Bakhrul Amal
Universitas Nahdatul Ulama Indonesia

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

KEWENANGAN MENGADILI OLEH BAWASLU ATAS SENGKETA PROSES PEMILU YANG DIATUR DALAM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM Bakhrul Amal
Masalah-Masalah Hukum Vol 48, No 3 (2019): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.289 KB) | DOI: 10.14710/mmh.48.3.2019.306-311

Abstract

Setiap penegakan hukum Pemilu ditangani oleh lembaga negara tergantung dari jenis pelanggaran yang dilakukan. Bawaslu adalah salah satu lembaga yang memperoleh atribusi kewenangan untuk menegakan hukum Pemilu terkait dengan sengketa proses Pemilu. Pada pelaksanaan kewenangannya tersebut Bawaslu dinilai seringkali melakukan tindakan yang melampaui apa yang seharusnya dilakukan, seperti melampui apa yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Untuk menemukan jawaban atas persolan itu maka penulis melakukan penelitian dengan metode sosio-legal. Penelitian penulis ini difokuskan pada Putusan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Nomor 004/REG.LG/DPRD/12.00/VIII/2018. Pada putusan tersebut diketahui bahwadi sisi lain Bawaslu memiliki argumentasi atas putusannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Argumentasi tersebut berupa putusan Bawaslu atas Penetapan Berita Acara itu tidak bisa diejawantahkan dengan Bawaslu menafsirkan PKPU. Ada mekanisme hukum yang bisa dilakukan Bawaslu ketika menjadi hakim yaitu mekanisme menafsirkan antinomi hukum dan mekanisme itu sesuai dengan asas-asas di dalam peradilan.
TINJAUAN HUKUM TERHADAP FRASA “TANPA PERSETUJUAN KORBAN” DALAM PERMENDIKBUD NOMOR 30 TAHUN 2021 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL Bakhrul Amal
CREPIDO Vol 3, No 2 (2021): Jurnal Crepido November 2021
Publisher : Bagian Dasar-Dasar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/crepido.3.2.86-95

Abstract

Permasalahan mengenai kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi semakin mengkhawatirkan. Oleh sebab itu Kemendikbud menerbitkan peraturan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kerekerasan Seksual. Aturan tersebut kemudian menuai polemik di masyarakat. Permasalahan yang muncul adalah apa sebenarnya arti dari frasa tanpa persetujuan korban itu sendiri?. Sebab masuk ke dalam kualifikasi kejahatan maka pasal-pasal yang memuat frasa “tanpa persetujuan korban” ini termasuk ke dalam jenis pasal apa?. Permasalahan ini penting untuk dijawab untuk mengakhiri pro kontra yang mulai kontraproduktif di masyarakat mengingat korban kekerasan seksual justru semakin meningkat. Penulis mencoba mengkaji permasalahan ini dengan metode penelitian hukum yuridis normatif. Adapun pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan kasus dan pendekatan konsep. Penulis menilai bahwa dimasukannya frasa “tanpa persetujuan korban” adalah untuk menjaga privasi dan hak individu korban. Pasal-pasal yang memuat frasa “tanpa persetujuan korban” bukanlah pasal legalisasi zina melainkan pasal dengan kualifikasi delik aduan.
DINAMIKA KETATANEGARAAN PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM Bakhrul Amal; Aditya Yuli Sulistyawan
Masalah-Masalah Hukum Vol 51, No 4 (2022): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mmh.51.4.2022.346-354

Abstract

Pemindahan sebuah Ibu Kota Negara bukanlah hal baru dalam persoalan ketatanegaraan baik di Indonesia maupun dunia. Beberapa negara di dunia, selain Indonesia, pernah melakukan hal tersebut. Proses memindahkan Ibu Kota Negara dilakukan dengan dua cara. Pertama adalah perpindahan Ibu Kota Negara tentu harus didahului dengan analisis. Kedua adalah proses pembentukan aturan hukum sebagai dasar hukum dari perpindahan Ibu Kota Negara tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Metode itu ditinjau dengan pendekatan historis. Perpindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan ternyata telah melalui analisa yang panjang. Proses pembentukan UU IKN juga telah melalui proses yang ditentukan oleh UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Akan tetapi proses tersebut dinilai masih banyak kekurangan salah satunya adalah tidak mampu menyerap partisipasi publik.
Nolle Prosequi sebagai Inovasi Baru di Bidang Hukum Acara Pidana Bakhrul Amal
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. 8 No. 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Inovasi penyelesaian perkara di luar persidangan telah banyak dilakukan di Indonesia dari mulai mediasi, diversi, hingga yang terbaru adalah restorative justice. Jika kita cermati inovasi tersebut baru membebankan kesadaran menghentikan perkara hukum kepada para pihak. Maka rasanya perlu dilakukan perkembangan inovasi untuk turut serta memberikan peran bagi aparat penegak hukum dalam rangka mengkoreksi kekeliruan yang mungkin dilakukannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan konseptual. Inovasi yang perlu dilakukan adalah memasukan nolle prosequi dalam sistem hukum di Indonesia. Nolle prosequi ini berasal dari perkembangan penegakan hukum di abad keenam belas. Nolle prosequi merupakan suatu wewenang atau perangkat prosedural yang dimiliki oleh Jaksa Agung Inggris untuk menghentikan penuntutan pidana. Beberapa negara di dunia seperti Malaysia, Hongkong, dan Nigeria memasukan nolle prosequi di dalam sistem hukum mereka.