-hak mereka. Merosotnya jumlah penyelesaian perselisihan melalui jalur Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dari tahun ke tahun tentu melahirkan pertanyaan besar. Dugaan bahwa mekanisme bipartit dan tripatit mampu menyelesaikan permasalahan hubungan industrial secara efektif masih patut dipertanyakan. Posisi buruh dan pengusaha dalam mekanisme ini sudah tentu tidak seimbang. Secara khusus PHI juga dianggap belum mampu menjawab berbagai permasalahan yang dialami buruh. Masih ditemukan berbagai faktor penghambat dalam sistem PPHI khususnya PHI yang mengakibatkan lembaga ini menjadi kurang efektif . Salah satu solusi kongkret untuk memperkuat sistem PPHI ini ialah dengan melakukan penguatan konsep berbasis pemberdayaan. Penelitian ini secara khusus mengkaji terkait apakah UU PPHI telah representatif bagi pihak buruh dalam mencari keadilan, menemukan permasalahan yang menjadi faktor penghambat bagi buruh dalam mencari keadilan pada sistem PPHI serta membangun konsep penyelesaian perselisihan hubungan industrial berbasis pemberdayaan sebagai solusi dalam merespons permasalahan ini.
SINKRONISASI PENGATURAN SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING DI INDONESIA Sudiarawan, Kadek Agus
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 1 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (800.201 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v2i1.7281

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sinkronisasi pengaturan Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain sebagai upaya peningkatan perlindungan hukum terhadap pekerja outsourcing di Indonesia, yaitu dengan mengkaji kesesuaian antara ketentuan dalam Permenakertrans RI No.19 Tahun 2012 dan SE Menakertrans RI No.04/MEN/VIII/2013 terhadap Putusan MK No.27/PUU-IX/2011. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini disajikan dalam suatu laporan yang bersifat diskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa ketentuan dalam Permenakertrans dan SE Menakertrans seperti pengaturan prosedur dan syarat penyerahan pekerjaan kepada perusahaan lain, kewenangan asosiasi sektor usaha, mekanisme pendaftaran perusahaan, pengaturan pesangon dan sanksi yang secara substansial tidak sinkron dan cenderung melemahkan semangat peningkatan perlindungan hukum terhadap pekerja outsourcing sebagaimana amanat dari Putusan MK No.27/PUU-IX/2011. Kata Kunci : Sinkronisasi, Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, Perlindungan Hukum, Outsourcing
ANALISIS HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN OUTSOURCING DARI SISI PERUSAHAAN PENGGUNA JASA PEKERJA Sudiarawan, Kadek Agus
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jish-undiksha.v5i2.9096

Abstract

AbstrakOleh : Kadek Agus Sudiarawan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar pertimbangan suatu perusahaan dalam menggunakan jasa pekerjaoutsourcing pada perusahaan tersebut dan untuk mengetahui bagaimanakah perusahaan pengguna jasa pekerjaoutsourcing dalam menjamin hak-hak perkerjaoutsourcing. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode normatif empiris.Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.Seluruh data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.Hasil penelitian ini disajikan dalam suatu laporan yang bersifat diskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan dasar pertimbangan perusahaan dalam menggunakan tenaga outsourcing ialah dapat dilihat dari sisi efektifitas, dimana perusahaan pengguna jasa tidak perlu lagi memikirkan tanggung jawab dalam urusan atau pekerjaan yang bukan merupakan kegiatan inti, karena sebagian urusan yang merupakan kegiatan penunjang telah diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa.Oleh karena itu, terdapat pembagian resiko antara perusahaan pengguna jasa dengan perusahaan penyedia jasa. Sementara terkait perlindungan terhadap hak-hak pekerja outsourcing ditemukan fakta bahwa beberapa perusahaan outsourcing tidak memberikan perlindungan terhadap hak-hak tenaga outsourcing dengan baik sehingga perusahaan pengguna jasa harus ikut berperan dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja outsourcing sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Kata Kunci : Pelaksanaan, Outsourcing, Perusahaan Pengguna
KARAKTERISTIK GUGATAN CLASS ACTION SEBAGAI MEDIA PENYELESAIAN SENGKETA KEPERDATAAN DI INDONESIA Kusuma, Kadek Pegy Sontia; Sudiarawan, Kadek Agus
Kertha Desa Vol 9 No 2 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui tentang sejarah pengaturan gugatan perwakilan kelompok (class action) pada sistem hukum acara perdata di Indonesia, keunggulan karakteristik dari jenis gugatan class action sehingga layak di pilih dalam penyelesaian sengketa yang melibatkan kelompok masyarakat tertentu di Indonesia, dan juga mengetahui kelemahan pengaturan yang potensial menjadi penghambat pencari keadilan gugatan class action di lembaga peradilan. Jurnal ini tergolong jenis penilitian normative yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Seluruh bahan hukum selanjutnya dikumpulkan dengan menggunakan teknik Studi Pustaka. Hasil dan analisis menunjukkan bahwa class action pertama kali diakui di Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungn Hidup dan ketentuan khusus tentang acara dan prosedur class action diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Gugatan class action memberikan banyak keunggulan bagi masyarakat dalam penyelesaian sengketa salah satunya adalah proses berperkara yang menjadi sangat eknomis. Sedangkan kelemahan pengaturan class action yang menjadi penghambat bagi para pencari keadilan yakni dari segi substansi PERMA ini dasarnya hanya berisikan prosedur dari gugatan class action, masih banyak hal yang tidak diatur sehingga banyak terjadi kekosongan hukum, misalnya tentang cara penentuan ganti kerugian. Kata Kunci: Gugatan Perwakilan, Sejarah, Keungulan dan Kelemahan. ABSTRACT This journal aims to find out about the history of class action regulation in the civil procedural law system in Indonesia, the characteristic advantages of the type of class action lawsuit so that it deserves to be chosen in dispute resolution involving certain groups of people in Indonesia, and also knows the weaknesses of the regulation. which has the potential to become an obstacle to class action law seekers in the judiciary. This journal is classified as a type of normative research that uses a statutory approach and a conceptual approach. All legal materials are then collected using the literature study technique. The results and analysis show that class action was first recognized in Indonesia after the enactment of Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungn Hidup and special provisions regarding class action events and procedures are regulated in PERMA No. 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Class action lawsuits provide many advantages to society in resolving disputes, one of which is that the litigation process becomes very economical. Meanwhile, the weakness of class action regulation that is an obstacle for justice seekers is that in terms of substance, the PERMA basically only contains the procedures for the class action lawsuit. Key Words: Class action, Histroy, Strengths and Weakness.
IMPLEMENTASI TEORI EFEKTIVITAS TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI POSBAKUM DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DENPASAR Bereklau, Brigitta Maria; Sudiarawan, Kadek Agus
Kertha Desa Vol 8 No 8 (2020)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengertian teori efektivitas yang dikemukakan Soerjono Soekanto dan bagaimana penerapan teori itu dalam pelaksanaan fungsi POSBAKUM di PTUN Denpasar. Metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode penulisan empiris. Metode penulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana hukum dalam tatanan norma bekerja di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan teori efektivitas Soerjono Soekanto yang mengemukakan 5 faktor penentu bekerjanya hukum yaitu; Faktor hukum itu sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan. Dalam pelaksanaanya pada fungsi pos bantuan hukum di PTUN Denpasar ditemukan fakta bahwa faktor hukum itu sendiri, faktor masyarakat belum sepenuhnya terlaksana secara efektif dalam membantu masyarakat. Kata Kunci: Teori Efektivitas, Posbakum, PTUN Denpasar ABSTRACT This paper aims to examine more about the understanding of the theory of effectiveness expressed by Soerjono Soekanto and how the application of that theory in the implementation of POSBAKUM function in PTUN Denpasar. The writing method that the author uses is the empirical writing method. This method of writing aims to see how the law in the norm order works in society. The results showed that based on the theory of effectiveness Soerjono Soekanto who presented 5 determinants of the work of the law, namely; Legal factors themselves, law enforcement factors, facilities and facilities factors, community factors, and cultural factors. In its implementation at the function of legal aid posts in PTUN Denpasar found the fact that the legal factor itself, community factors have not been fully implemented effectively in helping the community. Keywords: Effectiveness Theory, Posbakum, PTUN Denpasar
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP MELALUI MEKANISME ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) I Ketut Tjukup; Dewa Nyoman Rai Asmara Putra; Nyoman A. Martana I Putu Rasmadi Arsha P; Kadek Agus Sudiarawan
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 2 (2017): Juli - Desember 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (972.431 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v3i2.54

Abstract

Pengaturan class action ke dalam hukum materiil teinspirasi dari pengaturan class action di Amerika pada Pasal 23 Us Federal of Civil Procedure yang telah menentukan persyaratan antara lain numerasity, commonality, typicality dan adequation of representation. Ketentuan hukum materiil di Indonesia belum dilengkapi dengan hukum acara tentang class action. Perkembangan berikutnya untuk lancarnya proses peradilan dan mengisi kekosongan hukum, Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2002 Hukum Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Dengan digantinya UU No. 23 Tahun 1997 dengan UU No. 32 Tahun 2009, penerapan gugatan class action berpedoman pada PERMA tersebut. Pengaturan class action dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 dalam penerapannya masih banyak kekosongan hukum. Proses awal/sertifikasi sangat menentukan sekali apakah gugatan tersebut dapat diterima/masuk sebagai gugatan class action karenanya peran hakim aktif termasuk advocat/kuasa sangat memegang peranan sehingga sambil menunggu UU, hakim berkewajiban menambal sulam PERMA No. 1 Tahun 2002. Oleh karena PERMA No. 1 Tahun 2002 Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (class action) pengaturannya sangat sumir, hakim dalam memeriksa gugatan perwakilan kelompok, khusus dalam proses awal/atau sertifikasi perlu melakukan studi komparasi ke negara-negara yang menganut sistem hukum anglo-saxon yang sudah lama menerapkan class action tersebut. Segala konsekwensi terhadap syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam gugatan perwakilan kelompok (class action). Adanya beberapa lingkungan badan peradilan dalam kekuasaan kehakiman sesuai dengan UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman adanya kopetensi yang dimiliki oleh masing-masing badan peradilan (pengadilan negeri) sudah tentu hakim sebagai penegak hukum dan keadilan harus bijak terhadap hal tersebut.
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP MELALUI MEKANISME ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) I Ketut Tjukup; Dewa Nyoman Rai Asmara Putra; Nyoman A. Martana I Putu Rasmadi Arsha P; Kadek Agus Sudiarawan
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 2 (2017): Juli - Desember 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v3i2.54

Abstract

Pengaturan class action ke dalam hukum materiil teinspirasi dari pengaturan class action di Amerika pada Pasal 23 Us Federal of Civil Procedure yang telah menentukan persyaratan antara lain numerasity, commonality, typicality dan adequation of representation. Ketentuan hukum materiil di Indonesia belum dilengkapi dengan hukum acara tentang class action. Perkembangan berikutnya untuk lancarnya proses peradilan dan mengisi kekosongan hukum, Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2002 Hukum Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Dengan digantinya UU No. 23 Tahun 1997 dengan UU No. 32 Tahun 2009, penerapan gugatan class action berpedoman pada PERMA tersebut. Pengaturan class action dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 dalam penerapannya masih banyak kekosongan hukum. Proses awal/sertifikasi sangat menentukan sekali apakah gugatan tersebut dapat diterima/masuk sebagai gugatan class action karenanya peran hakim aktif termasuk advocat/kuasa sangat memegang peranan sehingga sambil menunggu UU, hakim berkewajiban menambal sulam PERMA No. 1 Tahun 2002. Oleh karena PERMA No. 1 Tahun 2002 Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (class action) pengaturannya sangat sumir, hakim dalam memeriksa gugatan perwakilan kelompok, khusus dalam proses awal/atau sertifikasi perlu melakukan studi komparasi ke negara-negara yang menganut sistem hukum anglo-saxon yang sudah lama menerapkan class action tersebut. Segala konsekwensi terhadap syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam gugatan perwakilan kelompok (class action). Adanya beberapa lingkungan badan peradilan dalam kekuasaan kehakiman sesuai dengan UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman adanya kopetensi yang dimiliki oleh masing-masing badan peradilan (pengadilan negeri) sudah tentu hakim sebagai penegak hukum dan keadilan harus bijak terhadap hal tersebut.
KONSEP PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERBASIS PEMBERDAYAAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BURUH DALAM MENCARI KEADILAN Kadek Agus Sudiarawan; Nyoman Satyayudha Dananjaya
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 1 (2017): Januari – Juni 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v3i1.42

Abstract

Konsep awal penyelesaian perburuhan dilaksanakan dengan perantara negara, yaitu melalui Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4P/D). Namun upaya ini dianggap tidak efektif menjawab perkembangan perselisihan hubungan industrial yang semakin kompleks. Sehingga dibentuklah Sistem Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah secara cepat, tepat, adil, dan murah. Realitanya PPHI masih menyisakan berbagai permasalahan, diantaranya konsep hukum publik yang menempatkan buruh sebagai kelompok lemah yang harus dilindungi, menjadi hukum privat yang mengasumsikan kedudukan buruh setara dengan pengusaha. Hal ini tentu memperlemah semangat perlindungan hukum atas buruh khususnya dalam mencari keadilan dan memperjuangkan hak-hak mereka. Merosotnya jumlah penyelesaian perselisihan melalui jalur Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dari tahun ke tahun tentu melahirkan pertanyaan besar. Dugaan bahwa mekanisme bipartit dan tripatit mampu menyelesaikan permasalahan hubungan industrial secara efektif masih patut dipertanyakan. Posisi buruh dan pengusaha dalam mekanisme ini sudah tentu tidak seimbang. Secara khusus PHI juga dianggap belum mampu menjawab berbagai permasalahan yang dialami buruh. Masih ditemukan berbagai faktor penghambat dalam sistem PPHI khususnya PHI yang mengakibatkan lembaga ini menjadi kurang efektif . Salah satu solusi kongkret untuk memperkuat sistem PPHI ini ialah dengan melakukan penguatan konsep berbasis pemberdayaan. Penelitian ini secara khusus mengkaji terkait apakah UU PPHI telah representatif bagi pihak buruh dalam mencari keadilan, menemukan permasalahan yang menjadi faktor penghambat bagi buruh dalam mencari keadilan pada sistem PPHI serta membangun konsep penyelesaian perselisihan hubungan industrial berbasis pemberdayaan sebagai solusi dalam merespons permasalahan ini.
Termination of Employment-Based on Efficiency in Indonesian Company Kadek Agus Sudiarawan; Putu Edgar Tanaya; Kasandra Dyah Hapsari
Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/fiatjustisia.v15no1.2015

Abstract

The different interest between employer and employee is potentially causing Industrial Dispute between them. Industrial Disputes is dominated by Termination of Employment (laid off) dispute; one of the reasons is company efficiency. Based on that matter, it needs to be studied regarding its legality, procedure, employees’ rights and the pattern of Industrial Dispute Settlement regarding laid off through company efficiency. Based on these problems, several conclusions can be drawn. Firstly, Termination of Employment must be based on a valid reason under the law. Secondly, Termination of Employment due to company’s efficiency can only be done on the condition that the company permanently closed. Thirdly, in the case of termination of employment for company efficiency, the company must pay attention to the employee’s rights in the form of compensation based on consideration of wages and the employee’s duration of work. Fourthly, the pattern of Industrial Dispute Resolution that can be adopted by the parties is bipartite, tripartite and Industrial Relation Court.
Co-Authors Adam Jose Sihombing Alia Yofira Karunian Alvyn Chaisar Perwira Nanggala Pratama Alvyn Chaisar Perwira Nanggala Pratama Anak Agung Ayu Wulan Prami Lestari Anak Agung Gede Duwira Hadi Santosa Ari Mahartha Bagus Hermanto Bagus Hermanto Bagus Hermanto Bagus Hermanto Bagus Hermanto Bereklau, Brigitta Maria Bryant Christoper Delvi Delvi Desak Putu Dewi Kasih Dewa Nyoman Rai Asmara Putra Dita Deviyanti Dwijayanthi, Putri Triari Fatchul Aziz Gede Agus Angga Saputra Gede Sugi Wardhana Gusti Ayu Diyan Vanessa Cristina Hermanto, Bagus I Gede Khrisna Dharma Putra I Gede Pasek Pramana I Gust i Ngurah Wairocana I Gusti Ayu Nadya Candra Pramitha I Gusti Lanang Ngurah Adhi Widyarta Putra I Kadek Wira Dwipayana I Kadek Wira Dwipayana I Ketut Sudiarta I Ketut Sudiarta I Ketut Tjukup I Ketut Widyantara Putra I Komang Ferdyan Julyatmikha I Made Marta Wijaya I Putu Bimbisara Wimuna Raksita I Putu Rasmadi Arsha Putra I Wayan Bela Siki Layang I Wayan Dedi Putra I Wayan Griya Putra Kasandra Dyah Hapsari Komang Yuni Sintia Dewi Kusuma, Kadek Pegy Sontia Layang, I Wayan Bela Siki Longtan SHI Luh Putu Budiarti Made Agus Mas Dika Satryaningrat Made Dwita Martha Made Shannon Tjung Made Suksma Prijandhini Devi Salain Martana, Putu Ade Hariestha Ni Desak Made Eri Susanti Ni Kadek Ayu Sri Undari Ni Kadek Eny Wulandari Putri Ni Nengah Adiyaryani Ni Putu Ayu Meylan Ardini Ni Putu Nanda Kebayan Sari Nyoman A Martana Nyoman Satyayuda Dananjaya Nyoman Satyayudha Dananjaya Putu Ade Hariestha Martana Putu Ade Harriesta Martana Putu Ade Harriestha Martana Putu Ade Harriestha Martana Putu Devi Yustisia Utami Putu Edgar Tanaya Putu Edgar Tanaya Putu Gede Arya Sumerta Yasa Putu Tsuyoshi Reksa Kurniawan Ronald Saija Sawitri, Dewa Ayu Dian Tjokorda Istri Diah Widyantari Pradnya Dewi Wita Setyaningrum