Articles
Online Dispute Resolution sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis Financial Technology di Indonesia
Iqbal Satrio Putra;
Budi Santoso;
Kornelius Benuf
Simbur Cahaya VOLUME 27 NOMOR 2, DESEMBER 2020
Publisher : Universitas Sriwijaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (535.683 KB)
|
DOI: 10.28946/sc.v27i2.1035
Era industri 4.0 ditandai dengan masif nya perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh layanan jasa keuangan yang dulunya dilakukan secara bertatap muka, di era industri 4.0 seperti sekarang ini, layanan jasa keuangan bisa dilakukan melalui internet. Teknologi Keuangan (Fintech) adalah layanan jasa keuangan digital yang menawarkan dan menyediakan kenyamanan dan kecepatan layanan keuangan. Munculnya Fintech tentu memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan keuangan. Fintech pada tulisan ini lebih dikhususkan pada Fintech Peer to Peer Lending (Fintech P2PL). Karena sifat layanan jasa keuangan yang diberikan oleh Fintech P2PL adalah secara online, maka memungkinkan para pihak dalam penyelenggaraan Fintech P2PL berada dalam jarak yang sangat jauh, misalnya antar pulau bahkan antar negara. Ketika ada suatu permasalahan hukum terjadi antar pihak maka tidak dimungkinkan untuk diselesaikan secara bertatap muka, karena akan memakan biaya yang mahal. Karenanya penting untuk dirancang aturan mengenai alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis Financial Technology di Indonesia, mengingat hingga saat ini belum ada pengaturan mengenai hal a quo. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif, menggunakan data sekunder dengan menganalisis bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa alternatif penyelesaian sengketa bisnis Financial technology khususnya Fintech P2PL di Indonesia harus dilakukan secara online (Online Dispute Resolution).
PELINDUNGAN HUKUM TERHADAP PATEN PRODUK FARMASI ATAS PELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAH (GOVERNMENT USE)
Yustisiana Susila Atmaja;
Budi Santoso;
Irawati Irawati
Masalah-Masalah Hukum Vol 50, No 2 (2021): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/mmh.50.2.2021.196-208
Setiap pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan sendiri invensi atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan invensi tersebut. Dalam kebutuhan yang sangat mendesak untuk memenuhi kepentingan kesehatan masyarakat, pelaksanaan paten produk farmasi dapat dilakukan oleh pemerintah (government use). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pelaksanaan paten produk farmasi oleh pemerintah dan pelindungan hukum pemegang paten produk farmasi atas pelaksanaan paten oleh pemerintah. Metode penelitian artikel berdasarkan pendekatan yuridis normatif dari berbagai bahan hukum melalui studi kepustakaan. Pelaksanaan paten produk farmasi oleh pemerintah dapat dilakukan tanpa seizin pemegang paten dalam kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat. Pemegang paten produk farmasi memperoleh pelindungan hukum untuk menjamin pelaksanaan hak eksklusif pemegang paten dan pembayaran kompensasi selama pelaksanaan paten oleh pemerintah sesuai dengan amanat undang-undang.
PRINSIP SYARIAH DALAM PENYELENGGARAAN BANK WAKAF MIKRO SEBAGAI PERLINDUNGAN HAK SPIRITUAL NASABAH
Zeehan Fuad Attamimi;
Hari Sutra Disemadi;
Budi Santoso
Jurnal Jurisprudence Vol 9, No 2 (2019): Vol. 9, No. 2, Desember 2019
Publisher : Muhammadiyah University Press
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23917/jurisprudence.v9i2.8897
ABSTRAK Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai prinsip syariah dalam pengelolaan Bank Wakaf Mikro (BWM) sebagai upaya perlindungan hak spiritual nasabah atau masyarakat pada umumnya. Metodologi : Penelitian ini adalah metode yuridis normatif atau metode penelitian hukum yang bersifat doctrinal, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Temuan: Penelitian ini menunjukan dasar hukum penyelenggaraan BWM di Indonesia sebagai bagian dari LKM diatur dalam UU LKM. UU LKM ini mewajibkan penerapan prinsip syariah dalam pengelolaan bisnis BWM. Kebijakan penerapan prinsip syariah ini dimaksudkan sebagai jaminan perlindungan hak spiritual masyarakat khususnya nasabah dari BWM yang mayoritas beragama Islam. Kegunaan : Kebijakan hadirnya bisnis BWM pada dasarnya untuk memberikan pilihan bagi masyarakat, khususnya umat Islam dalam memilih lembaga keuangan yang menyediakan jasa keuangan seperti pembiayaan. Sedangkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengghilangkan sikap “skeptis” masyarakat terhadap lembaga keuangan berbasis Hukum Islam yang masih dianggap sama dengan lembaga keuangan konvensional lainnya. Kebaruan/Orisinalitas : Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini lebih berfokus pada kebijakan prinsip syariah pada BWM sebagai upaya perlindungan hak spiritual.
ANALISIS PERBANDINGAN PENGATURAN HUKUM BUILD OPERATE TRANSFER (BOT) DI INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA ASEAN
Muhammad Dzikirullah H. Noho;
Budi Santoso;
Paramita Prananingtyas;
Trinah Asi Islami
JURNAL USM LAW REVIEW Vol 4, No 2 (2021): NOVEMBER
Publisher : Universitas Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.26623/julr.v4i2.4282
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis perbandingan pengaturan BOT diberbagai negara Asean sebagai acuan pembaharuan hukum BOT di Indonesia. Pembangunan infrastruktur baik sarana dan prasarana adalah kewajiban pemerintah. BOT sebagai alternatif pembiayaan harapannya dapat memenuhi kebutuhan itu. Namun pada tataran regulasi perlu juga diperbaiki agar dapat memberikan kepastian dan keadilan bagi semua pihak, seperti halnya regulasi BOT yang dibuat oleh Filipina yang kemudian membawa ketertarikan bagi swasta asing ataupun lokal untuk ikut terlibat membangun infrastruktur di negaranya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konsep, dan perbandingan, bahan hukum yang dikumpulkan adalah bahan hukum sekunder baik itu putusan ataupun peraturan-peraturan terkait. Konsep umum BOT disebut Project Finance, dengan dua peserta utama, yaitu pemerintah tuan rumah dan sponsor swasta. BOT di Indonesia, Fililipina, Malaysia, dan Vietnam sangatlah beragam. Pengaturan ini dibuat menyesuaikan dengan kondisi negara masing-masing. Perbandingan BOT antara Indonesia dengan Filipina, Malaysia, dan Vietnam menjelaskan bahwa BOT di Indonesia masih sangat liberal dan tidak pro nasionalisasi, hal tersebut dapat dilihat pada tidak adanya aturan mengenai kepemilikan saham perusahan BOT yang dimiliki oleh orang Indonesia, bahkan jangka waktu konsesi, serta model penyelesaiannya.
Aspek Hukum Pelayan Publik Secara Online Pada Direktorat Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Budi Santoso
Recital Review Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1, Issue 1, Januari 2019
Publisher : Magister Kenotariatan, Universitas Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (561.958 KB)
|
DOI: 10.22437/rr.v1i1.6031
Perubahan pelayanan publik dari pelayanan secara manual kepada pelayanan secara online yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM berdampak besar terhadap kemudahan dan efisiensi pendaftaran fidusia, badan hukum PT dan yayasan. Meski demikian, dari aspek hukum ada beberapa hal terkait pelayanan publik di Direktorat AHU yang harus mendapatkan kejelasan sehingga pelayanan publik yang diselenggarakan menjadi legal; misalnya soal memungkinkan ataukah tidak pelayanan diselenggarakan secara online pada peraturan terkait dengan obyek pendaftaran di Direktorat AHU. Demikian juga dengan soal sertifikat atau surat keputusan yang diberikan secara elektronik, apakah masih mengharuskan diterbitkan sertifikat atau surat keputusan yang asli.
Konsep Perbankan Syariah Pasca Spin Off: Perspektif Indonesia
Muhammad Ilham Rysaldi;
Budi Santoso
Notarius Vol 15, No 1 (2022): Notarius
Publisher : Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/nts.v15i1.46054
Bank Indonesia stipulates that no later than fifteen years after the enactment of the Sharia Banking Law, Conventional Commercial Banks must separate themselves from the Sharia Business Unit. Separation can be carried out before 2023 as long as the asset value of the Sharia Business Unit has reached 50 percent of the total asset value of Conventional Commercial Banks. In Indonesia, there are two forms of Islamic banking structure, namely Fully Fledge Bank (BUS), Subsidiary Unit (UUS). This article discusses issues regarding Sharia Banking policy in Indonesia, and the impact of the spin off policy. The research method used in this article is empirical / sociological. The data analysis used was descriptive qualitative. The results of the study show that Islamic banking chooses the best way to respond to the spin-off policy, namely by adjusting the conditions of each Sharia Business Unit that will do the spin-off because the minimum capital requirement is 1 trillion, so that UUS readiness is needed. The impact of the spin-off policy requires strong capital for BUS, so that if the capital is not fulfilled it can result in the closure of the UUS.Keywords: islamic banking structure; spinoff; islamic business unit.AbstrakBank Indonesia menetapkan paling lambat lima belas tahun setelah disahkannya Undang-undang Perbankan Syariah, Bank Umum Konvensional harus memisahkan diri dari Unit Usaha Syariah. Pemisahan dapat dilaksanakan sebelum 2023 asalkan nilai aset Unit Usaha Syariah telah mencapai 50 persen dari total nilai aset Bank Umum Konvensional. Di Indonesia terdapat dua bentuk struktur perbankan syariah yaitu Fully Fledge Bank (BUS), Subsidiary Unit (UUS). Artikel ini membahas permasalahan mengenai kebijakan Perbankan Syariah di Indonesia, dan dampak dari adanya kebijakan spin off. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini yaitu dengan menggunakan empiris/sosiologis. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa perbankan syariah memilih cara yang terbaik menyikapi kebijakan spin off yaitu dengan menyesuaikan kondisi masing-masing Unit Usaha Syariah yang akan melakukan Spin off karena ketentuan permodalan yang ditetapkan minimal 1 triliyun, sehingga dibutuhkan kesiapan dari UUS. Dampak dari kebijakan spin off dibutuhkannya modal yang kuat bagi BUS, sehingga apabila permodalan tidak mampu terpenuhi dapat mengakibatkan ditutupnya UUS.Kata kunci: struktur perbankan syariah; spin off; unit usaha syariah.
Arti Penting Perlindungan Merek Terdaftar Bagi Komunitas Penghasil Produk Ekonomi Kreatif
Wizna Gania Balqis;
Budi Santoso
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/jphi.v2i2.205-221
Ekonomi Kreatif merupakan kegiatan perekonomian yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan dan bakat individu dalam hal untuk menciptakan kesejahteraan serta membuka lapangan pekerjaan dengan cara menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu. Dalam dunia perdagangan, sektor bisnis pada setiap usahanya pasti memiliki kekayaan intelektual didalamnya, termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh komunitas ekonomi kreatif yang pada umumnya mempunyai suatu merek dagang. Namun sebagian besar pelaku ekraf belum mendaftarkan merek produknya, maka dipandang perlu penelitian tentang arti penting perlindungan merek terdaftar bagi komunitas penghasil produk ekonomi kreatif. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang menggunakan pendekatan yuridis empiris dimana penelitian dilakukan di di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Jawa Tengah, Dinas Koperasi dan UMK Kota Semarang dan komunitas pelaku ekonomi kreatif di Kota Semarang. Penelitian ini menunjukkan bahwa Merek sebagai salah satu Hak Kekayaan Intelektual yang mempunyai peran penting dalam kegiatan perdagangan guna menghindari persaingan usaha yang tidak sehat, hal ini disebabkan karena dengan adanya merek dapat dijadikan sebagai tanda untuk membedakan suatu produk dengan produk lainnya. Perlindungan hukum terhadap merek perlu diberikan melalui perlindungan secara preventif dan perlindungan hukum secara represif. Terdapat hambatan-hambatan dalam implementasi pendaftaran merek pada produk ekonomi kreatif baik yang dialami oleh perlaku ekonomi kreatif maupun instansi terkait yakni meliputi hambatan internal dan hambatan ekternal serta uapaya dalam mengatasinya.
Urgensi Pembaharuan Regulasi Perlindungan Konsumen di Era Bisnis Digital
Yustina Dhian Novita;
Budi Santoso
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/jphi.v3i1.46-58
Perkembangan teknologi mengubah tatanan nilai dan kehidupan manusia, salah satunya yaitu perkembangan bisnis. Kebutuhan terhadap hukum yang dapat menjamin hak para pihak dalam bisnis di era digital khususnya perlindungan terhadap konsumen meningkat pesat seiring permasalahan yang semakin kompleks. Namun, regulasi yang yang mengatur terkait perlindungan konsumen merupakan regulasi yang lahir jauh sebelum digitalisasi. Penulisan artikel ini bertujuan untuk memahami bagaimana regulasi perlindungan konsumen mengakomodir permasalahan yang terjadi di era bisnis digital serta bagaimana efektivitas penyelesaian sengketa yang sudah ada menyelesaikan permasalahan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif, pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumenter maupun studi kepustakaan, analisis data dilakukan secara kualitatif melalui penelaahan logika berpikir secara deduktif. UUPK sebagai regulasi yang khusus mengatur terkait Perlindungan Konsumen terbit sejak tahun 1999 sebelum adanya digitalisasi sehingga tidak mengatur terkait permasalahan konsumen dalam transaksi digital, meskipun konsumen dapat menggunakan UU ITE sebagai dasar hukum, UU ITE belum mengatur secara teknis terkait perlindungan konsumen, sehingga perlu adanya pembaharuan terhadap UUPK. Meskipun dengan keterbatasan regulasi, terdapat inovasi baru terkait model penyelesaian sengketa yaitu ODR yang merupakan sinergitas antara ADR dengan ICT yang mampu menyederhanakan proses penyelesaian sengketa menjadi tak terhalang ruang dengan biaya murah dan cepat.
PERLINDUNGAN HUKUM MEREK TERDAFTAR DALAM DAFTAR UMUM MEREK TERHADAP PENDAFTARAN MEREK YANG MEMILIKI PERSAMAAN PADA POKOKNYA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1064 K/Pdt.Sus-HKI/2019)
Raden Raihan Hijrian;
Budi Santoso;
Bagus Rahmanda
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (865.899 KB)
PT. Unichemcandi Indonesia merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang produksi mineral khusus. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT. Unichemcandi Indonesia memberikan tanda pengenal atau disebut merek pada barang hasil produksinya agar dapat dikenal dalam masyarakat. Salah satu merek milik PT. Unichemcandi Indonesia ialah merek DAUN dan telah didaftarkan pada Kementrian Hukum dan HAM. Namun seiring berjalannya waktu, PT. Unichemcandi Indonesia menemukan merek memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek DAUN yang dimilikinya. Terlebih, kelas barang yang menggunakan merek tersebut sama dengan kelas barang yang digunakan PT. Unichemcandi Indonesia dalam menggunakan mereknya. Sudah pasti perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang dan merugikan pihak yang sah. Mengetahui hal tersebut, lantas PT. Unichemcandi Indonesia mengajukan gugatan pembatalan merek terhadap pihak yang diduga sengaja meniru mereknya tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu ditinjau lebih dalam lagi terkait perlindungan merek terdaftar di Indonesia, seperti sejauh mana aturan yang diberikan oleh undang-undang hingga kewenangan pejabat yang berwenang melakukan perlindungan hukum terhadap merek terdaftar. Oleh karenanya pada kesempatan kali ini peniliti melakukan penelitian yang akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut membahas dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif yang nantinya akan disesuaikan dengan teori-teori hukum, pendapat para ahli, literatur tentang hukum, serta aturan yang berlaku. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ialah bahwa terkait dengan perlindungan hukum terhadap merek telah diberikan dengan telah diundangkannya undang-undang maupun aturan lainnya terkait merek, namun memang dalam penegakannya dianggap masih kurang tegas. Adapun rekomendasi yang dapat diberikan ialah terhadap pejabat yang bertanggungjawab terkait persoalan merek agar lebih teliti dalam memproses pendaftaran merek dengan memeriksanya secara teliti dengan merek yang telah terdaftar sebelumnya.