Claim Missing Document
Check
Articles

SENGKETA MEREK ANTARA SOLARIA DENGAN SOLARIS (Studi Kasus Putusan Nomor 3/Pdt.Sus-HKI/2020/PN Niaga Mks) Tharra Fariha; Budi Santoso; Rinitami Njatrijani
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (961.601 KB)

Abstract

Merek merupakan hal yang sangat penting dalam dunia bisnis, karena merek berfungsi sebagai suatu pembeda dari merek lainnya. Merek juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi, terlebih apabila merek tersebut termasuk dalam kategori merek terkenal. Oleh karenanya, seringkali terjadi sengketa merek berupa peniruan merek terkenal demi mendompleng popularitas. Salah satu contoh sengketa merek yang menyerupai merek terkenal dengan produk barang dan jasa sejenis adalah kasus sengketa merek antara Solaria dengan Solaris dalam putusan nomor 3/Pdt.Sus-HKI/2020/PN Niaga Mks. Penelitian ini akan membahas mengenai kasus sengketa antara Solaria dengan Solaris dengan menggunakan metode Yuridis Normatif atau penelitian yang menggunakan kajian studi kepustakaan dalam pengumpulan datanya. Penelitian ini menganalisis mengenai pokok perkara yang dipersengketakan antara Solaria dengan Solaris, serta mencari tahu akibat hukum dari diterbitkannya Sertifikat Merek untuk Solaris terhadap Hak Eksklusif yang dimiliki oleh Solaria. Dimana pokok perkara yang dipersengketakan oleh Solaria dengan Solaris adalah, adanya persamaan pada pokoknya serta itikad tidak baik dari Solaris, sehingga diajukan gugatan pembatalan merek oleh Solaria yang mengakibatkan dibatalkannya merek Solaris dengan segala akibat hukumnya. Hal tersebut terjadi karena Solaris terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. 
ANALISA YURIDIS TERHADAP PENGALIHFUNGSIAN KARYA ARSITEKTUR BANGUNAN KOLONIAL SEBAGAI CAGAR BUDAYA DI KOTA SEMARANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 Rayshan Mirza El Muhammady; Budi Santoso; Irawati Irawati
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (883.688 KB)

Abstract

Arsitektur kolonial yang berada di Kota Semarang merupakan karya seni hasil dari kreatifitas manusia yang terlahir dari pencampuran budaya kolonial (Belanda) dengan budaya lokal daerah. Arsitektur kolonial termasuk karya seni dalam bidang arsitektur sebagai wujud ekspresi budaya tradisional yang memerlukan perlindungan berupa Hak Cipta yang termasuk bangunan Cagar Budaya.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk perlindungan hukum pemegang Hak Cipta bangunan arsitektur kolonial di Kota Semarang serta tanggung jawab pengguna bangunan arsitektur kolonial yang termasuk sebagai cagar budaya. Perlindungan terhadap pemegang Hak Cipta yang bukan pencipta dari bangunan arsitektur kolonial, hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif yaitu berupa hak ekonomi. Selain peraturan perundang-undangan peran masyarakat juga sangat penting dalam melakukan pelestarian agar nilai seni dan sejarah yang terkandung tetap terjaga. Bentuk tanggung jawab dari pengguna bangunan arsitektur kolonial cagar budaya yang ada di Kota Semarang dapat dilakukan dengan cara pelestarian yang berupa pemeliharaan, pemanfaatan, dan pengembangan.
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KENAIKAN TAGIHAN AKIBAT PENAMBAHAN KECEPATAN INTERNET YANG DILAKUKAN SECARA SEPIHAK OLEH INDIHOME Riasti Elsadira Koesnindar; Budi Santoso; Irawati Irawati
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (639.662 KB)

Abstract

IndiHome merupakan penyedia jasa layanan internet yang dikeluarkan oleh PT. Telkom Indonesia yang menawarkan layanannya dengan menggunakan perjanjian baku. Hal ini menyebabkan minimnya keterlibatan konsumen dalam kontrak yang akan disepakati dan menimbulkan kecenderungan terjadinya wanprestasi dari pihak pelaku usaha. Pada awal tahun 2020 kemarin, terdapat beberapa laporan dari pelanggan IndiHome yang menyatakan bahwa IndiHome telah membuka layanan tambahan secara sepihak tanpa adanya persetujuan dari pelanggan yang menyebabkan adanya lonjakan tarif yang signifikan dan menyebabkan kerugian bagi para konsumen. Dengan timbulnya permasalahan hukum tersebut, dalam Penulisan Hukum ini penulis mencoba untuk meneliti permasalahan yang ada dan menemukan solusi yang tepat sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Yuridis Normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dan atau norma-norma dalam hukum positif dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder berupa peraturan perundang-undangan atau literatur terkait permasalahan yang diteliti untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang terhadap konsumen IndiHome akibat penetapan kebijakan sepihak oleh IndiHome dan juga akibat hukum yang ditimbulkan oleh perjanjian baku milik IndiHome terhadap konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan penelitian yang Penulis lakukan, diketahui bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan telah disebutkan dalam Pasal 45 UUPK tentang ganti rugi oleh pelaku usaha . Selain itu, perjanjian baku yang ditawarkan oleh IndiHome ini juga telah menimbulkan suatu akibat hukum dan telah menciderai hak-hak konsumen yang diatur di Pasal 4 UUPK sehingga diperlukan suatu pengawasan yang lebih menyeluruh oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) terhadap perjanjian baku yang ditawarkan oleh pelaku usaha.
PEMBUKTIAN ASAS ITIKAD BAIK DAN ITIKAD TIDAK BAIK DALAM SENGKETA MEREK TERKENAL “SUPERMAN” ANTARA DC COMICS MELAWAN PT MARXING FAM MAKMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 29/PDT.SUS/MEREK/2019/PN NIAGA JKT.PST) Satya Lejar Wijaya; Budi Santoso; Edy Sismarwoto
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (764.425 KB)

Abstract

Dewasa ini, merek tidak hanya berfungsi sebagai tanda pengenal atau identitas pada sebuah produk barang dan/atau jasa, melainkan juga memberikan nilai ekonomis bagi produk barang dan/atau jasa yang ditawarkan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Putusan Nomor 29/Pdt.Sus/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst, ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Marxing Fam Makmur yaitu mendaftarkan mereknya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atas dasar itikad tidak baik. Hal tersebut dibuktikan dengan PT Marxing Fam Makmur menggunakan elemen-elemen pokok dari merek “Superman” milik DC Comics, berupa tanda tulisan asing “Superman”, Logo S, dan lukisan tokoh Superman pada merek miliknya. Dengan melihat permasalahan tersebut, maka penulis mencoba menguraikan permasalahan yang ada dan memberikan solusi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam sistem hukum Indonesia saat ini. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Yuridis Normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti untuk mengetahui pembuktian asas itikad baik dan itikad tidak baik dalam sengketa penggunaan merek terkenal “Superman” oleh PT Marxing Fam Makmur terhadap DC Comics menurut Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis serta akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya Putusan Nomor 29/Pdt.Sus/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst. Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa PT Marxing Fam Makmur terbukti mendaftarkan mereknya atas dasar itikad tidak baik, sehingga merek “Superman” milik PT Marxing Fam Makmur yang telah didaftarkan tersebut harus dibatalkan dengan segala akibat hukumnya. Di samping itu, penulis juga menyakini bahwa dibutuhkannya pemeriksaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual secara berkala terkait merek-merek yang sudah terdaftar untuk mengurangi atau mencegah adanya risiko pelanggaran-pelanggaran terhadap merek oleh pelaku usaha yang memiliki niatan buruk demi mendapatkan keuntungan pribadi.
KEPEMILIKAN SAHAM SILANG (CROSS HOLDING) PADA PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (STUDI KASUS PADA PT NAGGADA PERKASA-PT TRANSINDO PUTRA PERKASA) Gabriela Pristya Cahyaningtyas; Budi Santoso; Paramita Prananingtyas
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (778.149 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas latar belakang praktek kepemilikan saham pada PT Anggada Perkasa-PT Transindo Putra Perkasa-PT Megah Jaya Prima serta kesesuaian kepemilikan saham silang pada PT Anggada Perkasa-PT Transindo Putra Perkasa-PT Megah Jaya Prima dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan normatif (library research). Sumber data berasal dari sumber data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum. Data yang ada dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertukaran saham yang dilakukan oleh PT Anggada Perkasa-PT Transindo Putra Perkasa melalui perantara PT Megah Jaya Prima dilakukan karena sulitnya perpindahan saham kepada pihak diluar pemegang saham, keinginan PT Anggada Perkasa untuk memperkuat posisinya sebgai pemimpin Anggada Perkasa Grup, serta ketiga perseroan yang menjadi pemegang saham mayoritas pada masing-masing perseroan. Kepemilikan saham silang dilarang pelaksanaannya dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, namun undang-undang tersebut tidak mengatur mengenai sanksi terhadap pelaksana praktek kepemilikan saham silang. Sementara Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 27 (Kepemilikan Saham) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha mensyaratkan adanya penguasaan terhadap saham mayoritas pada dua atau lebih perseroan apabila pengaturan terkait kepemilikan saham silang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha akan dikenakan kepada pelaku usaha. Hal ini menyebabkan tidak adanya sanksi yang dikenakan kepada PT Anggada Perkasa, PT Transindo Putra Perkasa, dan PT Megah Jaya Prima.
PRINSIP FAIR USE ATAS COVER SONG DI INSTAGRAM MENURUT UNDANG-UNDANG NO.28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Arifah Ayundari Dwitriani; Budi Santoso; Bagus Rahmanda
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (791.258 KB)

Abstract

Tidak semua konten cover song tanpa seizin pemegang hak cipta merupakan pelanggaran hak cipta contohnya pada sosial media Instagram. Syarat-syarat penggunaan wajar atau fair use yang telah dijelaskan dalam UUHC. Metode penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 3 (tiga) syarat agar menyanyikan kembali lagu di media sosial tidak menjadi suatu pelanggaran yaitu jika tidak dikomersialkan, menguntungkan para pemegang hak cipta, serta pencipta tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan konten tersebut. Para konten cover song di media sosial Instagram tidak dapat mengkomersilkan hasil konten menyanyikan kembali lagu tersebut sebab tidak ada kebijakan khusus yang mengatur mengenai monetization konten hak cipta yang diunggah di media sosial sehingga dapat dikategorikan penggunaan yang wajar. Penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilakukan melalui jalur Litigasi maupun Non Litigasi.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK PEMULIA (BREEDER’S RIGHTS) DAN HAK PETANI (FARMER’S RIGHTS)MENURUT UNDANG-UNDANG NO.29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN Elsya Lucia Gracella; Budi Santoso; Edy Sismarwoto
Diponegoro Law Journal Vol 9, No 2 (2020): Volume 9 Nomor 2, Tahun 2020
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (794.406 KB)

Abstract

Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian di Indonesia. Pengaturan tentang Perlindungan Varietas Tanaman terdapat dalam Undang-Undang No.29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Penyusunan UU PVT seharusnya melindungi hak para pemulia (Breeder’s Rights) dan tidak boleh mencederai hak istimewa petani (Farmer’s Privilege). Akan tetapi, masih ada kasus tentang Perlindungan Varietas Tanaman yang dalam penyelesaiannya tidak menggunakan UU PVT. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan analisis kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari badan hukum primer, sekunder, dan juga tersier. Selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tentang PVT dalam UU PVT di Indonesia masih kurang jelas dan seimbang dalam mengatur antara Hak Pemulia (Breeder’s Rights) dengan Hak Petani (Farmer’s Rights). Diketahui pula bahwa masih banyak petani pemulia tanaman yang belum juga mendaftarkan varietas tanaman hasil pemuliaannya, dikarenakan rumit dan mahalnya pendaftaran PVT.
MANIFESTASI SISTEM EKONOMI KERAKYATAN DALAM BUILD OPERATE TRANSFER (BOT) GUNA MEWUJUDKAN KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL MELALUI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PUBLIK DI INDONESIA Imroatun Akromah; Budi Santoso; Dyah Wijaningsih
Diponegoro Law Journal Vol 7, No 2 (2018): Volume 7 Nomor 2, Tahun 2018
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.133 KB)

Abstract

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui urgensi manifestasi sistem ekonomi kerakyatan dalam Build Operate Transfer (BOT) sehingga pembangunan infrastruktur publik dilakukan demi kepentingan masyarakat guna mewujudkan pemerataan pembangunan sehingga tercipta keadilan dan kesejahteraan sosial. Berdasarkan hasil penelitian bentuk manifestasi sistem ekonomi kerakyatan dalam Build Operate Transfer (BOT) berupa pendataan infrastruktur publik yang ada maupun yang bersifat penting bagi kepentingan publik. Selain itu juga diperlukan pengadaan inisiatif solicited proposal oleh pemerintah daerah yang pembangunannya dilakukan melalui proyek yang bersifat komersial sesuai kebutuhan dan potensi daerah. Pembangunan infrastruktur dilakukan dengan prinsip transparansi sesuai aspirasi publik dan memberdayakan tenaga kerja lokal yang dilakukan sesuai dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan pembangunan infrastruktur publik. Build Operate Transfer (BOT) seharusnya dipayungi regulasi secara khusus untuk menjamin kepastian hukum bagi swasta dalam pembangunan infrastruktur publik tetapi harus tetap berpihak pada kepentingan rakyat.
KRITERIA MEREK TERKENAL DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DALAM KASUS SKYWORTH GROUP LTD DAN LINAWATY HARDJONO BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH RI NOMOR 32 PK/Pdt.Sus-HKI/2018 Alya Nuzulul Qurniasari; Budi Santoso; Sartika Nanda Lestari
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 3 (2019): Volume 8 Nomor 3, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.417 KB)

Abstract

Pemalsuan merek berimbas pada aspek ekonomi makro. Negara akan kehilangan sektor pajak penjualan dan banyak modal terbang ke luar negeri. Merek tidak hanya sebagai pembeda, namun juga berfungsi sebagai aset perusahaan khususnya merek terkenal. Oleh karenanya, merek terkenal merupakan performance bisnis yang handal dalam meraih keuntungan dan persaingan.Permasalahan penelitian ini yakni seperti apa kriteria merek terkenal menurut UU Merek dan peraturan internasional, perlindungan hukum yang diberikan kepada pemilik merek Skyworth dan bagaimana dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara ini.Skyworth merupakan perusahaan terkenal.Untuk melindungi mereknya, Perusahaan Skyworth melakukan pendaftaran untuk kelas 16 pada tahun 2004. Namun pada tahun 2016, Skyworth melakukan pendaftaran untuk barang/jasa kelas 7, 9 dan 11 ditolak oleh Ditjen HKI karena Pihak Linawaty Hardjono telah mendaftarkan merek barang/jasa dengan kelas yang sama tanpa izin Perusahaan Skyworth pada tahun 2006. Metode yang digunakan adalah metode yuridis normatif.Spesifikasi penelitiannya bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan metode analisis kualitatif. Dari hasil penelitian Merek Skyworth masuk dalam kriteria merek terkenal menurut UU Merek dan peraturan internasional (Konvensi Paris, TRIPs, WIPO). Perlindungan hukum yang digunakan adalah perlindungan hukum preventif dan represif.Dasar Pertimbangan hakim yaitu adanya kekhilafan hakim saat memutus perkara dan pada saat hakim menolak gugatan Penggugat.Saran yang diberikan adalah segera dibuat suatu register merek-merek terkenal sesuai kriteria dalam undang-undang maupun permenkumham, Ditjen HKI harus lebih tegas dalam bertindak terhadap pelaku pelanggaran merek dan sanksi pidana yang dijatuhkan harus setimpal dan sesuai udang-undang.
PROBLEMATIKA KETENTUAN ALIH TEKNOLOGI MELALUI LISENSI PATEN DI INDONESIA Nur Aisyah Thalib; Budi Santoso; Paramita Prananingtyas
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.089 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2018 Tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual dan Peraturan Menteri Hukum Dan HAM No. 8 Tahun 2016. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat ketidaksinkronan antara Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2018 dengan Peraturan Menteri No. 8 Tahun 2016. Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah, menyatakan, Perjanjian Lisensi dalam Pasal 5 ayat (1) “wajib” dilakukan pencatatan oleh Menteri, sementara itu, Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri berbunyi, suatu pencatatan perjanjian Lisensi tersebut didasarkan atas suatu “permohonan pendaftaran oleh pemohon”, baik secara sendiri maupun atas dasar orang yang diberi kuasa. Sepanjang berhubungan dengan alih teknologi, bagian yang harus diperhatikan dalam proses alih teknologi adalah: (1) agreement, (2) performance, and (3) law. Sehubungan dengan ini, pemerintah harus menyusun strategi industrialisasi dengan pengaturan alih teknologi yang progresif tetapi tidak mematikan daya ikhtiar sambil memberikan pengusaha nasional fasilitas yang cukup untuk mempercepat proses alih teknologi asing. Untuk mencapai sasaran optimal diperlukan peraturan pemerintah untuk mengatur pelaksanaan undang-undang perbendaharawan, yang mengatur prosedur pembelian barang modal pemerintah dari luar negeri yang menggunakan teknologi mutakhir, agar dalam waktu singkat para ahli dapat mengambil alih pekerjaan yang sekarang masih ditugaskan kepada ahli bangsa asing.
Co-Authors Adelia Dwi Anggraen Adya Paramita Prabandari Agil Febriansyah Santoso Alam, Faris Satria Almira Sari Ananza Alya Nuzulul Qurniasari Anak Agung Sinta Paramisuari Anjelina Pratiwi Annisa Fita Cintani Annisa Nur Asrini Arifah Ayundari Dwitriani Arnita Febi Maharani Bagus Rahmanda Bernadete Sonia Surya Santika Bimo Satria Hutomo Cicilia Debby*, Indarja, Fifiana Wisnaeni, Cicilia Debby*, Danti Yudistiara Dewi Ajipawang Setyawati Dewi Sarah Afifah Diannita Anjar Prasomya Dinda Prostina Nukfikhasari Dita Dwinanta Garvania Tumangger Dyah Wijaningsih Edy Sismarwoto Ellena Balqis Sekti Elsya Lucia Gracella Essy Ayudyah Ningputri Fabela Rahma Monetery Fajar Ariyantono Pangestu Fajar Kusuma Pratama Felenvi Olivia Umbas Gabriel Rhema Chrisnando Gabriela Pristya Cahyaningtyas Hari Sutra Disemadi Heni Tri Susilowati Ika Yuliyanti Imroatun Akromah Iqbal Satrio Putra Irawati Irawati Irawati Irawati Irawati Irawati Irma Cahyaningtyas Jaka Sena Prakarsa Kartika Ira Widyanti Katinka Dyah Kusumawati Kornelius Benuf Kusnandi Kusnandi Larasta Shabillia Maharsidewi Kusharyani Marchananda Diva Engracia Muhammad Dzikirullah H. Noho Muhammad Ilham Rysaldi Muhammad Masudi Mujiono Hafidh Prasetyo Nabella Devy Maharani Nadhila Adani Nadya Fairuz Ghassani Nila Erdiana Nur Aisyah Thalib Nur Aisyah Thalib Olivia Gunawan Putri Oren Basta Anugerah Paramita Prananingtyas Raden Raihan Hijrian Rafli Adlana Firstanier Rayshan Mirza El Muhammady Razhez Akbar Wildan Utama Riasti Elsadira Koesnindar Rinda Fitria Tamara Puteri Rinitami Njatrijani Ruri Suci Muliasari Sarah Nabila Satya Lejar Wijaya Selma Azama Shibghatillah Shafira Inan Zahida Sifa Fauziah Sonya Putri Oktavia M Sarno, Stevan Shaan Sudarto Sudarto Tharra Fariha Trinah Asi Islami Waras Putri Andrianti Wizna Gania Balqis Yuliana Duti Harahap Yunanto Yunanto Yurist Firdaus Muhammad Yustina Dhian Novita Yustisiana Susila Atmaja Zeehan Fuad Attamimi