Sunaryo Sunaryo
Departemen Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Published : 33 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 33 Documents
Search

Komposisi Larva Ikan Pada Tutupan Padang Lamun di Perairan Prawean Bandengan, Kabupaten Jepara Sri Redjeki; Riska Novianti Putri; Adi Santoso; Sunaryo Sunaryo; Sri Sedjati
Buletin Oseanografi Marina Vol 8, No 2 (2019): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (630.569 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v8i2.25639

Abstract

Larva Ikan (ichtyoplankton) merupakan tahapan awal dari daur hidup ikan dimulai dari perkembangan telur, larva dan juvenil, memiliki tingkat mortalitas tinggi dan peka terhadap perubahan lingkungan, predator, dan kesediaan makanan. Fungsi ekologis padang lamun sebagai daerah asuhan dan tempat berlindung bagi semua jenis organisme laut kecil, salah satunya larva ikan. Kerapatan atau tutupan padang lamun juga sebagai salah satu faktor pendukung melimpahnya organisme dan kekayaan di laut. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui kelimpahan dan distribusi larva ikan yang terdapat pada ekosistem padang lamun, serta mengetahui hubungan kelimpahan larva ikan dengan tutupan padang lamun di Perairan Prawean Bandengan, Jepara. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif dengan penentuan lokasi sampling menggunakan  purposive sampling methode. Lokasi penelitian pada 3 stasiun dengan pembagian kerapatan lamun yang berbeda (I = Padat ; II = Sedang ; III = Jarang) dan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan sampling di masing-masing lokasi. Pengambilan sampel larva ikan dilakukan dengan menggunakan larva net  (P = 0,9 m ; L : 0,6m) dengan ukuran mata jaring 800 µm. Hasil penelitian ini ditemukan larva ikan sebanyak 5 famili yaitu Nemipteridae, Gerreidae, Gobiidae, Labridae, dan Mullidae. Famili larva ikan yang paling sering ditemukan adalah Nemipteridae. Rata-rata kelimpahan famili larva ikan pada Stasiun I sebesar 0,419 ind/m3, Stasiun II sebesar 0,205 ind/m3, dan pada stasiun III sebesar 0,069 ind/m3. Nilai rata - rata indeks keanekaragaman termasuk dalam kategori rendah sedang (0,65–1,37), indeks keseragaman larva ikan termasuk dalam kategori rendah-tinggi (0,33-0,65) indeks dominasi larva ikan menunjukan ada yang mendominasi pada tiga stasiun (0,28–0,30) dan indeks sebaran morisita yang dilakukan menunjukan bahwa sebaran larva ikan pada tiga stasiun merata. Fish larvae (ichtyoplankton) are the initial stages of the fish's life cycle starting from the development of eggs, larvae and juveniles, which have a high mortality rate and are sensitive to environmental changes, predators, and food availability. The ecological function of seagrass beds as nurseries and shelter for all types of small marine organisms, one of which is fish larvae. The density or cover of seagrass beds is also one of the supporting factors for the abundance of organisms and wealth in the sea. The purpose of this study was to determine the abundance and distribution of fish larvae found in the seagrass ecosystems, and to determine the relationship of abundance of fish larvae with cover seagrass beds in the waters of Prawean Bandengan, Jepara. This research method is a descriptive method by determining the sampling location using purposive sampling method. The research location was in 3 stations with a different distribution of seagrass density (I = Dense; II = Medium; III = Rare) and carried out 3 times repetition of sampling at each location. Sampling of fish larvae was carried out using larvae net (P = 0,9 m; L: 0,6m) with a mesh size of 800 μm. The results of this reasearch, found fish larvae of 5 families, namely Nemipteridae, Gerreidae, Gobiidae, Labridae, and Mullidae. The most common family of fish larvae was Nemipteridae. The average abundance of fish larvae at Station I was 0,419 ind/m3, Station II was 0,205 ind/m3, and at Station III was 0,069 ind/m3. The average diversity index was included in the low category (0,65 – 1,37), the uniformity index of fish larvae was included in the low-high category (0,33 – 0,65) the fish larvae dominance index shows that there are dominating at three stations (0,28 – 0,30) and the distribution index of distribution (morisita) conducted showed that the distribution of fish larvae at three stations was evenly distributed.
Respon Kecepatan Angin Terhadap Variabilitas Klorofil-a di Laut Filipina Dan Maluku Bagian Utara Bayu Munandar; Anindya Wirasatriya; Denny Nugroho Sugianto; Ambariyanto Ambariyanto; Sunaryo Sunaryo
Buletin Oseanografi Marina Vol 10, No 3 (2021): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/buloma.v10i3.38273

Abstract

Suplay massa air di Laut Filipina dan Maluku bagian utara berasal dari Samudera Pasifik. Variabilitas klorofil-a (chl-a) dapat dipengaruhi oleh suplay massa air dari suatu wilayah atau pengaruh interaksi atmosfer dan laut. Penelitian bertujuan untuk menjelaskan pengaruh interaksi atmosfer-laut terhadap variabilitas chl-a secara spasial dan temporal. Data yang digunakan yaitu data citra satelit dengan periode 2003-2019 dan argo float. Hasil menunjukkan chl-a di Laut Filipina selalu berada dibawah 0,1 mg/m3 di sepanjang tahun dan Laut Maluku bagian utara mengalami peningkatan saat musim timur (0,27 mg/m3). Kenaikan chl-a di Laut Maluku bagian utara diikuti dengan kenaikan kecepatan angin (musim timur) yang menyebabkan Ekman Mass Transport (EMT). EMT bergerak kearah timur laut yang membawa massa air menjauhi pantai dan terjadi proses coastal upwelling. Coastal upwelling inilah menjadi faktor utama peningkatan chl-a di Laut Maluku bagian utara. Sebaliknya, kenaikan kecepatan angin di Laut Filipina tidak membangkitkan EMT dan tidak meningkatkan chl-a.  Chl-a yang stabil di sepanjang tahun di Laut Filipina membuktikan kecepatan angin kuat tidak terlalu dominan untuk mempengaruhi variabilitas chl-a. Rendahnya chl-a kemungkinan disebakan oleh massa air dari Samudera Pasifik yang dibawa oleh Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Water mass supply in the Philippine Sea and northern Maluku derived from the Pasific Ocean. The variability of chlorophyll-a (chl-a) was affected by the supply of water mass from the area or the impact of air and sea interactions. This study aimed to define the effect of air-sea interaction on the spatial and temporal variability of chl-a. The required data in this study was satellite image data with the period 2003-2019 and argo float. The results showed that chl-a in the Philippine Sea was always below 0.1 mg / m3 throughout the year and the northern Maluku Sea increased during the eastern monsoon (0.27 mg / m3). The increasing of chl-a in the northern Maluku Sea was followed by the increasing of wind speed (east monsoon) which impacted the Ekman Mass Transport (EMT). EMT moved to the northeast carrying the water mass away from the coast and turned up coastal upwelling process. Coastal upwelling was the main factor of chl-a increasing in the North Maluku Sea. In otherwise, wind speed increasing in the Philippine Sea caused vertical mixing (west monsoon) but did not increase chl-a. The stable value of chl-a throughout the years in the Philippine Sea verified that strong wind speeds are not too dominant to affect the variability of chl-a.. The low chl-a was probably caused by the water mass from the Pacific Ocean that carried by Indonesian Through Flow (ARLINDO).
Morphometri Kepiting Soka yang Dipelihara pada Tambak Tradisional di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang Sunaryo Sunaryo; Ali Djunaedi; Adi Santoso
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 2 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.025 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i2.16571

Abstract

Kepiting bakau (Scylla  serrata  Forsskål, 1775) merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang dipergunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi kepiting soka. Organisme ini mempunyai nilai ekonomis penting dan banyak dibudidayakan oleh petani tradisional untuk memenuhi kebutuhan pangan baik di pasar lokal maupun ekspor. Dikeluarkannya Keputusan Menteri No 1 Tahun 2015 membuat banyak pembudidaya maupun pengekspor Kepiting Bakau mengalami banyak kerugian karena kepiting soka yang diproduksi kebanyakan tidak memenuhi syarat ukuran yang sesuai dengan ketetapan Pemerintah. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan pendekatan melalui penelitian perubahan morphometri Kepiting Bakau sebelum dan setelah moulting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan panjang/lebar dan berat Kepiting Bakau pada saat sebelum dan setelah moulting yang dipelihara pada lingkungan budidaya di kawasan pertambakan di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang. Penelitian ini menggunakan Kepiting Bakau (S. serrata Forsskål, 1775), berat 80 - 150 g, dipelihara pada bok plastik (30 x 20 x 25 cm) secara seluler, padat penebaran 15 ekor per m2. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Parameter penelitian ditujukan pada pengukuran morphometri tubuh Kepiting Bakau sebelum dan setelah moulting, yaitu panjang dan lebar carapace serta berat. Parameter morphometrik bagian tubuh kepiting, meliputi: hubungan panjang carapace dan pertambahan panjang carapace, hubungan lebar carapace dan pertambahan lebar carapace, hubungan berat dan pertambahan berat tubuh kepiting bakau dianalisis menggunakan analisis regresi (Sudjana, 1982). Ukuran panjang carapace, lebar carapace dan berat kepiting bakau sebelum moulting satu sama lain menunjukkan adanya pola korelasi linier positif. Pola korelasi yang sama ditunjukkan juga pada hubungan antara ukuran panjang carapace, lebar carapace dan berat Kepiting Bakau sebelum moulting dengan pertambahan panjang carapace, lebar carapace dan berat Kepiting Bakau setelah moulting. Pertumbuhan panjang carapace, lebar carapace dan berat kepiting bakau pada saat moulting masing – masing secara berurutan dicapai sebesar 12,26 % ± SD 5,57 %, 13, 65 % ± SD 3,59 %, 23,46 % ± SD 10,934 %. Dengan diketahuinya parameter tersebut dapat dipergunakan sebagai parameter penentu pemilihan ukuran Kepiting Bakau sebagai bahan baku produksi kepiting soka yang sesuai dengan ketetapan peraturan pemerintah.  Mangrove crabs (Scylla serrata Forsskål, 1775) is one of the biological resources of the sea, that is used as raw material for soft shell crab production. This organism have economically important value and has been widely cultivated by traditional farmers to meet food needs in both the local and export markets. Assigned KepMen No 1 Tahun 2015 made more mangrove crab culturer and exporter were loss in bussines because the producing soft shell crab was not apropriate with the gorverment regulation. Therefore to solve this problem was importantly done the approach through the research about the change of morphometric of mangrove crab before and after moulting.This research was aimed to know the correlation between carapace length, carapace wide and weight of mangrove crab before and after moulting thats reared in the environment culture of brackishwaterpond area in Mojo Village, Ulujami District, Pemalang Regency. This research used mangrove crab (S. serrata Forsskål, 1775), the body weight size of 80-150 g, individually kept in plastic boxes (30 x 20 x 25 cm), 15 pieces per m2 density. Research was carried out using case study method. The research parameters were aimed on the meassuring of the mangrove crab morphometric before and after moulting, such as: carapace  length, carapace wide and body weight.  Morphometric parameters of mangrove crab body, include the rellation of carapace lenght and body weight, carapace wide and body weight, carapace lenght and carapace wide were analyzed with regression metode (Sudjana, 1982). Carapace  length, carapace wide and body weight before moulting one anothers showed a regression of linier positive model. The same correlation model were showed on the correlation between carapace lenght, carapace wide and body weight of mangrove crab before moulting with the addition of carapace  length, carapace wide and body weight of mangrove crab after moulting, each following order, are: 12,26 % ± SD 5,57 %, 13, 65 % ± SD 3,59 %, 23,46 % ± SD 10,934 %. This parameter could be used as defining parameter to choose the size of mangrove crab as raw material for soft shell crab production that appropriate to the goverment regulation. 
Biomorfometrik Kepiting Bakau (Scylla sp.) Hasil Tangkapan di Perairan Semarang Guna Menunjang Konservasi Sumberdaya Hayati Anggun Sri Hardiyanti; Sunaryo Sunaryo; Ita Riniatsih; Adi Santoso
Buletin Oseanografi Marina Vol 7, No 2 (2018): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (928.669 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v7i2.20686

Abstract

Kepiting bakau (Scylla sp.) merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Permintaan terhadap komoditas kepiting dari tahun ke tahun cenderung meningkat, sehingga dalam memenuhi semua permintaan ini seluruhnya berasal dari hasil tangkapan di alam, yaitu sebesar 70% dan banyaknya penangkapan kepiting bakau tanpa memperhatikan ukuran yang layak tangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji biomorfometrik kepiting bakau, meliputi jumlah, distribusi, nisbah kelamin, hubungan lebar karapas dan berat, faktor kondisi dan tingkat kematangan gonad. Penelitian menggunakan metode deskriptif eksploratif. Penelitian dilaksanakan pada bulan  Mei – Juni 2017 di kawasan perairan Semarang, yaitu di Mangkang Wetan, Tapak, Tanah Mas dan Tambak Lorok. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa jumlah kepiting bakau yang diamati sebanyak 616 ekor, terdiri atas 362 betina (58,77%) dan 254 jantan (41,23%), perbandingan betina dan jantan 1,43 : 1. Ukuran lebar karapas berkisar antara 47,05 - 132,56 mm dengan berat berkisar antara 33,02 - 513,09 g. Hubungan lebar karapas dengan berat bersifat allometrik negatif dan positif. Nilai faktor kondisi yang didapatkan berkisar 1,368 – 9,752. Tingkat kematangan gonad kepiting betina maupun jantan didominasi oleh TKG II dan III, dengan demikian diduga pada bulan Mei – Juni di perairan Semarang sedang terjadi masa pemijahan. Biomorphometry of Mangrove Crab (Scylla sp.) Catched in SemarangMangrove crab (Scylla sp.) is one of the fishery commodities that have high economic value. The demand for crab commodity from year to year tends to increase, in order to fulfilling all these demands almost all of them come from the catch in nature that is equal to 70%, and this led to the occurrence of a lot of mangrove crab catching regardless of the size of the catch. This study aimed to examine the biomorphometric of mangrove crab, which includes the composition, sex ratio distribution, widht and weight relation, condition factors and gonad maturity level. The descriptive explorative methods was used in this research. This research was conducted from May - June 2017 in the Semarang waters included Mangkang Wetan, Tapak, Tanah Mas and Tambak Lorok. The results showed that the composition of mangrove crab were 616, consist of 362 females (58,77%) and 254 males (41,23%), with the comparison of female and male ratio of 1,43 : 1. The size of the obtained carapace width ranged from 47,05 - 132,56 mm with the size of the weight ranged from 33,02 – 512,09 g. The relations between width and weight of caparace indicated allometric. The value of the obtained condition factor ranged from 1,368 – 9,752. Gonad maturity level of male and female mangrove crab was dominated by TKG II and III, because the research location was in the spawning period.
Pengukuran Parameter Bahan Organik Di Perairan Sungai Silugonggo, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Erick Samuel Frederico Hasibuan; Endang Supriyantini; Sunaryo Sunaryo
Buletin Oseanografi Marina Vol 10, No 3 (2021): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/buloma.v10i3.32345

Abstract

Perairan Silugonggo merupakan area pemukiman warga dengan banyak aktivitas perikanan dan kelautan seperti: pertambakan, industri perikanan dan merupakan alur pelayaran. Tingginya aktivitas pemukiman dan industri akan menghasilkan limbah organik dalam jumlah besar. Bahan organik yang melimpah dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan bahan organik di perairan sungai Silugonggo, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Kandungan bahan organik diketahui melalui analisis parameter TOM (Total Organic Matter), BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand). Pengambilan sampel dilaksanakan pada tanggal 20 Desember 2019 dan 20 Januari 2020. Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode kasus dengan pengamatan secara langsung di lapangan dan penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive sampling. Hasil pengukuran parameter penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TOM sebesar 8,11 – 11,9 mg/L. Hasil pengukuran parameter (a) BOD5 sebesar 8,07 – 24,66 mg/L dan (b) COD sebesar 26,04 – 79,21 mg/L, hasil tersebut berada di bawah baku mutu yang ditetapkan menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah. Tingginya nilai TOM dikarenakan banyaknya masukan limbah bahan organik dari aktivitas di perairan sungai Silugonggo, seperti: pertambakan, industri perikanan, dan alur pelayaran. Silugonggo waters is a residential area with many fishery and marine activities such as: aquaculture, fishing industry and shipping lanes. High residential and industrial activities will produce large amounts of organic waste. Abundant organic matter can cause environmental pollution. This study aims to determine the content of organic matter in the waters of the Silugonggo River, Juwana District, Pati Regency. The content of organic matter is known through parameter analysis of TOM (Total Organic Matter), BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) and COD (Chemical Oxygen Demand). Sampling was carried out on December 20, 2019 and January 20, 2020. The method used in this study used the method of direct observation in the field and the date of the research location using the purposive sampling method. The results of the measurement of research parameters were analyzed using analysis of variance. The results showed that the TOM value was 8.11–11.9 mg/L. Parameter measurement results (a) BOD5 of 8.07–24.66 mg/L and (b) COD of 26.04–79.21 mg/L, these results are below the quality standard stipulated according to the Decree of the Minister of the Environment No. 51 of 2004 concerning Wastewater Quality Standards. The high value of TOM is due to the large number of inputs of organic matter from activities in the waters of the Silugonggo river, such as: aquaculture, fishing industry, and shipping lanes.
Kesadahan Air Media Pemeliharaan dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Produk Kepiting Soka Sunaryo Sunaryo; Ali Djunaedi; Adi Santoso
Jurnal Kelautan Tropis Vol 20, No 2 (2017): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (472.362 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v20i2.1741

Abstract

Mangrove crabs (Scylla serrata Forsskål, 1775) is one of the biological resources of the sea, that have economically important value and has been widely cultivated by traditional farmers to meet food needs in both the local and export markets. But the resulting quality of soft shell crab is not optimal. Quality is determined by the hardness of crab carapace after moulting.  Approach to problem solving can be done through the research process of the aquatic organisms to their environment adaptation.This research was aimed to acknowledge the influence of the difference in water softening against time duration the hardening rate of the crabs carapace. This research had done in the area of brackishwater pond in the village of Mojo, Ulujami, Pemalang Regency during 8 months. Animal test used a Mangrove crab (S. serrata Forsskål, 1775), the weight size of 80-150 g, individually kept in plastic boxes (30 x 20 x 25 cm), 15 pieces per m2 density. Research was carried out using case study method. The observation parameters of research was aimed at the water softening and calcium content of rearing water media and body fluids of mangrove crabs, and time duration of carapace hardening. The data obtained from the results of the measurement and calculation of the research parameters of each sampling, include: carapace hardening response due to differences in water softening and calcium content in the rearing media as well as  calcium content in the body fluid of the mangrove crab was analyzed using t-test. Observation on the research results showed that the process of soft shell crab production using rearing media of brackishwater and freshwater, each was respectively difference in the containing value of water softening and calcium content (p < 0.01).   The water softening and calcium content of mangrove crabs as well as the calcium content of body fluid of the mangrove crab to response of time duration the carapace hardening on the mangrove crab after moulting as a whole indicated very significant difference (p < 0.01).  But the results of the statistical analysis of calcium content in the body fluid of mangrove crab with the environmental rearing water media on each individual habitat suggested not significant difference (p ≥ 0.01).  The conclusions of these research, i.e. water softening and calcium content of the rearing water of mangrove crab was the determining factor in the quality of the soft shell crab product. On the occasion research was advised to do optimization of water softening in the rearing crab, so resulting highly quality product of soft shell crab.   Kepiting bakau (Scylla  serrata  Forsskål, 1775) merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang mempunyai nilai ekonomis penting dan banyak dibudidayakan oleh petani tradisional untuk memenuhi kebutuhan pangan baik di pasar lokal maupun ekspor. Namun kualitas kepiting soka yang dihasilkan belum optimal. Kualitas kepiting soka sangat ditentukan oleh tingkat kekerasan kulit kepiting setelah moulting. Pendekatan pemecahan masalah ini dapat dilakukan melalui penelitian proses adaptasi organisme perairan terhadap lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan kesadahan terhadap lama waktu kecepatan pengerasan carapace kepiting. Penelitian dilakukan selama 8 bulan di pertambakan Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang. Hewan uji yang dipergunakan berupa Kepiting Bakau (S. serrata Forsskål, 1775), berat 80 - 150 g, dipelihara pada bok plastik (30 x 20 x 25 cm) secara seluler, padat penebaran 15 ekor per m2. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus. Parameter penelitian ditujukan pada kesadahan dan kandungan kalsium air media pemeliharaan dan cairan tubuh Kepiting Bakau serta lama waktu pengerasan carapace. Data yang didapatkan dari hasil pengukuran dan perhitungan parameter penelitian pada tiap - tiap pengambilan sampel, meliputi: respon pengerasan carapace akibat perbedaan kesadahan dan kandungan kalsium dalam media air pemeliharaan serta kandungan kalsium dalam tubuh kepiting bakau dianalisis dengan menggunakan uji t tes. Hasil pengamatan di dalam penelitian menunjukkan bahwa proses produksi kepiting soka menggunakan media pemeliharaan air tambak dan tawar, masing – masing mengandung nilai kesadahan dan kandungan kalsium yang berbeda (p<0,01).  Kandungan kesadahan dan kalsium air media pemeliharaan Kepiting Bakau pada media air pemeliharaan yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat signifikan terhadap respon waktu pengerasan carapace Kepiting Bakau setelah moulting (p<0,01). Namun hasil analisis statistik kandungan kalsium cairan tubuh kepiting bakau dengan lingkungan media air pemeliharaan pada masing – masing habitat menunjukkan tidak adanya perbedaan yang sangat nyata (p≥0,01). Kesimpulan penelitian ini, yaitu kesadahan dan kandungan kalsium air pemeliharaan merupakan faktor penentu kualitas produk kepiting soka. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mengoptimalkan kesadahan sehingga dihasilkan produk kepiting soka berkualitas tinggi.                                                      
Kandungan Pigmen Fikobiliprotein dan Biomassa Mikroalga Chlorella vulgaris pada media dengan Salinitas Berbeda Ali Djunaedi; Sunaryo Sunaryo; Chrisna Adi Suryono; Adi Santosa
Jurnal Kelautan Tropis Vol 20, No 2 (2017): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (520.938 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v20i2.1736

Abstract

Phyobilliprotein (phycocyanin and allophycocyanin) pigments content and biomass of Chlorella vulgarisare affected by salinity related to osmotic pressure and density of media. This study was to determine the effect of salinity on phycobiliproteins pigment contents and biomass of microalgae Chlorella vulgaris. The cultivation used microalgae derived from Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara. Research method was the Laboratory study with a Completely Randomized Design (CRD). Consisting of one treatment with five stages of salinity treatments: 20, 25, 30, 35, and 40 ppt and using three times of repetition. Analysis of pigments used UV-Vis spectrophotometric extracted with acetone as the solvent. Harvesting time was when it reached at the stationair phase using flocculation method. The results showed that salinity had the significant effect (p <0.05) on Phycobilliprotein pigment and biomass. The treatments of 35 ppt showed that the highest content of phycocyanin and allophycocyanin pigments 1,4426 mg/gram and 1,254 mg/gram and biomass were 0,648 g/L respectively.  Kandungan pigmen fikobiliprotein (fikosianin dan allofikosianin)dan biomasa Chlorella vulgaris dipengaruhi oleh salinitas yang berkaitan dengan tekanan osmotik dan densitas media. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap kandungan pigmen fikobiliproteindan laju pertumbuhan Chlorella vulgaris. Biota uji diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara. Metode penelitian adalah eksperimen laboratoris dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 taraf perlakuan salinitas, yaitu: 20, 25, 30, 35, dan 40 ppt dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Analisis pigmen dengan metode spektrofotometer UV-Vis yang diekstraksi menggunakan larutan aseton. Pemanenan biomassa pada fase stasioner dengan menggunakan metode flokulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salinitas berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kandungan pigmen fikobiliprotein dan biomasa Chlorella vulgaris. Perlakuan salinitas 35 ppt menghasilkan kadar pigmen fikosianin dan allofikosianin tertinggi, yaitu 1,4426 mg/gram, dan 1,254 mg/gram dan biomassa tertinggi yaitu 0,648 gr/L. 
Kemampuan Biosorpsi Dan Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. Pada Media Mengandung Logam Berat Kadmium (Cd) Bambang Yulianto; Rini Pramesti; Rozi Hamdani; Sunaryo Sunaryo; Adi Santoso
Jurnal Kelautan Tropis Vol 21, No 2 (2018): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.027 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v21i2.3849

Abstract

Biosorption Capacity and Growth of Seaweed Gracilaria sp. In Media Containing Heavy Metal Cadmium (Cd) Contamination of coastal and marine waters by heavy metals in significant concentrations will threaten the lives of biota inhabitant. One of the dangerous heavy metals due to its potential toxicity is cadmium (Cd). The purpose of this study was to find out: biosorption ability of Gracilaria sp. against Cd in seawater media, the effect of exposure time on Cd content absorbed by Gracilaria sp., and growth of Gracilaria sp. in Cd-contaminated media with different concentrations. This study used a laboratory experimental method, by exposing Gracilaria sp. to three different concentration treatments and one control treatment (A: Control; B: 0.1 mg/L; C: 1 mg/L; and D: 10 mg/L) for 4 weeks. Observation of biosorption ability and growth of Gracilaria sp. was done every week. The results of the research on biosorption ability showed that Gracilaria sp. was able to absorb Cd dissolved in seawater. The concentrations of Cd absorbed by Gracilaria sp., respectively in treatment B were 1.81 mg/kg (first week), 2.33 mg/kg (second week), 4.51 mg/kg (3rd week), and 1.47 mg/kg (4th week); in treatment C were 8.07 mg/kg (first week), 11.67 mg/kg (second week), 9.86 mg/kg (3rd week), and 8.67 mg/kg (4th week); and in treatment D were 52.59 mg/kg (first week), 56.66 mg/kg (second week), 78.01 mg/kg (3rd week), and 87.67 mg/kg (4th week). It is concluded that Gracilaria sp was capable of absorbing cadmium dissolved in seawater. However, the growth of Gracilaria sp. (absolute and specific growth rate) showed a decrease in biomass weight due to exposure to Cd-contaminated media, making Gracilaria sp. was not as a good species to be used as a Cd-metal hyperaccumulator. Kontaminasi perairan pesisir dan laut oleh logam berat dalam konsentrasi yang signifikan akan mengancam bagi kehidupan biota yang ada di dalamnya. Salah satu logam berat yang berbahaya karena sifat toksisitasnya adalah Kadmium (Cd). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: 1) kemampuan biosorpsi  rumput laut Gracilaria sp. terhadap logam berat Cd dalam media air laut dengan konsentrasi yang berbeda, 2) mengetahui pengaruh perbedaan waktu pendedahan (exposure time) terhadap kandungan logam Cd terabsorpsi oleh Gracilaria sp., dan 3) mengetahui pertumbuhan Gracilaria sp. pada media terkontaminasi logam berat Cd dengan konsentrasi yang berbeda. Penelitian menggunakan metode eksperimental laboratoris, dengan melakukan pemaparan rumput laut Gracilaria sp. pada tiga perlakuan konsentrasi yang berbeda dan satu perlakuan kontrol (A: Kontrol; B: 0,1 mg/L; C; 1 mg/L; dan D 10 mg/L) selama 4 minggu masa pemeliharaan. Pengamatan kemampuan bioabsorpsi dan pertumbuhan Gracilaria sp. dilakukan setiap minggu. Hasil penelitian kemampuan bioabsorpsi  menunjukkan bahwa Gracilaria sp. mampu menyerap logam  Cd yang terlarut dalam air laut. Konsentrasi logam berat Cd yang diserap Gracilaria sp. pada perlakuan B = 1,81 mg/kg (minggu ke-1), 2,33 mg/kg (minggu ke-2), 4,51 mg/kg (minggu ke-3), 1,47 mg/kg (minggu ke-4); Perlakuan C = 8,07 mg/kg (minggu ke-1), 11,67 mg/kg (minggu ke-2), 9,86 mg/kg (minggu ke-3), dan 8,67 mg/kg (minggu ke-4); Perlakuan D = 52,59 mg/kg (minggu ke-1), 56,66 mg/kg (minggu ke-2), 78,01 mg/kg (minggu ke-3), dan 87,67 mg/kg (minggu ke-4). Dapat disimpulkan bahwa Gracilaria sp mampu menyerap Cd terlarut dalam air laut. Namun demikian, pertumbuhan Gracilaria sp. (pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik) mengalami penurunan berat biomassa akibat pemaparan pada media mengandung logam Cd, sehingga menjadikan spesies Gracilaria sp. bukan sebagai spesies hiperakumulator yang baik untuk logam Cd.
Potensi Antioksidan Rumput Laut Gracilaria verrucosa Dari Pantai Gunung Kidul, Yogyakarta Wahyu Febrianto; Ali Djunaedi; Suryono Suryono; Gunawan Widi Santosa; Sunaryo Sunaryo
Jurnal Kelautan Tropis Vol 22, No 1 (2019): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.174 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v22i1.4669

Abstract

Gracilaria verrucosa is red algae that has been widely used as an antioxidant. This research was conducted to test antioxidant activity, total phenolic content and bioactive compound of Gracilaria verrucosa obtained from Pok Tunggal Beach and Ngandong Beach, Gunung Kidul, Yogyakarta. Research was carried out by descriptive method. Samples were fresh and taken from the beach, then macerated for 3x24 hours in a methanol solvent. Antioxidant test was carried out by electron transfer method with DPPH 0.1 mM and measurement of antioxidant activity using. Total phenolic contents were measured using the Folin-ciocalteau method using gallic acid standard on 725 nm wavelength. The phytochemical content observated by changing of extract color by reagent. Pigment contents were measured using spectrophotometric methods at wavelengths 636 and 663 (chlorophyll-a and chlorophyll-b) and 480 nm (carotenoids). The results showed that IC50 value extract of Pok Tunggal Beach and Ngandong Beach were 188,53 ppm and 168,76 ppm. Phenolic content of each extract were 16,527 and 17,497 mg GAE / g sample weight). Chlorophyll-a levels were 7,132 and 4,357 mg/g, chlorophyll-b were 8,335 and 5,401 mg/g, carotenoids were 31,625 and 35,494 µmol/g. Gracilaria verrucosa from Ngandong Beach have  antioxidant activity.Gracilaria verrucosa merupakan alga merah yang pemanfaatannya sudah banyak dilakukan sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antioksidan, menghitung kadar fenolat total, dan senyawa bioaktif yang terkandung pada Gracilaria verrucosa yang diperoleh dari Pantai Pok Tunggal dan Pantai Ngandong, Gunung Kidul, Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Sampel segar diambil langsung dari pantai, kemudian dimaserasi selama 3x24 jam dalam pelarut metanol. Uji antioksidan dilakukan dengan metode transfer elektron dengan DPPH 0,1 mM dan pengukuran aktivitas antioksidan menggunakan perhitungan nilai IC50. Kadar fenolat total diukur menggunakan metode Folin-ciocalteau dengan asam galat sebagai standar pada panjang gelombang 725 nm. Kandungan fitokimia diuji menggunakan pengamatan perubahan warna ekstrak saat diberikan pereaksi. Kadar pigmen diukur menggunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 636, 663  (klorofil-a dan klorofil-b) dan 480 nm (karotenoid). Hasil menunjukkan bahwa nilai IC50 ekstrak sampel dari Pantai Pok Tunggal dan Pantai Ngandong berturut-turut adalah 188,53 ppm dan 168,76 ppm. Kadar fenolat masing-masing ekstrak sebesar 16,527 dan 17,497 mg GAE/g berat sampel). Kadar klorofil-a sebesar 7,132 dan 4,357 mg/g, klorofil-b sebesar 8,335 dan 5,401 mg/g, karotenoid sebesar 31,625 dam 35,494 µmol/g. Gracilaria verrucosa dari Pantai Ngandong dan Pantai Pok Tunggal memiliki potensi antioksidan.  
Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) dengan Sistem Budidaya yang Berbeda Ali Djunaedi; Heri Susilo; Sunaryo Sunaryo
Jurnal Kelautan Tropis Vol 19, No 2 (2016): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.115 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v19i2.846

Abstract

 Medium rearing of the P. monodon Fabricius seed at the hatcheries usually used closed system and without water changes during culture period, until certain time the water quality could deterioted. The purpose of this research was to understand the effects of recirculation system on the water qualities (total suspended solids, ammonia, ammonium, nitrite and dissolved oxygen) of tiger shrimp (P. monodon Fabricius) seed medium. This research was conducted in the hatchery of Marine Science of Diponegoro University at Teluk Awur. The research used experimental method with two treatments, recirculation and non-recirculation system. Concentrations of total suspended solids (TSS), ammonia, nitrite and dissolved oxygen (DO) were descriptive analyzed. Average concentration on recirculation system of  TSS was 0,570 mg/L, ammonia was 0,039 mg/L, nitrite was 0,076 mg/L and DO was 6,00 mg/L. Average concentration on without recirculation system of TSS was 0,983 mg/L, ammonia was 0,09 mg/L, nitrite was 0,2 mg/L and DO was 3,86 mg/L. The resirculation rearing system was improve water quality on tiger shrimp seed medium.  Budidaya benih udang windu (P.  monodon  Fabricius) pada bak pembenihan umumnya menggunakan sistem tertutup dan air media tidak diganti, sehingga dalam waktu tertentu dapat terjadi penurunan kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kualitas air (MPT, amonia, amonium, nitrit dan DO) pada pemeliharaan benih udang windu (P.  monodon  Fabricius) dengan sistem resirkulasi dan tanpa resirkulasi. Penelitian dilakukan di Marine Center, Jurusan Ilmu Kelautan, Teluk Awur, Jepara. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan dua perlakuan yaitu penggunaan sistem resirkulasi dan tanpa resirkulasi. Data konsentrasi material padatan tersuspensi (MPT), amonia, nitrit, oksigen terlarut (DO), pH dan suhu selama penelitian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sistem resirkulasi konsentrasi rata – rata MPT 0,570 mg/L, amonia 0,039 mg/L, nitrit 0,076 mg/L dan DO 6,00 mg/L, sedangkan pada bak tanpa sistem resirkulasi konsentrasi rata – rata MPT 0,983 mg/L, amonia 0,09 mg/L, nitrit 0,2 mg/L dan DO 3,86 mg/L. Sistem resirkulasi mampu memperbaiki kualitas air media pemeliharaan benih udang windu.